Potongan Ingatan O6

“Selamat yah Kak Karen!!”

“Bajunya kelihatan cocok banget di pakai sama kamu, Ren.”

“Nanti yang make up in biar aku aja yah!”

“Gue udah nyium bau-bau kemenangan nih.”

Kalimat-kalimat pujian itu tidak ada hentinya di lontarkan teman-teman di club Karen hari ini, hari pengumuman siswa terpilih dari club paskibra sudah di umumkan, dan Karen terpilih menjadi pasukan pengibar bendera. Banyak harapan yang sekolah dan pelatihnya taruh pada pundak Karen untuk bisa menang.

Seperti yang sudah Karen duga, Kania tidak terpilih menjadi salah satunya.u Hari ini gadis itu juga datang ke sekolah dengan kaki yang sedikit pincang, Karen dengar Kania jatuh semalam di rumahnya. Seingatnya, hal ini tidak ada. Kania enggak pernah jatuh namun Kania hanya tidak terpilih saja.

Itu berarti ada hal yang berubah setelah ia berhasil mengubah sesuatu, apa artinya akan ada hal-hal yang berubah lainnya di masa depan?

“Baju yang Mas kasih pas kan, Ren?” tanya Mas Satya.

Karen berbalik, ia tadi sedang melamun memperhatikan Kania yang duduk di depan lemari tempat seragam berada.

“Pas kok, Mas.”

Begitu Karen menoleh, Mas Satya langsung tersenyum. Sesuai dugaannya jika Karen sangat pantas memakai seragam itu, rambutnya yang tergerai panjang juga ia ikat belum sempat di rapihkan karena mereka hanya fitting bajunya saja.

“Kamu cantik banget, Ren.” gumam Mas Satya, meski kecil namun Karen dapat mendengarnya.

Karen tidak menjawab, ia hanya mengangguk kecil saja.

“Tapi ada kendala, Sat. Pantofel punya Karen rusak nih. Kayanya harus di sol dulu, tapi kelihatan udah parah banget juga,” ucap Dito sembari memberikan pantofel milik Karen pada Satya.

“Kita beli yang baru aja yah, setelah ini kamu ikut saya ke toko sepatu.”

“Gak minjem aja, Mas? Karen bisa minjam punya—”

“Gak usah, beli aja. Saya yang beliin buat kamu, biar bisa di pakai buat latihan juga. Ya?”

Karen melirik Mas Dito yang berada di belakang Mas Satya, laki-laki itu menyuruhnya untuk mengangguk saja. Untuk setuju pada ajakan Mas Satya, tapi rasanya sungkan sekali Karen menerima nya.

Namun apa boleh buat, Mas Satya itu tipekal orang yang susah menerima penolakan atas pemberiannya, lagi pula Mas Dito benar. Pantofel punya Karen sudah mengenaskan sekali kondisinya, apalagi ia akan sering menggunakannya nanti hingga hari H.

“Ya..udah deh, Mas.” jawab Karen pada akhirnya.

“Ihhh enak banget Kak Karen di beliin sepatu sama Mas Satya, Cindy mau juga dong!” pekik Cindy, dia ini siswi kelas 10.

“Khusus Kak Karen aja itu mah, soalnya dia janjiin kemenangan buat Orion.” sambung yang lainya.

“Heh apa sih! Gak yah, kalo menang nanti Kak Karen pasti ganti uang sepatunya ke Mas Satya,” jelas Karen, dia gak ingin orang lain salah sangka sama tindakan Mas Satya.

“Gak, Ren. Itu saya kasih buat kamu sebagai hadiah,” sangkal Mas Satya. “Ya Udah, lanjut latihan lagi yah.”

Setelahnya Mas Satya kembali merapihkan beberapa atribut lainya, sementara Karen? Ia terus menerima ledekan dari beberapa teman seangkatan dan adik kelasnya. Pasalnya, Mas Satya enggak pernah sebaik dan seramah itu pada yang lainya.

Hanya dengan Karen saja perlakuannya beda, Karen sangat ingat jika rumor mengenai dirinya dan Mas Satya. Waktu itu Kania yang menyebarkannya, meski tidak memiliki bukti, tapi Karen tahu jika itu adalah Kania. Waktu itu rumor mengenai Karen yang selingkuh dengan Mas Satya tersebar ke seluruh penjuru sekolahan.

Ada fotonya dengan Mas Satya yang tengah jalan berdua di sebuah mall tersebar di akun twitter sekolah, Karen masih ingat waktu itu mereka habis mengadakan party kecil-kecilan karena SMA Orion menang. Waktu itu, Karen pulang lebih dulu sebelum acaranya selesai, namun Mas Satya ngotot mengantar Karen dengan alasan rumah mereka searah.

Diam-diam ternyata ada seseorang yang memotret mereka dari belakang, bahkan bukan cuma itu saja. Ada fotonya dan Mas Satya yang tengah membantu Karen memakai atribut tersebar. Waktu itu rumor ini sampai ke telinga Juna, sampai akhirnya Juna percaya dengan rumor itu dan hubungan mereka kandas.

Itu artinya, mulai detik ini Karen harus mencegah itu semua kan? Ia tidak boleh berduaan saja dengan Mas Satya mulai detik ini. Maka dari itu, Karen buru-buru melepas seragam untuk nya lomba dan segala atributnya. Ia berlari ke ruang club musik untuk menemui Kevin, Kevin bilang dia menunggu Karen di sana.

“Kev!” pekik Karen, gadis itu sedikit ngos-ngosan saat sampai di ruangan club musik.

“Karen? Kenapa kamu lari-lari?” tanya Kevin, cowok itu langsung menarik kursi untuk Karen duduk di sana. Ternyata ada Hadi dan Fajri juga.

“Kita enggak langsung pulang, temenin aku dulu nanti yah.”

“Kemana?”

“Pantofel ku rusak, Mas Satya bilang mau beliin aku pantofel sehabis pulang latihan, kamu ikut yah?”

“Terus motorku gimana?” tanya Kevin.

“Kita berdua naik motor kamu.”

“Maksudnya iring-iringan sama Mas Satya kaya ondel-ondel?”

Karen mengangguk, “yah, Kev. please..

“Yaudah deh kalo gitu, lagian kenapa kamu ngajak aku sih, Ren? Aku kan gak begitu kenal sama Mas Satya.”

“Kalo aku berduaan aja sama Mas Satya, aku takut Juna salah paham nantinya.”

“Ya ampun, Ren. Juna gak se cemburuan gitu kali lagian dia kan tau Mas Satya itu pelatih di club kalian?” Hadi menimpali.

“Siapa tau ada orang yang gak suka sama gue terus nyebarin rumor enggak benar, makanya gue ngajak Kevin. Lagi pula gue sama Kevin harus balik bareng.”

“Emang siapa yang bakalan nyebarin rumor murahan gitu deh?” tanya Fajri.

“Siapa aja,” jawab Karen. “Yaudah, deh. Pokoknya nanti aku tunggu di parkiran yah, Kev.”

Setelah mengatakan itu, Karen kembali lagi ke ruangan club dan berlatih untuk lomba. Waktunya sudah sangat mepet, tinggal beberapa hari lagi dan Karen harus berlatih dengan keras.


“Aduh sorry yah, Ni. Gue sama Syarif belum bisa gantiin uang lo,” ucap Selvi.

Kania hari ini enggak ikut latihan, karena ia tidak terpilih sebagai murid yang akan mengikuti lomba, maka dari itu ia bisa langsung pulang setelah pengumuman. Kania mengajak Selvi dan Syarif pacarnya untuk makan di restoran ayam sebentar, Kania merasa sedih dan butuh hiburan setelah mendapatkan sebuah penolakan.

“Ya gapapa, Vi. Lagian itu juga bukan uang pribadi gue kok,” jawab Kania.

“Tapi tetap aja gue gak enak.”

“Atau kalo lo butuh bantuan, gue sama Selvi siap deh bantu lo,” sambung Syarif.

Kania terkekeh, ia meminum bubble miliknya sembari tersenyum. Memikirkan apa yang bisa Syarif dan Selvi lakukan untuk membantunya. Sampai akhirnya Kania kepikiran sesuatu.

“Ada sih, tapi kalian berdua gapapa nih gue suruh-suruh begini?” tanya Kania.

“Ya gapapa, gila kali gue sama Syarif gak mau. Lo udah bantuin gue sama Syarif masa gue gak mau bantuin lo balik.”

“Rif, lo bawa motor kan?” tanya Kania.

Syarif mengangguk, “bawa, kenapa emangnya?”

“Hari ini, Karen sama Mas Satya mau pergi ke toko sepatu berdua.”

“HAH?! MAS SATYA?” pekik Selvi kaget.

“Iya, serius gue. Sepatu Karen itu rusak, terus Mas Satya mau beliin. Dan mereka pergi berduaan.”

“Ni, lo gapapa?” tanya Selvi, pasalnya ia tahu persis bagaimana perasaan Kania pada Mas Satya.

“Gue cemburu banget, bohong gue gak cemburu. Lagian yah, Karen kan udah punya Juna. Bisa-bisanya dia masih mau di ajak jalan sama Mas Satya berdua, gimana perasaan Juna kalo tau hal ini coba. Apalagi, gue dengar dari Agung kalo Ino kepilih jadi kapten basket, terus Juna juga katanya gak tau bakalan bisa main basket lagi enggak setelah operasi. Kan gila banget, kalo ternyata Karen sampe selingkuh sama Mas Satya,” jelas Kania.

“Gila yah, gue gak nyangka Karen semurahan itu cuma karena sepatu? Lagian yah, dia kepilih dari seleksi itu padahal udah 5 kali enggak ikut latihan, kok bisa sih?” tanya Selvi tidak menyangka.

“Ya apalagi kalo bukan karena Mas Satya itu suka sama dia, Karen tuh kalo di club genit banget, Vi. Makanya Mas Satya bisa sampe kepincut, terus bujuk Pak Yasir biar Karen bisa lolos.”

Selvi menggeleng-gelengkan kepalanya tidak menyangka. Dia sama sekali enggak nyangka kalau Karen seperti itu, Karen memang dekat dengan teman laki-laki yang lainya. Namun bukan bermaksud untuk merayu, pertemanan mereka normal seperti pertemanan pada umumnya.

“Terus lo nyuruh gue sama Selvi ngapain, Ni?” tanya Syarif.

“Ikutin Karen sama Mas Satya, kalo perlu kalian foto mereka pas lagi berduaan. Gue yakin mereka tuh ada apa-apanya.”

“Maksudnya mata-matain?”

Kania mengangguk, “gue gak masalah deh lo gak usah bayar uang gue, yang penting kalau lo berdua gue suruh buat lakuin sesuatu kalian mau. Gimana?”

Selvi dan Syarif saling melempar pandangan mereka satu sama lain, sampai akhirnya keduanya mengangguk, menyetujui perintah yang Kania berikan pada keduanya.

“Sabar yah, Ni. Parah banget deh si Karen ini, dia tau lo sering ceritain Mas Satya kenapa dia tega jalan berduaan sama Mas Satya, dia beneran gak menghargai perasaan lo banget.”