By Spring Seasonnn

Katanya, di dunia ini semua ada batasnya. katanya, di dunia ini selama nya itu enggak pernah ada ya? Tapi aku ingin batas itu hanya ada untuk setiap kesedihan, aku enggak ingin bahagia untukmu ada batasnya. Sama hal nya dengan selamanya, jika selama nya tidak pernah ada, boleh aku minta setidaknya bahagia itu datang untuk waktu yang lama meski itu bukan selama nya?

Di segala keresahan ini, kamu datang seperti hujan dengan rintik dan angin sejuk, rintik yang jadi satu-satunya sumber suara supaya enggak hanya ada bising di kepalaku, yang hanya bisa aku yang dengar, kamu tau? Hujan itu selalu bisa menenangkan sama hal nya seperti suara dan senyum kamu.

Kamu tau? Katanya doa-doa akan di dengar dan di kabulkan kala hujan, kalau begitu biar aku bisikan doa-doa baik untukmu selalu. Selamat ulang tahun bulan Januari ku.

“Gimana udah ngajak dia ngobrol belum?” tanya Gita yang tiba-tiba saja muncul di gazebo waktu Yuno lagi nungguin Ara pulang disana.

Yuno yang di tanya gitu hanya menggeleng, ia menghela nafasnya beberapa kali. Bagaimana mau di ajak bicara, meski tinggal di rumah yang sama saja Yuno jarang melihat Ara. Tapi Yuno sempat berpikir kalau Ara memang sedang menghindarinya.

“Lah gimana sih?” protes Gita. “Kalo gak ngomong-ngomong gimana Ara mau tau?”

“Gue aja belum liat dia, Git.”

“Hah? Maksudnya?” Gita bingung, gimana bisa Yuno belum lihat Ara, maksudnya. Mereka kan serumah. Masa iya Yuno enggak pernah berpapasan sama Ara sekalipun? Bukanya itu aneh? Yah kecuali kalau Ara memang memilih menghindarinya sih.

“Dia kayanya ngehindarin gue, Git.” Yuno meringis. “Mungkin masih malu sama kejadian kemarin? Atau dia marah sama gue?”

“Marah gimana? Bukanya harus nya dia bilang makasih? Udah di jemput juga, kenapa musti marah coba?”

“Karena gue nolak dia.”

“Kak coba deh lo kalo ngomong jangan separuh-separuh, gue kesel lama-lama dengernya.” Gita jadi sewot sendiri.

“Malam itu Ara minta sesuatu dari gue, gue tolak dia. Gue enggak mau kita nyesal besok paginya pas udah sadar.”

Gita memejamkan matanya, agak sedikit sebal dengar cerita Yuno. Gita cuma mikir Ara malam itu dalam pengaruh obat, enggak mungkin juga kan Ara marah gara-gara itu? Kalau menghindari Yuno karena malu sih mungkin saja.

“Kak yang lo lakuin tuh udah benar yah please lagi pula, Ara bukan tipe cewek kaya gitu. Dia minta kaya gitu ke lo juga karena dalam pengaruh obat, gila aja kali.”

“Jadi mungkin dia malu?”

Gita mengangguk kecil, “bisa jadi.”

Yuno menghela nafasnya pelan, menatap langit Bandung sore itu yang agak sedikit kejinggan. Sangat indah, lebih indah dari langit Heidelberg yang selalu Yuno lihat sore hari saat perjalanan pulang ke apartemen nya.

Sudah dari kemarin Yuno menimang-nimang untuk segera meluruskan kesalah pahamannya dengan Ara, namun selama itu juga Ara terus menghindarinya. Kadang Yuno ingin menyerah, namun logika dan hatinya bertolak belakang. Ego nya masih menginginkan gadis itu menjadi miliknya kembali.

“Kak Yuno Kak Yuno, beban lo udah kaya lagi ngurus negara aja tau gak sampe ngehela nafas berkali-kali.” Gita menggelengkan kepalanya, heran sama Yuno sekaligus geregetan dengan hubungan Yuno dan Ara itu, ya meski Gita tau kalau hubungan mereka cukup rumit. Mengingat sekarang ada Julian di antara mereka.

“Kalo menurut lo, Ara masih sayang sama gue gak sih, Git?”

“Jangan tanya gue lah, tanya cewek lo—upss, maksud gue ask your ex.

“Gak menurut lo aja, gue juga bakalan tanya itu sama dia. Tapi sepengelihatan lo gimana?” Yuno menggeser duduknya, demi bisa melihat mimik Gita. Apalagi Yuno tahu Ara dan Gita cukup dekat, masa sih Ara enggak pernah cerita tentangnya dengan Gita. Pasti pernah kan? Pikirnya.

Gita sempat menelisik wajah Yuno yang mengharapkan jawaban padannya, Gita sendiri juga bingung. Pasalnya Ara enggak cerita banyak soal Yuno, dan lagi. Gita tahu betapa dekatnya Ara dan Julian. Gita enggak yakin Ara masih sayang sama Yuno. Bisa saja gadis itu sudah melupakan Kakak sepupunya kan?

“Kak, gue enggak tahu. Gue gak bisa nebak isi hati Ara, gue juga gak mau bikin lo kecewa kalau seandainya jawaban gue enggak sama kaya yang Ara rasain ke lo. Jadi mending lo tanya sendiri ke dia yah,” Gita menaikan sedikit dagunya, memberi insyarat jika Ara sudah pulang. Yah meski di belakangnya ada Julian yang mengekori.

Melihat Ara yang baru pulang itu, Yuno mengangguk. Gita benar ada baikanya ia bertanya langsung sama Ara, ketimbang bertanya padannya. Akhirnya Yuno berdiri, menghampiri Ara yang tadinya gadis itu ingin buru-buru masuk ke dalam kosan. Namun dengan sigap Yuno menahan tangannya.

“Ra, aku boleh ngomong sama kamu sebentar gak?” tanya Yuno.

Ara enggak berbalik, menatap Yuno pun rasanya dia enggak punya muka lagi. Dia masih malu dengan segala kelakuan konyolnya malam itu.

“Ma..mau ngomong apa, Kak?” Ara mengulum bibirnya, memejamkan matanya berusaha untuk tidak mengingat kejadian semalam. Dan sialnya, hanya mendengar suara Yuno saja kejadian itu langsung berputar di kepalanya.

“Enggak ngomong disini.”

Julian yang baru saja selesai memarkirkan motornya di carport itu membeku di sana, mata sayu nya menatap tangan Yuno yang masih setia menahan tangan Ara disana agar gadis itu enggak menghindarinya lagi.

“Ehm..” deham Julian, ia menarik nafasnya dalam kemudian berlalu dari sana. “Ra, Bang Yuno. Gue masuk duluan.”

Yuno hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, sementara Ara membulatkan matanya. Memberi kode pada Julian agar tidak meninggalkannya berduaan saja dengan Yuno, namun Julian tidak menggubris itu. Ia terus berlalu dari sana, kalau boleh jujur. Julian cemburu, tapi dia ngerasa juga keduanya perlu bicara.

Terutama Ara, dia ngerasa Ara harus mengucapkan terima kasih karena Yuno sudah menyelamatkannya malam itu. Jadi Julian langsung masuk saja ke kosan dan duduk berkumpul bersama penghuni lainnya yang sedang makan malam di meja makan.

“Tumben baru balik lo, Jul. Abis dari mane?” tanya Janu, cowok itu sedang menyeruput indomi yang asapnya masih sedikit mengepul di udara.

“Abis makan pecel ayam sama Ara deket Elit.”

“Titipan gue mana?” Janu mengadahkan tangannya, sementara Julian mengerutkan dahinya bingung.

“Titipan apaan jir? Lo nitip apaan? Halu?”

“Gue nitip rokok ye, Marlboro. Kan udah gue chat, ah gila parah banget sih.” Janu geleng-geleng kepala, kecewa berat karena dua temannya lupa membelikan pesanannya. Tadinya, Janu nitip rokok sama Kevin. Tapi Kevin pulang enggak bawa titipannya, Kevin bilang dia lupa. Makanya Janu nitip ke Julian yang kebetulan masih di luar kosan.

“HP gue mati,” jawab Julian enteng.

“Lagian elu bukannya beli sendiri kenapa demen banget sih nyuruh-nyuruh orang? Manja banget,” hardik Chaka, ikut sebal tiap kali Janu nitip rokok.

“Gue lupa. Asem dah nih mulut abis makan gak nyebat.”

“Lo tadi sama Ara, Jul? Sekarang Ara nya mana?” tanya Arial, yup. Arial makan malam di kosan Abah. Cowok itu akan pulang ke kosannya jika sudah mengantuk, selebihnya dia lebih suka berkeliaran di kosan Abah.

“Di luar lagi ngomong sama Bang Yuno, Mas.”

“Sama Yuno?” pekik Arial, sejak tahu Ara dan Yuno putus. Dan Arial yang tahu apa yang menjadi penyebab mereka putus, Arial jadi kehilangan rasa percayanya pada Yuno. Bahkan saat ini rasanya Arial lebih mendukung Ara bersama Julian ketimbang sama Yuno.


Sementara itu, di gazebo Yuno dan Ara duduk agak berjauhan. Belum ada yang memulai pembicaraan, apalagi yang membuat keadaan semakin canggung adalah Ara yang duduk membelakangi Yuno seperti ini.

“Ka..Kak Yuno mau ngomong apa? Kalo gak jadi ngomong aku masuk aja yah, Kak.” ucap Ara memecahkan keheningan di antara mereka.

“Jadi kok, tapi bisa gak kamu gak belakangin aku kaya gini, Ra?”

Ara mengigit bibir terdalamnya, ia sendiri juga merasa aneh harus membelakangi Yuno. Tapi bagaimana, ia masih malu dengan kejadian kemarin.

“Kalau kaya gini aja boleh gak, Kak? Aku mal...lu.”

“Malu kenapa?”

“Malu aja.”

“Ya, tapi malu kan pasti ada alasannya dong, Ra?”

Ara menghela nafasnya, membuang rasa malunya. Ia akhirnya memberanikan diri untuk berbalik badan menghadap Yuno, meski ia tahu kini pipinya terasa panas dan mungkin sudah semerah kepiting rebus.

“Nah, kalo ngomong gini kan enak.” Yuno tersenyum waktu Ara akhirnya berbalik menghadapnya.

“Kak.”

“Ra.”

Keduanya terkekeh saat hendak berbicara bersamaan.

“Kamu duluan,” ucap Yuno.

“Kak Yuno aja, kan kamu yang ngajakin aku ngomong disini.”

“Ada banyak banget yang mau aku omongin, aku bingung mau mulai dari mana. Jadi kamu duluan aja, ya.”

Ara akhirnya mengangguk, “makasih yah, Kak. Dan maaf.”

“Untuk?” Yuno menaikan satu alisnya.

“Malam kemarin. Makasih karna udah nyelamatin aku, aku gak tau kalau Kak Yuno sampai telat datang aku bakalan kaya gimana. Dan maaf, karna malam itu aku udah lancang banget.” Ara menggeleng kepalanya, rasanya malu banget buat menjabarkan apa yang ia lakukan pada Yuno. Namun dalam hati, ia berharap Yuno tahu apa yang ia maksud.

“Um.” Yuno mengangguk paham. “Sama-sama, Ra. Maaf yah. Maaf karna aku seharusnya datang lebih cepat biar laki-laki brengsek itu gak nyekokin kamu minum.”

Ara mengulum bibirnya sendiri, Yuno nya masih sama. Yuno yang suka menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan orang lain, cowok itu enggak berubah sedikit pun.

“Bukan salah kamu, Kak.”

“Ra?”

“Hm?”

“Aku boleh jelasin sesuatu ke kamu?”

“Tentang?” Ara mendongakan kepalanya menatap Yuno, kedua netra mereka bertemu. Ara bisa merasakan hangat dari tatapan itu yang selalu ia rindukan, apa Yuno masih memiliki perasaan untuknya? Pikir Ara.

“Tentang aku dan—”

“Ra?” tiba-tiba saja Arial datang, membuat ucapan Yuno tertahan begitu saja, keduanya menoleh ke arah si pemilik suara. Dan Arial yang berdiri tidak jauh dekat carport itu melambaikan tangannya pada Ara, memberi isyarat pada Ara untuk menghampirinya.

“Aku di panggil Mas Iyal, Kak.” ucap Ara.

“Um,” Yuno mengangguk, “samperin dulu aja.”

“Gapapa?”

“Gapapa, Ra. Kita masih punya banyak waktu buat ngobrol kok.” Yuno tersenyum.

Malam itu Ara tengah menyisir rambutnya di depan cermin meja riasnya, rambut panjang yang masih setengah kering itu ia sisir menghadap ke depan agar memudahkannya untuk menyisir hingga ke ujungnya.

Bibir mungil itu tersenyum, merasa dirinya malam itu begitu cantik mengenakan lingerie dress berwarna maroon berbahan satin itu. Lingerie pemberian Yuno untuk ulang tahun pernikahan mereka yang ke empat tahun.

Ara benar-benar menyukainya, apalagi saat ia memakai lingerie itu menampakan jelas tubuh ramping miliknya. Setelah selesai merapihkan rambut panjangnya, ia mengambil parfum dan menyemprotkannya ke titik-titik tertentu di tubuhnya. Bersamaan dengan itu, pintu kamar mandi di kamarnya terbuka.

Menampakan Yuno dengan handuk putih yang masih melilit tubuh gagahnya. Suaminya itu baru saja pulang bekerja, memang agak aneh malam itu karena Yuno tampak tak banyak bicara, biasanya Yuno akan menyapanya dan Hana. Kemudian bercerita bagaimana harinya di rumah sakit setelah makan malam, tapi Ara berpikir mungkin Yuno hanya sedang lelah saja..

Ara menoleh, tersenyum manis ke arah Suaminya itu dan berdiri di depan cermin di depan kamar mandi, Yuno tadinya mau mencukur kumisnya yang sudah sedikit terlihat itu. Namun Ara di depan sana justru mengalihkan konsentrasinya, wanitanya itu menunjukan tubuh indahnya yang di balut lingerie pemberiannya.

“Bagus gak, Mas?” tanyanya.

Di tempatnya Yuno benar-benar membeku, dengan tatapan yang Ara sulit artikan itu terpancar dari kedua netra legamnya. Namun, kepala laki-laki itu mengangguk setuju. Wajah Yuno datar, tidak menunjukan senyum atau raut wajah excited. bahkan pujian pun tidak ada padahal lingerie itu adalah pemberiannya, namun Ara tetap tersenyum dan menghampirinya.

“Makasih yah.” Ara memeluk Suaminya itu, tidak peduli dengan tubuh setengah basah Yuno itu.

Wanita itu membenamkan wajahnya di dada Yuno, menghirup aroma body wash sekaligus aroma mint dari parfum yang Yuno pakai di kamar mandi. Tidak ada balasan pelukan di pinggang rampingnya, namun Yuno menelan saliva nya mati-matian ketika degup jantung nya benar-benar menggila. Kewarasannya rasanya melebur begitu ia di hadapkan dengan Istrinya itu.

“Mas?” panggil Ara.

“Hm?” hanya itu sahutan yang keluar dari bibir Yuno.

“Pakai bajunya,” bisik perempuan itu.

Setelah melepaskan pelukan nya ke Yuno, Ara beranjak ke ranjang mereka. Bersandar di head board sembari mengusapkan lotion di tangan serta kakinya.

Namun bukannya mendengarkan ucapan Istrinya untuk segera memakai baju, Yuno justru menghampiri Istrinya itu. Membuat Ara agak sedikit bingung dan menaikan sebelah alisnya.

“Kenapa, Mas?” tanyanya.

“A...ra” panggil Yuno gugup.

Yuno menahan degup jantungnya yang semakin menggila, rasanya otaknya sedikit membeku dan ia merasa seperti orang bodoh saat ini.

“Cantik,” ucap laki-laki itu kemudian.

Ara tersenyum, “kamu suka gak?”

Yuno tidak menjawab, ia hanya mengangguk. Matanya tak lekat berpindah dari wanita di depannya itu, seperti saat ini Ara tengah menghipnotis dirinya agar tidak memalingkan pandanganya ke arah lain.

Entah kenapa malam itu Ara ngerasa Yuno sedikit berbeda, sorot matanya yang teduh itu juga berbeda. Lebih gelap dan tajam, namun saat menatapnya saat ini. Kedua netra itu seperti tengah mendambakan sesuatu, Ara sampai di buat salah tingkah sendiri hanya karena Yuno menatapnya seperti itu.

“Mas Yuno?” panggil Ara demi menyadarkan Suaminya itu.

“Hm?”

Tangan kurus Ara membelai pipi Yuno, mengusap rahang tegas Suaminya itu yang sudah di tumbuhi bulu-bulu halus.

“Ini Mas Yuno Suamiku kan?” tanyanya memastikan.

Ada cubitan halus di relung hati Yuno, ia meringis. Namun pada akhirnya ia mengangguk samar. Kedua anak manusia itu masih betah melempar tatapan satu sama lain, sampai akhirnya wajah Yuno bergerak perlahan semakin mendekat ke wajah Istrinya itu. Tatapan itu tertuju pada bibir ranum sang Istri yang begitu ia inginkan, kedua mata mereka terpejam.

Apalagi saat Ara sadar bibir Yuno sudah berada di atas bibirnya, mengecupnya perlahan dengan lumatan yang mampu membuat Ara melayang. Tangan kanan Ara yang semula sedang memegang botol lotion itu tiba-tiba lunglai, botol lotion itu sudah terjun bebas dari tangannya.

Tangan kurus itu beranjak membelai dada bidang Yuno dan memeluk lehernya, Ara turut ngimbangi kecupan demi kecupan yang semakin menuntut itu. Dalam hati, Ara menyadari jika ciuman Yuno agak sedikit terburu-buru, enggak seperti biasanya yang sangat pelan namun bisa membuatnya dimabuk kepayang.

“Mmhhh..” Ara berhasil meloloskan lenguhannya, ketika tangan besar Yuno itu sibuk menyibak lingerie nya dan membelai bokong miliknya.

Membuat Ara membuka mulutnya, membiarkan lidah Yuno mengabsen satu persatu isi mulut Istrinya itu. Tangan Ara yang masih bertengger di bahu Suaminya itu ia remas, tubuhnya meremang setelah Yuno berhasil menidurkannya. Jemarinya meraba tubuh bagian bawahnya. Membelai kewanitaan nya dengan seduktif dari luar underwear yang ia kenakan.

“Aahhh, Mas Yuno.”

Ara mengigit bibirnya, ia ingin berteriak mati-matian setelah Yuno berhasil meloloskan satu jarinya masuk ke dalam kewanitaan nya. Mencubit benda kenyal di dalamnya dan menggerakkan jemarinya penuh hasrat di dalam sana.

“Mmhhh.. Mas..” Ara memejamkan matanya, meremas bahu Yuno kencang untuk menahan segala kenikmatan yang di ciptakan Suaminya itu.

Jemari Yuno itu semakin basah dan menjepitnya, Ara mengencangkan otot-otot kewanitaan nya ketika vagina nya mulai berkedut di sana. Perlu ia akui jika permainan Yuno malam ini tidak seperti biasanya, namun tetap membuat dirinya benar-benar menggila.

“Nnghh.. Mas.. please.” rajuknya, Ara mendongakkan kepalanya. Kakinya menggelinjang hebat ketika Yuno mempercepat ritme gerakannya.

“Hm?” wajah Yuno itu menyeringai waktu mendengar Istrinya itu memohon.

“Mas Yuno aaarghh...”

Peluh mulai membasahi kening Istrinya itu, wajah Ara merah padam dengan mata sayu menatap Yuno seolah-olah ia tengah frustasi dan memohon.

“Aaaahhh.”

Yuno bisa merasakan Ara tengah menikmati pelepasan pertamanya. Tubuh wanita itu terengah-engah, matanya terpejam dan tangannya mengusap turun membelai dada bidang Yuno dengan seduktif, membuat gejolak di dalam diri Yuno itu semakin menggila.

Yuno tersenyum puas, dengan terburu-buru di atas ambang gairahnya. Yuno melepaskan lingerie yang Ara pakai dengan sedikit kasar dan tidak sabaran, Ara yang masih lemas karena pelepasannya hanya bisa pasrah begitu saja.

“Mas Yuno?” panggil Istrinya itu, memastikan sekali lagi jika laki-laki yang berada di atasnya itu benar-benar Suaminya.

“Sssstttt,” bisik Yuno di telinga Ara.

Sudut bibir Yuno tertarik, menampakan sebuah seringain yang mampu meluruhkan pertahanan Ara. Dengan cepat, Yuno kembali membungkam bibir ranum Istrinya itu dengan gemas, tangannya tak lantas menganggur karena kini dada Istrinya itu ia remas.

Handuk yang semula melilit tubuh tegapnya itu sudah jatuh entah kemana, di bawah kuasanya, Ara berusaha menyeimbangi kecupan demi kecupan yang Yuno berikan.

“Mmhhh..” Ara kembali melenguh, menikmati setiap pilinan jemari Yuno pada puting nya.

Bibir Yuno itu kini beralih menuruni leher jenjang Istrinya itu, menciumnya, mengecup dan menjilatnya. Meninggalkan jejak kepemilikannya di sana. Miliknya di bawah sana juga sudah semakin meradang, membuat sensasi di kepala Yuno menjadi agak sedikit pening.

“Aaahhh Mas... Jangan disitu, nanti Hana nanya..”

Melihat Suaminya yang agaknya sedikit kasar malam ini, membuat adrenaline Ara terpacu. Ia tarik bahu tegap itu, dan ia kecupi leher Yuno hingga ke adam apple nya.

“Ouhhhh... Jangan banyak-banyak kasih kissmark nya, Besok aku masih jaga,” pinta Yuno dengan suara beratnya, kepalanya pening setengah mati.

Karena tidak ingin membiarkan Ara mendominasinya, Yuno dorong sedikit bahu Istrinya itu dan kini bibir miliknya mengambil alih dada Istrinya itu. Yuno melahap puting kemerahan itu bagai bayi yang kehausan.

“Mmhh.. Mas..” Ara meremas selimut agak kencang ketika Yuno mengigit puting nya, Menimbulkan rasa ngilu sekaligus nikmat di sana.

Sungguh, demi apapun Ara di buat pening karena bibir Yuno yang bermain di atas payudaranya. Meskipun agak sedikit kasar sampai beberapa kali ia memekik, namun Ara tidak bisa bohong jika permainan panasnya malam ini memberikan rasa baru untuknya.

Payudara sintal miliknya itu Yuno remas, gigit dan jilat dengan gemas. Seolah-olah benda itu benar-benar mainan baru untuknya, ketika Ara ingin mengambil alih tindakannya. Yuno tahan kedua tangan kurus istrinya itu di atas kepalanya.

“Mas, Yuno kamu curang!” rajuk Ara.

Namun bukannya memberikan Ara kesempatan, Yuno justru beralih mengecupi paha terdalam Istrinya itu.

“Nnghhh..” Ara menjepit kepala Suaminya itu di sana dengan tangan yang meremas seprei sekuat tenaganya.

Sungguh, tubuhnya benar-benar limbung dan lemas. Yuno benar-benar tidak memberikan Ara untuk setidaknya bernafas sebentar.

“Aaahh...”

Kedua kaki jenjangnya itu gemetar, pelepasan keduanya itu cukup membuat dadanya naik turun kelelahan. Peluh juga sudah membasahi sekitar kening hingga dada nya, namun melihat Istrinya itu yang nampak berkeringat dengan rambut yang sudah berantakan. Membuat Yuno semakin semangat untuk mengerjainya.

babe? You oke?” tanya Yuno khawatir.

babe? panggilan yang begitu asing di telinga Ara, namun perempuan yang masih lemas itu tetap mengangguk. Setelah memastikan Istrinya itu baik-baik saja, Yuno kembali melebarkan kedua kaki Istrinya itu, mengarahkan miliknya ke liang Istrinya itu dengan sangat cepat.

“Mas Yuno, aaaahhh—”

Milik Yuno sudah masuk seutuhnya, mata Yuno terpejam. Menikmati miliknya yang berubah menghangat karena sudah tertanam sempurna di liang Istrinya itu. Sungguh, ini benar-benar hal baru yang ia rasakan sekarang. Dirinya tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.

“Mmhhh...”

Dengan perlahan-lahan, Yuno gerakkan pinggulnya itu sembari sesekali ia ciumi bahu telanjang Istrinya. Kedua tangannya itu ia taruh di sisi kanan dan kiri Ara agar tidak menindihi tubuh ramping itu sepenuhnya.

“Aarghhhh shit... Babe.” Yuno terengah-engah. Merasakan miliknya di jepit oleh kewanitaan Istrinya itu.

“Mmnhhhh Mas.” Ara meremas rambut Yuno, memejamkan matanya menikmati gerakan Yuno yang semakin lama semakin cepat.

“Aaahhh...” pekik Ara tiba-tiba, ketika Yuno menghentakkan miliknya dengan keras. “Mas...mmhhh..”

Tangan Yuno yang tadinya menganggur sibuk menahan berat badannya itu kini meraih payudara Istrinya itu, meremasnya dengan gemas sembari sesekali ia bungkam bibir Istrinya itu agar tidak mengeluarkan lenguhan yang bisa saja membangunkan Hana di kamar sebelah.

Tidak ada yang bisa Ara lakukan selain menancapkan kuku-kuku panjangnya di punggung Yuno ketika Yuno mulai menghentakkan dengan kencang.

“Mas Yuno, ak...aku—” Ara tidak bisa melanjutkan kalimatnya lagi ketika ia sudah menyelesaikan nya lebih dulu.

Yuno memejamkan matanya, miliknya di selimuti oleh cairan hangat milik Istrinya itu, Perempuan itu nampak kuwalahan, kepalanya menggeleng agar Yuno melepaskan ciuman mereka. Kalau boleh jujur, Ara agak sedikit takut karena Yuno agak sedikit berbeda malam ini.

“Mas.. Ahh..” Ara melilitkan kakinya di pinggang Yuno, membuat milik Suaminya itu masuk lebih dalam hingga tidak tersisa.

Ara benar-benar sudah lemas, tidak ada yang ia lakukan lagi selain memeluk tubuh Suaminya itu. Menaruh dagunya di bahu Yuno dan menikmati setiap gerakan dari pinggul Suaminya itu.

Gerakan pinggul Yuno terlihat jika ia tengah mengejar klimaksnya, karena Yuno benar-benar terlihat menggebu-gebu, hingga mampu membuat ranjang mereka ikut bergerak.

“Aaarghhhhh...i'm out babe.

Yuno memejamkan matanya, menikmati derasnya benih nya yang ia keluarkan di dalam kewanitaan Istrinya itu. Sementara Ara di bawah sana hanya bisa memejamkan matanya saja.

Setelah dua kali pergumulan panas mereka, keduanya kini berpelukan di dalam selimut tebal dengan tubuh masih telanjang. Ara tidak merasakan dingin sama sekali karna pergesekan antara kulit dengan kulit itu.

Ara menjadikan lengan Yuno sebagai bantal untuknya, Ia memperhatikan wajah Yuno, menikmati setiap lekuk wajah sempurna nya dengan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang hingga dada bidangnya.

Jemarinya mengusap lembut kelopak mata Yuno, mengusap bulu mata hingga alis tebalnya. Kemudian beranjak hingga ke bibir yang Suaminya itu.

“Mas?” panggilnya.

Yuno tidak menyahut, ia hanya membuka kedua matanya saja. Saat matanya bertemu dengan mata Ara, degup jantung Yuno kembali menggila lagi. Ah tidak, dia bukan Yuno. Dia adalah Jeff. Alter Yuno, tapi Jeff tidak mengakui dirinya dan lebih memilih berpura-pura sebagai Yuno. katakan Jeff brengsek, tapi ia benar-benar tergoda dengan Ara malam ini.

Perlu Jeff akui jika ia telat menyadari jika Ara begitu indah, pantas saja Yuno benar-benar tergila-gila dengan wanita ini. Karena pada akhirnya pun Jeff jatuh ke pelukannya.

Ara mengangguk, “kalau aku hamil lagi, gimana?”

Jeff tersenyum kecil bahkan benar-benar samar karena selama ini Jeff lebih sering menyeringai, ia usap dengan canggung wajah tirus itu dan berakhir membelai kepala belakang Istrinya Yuno itu. Jeff sedikit merasa bersalah karena leher jenjang Ara sedikit merah, tangan dan dada wanita itu juga sama. Ini semua karena ulahnya.

“Ak..u rasa gak masalah, karena Hana juga udah besar.”

Ara tersenyum, “kalo anak kita laki-laki, Mas mau kasih nama siapa?”

Jeff tidak pernah terpikirkan oleh hal itu, bahkan membayangkan jika suatu hari ia bisa memiliki seorang anak pun tidak. Tapi jika di beri kesempatan itu, ia ingin sekali memiliki seorang anak laki-laki yang mirip dengannya.

“Nathan.”

“Nathan?”

“Hm.”

Ara tersenyum, “namanya bagus.”

“Ara?”

Mendengar Suaminya itu menyebutkan namanya, membuat Ara sedikit bingung. Karena sejak Hana lahir, Yuno lebih sering memanggilnya dengan sebutan 'sayang' atau 'Ibu'

“Ya, Mas?” namun pada akhirnya ia tetap menyahut.

“Kalau kamu hamil, tolong kasih tau aku ya?”

apa katanya?

Walau agak sedikit terkejut dengan ucapan Yuno barusan, tapi Ara tetap mengangguk.

“Aku boleh cium kamu?” tanya Yuno yang lagi-lagi bikin Ara bingung, bahkan mereka sudah sering berciuman tapi baru kali ini Yuno meminta izin padanya.

“Um.” Ara mengangguk, memejamkan matanya menunggu bibir Yuno menyapu bibirnya.

Dan tidak lama kemudian Ara bisa merasakan benda kenyal itu mengecup bibirnya singkat, kecupan yang hanya sebentar namun sarat akan makna bagi Jeff. Itu adalah kecupan perpisahan, karna Jeff yakin setelah ini ia akan sangat sulit bertemu dengan Ara kembali.

Malam itu Rachel sedang melamun di balkon kamar nya, memandangi langit malam tanpa bintang di temani rintik hujan dan semilir angin dingin yang menusuk hingga tulangnya. Sesekali ia mengusap kedua lenganya, mengeratkan cardigan yang ia pakai walau itu tidak banyak membantu untuk menghangatkan tubuhnya.

Sudah seminggu ia dan Dimas bertengkar, dan tidak jarang Ibu mertua nya itu ikut campur dalam permasalahan rumah tangganya. Dimas dan Rachel sudah menikah sekitar 8 bulan, belum di karuniai keturunan. Dan selama 8 bulan itu juga Rachel seperti hidup dalam neraka yang di buat oleh Ibu mertua nya.

Ibu nya Dimas tidak pernah menyukai Rachel, sudah jelas alasanya. Karena Rachel memiliki anak dengan mantan kekasihnya, dan Ibu nya Dimas keberatan dengan itu. Meski tahu Rachel adalah seorang dokter dan tengah menjalani studi spesialisnya. Ibu nya Dimas enggak perduli sama itu, yang beliau inginkan adalah. Dimas menikahi perempuan baik-baik yang belum memiliki anak, apalagi dari hasil di luar pernikahan.

Dan itu juga yang menjadi duri di rumah tangga Rachel dan Dimas, selalu tentang mantan kekasih dan anaknya yang menjadi hal mereka bertengkar. Seperti saat ini, Dimas yang cemburu ketika Rachel izin menjaga Hana bersama Yuno di rumah sakit. Anak itu sakit, dan Hana hanya ingin di temani oleh kedua orang tua nya saja.

Sejak lahir, Rachel enggak pernah mengurus Hana. Bahkan memberikan ASI nya pun tidak, ia meninggalkan bayi itu bersama Yuno untuk tetap mengejar impianya sebagai seorang dokter sekaligus model. Yuno enggak pernah marah dengan hal itu, ia membiarkan Rachel pergi mengejar semua yang ia inginkan.

Saat tengah melamun, Rachel merasakan ada sepasang tangan melingkari pinggang rampingnya. Itu tangan Dimas, Rachel bisa tahu hanya dari parfum yang di kenakan pria itu.

“Aku minta maaf yah,” bisiknya, Dimas mengecupi bahu Rachel dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher jenjang Istrinya itu.

“Dari awal aku udah bilang ke kamu Mas, Sama aku itu enggak mudah.”

i know aku yang salah karena udah cemburu.”

Rachel menghela nafasnya pelan, melepaskan kedua tangan Dimas dan membalikan badannya menatap Suaminya itu dengan wajah penuh rasa bersalahnya.

“Aku gak mau kita berantem terus-terusan,” cicit Semesta.

“Apa kamu pikir aku mau?”

“Tapi aku juga gak bisa nyembunyiin kalo aku cemburu, di antara kamu sama dia ada anak itu—”

“Namanya Bintang.” Tari benci setiap kali Semesta menyebut Bintang dengan sebutan 'anak itu.' Tari tahu, Semesta masih belum bisa menerima Bintang. Meski pria itu bilang dia bisa menerima masa lalu Tari.

“Iya, Bintang.” koreksinya. “Aku takut kamu kembali sama Angkasa.”

Rachel mendengus, ia membuang pandanganya ke arah lain. Agak sedikit kecewa karena Dimas masih terus meragukkanya, bagi Rachel hubunganya dengan Yuno hanyalah sebagai orang tua Hana. Toh, mereka juga enggak pernah menikah. Rachel menolak saat Yuno ingin bertanggung jawab saat mengetahui ia hamil.

“Kamu masih gak percaya sama aku, Mas?”

“Rachel, kamu gak ngerti posisi aku disini tuh gimana.”

“Iya, aku gak ngerti. Termasuk sama jalan pikiran kamu.”

Dimas dan Rachel sempat diam, masih saling memandang. Seperti mereka saling berkomunikasi hanya dengan saling bertatapan seperti itu, meski rasanya tidak nyaman tapi keduanya masih tetap bertahan pada posisinya.

“Kamu masih cinta sama aku gak sih?” tanya Dimas pada akhirnya.

“Mas..”

“Gak, kalau kamu udah gak cinta sama aku. Aku bisa mundur, aku bisa lihat Yuno masih sangat cinta sama kamu, Hel. Sorot matanya gak menjelaskan kalau dia cuma anggap kamu sebatas Ibu nya Hana.”

“Apa kamu pikir perasaan aku ke Mas Yuno masih ada hanya kamu pikir dia masih cinta sama aku?” perasaan Rachel ke Yuno sudah tidak ada lagi, ia sudah melupakan laki-laki itu. Rachel hanya menganggap Yuno sebagai Ayah dari anaknya saja. Tidak lebih, dan ia hanya mencintai Dimas. Meski hidup dengan pria itu juga seperti neraka baginya.

“Kamu pikir bertahan sama kamu mudah, Mas? Kamu pikir enak jadi aku?”

“Hel..”

Dimas tahu arah bicara Rachel ke mana, Dimas juga tahu bahwa Ibu nya enggak pernah menyukai Rachel. Bahkan Ibu sering kali menyuruh Dimas menceraikan Rachel kalau dalam waktu 2 bulan ini Rachel belum hamil. Selalu ada saja alasan Ibu nya untuk membuat Dimas menceraikan Rachel.

Rachel mengusao wajahnya gusar, ia sudah lelah bekerja dan belajar hari ini. Dan malamnya Dimas malah mengajaknya berdebat, walau awalnya pria itu memang berniat meminta maaf. Karena tidak ingin memperpanjang masalah, Rachel masuk ke dalam kamar. Namun ia sedikit tersentak, ketika tidak lama kemudian tanganya di tarik oleh Dimas dan bibir nya di cium paksa oleh Suaminya itu.

Rachel kaget bukan main, decapan, lumatan serta gigitan dari Suaminya itu di bibirnya bisa menjelaskan betapa cemburu sekaligus sayang yang Dimas curahkan disana.

Rachel hanya diam saja, tapi ia menikmati setiap pangutan bibir Suaminya itu. Ia memejamkan matanya, menaruh kedua tanganya di leher Dimas. Sementara kedua tangan Dimas berada di pinggang ramping Istrinya itu.

Tidak ingin Dimas merasa tidak di cinta, Rachel menekan tengkuk Suaminya itu. Mencecapi bibir Dimas dan sesekali melumatnya seperti orang kehausan, tangan Dimas yang semula berada di pinggang Rachel itu beralih menarik cardigan yang Istrinya itu kenakan.

Hingga cardigan itu lepas, menampakan bahu mulus Istrinya itu yang hanya mengenakan gaun tidur berbahan satin berwarna merah marun dengan tali tipis di bahunya. Keduanya masih saling terpaut, tidak pernah puas mencecapi rasa bibir masing-masing. Kali ini bukan hanya ada luapan cemburu, ego dan kasih sayang. Ada sirat hasrat yang ingin keduanya tuntaskan.

Jadi, Dimas menuntun Istrinya itu ke ranjang mereka. Sembari tanganya melepas satu persatu kemeja yang ia pakai, dan melemparnya ke sembarang arah. Ciuman keduanya sempat terlepas, saat kaki Rachel menabrak ranjang mereka dan ia jatuh di sana dengan tubuh gagah Dimas berada di atasnya.

Namun Dimas tidak membiarkan itu berlangsung lama, ia kembali memburu bibir Istrinya itu sembari terburu-buru membuka gaun tidur yang Rachel kenakan. Saat gaun itu tanggal, Dimas membuangnya sembarangan. Kini Istrinya itu hanya mengenakan celana dalam dan bra berwarna senada dengan gaun tidurnya tadi.

Tangan Rachel yang semula di bahu Dimas, kini beralih mengusap dada bidang Suaminya itu, kemudian turun membelai perut Suaminya dan menjalar ke punggung lebar Dimas.

“Aahhhh..” Rachel melenguh, ketika Dimas mengecupi lehernya sembari ia remas payudaranya itu dengan satu tangan.

Kini bra yang Rachel kenakan sudah tidak pada tempatnya lagi, dan Dimas melepasnya dengan kasar. Payudara sintal Rachel yang sudah tidak terhalang apapun itu kini ia kecup, ia remas dan ia usap puting merah muda nya itu dengan jari telunnjuknya.

“Nngggh..” Rachel meremas rambut Dimas, menekan kepala Suaminya itu untuk terus bermain di atas payudara nya.

Dimas terus mencecapi puting Istrinya itu bagai bayi yang kehausan, sesekali ia mengigitnya dengan gemas dan meremas payudara sebelahnya dengan gerakan yang membuat Rachel pening setengah mati.

“Mas.. Mmhh..”

“Hm?”

Masih betah berlama-lama dengan payudara Istrinya itu, dengan terburu-buru Dimas melepas sabuk yang ia pakai dan melepas celana bahan yang ia kenakan. Miliknya di bawah sana sudah sesak, gundukan besar itu semakin besar ketika kaki Rachel menyentuhnya. Mengusapnya dengan punggung kakinya seduktif.

“Aaarghhhh Rachel..”

Dimas hanya berharap, malam panjang ini bisa membrikannya keturunan untuk ia dan Rachel. Agar tidak ada alasan lagi bagi Ibu nya untuk membuat mereka berpisah.

Bibir Dimas yang semula masih mengecapi puting kemerahan itu, kini beralih mengecupi perut rata Istrinya itu hingga kini wajahnya berada di depan vagina Istrinya itu yang masih tertutup oleh celana dalam.

Sebelum membuka nya, Dimas menarik nafasnya pelan. Ia benar-benar berharap bayi hadir di antara mereka, Dimas benar-benar mendambakan seorang anak.

“Mas?” panggil Rachel.

Tanpa memperdulikan panggilan dari Istrinya itu, Dimas melepas celana dalam Rachel. Dan kini tubuh indah milik Istrinya itu tidak terhalang benang sedikit pun, Dimas bahkan bisa leluasa mencecapi vagina istrinya itu. Lidahnya dengan pandai bermain di sana hingga kaki Rachel menggelincang hebat.

“Aaahh, Mas.. Mmhhh..” Rachel merapatkan kakinya, menahan kepala Suaminya itu untuk tetap berada di sana.

Dimas enggak perduli dengan erangan serta lenguhan Rachel, itu semakin membuatnya bersemangat mengerjai bagian bawah Istrinya itu hingga Rachel frustasi.

“Aaahhhh..” nafas Rachel terengah-engah pelepasan pertamanya baru saja keluar, dada nya naik turun dan peluh membasahi dada hingga keningnya.

Namun Dimas benar-benar tidak memberinya sedikit jeda untuk beristirahat, lidah pria itu kembali mencecapi vagina nya. Membuat kaki Rachel kembali bergelincang menahan nikmat sekaligus geli.

“Aaahhh.. Mas.. please nnghh..” dengan kuat ia meremas seprei yang ada di sana, kaki Rachel yang semula mengapit kepala Dimas kini ia lebarkan.

“Mmmhhh.. Aku mohon, Dimas.. Aahh” dan Rachel memejamkan matanya, menikmati pelapasan keduanya yang membuat kedua kakinya bergetar.

“Sayang?” panggil Dimas.

“Hm?”

you okey?

“Um,” Rachel mengangguk, ia membuka kedua matanya dan mengusap wajah tampan kesayanganya itu.

I want there to be a baby between us, so that my mother won't tell us to divorce anymore.” ucap Dimas penuh frustasi, Rachel sudah tahu soal ini.

Karena Ibu nya Dimas juga bilang kalau Rachel harus segera hamil dalam waktu 2 bulan ini. Karena jika tidak, maka beliau akan menyuruh Dimas menceraikan Rachel dan menikah dengan perempuan pilihanya.

“Sayang?”

“Aku sayang kamu, Hel. Aku gak mau pisah. Aku tahu ini enggak mudah, tapi aku mau menjalani hal yang enggak mudah ini bersama kamu.”

Rachel mengangguk, mengusap wajah Dimas yang tertunduk dengan kedua mata yang tergenang air mata itu. Rachel juga enggak ingin berpisah dengan Dimas, ia sangat mencintai laki-laki itu. Dimas sudah menemaninya saat Rachel berada di titik terendahnya, menemaninya hingga Rachel bisa menyabat gelar dokter sekaligus menjadi model terkenal.

“Kita lakuin yah?” Rachel mengarahkan telapak tangan Dimas di atas perut ratanya. “Sampai dia ada di sini?”

Dimas kemudian mengangguk, dan saat keduanya sudah sedikit tenang. Mereka kembali melanjutkan permainan panas yang sempat berhenti tadi, kini Rachel sudah berada di bawah kaki Dimas. Mencecapi kejantanan Suaminya itu dengan susah payah karena terlalu besar masuk ke dalam mulut nya yang kecil.

“Aaarghhh Rachel ouhhhh..” Dimas memejamkan mata, adam apple nya itu naik turun merakan nikmat yang di berikan oleh mulut Istrinya itu.

“Nnghh.” ketika miliknya berkedut, Dimas tahan kepala Rachel disana hingga benihnya itu tumpah di dalam mulut Istrinya itu.

“Mmhh...”

Setelah Rachel menelan semua benih milik Dimas, tubuh rampingnya itu di angkat oleh Dimas hingga kini ia berada di bawah kuasanya. Dimas melebarkan kaki Istrinya itu, menggesekan kejantananya di vagina Istrinya itu hingga Rachel melengguh.

“Mmhhh.. Mas..”

Jemari Rachel meremas bahu Dimas, ketika ia merasakan kejantanan Suaminya itu memasuki dirinya. Rasanya benar-benar keras, perih, sesak sekaligus nikmat benar-benar surga yang di rasa keduanya saat ini.

“Ohhh..”

Saat milik Dimas sudah tertanam sempurna, ia gerakkan pinggangnya membuat gerakan perlahan-lahan hingga Rachel mengetatkan otot-otot vagina nya itu.

“Nnghhh.. Mas Dimas...”

“Hm?” Dimas menaikan satu alisnya, sesekali ia tekan miliknya semakin dalam dan kasar hingga Rachel memekik.

“Aaaghh..”

Gerakan yang semula pelan dan terkesan terbata-bata itu kini berubah menjadi lebih cepat dan sedikit kasar, Rachel bahkan sampai menancapkan kuku-kukunya di punggung Dimas.

“Aaahhh Mas...please..”

“Aarghhh tahan sayang.”

Dimas semakin menekan miliknya, membuat Rachel memekik ketika kejantanan Suaminya itu menyentuk titik sensitifnya. Rachel memejamkan matanya, semakin menekan pinggang Dimas untuk terus menganggahinya.

“Aaaahhhhh.”

Dimas semakin cepat menggerakan miliknya itu, sebelah kaki Istrinya itu ia taruh di bahu nya. Ia menahan tubuhnya dengan kedua tanganya agar tidak menindihi Rachel seutuhnya, Dimas memejamkan matanya miliknya sudah berkedut dan semakin besar di dalam sana.

“Mas...”

“Aarghhhh.”

Dimas hentakan semakin kencang miliknya, dan ia keluarkan benihnya di dalam sana. Hangat, lengket dan meleggakan hingga kini keduanya memejamkan mata menikmati pelepasan mereka.

Rachel membuka kedua matanya, mengusap dada Suaminya itu yang penuh dengan keringat. Ia tersenyum, ketika Dimas juga tersenyum melihatnya. Dimas masih betah memendam miliknya di dalam sana, jadi ia pakai kesempatan itu untuk mengecupi bahu Istrinya.

“Mas?”

“Hm?”

“Aku sayang kamu.” Rachel memeluk Suaminya itu dengan posesif.

Setelah selesai dengan pesta ulang tahun yang Ara buat untuk Suaminya itu, kini giliran Yuno yang memberikan Ara hadiah untuk merayakan valentines day mereka. Hari ini Yuno genap berusia 30 tahun dan hari itu Yuno mengajak Ara untuk menghabiskan malam valentine ini berdua hanya dengannya.

Saat merayakan ulang tahun Yuno, Hana ikut. Namun setelah itu mereka menitipkan Hana di rumah kedua orang tua Ara, malam itu Yuno membawa Ara ke apartemen milik Yuno yang sudah ia hias dengan bunga kesukaan Ara, Ara menyukai lily dan juga mawar putih.

setelah selesai berendam di bath up, Ara keluar dari kamar mandi masih dengan rambutnya yang ia bungkus dengan handuk dan kimono mandinya. wanita itu berjalan ke meja rias untuk mengenakan skincare routine nya.

di ranjangnya sudah ada Suaminya itu yang tengah membalas ucapan-ucapan selamat ulang tahun dari rekan-rekannya, Yuno sudah mandi lebih dulu. dan saat ini laki-laki itu hanya mengenakan celana pendek saja tanpa atasan.

“pakai baju dulu, Mas.” Istrinya itu menegurnya. membuat Yuno terkesiap dan menaruh ponselnya di meja sebelah ranjang mereka.

“sayang, aku mau juga di pakein toner punya kamu dong. tonerku habis, aku lupa mau beli lagi karena kemarin hectic banget.” keluh Yuno.

Yuno sengaja tidak mengambil jatah liburnya minggu kemarin agar saat ulang tahunnya ia bisa mengambil jatah liburnya itu demi berkencan dengan Istrinya.

“sini, aku lagi pake juga nih.”

“kamu aja ke sini, aku mau sambil tiduran.”

kalau Yuno sudah manja begini, Ara jadi geregetan sendiri. Ia mau gak mau akhirnya menghampiri Suaminya itu, dan duduk di atas ranjang. Kepala Yuno yang tadinya bersandar itu jadi berganti tiduran di atas paha Istrinya itu. Matanya terpejam menikmati tangan lembut Ara yang memakaikannya skincare.

“Rambut kamu masih agak basah Mas, Gak di keringin dulu?” tanya Ara.

“Gak ada hair dryer disini, sayang.”

“Aku bawa kok, mau di keringin?”

Yuno menggeleng. “Gak usah, biarin aja.”

Ara akhirnya kembali pada step demi step skincare routine yang ia pakai setiap malam pada wajah mulus Suaminya itu.

“Pake baju sih, Mas. Dingin tau, kamu gak dingin apa?” pasalnya di kamar yang mereka tempati itu AC nya agak sedikit dingin, belum lagi cuaca di luar sana yang terus di guyur hujan dari pagi hingga malam ini.

“Sayang?” panggil Yuno.

“Hm?”

“Kamu lagi datang bulan gak?”

Ara tersenyum, kalau Yuno sudah bertanya gini. Ara tahu ke mana arah pembicaraan Suaminya itu, kebetulan ini memang belum jadwalnya untuk datang bulan. Jadwal haid Ara itu selalu acak dari ia masih gadis, dan Ara hanya bisa perkiraan 10 hari lagi mendekati jadwalnya datang bulan.

“Enggak, Mas. Kenapa?”

Yuno yang di pangkuan Ara itu membuka kedua matanya, kuping laki-laki itu memerah namun wajahnya penuh harap dengan raut wajah sebuah permohonan.

“Boleh?”

Malu-malu tapi akhirnya Ara mengangguk juga, mereka memang sudah lama tidak bercinta setelah Yuno benar-benar hectic dengan pekerjaannya dan Ara yang kembali praktik.

Begitu mendapat persetujuan dari Istrinya itu, Yuno langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Keduanya saling tersenyum, Ara yang melihat telinga Yuno memerah karena malu itu jadi tertawa. Menurutnya itu respon tubuh Yuno yang unik, laki-laki itu enggak bisa menyembunyikan malunya.

“Telingaku merah yah?” Yuno menutup telinganya dengan kedua tangannya itu.

“Tapi lucu, Mas.”

Jika biasanya berbicara pada Yuno mata Ara akan menatap mata Yuno pula, berbeda dengan saat ini. Mata indah itu justru menatap ke arah bibir penuh Yuno, Yuno sendiri merasakan jika Ara memperhatikan bibirnya pun semakin menggoda kekasihnya dengan cara sesekali menjilat dan mengigit bibir bawahnya sendiri.

Dengan penuh gerakan lembut, Yuno membawa pinggang Istrinya itu dan menuntunnya untuk duduk di pangkuannya. Kini Ara berada tepat di pangkuan Yuno, dengan posisi wajahnya berada di atas wajah Yuno dengan kedua tangan yang wanita itu taruh di pundaknya.

Keduanya memejamkan mata, menikmati aroma tubuh dari masing-masing yang menyeruak. Sampai akhirnya bibir ranum Ara menyapa bibir Yuno, mengecupnya dengan gerakan terbata-bata sambil sesekali ia mengusap punggung Suaminya itu.

Kedua tangan Yuno memeluk pinggang ramping Istrinya itu, mendekapnya lebih erat seolah tidak boleh ada jarak di antara mereka sedikit pun. Kecupan demi kecupan Yuno layangkan di bibir Istrinya itu, sesekali Ara mengigit bibir bawah Suaminya itu pelan dengan tangan yang sedikit meremas bahu Yuno.

Tangan Yuno yang semula berada di pinggang Ara, kini perlahan menarik kimono yang Ara pakai hingga kimono itu merosot dan memperlihatkan bahu mulus milik Istrinya itu, Ara memang belum memakai baju, hanya memakai bra saja.

“Nngh..” Ara melenguh, begitu Yuno melepaskan ciuman mereka dan bibirnya kini menyusuri leher jenjangnya sembari ia layangkan 1 tanda kepemilikannya di sana.

Begitu kimono milik Ara tanggal, tangan Yuno dengan tergesa-gesa membuka kaitan bra milik Istrinya itu dan menanggalkannya hingga kini tubuh ramping Istrinya itu tidak terhalang benang sedikit pun.

Masih sembari menciumi leher jenjangnya, Yuno mengubah posisi mereka. Menidurkan Ara dengan perlahan dengan tubuh gagahnya menguasai tubuh mungil Istrinya itu.

Kedua nafas mereka memburu, ada hasrat yang melambung tinggi yang meminta untuk segera di tuntaskan. Kedua iris kecoklatan dan hitam legam itu bertemu, saling memandang sampai akhirnya Yuno melayangkan 1 kecupan di tulang selangka Istrinya itu, kemudian turun dan mengecup payudara Ara yang malam itu benar-benar membuat Yuno pening.

“Mmhh, Mas Yuno..”

Mendengar suara Istrinya itu, membuat rasa ego di dalam diri Yuno menyeruak. Ia sangat menginginkan Ara malam ini, puting merah muda Istrinya itu ia kecup dan kemudian ia sesap. Membuat Ara memejamkan kedua matanya, tubuhnya di buat melayang hanya karena bibir dan lidah Suaminya itu bermain di atas putingnya.

“Ouuhhh.”

Ara membusungkan dadanya, tanganya tak lantas menganggur karena keduanya kini sudah bertengger di kepala Yuno, mengusap rambut basah Suaminya itu dan sesekali meremasnya pelan takala Yuno mengigit putingnya dengan gemas.

“Mas... Nnghh...” gerakan tangan Yuno di atas payudaranya itu membuat Ara seperti di terbangkan, membuat tubuhnya menginginkan lebih dari itu. Belum lagi gesekan jari Yuno di atas putingnya yang sesekali menekannya ke dalam, hingga puting nya itu mengeras.

Nafas Ara terengah-engah, Yuno benar-benar tidak memberinya jeda untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya karena setelah puas dengan payudaranya, bibir itu beralih kembali membungkam bibirnya.

Membuat kecupan memabukkan yang di ikuti dengan nafsu dan hasrat serta kasih sayang yang hanya ingin Yuno tunjukan pada Ara. Decapan-decapan itu memenuhi setiap sudut ruang kamar mereka.

Saking terbuai nya, Ara sampai tidak sadar jika tangan Yuno sudah turun membelai paha terdalamnya. Mengusapkan jemarinya di sana, yang membuat Ara menggelinjang hebat dan meremas bahu Suaminya itu kuat.

“Aahhh.” kepalanya mendongak, membuat Yuno melepaskan ciuman itu dan beralih kembali pada leher jenjang Istrinya itu.

“Mas... Disitu..” Ara meremas bahu Yuno kuat, kakinya mengapit tangan Yuno agar tetap berada di paha terdalamnya.

Ketika merasakan vagina Istrinya itu berkedut, Yuno semakin menggerakkan jemarinya dengan cepat membuat Ara meremas seprei mereka dengan cepat, tak kala pelepasan wanita itu yang mencapai puncak.

“Mmhhhh...” erang Ara, ia memejamkan matanya. Menikmati pelepasan pertamanya akibat ulah jari Suaminya itu.

Dadanya naik turun berusaha mengatur nafasnya sendiri, melihat semua pakaian Istrinya itu tanggal. Yuno melepaskan celana pendek sedengkul yang ia pakai untuk tidur tadi dan melemparnya sembarangan.

Dari tempatnya Ara bisa melihat milik Yuno yang sudah mengeras dan mengacung itu, ketika Yuno kembali berada di atas tubuhnya. Ara membelai wajah Suaminya itu, mengusap bibir bawahnya penuh kasih sayang dan menekan tengkuk Suaminya itu untuk kembali ia kecup.

Sementara di bawah sana Yuno berusaha mengarahkan miliknya ke dalam vagina Istrinya itu, menekannya masuk perlahan-lahan agar tidak menyakiti Istrinya.

“Nnghhh..” Ara menancapkan kukunya di punggung Yuno, memejamkan matanya menikmati surganya yang Yuno ciptakan untuknya.

Milik Yuno sudah masuk dengan sempurna ke dalam vagina Istrinya itu, perlahan-lahan ia gerakan pinggangnya sembari sesekali ia cecapi bibir ranum Istrinya itu yang sudah sedikit membengkak.

“Mas.. Ouhh...”

“Aahh sayang..” Yuno memejamkan matanya, merasakan miliknya di jepit oleh milik Istrinya itu.

Kedua tangannya ia jadikan tumpuan agar tidak menindihi tubuh Ara sepenuhnya, sesekali Yuno mengigit bibir bawahnya menahan nikmat yang hanya bisa ia dapatkan bersama dengan Ara. Di bawah kuasa tubuh Suaminya, Ara meremas bahu Yuno merasakan nikmatnya pertemuan antar kulit itu di dalam miliknya.

Sembari memperhatikan wajah Istrinya Yuno seperti membagi cinta, mengutarakan kasih sayang serta ego yang ia miliki hanya untuk bersama Ara. Yuno ingat ini adalah tanggal masa subur Istrinya itu, pantas saja malam ini Ara jauh lebih menarik dari hari biasanya.

“Aarghhh.” Yuno mengerang, merasakan milik Ara semakin menjepit dirinya di dalam sana.

“Mas.. Nnghhh...”

“I love you,” bisik Yuno sembari mengigit telinga Istrinya itu.

Ara berusaha mati-matian untuk tidak mengumpat, permainan panasnya dengan Yuno sungguh nikmat hingga membuat kepalanya pening setengah mati.

“Mas... Pelan-pe...lan..”

Yuno semakin menekan dirinya masuk hingga Ara menancapkan kuku-kukunya itu di punggung lebar Suaminya. Ketika merasakan milik Istrinya itu berkedut, Yuno semakin menggerakkan pinggul nya dengan cepat.

“Mas Yuno... Aaaahhh please..” Ara meremas rambut Yuno, dan memejamkan matanya ketika ia merasakan pelepasan pertamanya.

Cairan hangat milik Istrinya itu menyelimuti milik Yuno di dalam sana, namun Yuno belum selesai. Ia masih terus menggerakkan miliknya, kali ini tidak selembut awal. Yuno semakin menekannya masuk hingga tidak ada yang tersisa dan menggerakkan pinggulnya dengan cepat.

“Aahhh tahan sayang..”

“Mmhhhh.” Ara menarik leher Suaminya itu dan melayangkan ciuman pada bibir Suaminya, menggigitnya, melumat dan mencecap rasanya dengan ego nya penuh.

“Aarghhhhh.”

Keduanya saling memejamkan mata, Yuno merasakan pelepasannya dan Ara merasakan benih milik Suaminya itu memenuhinya. Yuno masih berada di atas tubuh ramping Istrinya itu, mengecup pipi nya hingga mengusap lembut surai legam dan panjang itu.

you okay um?” tanyanya memastikan Ara selalu baik-baik saja setelah permainan panas mereka.

“Um,” Ara mengangguk, membawa jemari Yuno untuk menggenggam jemarinya.

Saat pergerumulan panas mereka, keduanya tidak langsung tidur. Ara dan Yuno justru saling mendekap bergerumul di dalam selimut tebal. Yuno memejamkan matanya, menikmati belaian halus tangan kurus Istrinya itu di wajahnya.

“Belum puas liatin mukaku sayang?” tanya Yuno, sebelah matanya terbuka dan Ara terkekeh karena ucapnya.

“Belum, aku gak mau tidur ah kayanya. Mau liatin muka kamu aja.”

“Kan bisa besok lagi.”

“Mas?”

“Hm?”

“Kamu pernah gak sih cemburu sama aku?” pertanyaan dari Istrinya itu membuat sebelah mata Yuno yang terpejam itu terbuka.

“Cemburu gimana?”

“Ya kalau aku deket-deket sama laki-laki lain.”

“Hhmm...” kepalanya menggeleng, kemudian mendekap kepala Ara pada dada bidangnya itu.

“Iiihh kok gitu?” Ara memukul dada Yuno dengan kesal. Masa cuma dia yang suka cemburu kalau Yuno sedang di gilai wanita lain?

“Yah, buat apa? Kamu udah jadi Istri aku. Kamu juga gak akan macam-macam, aku percaya sama kamu sayang.”

“Mas... Ihhh.” Ara merajuk, ia menenggelamkan kepalanya di dada Yuno.

“Aku sering bikin kamu cemburu yah?”

“Pake nanya lagi,” ucapnya kesal.

“Justru tuh kamu kasian harusnya sama mereka.”

“Ngapain kasian?”

“Ya iya lah, soalnya mereka cuma bisa mandangin aku, sedangkan kamu bisa aku cium kaya gini sepuasnya.”

Yuno mencium leher Ara dengan gemas sampai Istrinya itu menggelinjang kegelian akibat ulahnya.

“Ya gapapa, aku juga udah mulai terbiasa tanpa kabar dari kamu, Kak.”

“Ra, kok ngomong gitu?”

“Ya emang bener kan? Coba kapan terakhir kali kita video call kaya gini tanpa aku harus mohon-mohon dulu?”

“Ra, kayanya kita udah bahas soal ini ya, kamu juga bilang kan kalo kamu paham kalo aku mulai sibuk, kamu juga yang bilang kalo hidup aku gak harus selalu tentang kamu, tapi kok sekarang kamu ngomong gini?”

“Aku capek, Kak. Capek selalu jadi yang nunggu kabar dari kamu. Kamu sadar gak sih kamu tuh banyak berubah?”

“Bukannya kamu ya?”

Judul: How To Stay Genre: Marriage Life, Romance, divorce Eps : 13 eps. Cast : Jung Jaehyun, OC, Lee Juyeon, Lee Sangyeon, Lee Naeun.

Sinopsis:

Kehidupan rumah tangga Aryuno (Jung Jaehyun) dan Ara (OC) yang di ambang perceraian walau keduanya masih saling mencintai, di saat keluarga besar Istrinya menentang perceraian mereka, keluarga Yuno dan Yuno sendiri terkesan pasrah. Yuno enggak ingin terus menerus menyakiti Istri dan anaknya untuk sesuatu yang tidak sadar ia lakukan, tapi disisi lain diam-diam keduanya mencoba untuk saling bertahan.

Judul: If Tommorow Never Come Genre: Action, Romance Eps : 14 part. Cast: Lee Sangyeon, Sung Ziyoung, Kim Younghoon, Lee Juyeon, Oh Sehun

Sinopsis:

Jelang (Lee Sangyeon) seorang polisi yang penuh ambisi dalam menangkap penjahat, hidupnya hanya tertuju pada bagaimana rasa puas dirinya saat berhasil memecahkan kasus. Sementara Stella (Sung Ziyoung) adalah sahabat Jelang, dia adalah Dokter forensik yang sering bekerja sama dengan kepolisian, keduanya di hadapkan pada situasi terdesak sampai akhirnya memutuskan untuk menikah, suatu hari Jelang mendapatkan kasus yang cukup serius, yang mengakibatkan dirinya di jebak oleh oknum yang terlibat dalam kasus pembunuhan seorang wanita. Semua orang menyoroti Jelang sebagai penjahatnya, sampai berakhir Stella ikut andil dalam pemecahan kasus ini demi menyelamatkan Suaminya.

Judul: 17 Again Genre: Romance & Fantasi Eps : 16 Cast:

  1. OC
  2. Lee Juyeon
  3. Lee Sangyeon
  4. Kevin Moon
  5. Park Hyungsik
  6. Cho Hyeseon
  7. Yun Hajeong
  8. Shin Seulki
  9. Kim Sunwoo
  10. Kim Jungwoo
  11. Ji Changmin
  12. Lee Know
  13. Kim Hongjoong
  14. Park Seonhwa
  15. Kang Naeon
  16. Park Jiwon
  17. Han Hyujoo

Sinopsis:

Karenina adalah seorang gadis berusia 25 tahun, yang mengalami depresi dan anxiety social karena masa lalu di sekolahnya. Karen susah sekali untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan orang baru yang menyebabkan dirinya susah bertahan di tempatnya bekerja. Suatu hari, Karen memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, namun situasi membawanya kembali ke masa lalu, Dimana ia kembali di saat usianya masih tujuh belas tahun, Karen yang kembali ke masa lalu bertekad untuk mengubah nasibnya di kala itu agar tidak berdampak pada masa depannya.

Judul: My First Love Story Genre: Romance Eps: 9 eps Cast: 1. OC 2. Jung Jaehyun 3. Kim Younghoon 3. Nakamoto Yuta 4. Kim Jungwoo 5. Lee Jeno 6. Kim Doyoung 7. Lee Donghae 8. Tiffany Hwang 9. Lee Jaehyun 10. Jung Chaehyun

Sinopsis:

Tentang cinta pertama Ara (OC) dan Yuno (Jung Jaehyun) di masa SMA nya, kedua remaja yang saling suka, namun diam-diam Ara banyak menyimpan rasa tidak percaya dirinya hanya karena ia menyukai cowok paling famous di sekolah. Namun kedua temannya Echa (OC) dan Januar (Kim Jungwoo) yang selalu meyakinkan Ara untuk terus maju mendekati Yuno.

Judul : Revenge Genre : thriller, Misteri Eps : 28 eps Cast: 1. Lee Jaehyun 2. Cho Yihyun 3. Koo Junhoe 4. Kim Gyuri 5. Kevin Moon 6. Jacob Bae 7. Lee Juyeon 8. Kim Myungji 9. Lee Sangyeon 10. Ju Haknyeon

Sinopsis:

Areska (Lee Jaehyun( seorang atlet pemanah yang rela mengundurkan diri dari seleksi untik mewakili negaranya bertanding dalam pesta olahraga ASIAN GAMES 2018. Ares pindah ke Jakarta demi menemukan siapa pembunuh Adik perempuannya Naya (Cho Yihyun).

Naya di temukan jatuh tewas di asrama tempatnya tinggal, semua orang termasuk orang tua angkat Naya menyimpulkan jika Naya bunuh diri karena depresi. Namun Ares merasa kematian Naya meninggalkan banyak kejanggalan.

Ares rela meninggalkan karir atletnya demi berlatih menjadi seorang idola, di agensi yang menangui Adiknya. Ares akan menemukan kebenaranya dan melakukan balas dendam.