Neraka Yang Kamu Ciptakan Sendiri 15

Dari pagar sekolah hingga Kania menyusuri lorong demi lorong kelas, enggak ada hentinya dia mendengar murid-murid lain menghina dan berbisik tepat di depannya. Bahkan Kania sempat di lempar sampah dan di senggol bahunya hingga ia limbung, belum lagi mata-mata yang seperti menelanjanginya itu, ia di perlakukan layaknya pelaku kejahatan.

Situasi yang Kania benci, ia ingin lari. Tapi tidak punya tempat tujuan. Dengan sisa rasa kepercayaan dirinya dan keberaniannya. Kania masuk ke dalam kelas, dagu nya ia angkat tinggi. Ia tidak boleh kelihatan takut. Apalagi di depan Karen. Ia harus terlihat tetap tegar dan seolah hal kemarin enggak pernah terjadi.

Saat Kania ingin duduk, di kursinya ada Eren murid laki-laki paling nakal di kelas. Ia dan teman-temannya sedang mencoret-coret meja Kania dengan tip-x dan menaruh sampah bekas bungkus makanan di atasnya.

“LO APA-APAAN NYORET-NYORET MEJA GUE!!!” sentak Kania, ia mendorong Eren dan melemparkan sampah bekas cowok makan itu ke sembarang arah.

“Kenapa? Enggak suka?” ucap Eren enteng, cowok jangkung itu berdiri dan menunjuk-nunjuk kepala kania dengan jari telunjuknya.

“LO NGERUSAK PROPERTI SEKOLAH!!!”

“Nanti gue suruh bokap gue bayar ganti rugi nya,” Eren tersenyum, kemudian pergi dari sana bersama dengan teman-temannya.

Seisi kelas hanya melihat ke arah Kania dengan pandangan menjijikan, tidak ada sorot mata iba untuk gadis itu. Mereka merasa Kania pantas mendapat perlakuan seperti itu, bahkan Emily dan Safira yang paling marah jika ada murid yang di tindas di kelas saja bungkam. Keduanya bergeming, seolah-olah tidak terjadi apa-apa di sana.

Dengan penuh rasa kesal, Kania menyeret meja nya keluar untuk membawa nya ke gudang. Ia ingin mengganti meja nya dengan meja yang baru, di depan kelas kebetulan Kania berpapasan dengan Karen. Gadis itu melihat Karen dengan tatapan kebencian, sementara Karen menatapnya tanpa ekspresi apapun.

Di tahun 2015 Karen memang di jauhi satu kelas, mereka menilai Karen adalah gadis jahat yang mengincar banyak laki-laki, tapi tidak sampai mendapat perlakuan buruk seperti yang tengah Kania dapatkan saat ini. Benar kata Megan, ia telah menciptakan neraka untuk Kania dan saat ini Kania tengah menikmati neraka itu.

“Puas lo liat gue kaya gini?! Jahat lo yah, Ren. Lo emang cewek paling jahat!” ucap Kania.

“Lo gak salah ngatain Karen jahat? Fitnah yang udah lo sebar tuh udah keterlaluan, Ni. Karen salah apa sih sama lo?” ucap Alifia.

“Diem!!” Kania menunjuk wajah Alifia, “gue enggak ada urusan sama lo!”

“Dasar cewek gila!!”

Karen tadi nya enggak ingin menghabiskan energi nya untuk meladeni Kania, namun seperti nya Kania menyulut emosinya.

“Ini neraka yang lo ciptain sendiri, Ni. Bukan gue yang jahat, ini semua akibat dari perbuatan lo.” setelah mengatakan itu, Karen langsung menggandeng Alifia dan masuk ke dalam kelas.

“Aaarghhh!!” teriak Kania, ia menendang meja yang tadi ia seret keluar hingga beberapa murid-murid lain menatap ke arahnya.

“Apa lo liat-liat?!” ucap Kania, ia sudah muak di liati seperti itu.

Tidak lama kemudian pengeras suara yang ada di kelas dan lorong kelas berdenging, pagi ini biasanya radio sekolah suka memutar lagu atau bahkan membacakan puisi. Kebetulan hari ini adalah hari kamis, jadwalnya memang seperti itu. Dan jam pelajaran pertama mundur hingga 30 menit, otomatis jam pulang dan istirahat mereka juga mundur. Hari kamis adalah jam panjang untuk SMA mereka.

pagi semua, hari ini. Gue Vanya mau membongkar fakta yang mungkin bakalan bikin kalian terkejut. Kebetulan gue udah dapat izin dari ketua club buat nyiarin rekaman ini, kalian udah siap buat dengarnya?

“Ada apa lagi yah?” tanya Alifia ke Karen.

“Sumpah dari kemarin sekolah tuh chaos banget karna kelakuanya Kania,” timpal Widya.

Karen hanya menggeleng pelan, dia sendiri juga enggak tahu club radio sekolah akan menyiarkan rekaman apa. Alih-alih mendengarkan rekaman yang akan di putar, Karen justru membaca buku geografi nya. Jam pertama nanti di kelasnya akan ada ulangan harian.

sorry kalau gue udah keterlaluan, Jun. Gue juga sebenarnya enggak mau ngikutin Karen. Awalnya Kania yang nyuruh, dia nyuruh gue sama Selvi buat ikutin Karen sama Mas Satya. Nyuruh gue rekam dan foto-foto mereka juga di sana, Kania nyuruh gue foto Karen dan Mas Satya seolah-olah mereka cuma berdua di sana.

Mendengar itu, Kania menghentikan kegiatanya. Matanya membulat, perasaanya sangat tidak nyaman saat ini. Namun Karen tahu siapa pemilik suara itu. Itu Syarif, apa Juna yang merekam percakapan mereka dan menggunakan hal ini untuk membalas perbuatan Kania padanya? Pikir Karen.

terus, kenapa lo mau?”

gue enggak enak sama Kania, gue sempat minjam uang ke dia. Uang beasiswa dia sih, cukup gede. Waktu itu gue minjam karena gue gak sengaja nyerempet mobil orang dan orang itu minta ganti rugi. Makanya gue terpaksa ikutin kemauannya Kania, Selvi juga bilang. Kalau Karen itu jahat dan gak menghargai perasaan Kania yang naksir sama Mas Satya, dengarnya gue jadi ikutan kesal padahal dia udah punya lo. Makanya gue mau nurutin keinginan Kania.

Gue mohon sama lo, Jun. Gue udah jujur dan jangan sampai ada orang lain yang tahu hal ini. Gue janji, gue sama Selvi gak akan terlibat lagi sama urusan Kania yang mau jatuhin Karen.

Bukan hanya Karen saja yang kaget, seluruh penjuru sekolah sampai guru-guru pun ikut kaget. Kini semua murid di kelas menatap Karen dengan pandangan iba, bahkan Widya sampai menepuk-nepuk pundak Karen.

Sementara Kania? Dia sudah lari ke ruang penyiaran radio, bersamaan dengan Selvi dan Syarif. Ketiganya tidak peduli semua murid di lorong sudah menyoraki mereka.

“Lo ngomong sama Juna, Rif?!” bentak Kania di depan ruang penyiaran radio, ruangannya di kunci dan mereka enggak bisa masuk karena siaran masih berlangsung.

“Juna ngancam gue, bikin gue mau gak mau ngaku, tapi gue enggak tahu kalau dia rekam ini diam-diam, Ni, Vi.” Syarif panik buka main, keringatnya bercucuran dan wajahnya pucat. Dia bahkan enggak bisa membayangkan bagaimana nasib mereka bertiga setelah ini.

“Bego!! Syarif tolol! Ini semua gara-gara lo, kalo beasiswa gue sampe di cabut. Lo orang pertama yang bakalan gue salahin!!” Kania berteriak, dia sudah kehilangan akal sehatnya saat ini.

“Aduh, Ni. Udah gausah ribut, sekarang yang perlu kita pikirin gimana caranya kita nyangkal itu semua. Mereka gak punya bukti apa-apa juga kan,” Selvi berusaha menengahi, namun ia sendiri juga panik hingga tanganya bergetar.

Kania mengigiti kuku jarinya sendiri kemudian mencoba mendobrak pintu ruang penyiaran, ia harus segera menghentikan ini semua, namun tiba-tiba saja Buk Suri dan wali kelas nya datang dari arah perpustakaan, ruang guru memang ada 2 di lantai dasar dan lantai 2.

“Kania, Syarif, Selvi. Ikut saya ke ruangan kepala sekolah!” ucap Buk Suri tegas.

Saking lemas nya, dengkul Kania sampai bergetar. Dia enggak siap menerima konsekuensi yang akan di tanggung nya karena telah menyalahgunakan beasiswa yang ia dapat, Kania bahkan enggak bisa bayangin jika kepala sekolah menyuruh Ibu nya untuk datang ke sekolahan.

Dan saat ini, ketiganya ada di ruangan kepala sekolah untuk di interogasi. Syarif mengakui semuanya jika itu memang benar-benar suaranya, ia dan Selvi juga mengaku kalau memang meminjam uang beasiswa Kania untuk mengganti rugi kerusakan kendaraan korban yang di tabrak nya, namun itu juga karena Kania yang menawarinya lebih dulu. Kepala sekolah bahkan memanggil orang tua Selvi dan Syarif, kemungkinan hukuman yang akan mereka dapatkan adalah skors dan juga membersihkan area sekolah selama 1 bulan penuh.

Kali ini giliran Kania yang di interogasi. Gadis itu sudah menangis sedari tadi, Kania sama sekali enggak merasa bersalah. Ia menangis karena takut beasiswa nya di cabut, Kania sama sekali gak menyesali perbuatanya.

“Dana beasiswa yang kamu pakai untuk kepentingan pribadi kamu sebesar 3 juta loh, Kania. Itu yang baru di akui oleh Syarif dan Selvi,” kepala sekolah menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya, tidak menyangka jika murid yang di anggap baik dan berprestasi akan melakukan tindakan penyalahgunaan beasiswa seperti ini.

“Saat ini Buk Suri sedang menghubungi pihak bank untuk memeriksa riwayat transaksi kamu,” jelas kepala sekolah.

“Saya minta maaf, Buk. Saya benar-benar menyesal. Ibu boleh hukum saya apa saja, asal jangan cabut beasiswa saya, Buk. Ibu tau kan Ibu saya itu janda, Bapak saya udah meninggal dari saya bayi. Saya bahkan tinggal di rumah kecil, saya cuma murid mis—”

“Seharusnya kamu bisa lebih bijak dalam bertindak dan menggunakan beasiswa yang sudah sekolah berikan untuk kamu, Kania. Saya bahkan mendapat laporan dari Buk Suri kalau kamu memfitnah Karen dan Kevin soal beasiswa, kamu enggak malu? Justru kamu sendiri lah yang menyalahgunakan beasiswa ini.”

Kania menangis semakin deras, bahkan gadis itu enggak sanggup lagi menatap kepala sekolah. Dia sudah terlanjur malu, bahkan Kania enggak bisa membayangkan bagaimana situasi di luar ruangan saat ia keluar nanti.

“Selain itu, kamu juga orang yang menyebar rumor kalau Megan hamil,” kepala sekolah menggeleng kepalanya tidak menyangka, selama ini guru-guru selalu memihak Kania mengatakan hal-hal baik tentang anak itu. Namun kenyataanya, sikap asli Kania kini terbongkar.

“Megan dan Kakaknya tidak terima atas fitnah ini, Kania. Bahkan Megan bersedia memeriksakan dirinya, membuktikan kalau dia tidak hamil dan tidak pernah melakukan sex bebas. Kalau saja guru-guru tidak menahan Megan dan Kakaknya, mungkin mereka sudah menyeret kasus ini ke hukum atas pencemaran nama baik. Bisa kamu bayangkan bagaimana di umur kamu yang semuda ini, kamu harus berurusan dengan hukum?”

Kania tiba-tiba saja bersimpuh di depan kepala sekolah, ia menangis tersedu-sedu. Berharap kepala sekolah iba dan masih memihaknya, ini harapan satu-satunya bagi Kania.

“Saya janji bakalan berubah, Buk. Ini untuk yang terakhir kalinya. Saya mohon, saya cuma siswa miskin. Maafin kelakuan kekanak-kanakan saya kemarin, Buk.” ucap Kania di sela-sela tangisnya.

Kepala sekolah sebenarnya kasihan melihat Kania, namun ini semua adalah hukuman karena gadis itu sudah menyebar fitnah yang tidak benar. Tidak bisa selamanya Kania harus di kasihani hanya karena ia tidak mampu dan tidak memiliki Ayah. Selama perbuatanya tidak benar, ia juga harus tetap di hukum. Ini semua agar Kania bisa lebih bijak lagi dalam bersikap di masa depan.

“Hukuman terberat mungkin jatuh ke kamu, Kania. Saya enggak akan mengeluarkan kamu dari sekolah, tapi saya minta kamu pindah dari sekolah ini,” ucap kepala sekolah dengan berat hati.

Bukan hanya beasiswa nya saja yang di cabut, tapi Kania juga harus membayar uang beasiswa yang telah ia salah gunakan serta di paksa pindah dari sekolah. Kepala sekolah tidak bisa mentoleransi kesalahan Kania lagi. Apalagi para komite dan donatur sekolah yang sudah membuat kesepakatan ini.

“Saya di paksa pindah?” tanya Kania.

Kepala sekolah mengangguk, “saya sudah telfon orang tua kamu. Saya akan bicarakan ini lebih lanjut dengan beliau, sekarang kamu bisa kembali ke kelas kamu.”

Alih-alih kembali ke kelasnya, Kania malah menangis semakin menyakitkan di sana. Gadis itu bahkan tidak mau keluar dari ruang kepala sekolah sampai Buk Suri membujuknya untuk keluar, Kania sudah tidak punya muka rasanya untuk menghadapi teman-temannya. Ia tidak siap menghadapi hari-hari terburuk yang akan ia jalani di sisa masa SMA nya.