Pengakuan

Genggam tanganku bersandar kepadaku Inginku berada di sampingmu sepanjang hidupku Rasa ini hanya ada saat bersamamu Bahagia ku dengar canda tawamu terangi hatiku

Inilah duniaku Untuk bersamamu

Dan walau waktu berjalan Ku akan terus bertahan Pelukku yang akan selalu menghangatkanmu Dan tak kan ada yang bisa melepasmu dariku Pelukku yang akan selalu menjagamu

Setelah menyelesaikan penampilan terakhirnya bersama The Gifted dan Emily, semua tepukkan tangan di berikan oleh murid-murid kelas 11. Karen tersenyum, begitu juga dengan Emily yang merasa puas dengan penampilannya malam ini. Mereka hanya latihan 2 kali saja sebelum penampilan, tapi lagu-lagu dan suara mereka benar-benar menakjubkan.

Penampilan mereka enggak mengecewakan, bahkan guru-guru yang turut menyaksikan juga merasa terhibur dengan penampilan mereka.

“Lagiii dong lagiiii!!!” teriak murid-murid lain yang merasa belum cukup dengan penampilan The Gifted yang hanya membawakan 3 lagu.

“Apa sih, penampilannya biasa aja kaya gitu,” ucap Muthia. Ia merasa risih melihat Karen di puji-puji seperti itu. Baginya enggak ada yang special dari penampilan The Gifted.

“Yeee sirik aja lo dasar gendut, kaya bisa nyanyi aja lo,” ucap Elang, Elang ini anak IIS 3 dan memang anggota club musik dulunya meski ia sudah keluar.

“Eh kok lo malah body shaming?” Muthia gak terima Elang mengejek tubuhnya, menurutnya penampilan The Gifted dan Emily memang enggak menarik di matanya.

“Ya lo ngatain-ngatain penampilan orang, lo bisa gak kaya mereka?”

“Ehhh udah-udah apaan sih kok malah jadi ribut.” Selvi menengahi, Elang itu terkenal nakal dan Muthia itu keras kepala kalo keduanya sampai adu mulut lebih dari ini bisa kacau acara.

“Jangan pada kaya bocah kenapa sih? Gini aja ribut.”

Setelah penampilan band sekolah, dari club lain juga ingin menunjukan penampilan mereka seperti dari club tari modern. Karen cukup menikmati malam ini, malam di mana banyak orang yang mengapresiasinya lagi. Saking seringnya di marahi saat bekerja, Karen sampai lupa bagaimana rasanya di puji.

Karen jadi penasaran, bagaimana nasibnya di tahun 2023 apakah banyak yang berubah? Awalnya Karen masih berpikir jika kembali ke masa lalu seperti ini hanya ada di dalam drama dan cerita fiksi saja, sampai akhirnya ia sendiri yang mengalaminya.

Sedang menikmati penampilan teman-temannya yang lain. Tiba-tiba saja ponsel Karen bergetar, ada pesan masuk dari Mas Satya yang menyuruhnya untuk segera ke taman belakang guest house. saking asiknya acara malam ini, Karen sampai lupa dengan janjinya.

Sebelum meninggalkan kursinya, Karen sempat menoleh ke belakang. Lebih tepatnya ke kursi Juna dan teman-temannya, cowok itu sedang asik bercanda sembari menikmati penampilan stand up comedy yang sedang di bawakan oleh Fajri.

Karen akhirnya berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah taman belakang guest house, ternyata benar. Mas Satya sudah menunggu nya di sana, laki-laki itu duduk di ayunan seorang diri sembari sesekali mengusapkan kedua tangannya karena udara Dieng yang cukup dingin. Suhunya jika malam mencapai 12°c.

Mas Satya menoleh ke arah Karen waktu Karen datang dan duduk di ayunan yang berada di sebelahnya. Laki-laki tersenyum penuh kelegaan, Mas Satya sempat berpikir kalau Karen enggak akan datang.

“Maaf yah bikin Mas Satya nunggu,” ucap Karen memecah keheningan di antara mereka.

“Gapapa, Ren. Saya juga belum lama kok.”

“Mas mau ngomong apa?”

Kini, degup jantung Satya semakin menggila. Udara 12°c yang bisa membuat mulutnya mengeluarkan asap kalau bicara itu kini terasa sedikit hangat, Satya sangat gugup saat akan menyatakan perasaanya dengan Karen. Jadi, alih-alih to the point Satya justru memilih mengalihkan pembicaraan yang lain dulu.

“Penampilan kamu tadi keren banget,” pujinya, Satya cukup menikmati penampilan Karen apalagi saat bernyanyi bersama Emily.

“Terima kasih, Mas. Karen juga gak nyangka banyak yang suka sama penampilan The Gifted dan Emily.”

Mas Satya mengangguk, “kamu mau serius di band ini yah, Ren? Makanya milih ninggalin club kita?”

Karena sudah mengetahui vokalis baru The Gifted, Satya jadi mikir kalau alasan Karen keluar dari club itu karena ia mau menekuni musik dan band nya alih-alih fokus pada akademik, ini hanya firasat Satya saja sih. Tapi siapa, tahu alasan untuk fokus pada akademik hanya alibi Karen saja.

“Enggak, Mas. Karen cuma vokalis sementara The Gifted kok, aku gak kepikiran buat seriusin band ini. Aku cuma bantu Kevin sama yang lainnya,” jelas Karen. Dia emang gak ada niatan buat memperserius kemampuannya dalam bernyanyi, apalagi harus jadi vokalis tetap nya The Gifted.

“Hhmm..” Mas Satya mengangguk, kini saatnya untuk menyatakan perasaanya. “Ren?”

“Iya, Mas Satya?”

“Saya tau mungkin kalau saya ngomong kaya gini kamu bakalan nilai saya sebagai laki-laki enggak tahu malu, tapi saya rasa saya baru bisa berdamai kalau kamu udah tau hal ini.”

Karen menoleh ke arah Mas Satya, tatapan laki-laki itu lebih serius lagi dari pada biasanya. sebenarnya apa yang ingin Mas Satya katakan?

“Mas Satya mau ngomong apa?”

Satya berdiri, begitu juga dengan Karen yang ikut berdiri. Kini keduanya saling berhadapan dengan Satya yang sesekali memilin ujung jaketnya sendiri. Ia sudah siap menerima kekecewaan, ia siap menerima konsekuensinya apapun itu, termasuk jika Karen akan membenci atau menjauhinya.

“Saya suka sama kamu, Ren. Saya sayang sama kamu,” Satya menarik nafasnya pelan, hidungnya terasa sedikit perih karena udara yang begitu dingin kini sudah tidak terasa lagi.

“Saya tau ini konyol karena kamu udah punya pacar, tapi saya ngerasa saya harus jujur. Setidaknya kamu harus tau, saya gak minta kamu jadi pacar saya, Ren. Saya cuma mau kamu tau, saya ingin berdamai sama keadaan dan ini cara saya supaya bisa berdamai”

“Saya udah suka sama kamu, dari awal kamu daftar masuk ke club kita. Saya suka karena kamu perempuan yang penuh ambisi dan baik. Berkali-kali saya meyakinkan diri saya kalau ini hanya perasaan kagum, tapi hati saya justru mengatakan sebaliknya. Saya sayang sama kamu.”

Satya memang menyukai Karen saat gadis itu pertama kali daftar masuk ke club, Karen yang datang seorang diri dengan penuh percaya diri untuk masuk ke club paskibraka. Karen yang selalu semangat untuk latihan meski panas begitu terik, Karen yang tidak gentar dengan didikan tegas dari pelatih dan seniornya dulu. Membuat Satya menilai Karen adalah gadis yang tangguh dan penuh ambisi.

Sampai akhirnya Satya mengenal Karen lebih dalam lagi, dengan segala pikiran dan tindakannya yang lebih dewasa dari anak seusianya. Satya semakin kagum lagi, waktu mengetahui Karen bisa sekuat itu tanpa kedua orang tua nya. Dari situ, Satya semakin sayang dan ingin melindungi Karen. Tapi sayangnya, nyalinya enggak sebesar itu untuk menyatakan perasaanya pada Karen.

Sampai akhirnya Satya mengetahui kabar jika Karen sudah memiliki pacar, awalnya Satya mencoba untuk melupakan perasaanya pada Karen. Tapi semuanya terasa sulit karena mereka terlalu sering bersama club.

“Saya berencana untuk mengundurkan diri dari club dan fokus sama kuliah saya, Ren. Setelah menyatakan perasaan saya sama kamu.”

Karen cukup terkejut dengan penjelasan Mas Satya tentang perasaanya barusan, meski Karen sudah sering mendengar desas desus jika Mas Satya memang menyukainya. Tapi Karen enggak nyangka jika Mas Satya sudah memendam perasaanya selama itu.

“Mas keluar karena saya?”

Satya meringis, “saya ngerasa kalau masih berada di sekeliling kamu, saya makin susah melupakan kamu, Ren.”


“Aaaahhh aduh, ihhh sakit!” Alifia memukul bahu Kevin karena cowok itu menekan pergelangan kakinya agak kencang. “Pelan-pelan ih!”

“Ini juga pelan-pelan, babe. Kamu pikir aku bakalan nyiksa kamu apa?” sangkal Kevin, dia kembali fokus mengurut kaki Alifia.

Alifia tadi sedang ke toilet dan tiba-tiba saja jatuh saat menuju aula, kebetulan jalan menuju aula nya memang agak sedikit licin dan menurun, Untung saja Selo dan Selvi sedang berada di sana dan buru-buru memanggil Kevin dan yang lainya untuk menggendong Alifia.

“Ihh malah ribut lo berdua, minyak urut nya kurang kali, Kev. Ini tambahin lagi nih.” Selo memberikan minyak urut yang ia pinjam dari Pak Rusli untuk mengobati kaki Alifia.

“Ihhh gak mau itu bau kakek-kakek!!” pekik Alifia.

“Kamu mau sembuh gak sih babe? Kamu mau di tinggal di guest house sendirian karena gak bisa jalan besok?” ancam Kevin, besok mereka memang masih ada perjalanan selanjutnya. Masih di sekitaran Dieng memang, setelah itu sore nya baru mereka akan melanjutkan perjalanan ke Jogja.

“Ihhh kan bisa kamu gendong!”

Selo dan Selvie mendengus, Kevin sama Alifia ini memang pasangan paling ikonik di sekolah. Mereka sering berduaan di kantin, bahkan Kevin juga rajin mengantar dan menjemput Alifia biarpun di ledeki guru-guru sekalipun.

“Pusing gue liat prahara rumah tangga ini,” Selo mendengus.

“Urus deh tuh Istri lo, Kev. Pusing gue Alifia nawar mulu.”

“Eh, tapi thanks yah, Vi, Lo. Udah bantu Alifia pas jatuh,” kata Kevin, Kevin gak bisa bayangin kalau Selo sama Selvi gak ada di sana, mungkin Alifia sudah menangis lebih kencang dari pada bocah yang merengek minta di belikan mainan.

“Iya sama-sama, gue balik ke aula dulu deh.”

Selo dan Selvi akhirnya kembali ke aula, namun saat akan masuk ke dalam aula keduanya justru berpapasan dengan Juna yang sedang terlihat kebingungan.

“Ih, kenapa lo, Jun?” tanya Selo.

“Lo berdua liat Karen gak? Karen gak ada di dalam.”

“Karen? Enggak ah, gue gak liat. Ini gue habis dari toilet juga dia enggak ada di sana, mungkin balik ke guest house kali,” jelas Selvi.

“Masa sih?” Juna masih mencoba menghubungi nomer Karen, tapi sialnya sinyal di ponselnya tidak ada. Tempat mereka tinggal memang agak sulit terjangkau sinyal untuk provider yang Juna pakai. “Ya Udah deh, gue ke depan dulu kalo gitu, siapa tau dia ada di depan.”

Baru beberapa langkah kakinya keluar dari aula, Juna justru bertemu dengan Kania, entah gadis itu habis dari mana. Namun senyum di wajahnya begitu merekah waktu dia melihat Juna.

I guess lo pasti lagi nyariin Karen yah?” tebak Kania yang langsung mendapat anggukan dari Juna. “Cewek lo, lagi di taman belakang guest house tuh, lagi berduaan sama Mas Satya.”

“Lo kalo ngomong jangan ngaco yah!” hardik Juna, Juna tau kalau Kania sedang membuat hatinya panas saat ini, tapi sayangnya Juna enggak akan percaya sama ucapannya itu.

“Dih, gue kasih tau yang benar juga. Kalo enggak percaya liat aja sendiri sana.”

Kania menyeringai, gadis itu kemudian berjalan dengan santainya masuk ke dalam aula. Meninggalkan Juna yang masih kebingungan mencari keberadaan Karen, Juna enggak percaya sama ucapan Kania, tapi rasanya tidak ada salahnya juga mencari Karen ke taman belakang. Siapa tau Karen benar-benar ada di sana.

Akhirnya Juna menunju ke taman belakang dengan sedikit berlari, namun langkanya terhenti ketika ia melihat Karen dan Satya memang sedang berduaan di sana. Satya bahkan sedang berlutut di depan Karen yang duduk di atas ayunan.

“Brengsek!” gumam Juna, ia langsung menghampiri Satya dan memberikan bogem mentah di wajah laki-laki itu hingga Satya tersungkur. “Bajingan!! Maksud lo apa ngajak cewek gue berduaan kaya gini hah!” hardik Juna.

“Jun..” Karen berusaha untuk bangun dan melerai keduanya, karena nampaknya Satya tidak terima wajahnya di pukul dan hendak bangun untuk memberikan balasan pada Juna.

“Karen udah punya gue! Gak bisa lo berhenti deket-deket sama dia hah?! Cowok gak tau malu!” teriak Juna, Karen sudah berhasil memegangi jaket yang Juna kenakan, dan menempatkan dirinya di depan Juna agar Mas Satya tidak mendekat ke arah Juna.

“Emosian yah lo! Gue cuma nolongin Karen karena tadi dia sesak nafas!” yang di katakan Satya memang benar kok, waktu mereka hendak berpisah. Karen tiba-tiba saja terjatuh dan sesak nafas, makanya Satya membawa Karen duduk di ayunan untuk ia periksa kondisinya.

“Alasan! Ini peringatan terakhir dari gue, sampe lo deket-deket sama Karen lagi gue bakalan—”

brukk

Belum sempat Juna meneruskan ucapannya, Karen sudah tergeletak pingsan dan membuat keduanya begitu panik. Satya juga ingin menolong Karen, namun tangannya di tepis dengan kasar oleh Juna.

“Ren..Karen?” Karena tubuh Karen begitu dingin, akhirnya Juna menggendong Karen dan membawanya kembali ke guest house. sementara itu Satya masih berdiri di taman dengan perasaan bersalahnya. Bisa jadi Karen shock melihat Juna yang tiba-tiba saja datang menghajarnya.

Sebelum kembali ke penginapannya, Satya sempat menelfon Dito untuk membawakan obat-obatan. Pasalnya ujung bibirnya berdarah, Satya harus mengobatinya dulu sebelum mengundang banyak pertanyaan dari guru-guru jika melihatnya babak belur.

To Be Continue