Memulai

Jam istirahat pertama itu, di ruang club musik Agung tampak bingung untuk mencari pengganti vokalis band sekolah mereka. The Gifted namanya, Kevin yang mencetus nama itu. Kevin merasa semua member berbakat di bidangnya masing-masing. The Gifted itu terdiri dari 4 member, sebenarnya 5 sih, hanya saja vokalis mereka mengundurkan diri.

4 member yang tersisa terdiri dari Kevin sebagai seorang pianis, Fajri seorang gitaris, Ayu seorang basis, dan Ryan seorang drummer.

Contohnya saja Ayu, namanya Ayusita Kinandra. Gadis itu pandai sekali bermain bass, waktu audisi untuk bisa masuk ke club musik, Ayu bahkan di tantang ketua club untuk battle. Ayu pernah cerita kalau dia sudah tertarik pada musik sejak Ayahnya mengajaknya menonton sebuah konser saat umurnya 4 tahun.

Sama seperti Ayu, Kevin juga memiliki bakat dalam bermain piano. Walau enggak semuda Ayu waktu memulai mengenal musik, tapi Kevin benar-benar mencintai musik dan ia memilih piano untuk ia tekuni.

Kalau Fajri Deep, gak usah heran sama cowok dengan penampilannya yang serampangan itu Cowok itu memiliki darah musisi dari sang Ibu, Kakaknya juga seorang musisi. Walau band yang di bentuk tahun 2010 oleh Kakaknya itu harus berakhir bubar.

Nah drummer The Gifted itu ada Ryan, si cowok berwajah imut. Kalau Ryan memang sudah langganan di club musik sejak SMP awalnya Ryan mengikuti audisi dengan menjadi seorang gitaris, namun saat The Gifted di bentuk, cowok itu memilih untuk menjadi seorang drummer. Ryan lumayan menguasai banyak alat musik, makanya dia enggak akan ragu kalau di pindahkan posisi nya di band.

Dan yang terakhir itu ada Agung sebagai manager The Gifted. Waktu audisi, Agung lolos karena suaranya. Yup, Agung itu sebenarnya bisa jadi seorang vokalis di The Gifted tapi karena alasan yang enggak pernah dia ungkapkan, Agung memilih untuk berhenti bernyanyi. Cowok itu bahkan pernah ingin keluar dari club kalau tidak Kevin tahan.

Waktu itu Agung ngerasa dia udah gak ada sangkut pautnya lagi dengan club karena sudah memutuskan untuk tidak bernyanyi, namun saat The Gifted di bentuk. Posisi seorang manager kosong dan Kevin menyarankan jika Agung yang mengambil posisi itu.

“Terus gimana dong? Atau kita mau rekrut anak kelas 10 aja? Si Galang tuh suaranya lumayan loh,” tanya Ryan.

Sudah 15 menit mereka berunding dan urung mendapatkan jawaban, mereka harus berlatih untuk penampilan mereka di Dieng bulan depan. Siswa kelas 11 itu bulan depan akan ada study tour ke 2 kota. Yaitu, Dieng dan Jogja. Mereka wajib membuat pertunjukan dan The Gifted sudah memutuskan untuk tampil.

“Berarti anak kelas 10 ikut kita ke Dieng gitu? Kan gak mungkin, Yan.” Ayu mendengus.

“Lo gak ada kenalan siapa gitu, Kev? Harus anak kelas 11 yah!” Fajri yang tadinya sedang sibuk mencari lagu yang akan mereka bawakan itu akhirnya angkat bicara.

“Siapa yah... Gue sejujur nya bingung sih, apalagi posisi vokalis pertama kita di isi sama cewek. Mau gak mau harus rekrut cewek juga kan?” jawab Kevin.

“OHHH GUE TAU!!” pekik Agung, cowok itu buru-buru menghampiri Ayu yang sedang memakan batagornya dan duduk di atas meja.

“Apaan lo?” tanya Ayu waktu Agung tiba-tiba berdiri di depannya.

“Lo sekelas sama Emilly kan?”

Ayu mengangguk.

“Emilly di gereja itu anak padus udah pasti dia bisa nyanyi, ajak dia aja!” ucap Agung penuh semangat.

“GAK!!” Ayu yang mendengar itu menepis tangannya di depan wajah Agung. “Percuma juga, Gung. Milly enggak akan mau. Emilly calon ketua OSIS gitu mana mau dia gabung ke band kita. Lagian yah, gue sama dia beda circle.

“Terus siapa dong?” bahu Agung merosot, ia merasa harapannya itu pupus begitu saja.

“Lagian, lo kok tau Emilly di gereja anak padus? Lo udah pindah agama apa gimana?” tanya Kevin.

“Gue waktu itu ketemu dia waktu Bokap gue di rawat, rumah sakitnya sampingan sama gereja tempat Emilly ibadah. Terus kita sempet ngobrol-ngobrol dan disitu Emilly cerita dia itu anak padus di gerejanya,” jelas Agung.

Tidak terasa hanya untuk berdiskusi mencari vokalis band mereka saja sudah memakan waktu 40 menit. Diskusi itu berakhir tanpa jawaban, dan Agung memutuskan untuk melanjutkannya setelah pulang sekolah.

Setelah dari ruang club musik, Ayu mampir dulu ke toilet sebelum masuk ke dalam kelasnya. Dia pikir tidak ada orang di toilet saat ia buang air besar dengan begitu brutalnya, namun siapa sangka waktu Ayu membuka bilik toiletnya, ada Karen kembaran Kevin sedang mencuci tangan. Ayu sempat canggung dan malu, itu artinya Karen mendengarnya kan?

Meski Karen enggak menunjukan reaksi apa-apa tetap saja Ayu merasa ia harus meminta maaf, ia tidak enak pada Karen pasti terdengar menjijikan barusan.

sorry yah, Ren.” cicit Ayu.

Karen hanya mengangguk, ia sempat menoleh ke arah Ayu yang sedang mencuci tangannya. Gadis itu juga menyempatkan diri untuk menyisir rambut panjangnya dan memakai lip tint nya lagi.

Karen itu enggak dekat sama Ayu, di kelas, Ayu itu di cap sebagai gadis nakal karena sempat ada gosip kalau Ayu sering bergonta-ganti pacar, pulang malam, merokok dan bermain di club malam dan Karen sangat menghindari gadis-gadis bermasalah seperti itu. Meski kembar, Karen dan Kevin punya lingkup pertemanan yang sangat berbeda. Kevin itu enggak pilih-pilih teman, ia akan berteman dengan siapa saja. Berbeda dengan Karen yang justru hanya ingin berteman dengan anak-anak yang ia anggap baik dan berprestasi saja.

Karen jadi ingat, di masa depan Kevin pernah cerita kalau kabar Ayu sekarang sudah menikah. Ayu juga memiliki 2 orang anak laki-laki dan hidup bahagia dengan suaminya di Bandung. Yup, Ayu pindah ke Bandung setelah lulus SMA.

Karena terus merasa di perhatikan oleh Karen, akhirnya Ayu melambaikan tangannya di depan Karen hingga gadis itu sedikit tersadar.

“Ren? Sehat kan?” tanya Ayu.

“Ah, sorry.” Karen mengangguk. “Sehat kok.”

“Hhmm...bagus deh, gue pikir kenapa liatin gue sampe enggak mengedip.”


Siang ini sepulang sekolah Karen berniat untuk menjenguk Juna kembali. Tadi pagi dia dapat kabar dari Ibunya Juna jika Juna menjalani operasi ligament nya pagi ini. Sebenarnya, lagi-lagi Karen harus bolos latihan paskibra nya. Dia bahkan enggak ngasih alasan apa-apa waktu Kania bertanya, dia cuma bilang kalau enggak bisa latihan aja.

Sebenarnya, Karen udah memutuskan kalau dia mungkin akan keluar dari club itu. Ini demi menghindari pemicu Kania mulai menyebarkan fitnah atas dirinya, dengan begitu nasibnya di masa depan akan berubah kan? Karen sudah memikirkan ini semalam. Semua rencana-rencana untuk mengubah nasibnya.

“Mana sih lama banget...” gumamnya saat Karen menunggu bus sekolah di halte.

Karen sudah susah payah keluar dari sekolah agar tidak ketahuan sama Mas Satya. Dia takut di tanya-tanyai kenapa sudah dua hari tidak latihan, namun sialnya. Mas Satya itu senior sekaligus Kakak pembina nya di club, Mas Satya sudah lulus dari SMA Orion tahun kemarin. Cowok itu sekarang berkuliah sembari mengajar paskibra di sekolah. Namun sayangnya, Orang yang Karen hindari itu justru mengikuti Karen diam-diam hingga ke halte bus sekolah.

“Ren, kamu mau kemana?” tanya Mas Satya.

Karen kaget, dia gak nyangka kalau dia bakalan ketemu sama Mas Satya di halte. Padahal Karen sendiri enggak tahu, kalau Mas Satya memang mengikutinya diam-diam.

“Mas Satya.. Maaf, Karen ada urusan mendadak,” alibinya.

“Urusan apa? Udah dua hari loh kamu gak latihan, kan saya pernah bilang kalau mau izin harus ketemu saya dulu.”

“Karen.. Mau ke rumah sakit, Mas.”

“Kamu sakit? Saya antar aja yah?”

Buru-buru Karen menggeleng kepalanya, “engg..gak bukan Karen. Itu.. Maksudnya, Karen harus ke rumah sakit karena Budhe Karen masuk rumah sakit.”

Sungguh, Karen merasa berdosa sekali sudah berbohong seperti ini. Tapi demi apapun dia enggak berniat menyumpahi Budhe masuk rumah sakit beneran kok, ucapan itu spontan saja tiba-tiba keluar dari mulutnya.

“Maksudnya kamu yang jagain?” tanya Mas Satya.

Karen mengangguk.

“Ren, tapi kamu masih tetap di club kan? Waktu perlombaan kita tinggal dua minggu lagi. Saya benar-benar berharap kamu bisa menjadi perwakilan Orion.”

Karen menunduk, sebenarnya Karen masih ingat bagaimana ia dan pasukan paskibra SMA Orion berhasil membawa pulang piala bergilir itu. Namun, kali ini ambisinya bukan lagi soal piala dan paskibra. Ini tentang nasibnya di masa depan.

“Ren.. Saya harap besok kamu masih bisa latihan yah. Saya benar-benar mengandalkan kamu,” Mas Satya memegang kedua bahu Karen.

“Hati-hati yah, kalau gitu saya balik ke sekolah dulu,” ucapnya lagi sebelum cowok itu meninggalkan halte bus.

Jujur saja, Karen gamang. Ia merasa akan segera mematahkan harapan Mas Satya yang selama ini sudah sangat baik padanya.

To Be Continue