My First Love Story! [The End]

Jung Jaehyun, Ruruhaokeai, Nakamoto Yuta, Lee Jeno, Lee Jaehyun, Kim Jungwoo

Setelah selesai dengan bimbel matematikanya hari ini, Yuno kembali memeriksa ponselnya sebelum ia kembali ke rumah. Ara belum membalas pesannya, Yuno sempat berpikir jika mungkin gadis itu sedang sibuk atau sudah tidur. Entahlah, tapi sejujurnya Yuno sangat menunggu balasan dari gadis yang akhir-akhir ini menyita pikirannya.

Biasanya setelah serangkaian bimbel yang orang tua nya daftarkan untuknya, Yuno pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan tidak semangat lagi untuk belajar. Tapi semenjak mengenal Ara, cowok itu jadi semangat dan menikmati sedikit-sedikit hari-harinya yang melelahkan.

Terutama di sekolah, kadang Yuno rela datang lebih pagi untuk bisa melihat Ara yang berjalan di tengah lapangan menuju ke kelasnya. Yuno gak pernah tau kalau Yuda punya Adik perempuan, kalau Yuno tahu dari dulu Yuda punya Adik perempuan. Mungkin Yuno sudah mendekati Ara lebih dulu.

“Baru pulang, den?” tanya Budhe. Waktu Yuno buka pintu rumahnya, kaya biasa. Rumah yang besar milik orang tua nya itu selalu sepi.

“Iya, Budhe. Mama sama Papa belum pulang?”

“Belum, den. Tadi pagi, Ibu cuma bilang kalau pulang malam. Karna Ibu sekarang kan nambah jam praktik di rumah sakit lain.”

Yuno mengangguk kecil, kedua orang tua Yuno itu dokter. Makanya gak heran kalau Yuno harus belajar mati-matian agar bisa mewujudkan keinginan kedua orang tua nya, untuk melanjutkan profesi keluarga.

Gak jarang Yuno ngerasa tertekan, anxious dan sampai mimisan saking kerasnya ia belajar. Yuno juga selalu di tanamkan agar tidak selalu puas sama apa yang dia dapat sekarang ini.

“Ya Udah, budhe. Yuno mau ke atas dulu, mau mandi habis itu belajar.”

“Gak mau makan malam dulu, den?”

Yuno mengangguk kecil, “ nanti aja, budhe. Budhe kalau udah ngantuk, tidur aja gapapa, nanti Yuno hangatin lauknya sendiri.”

“Ya Udah, kalau gitu Budhe ke kamar yah, den. Kalau ada apa-apa panggil aja.”

“Makasih, Budhe.”

Yuno naik ke lantai 2 tepat kamarnya berada, menaruh tas sekolahnya kemudian memeriksa apa saja yang harus ia pelajari malam ini. Jika di tanya apa Yuno pernah muak dengan ini semua, tentu saja jawabannya iya.

Yuno pernah sesekali bolos les, tidak belajar dan lebih memilih bermain gitar di atap atau kadang membaca komik. Namun itu semua tidak luput dari perasaan bersalah.

Setelah mandi, Yuno mulai kembali duduk di meja belajarnya. Membaca semua catatan-catatan yang ia merasa tidak pernah membuatnya. Namun, Yuno sangat mengenali tulisan-tulisan itu.

Itu adalah catatan mengenai rumus kimia yang pernah seseorang buatkan untuknya. Seseorang yang menyempurnakan dirinya.

“Gue gak nyangka lo bakalan bikinin catatan-catatan kaya gini,” gumam Yuno.


“Pagi Kak Yuno.”

“Pagi Yuno.”

“Hai Kak Yuno.”

Seperti biasa, setiap kali Yuno melewati lorong menuju kelasnya sapaan itu akan terdengar untuknya. Begitu sampai di lantai 3 kelasnya berada, senyum Yuno mengembang begitu ia melihat gadis yang semalam ia pikirkan itu tengah berdiri di depan kelasnya.

Itu Ara, gadis itu enggak sendiri. Dia sama Echa, Yuno juga heran kenapa Echa dan Ara harus kemana-mana berdua. Oh, kadang mereka jadi bertiga. Ada Januar juga yang sesekali mengekori keduanya.

“Ra?” sapa Yuno begitu Ara melihat ke arahnya.

“Hai, Kak Yuno,” sapa Echa malu-malu di sebelah Ara.

“Hai juga, Cha. Kalian dari tadi berdiri disini? Mau cari siapa?”

Ara kelihatan membuang nafasnya kecil, gadis itu bawa paper bag berwarna pink yang sedari tadi dia peluk.

“Aku nyari Kak Yuno, ternyata Kak Yuno baru datang, ah, Iya,” Ara memberikan paper bag itu pada Yuno. “Ini jaket Kak Yuno kemarin, udah aku cuci kok, sekali lagi makasih banyak ya, Kak.”

Yuno tersenyum memperhatikan paper bag itu kemudian mengambilnya.

“Sama-sama, harusnya gak perlu kamu cuci lagi, Ra.”

“Gapapa, Kak. Takut kotor.”

“Ah, iya.” Mumpung sekalian Ara di sini, sekalian saja Yuno menagih jawaban gadis itu. “Soal ajakan aku semalam, gimana?”

Di belakang Ara, Echa cuma diem aja sembari sesekali gadis itu ngumping tipis-tipis apa yang Yuno dan Ara bicarakan, ya. Tentu aja Echa udah tau apa yang di maksud ajakan oleh Yuno. Kaya gak tau Ara aja over sharing nya gimana.

“Hhmm, aku udah izin sama Bunda dan Papa, Kak.”

“Terus?” Yuno mengangkat sebelah alisnya penasaran.

Ara mengangguk kecil dan tersenyum, “aku ikut.”

Dan sedetik kemudian senyum di wajah Yuno itu mengembang dengan sempurna, bahkan bolongan yang menjadi spot favorite Ara itu terlihat.

“Minggu depan aku jemput jam 7 malam yah, sekalian aku pamit izin ke orang tua kamu.”

“Boleh, Kak.”

“EKHEM...” Echa yang udah gak tahan jadi kambing conge akhirnya berdeham, dia udah gak sanggup lagi jadi obat nyamuk, mau ninggalin Ara tapi dia juga masih betah liatin cogan-cogan kelas sebelas berseliweran dari tadi. Kan lumayan cuci mata, dari pada di kelas. Yang di liat makhluk setipe Januar terus.

“Ya..ya udah, Kak. Aku balik ke kelas yah.”

Begitu mendapat anggukan kecil dari Kak Yuno, Ara langsung gandeng tangan Echa dan meremat gemas tangan itu. Gak sanggup dia menahan buncahan kebahagiaan yang melingkupi hatinya.

Rasanya ingin sekali pagi itu dia meluk Kak Yuno erat, tapi kan enggak mungkin. Ini di sekolahan, dan lagi pula... Dia siapa meluk-meluk Kak Yuno?

Begitu bel pulang berbunyi Yuno langsung turun dan jalan menuju parkiran motor, sesekali Yuno mengangguk dan tersenyum kecil waktu beberapa Kakak kelas dan Adik kelasnya menyapanya.

Selain di kenal karna pintar dan jago banget main basket, Yuno tuh juga di kenal anak yang ramah dan pintar main musik. Apalagi kalau hari jumat, biasanya setelah istirahat sholat jumat tuh Yuno suka ngisi radio sekolah. Buat nyanyi atau sekedar bacain pesan-pesan yang udah teman-temanya kirimin ke twitter radio sekolah.

Ya, walaupun pesan-pesan itu lebih banyak di tunjukkan untuk dirinya sendiri sih. Sembari nunggu Ara, Yuno make jaketnya dulu sebentar. Dia mau ngajak Ara ke mall, cuma mau minta saran dari gadis itu. Minggu depan ada acara ulang tahun teman sekelas Yuno, dan Yuno bingung harus memberikan apa untuk temanya itu.

Gak lama kemudian, Ara datang ke parkiran motor. Gadis itu berpisah dengan Januar dan Echa yang pulang lebih dulu, begitu melihat Yuno. Gadis itu tersenyum.

“Udah lama ya, Kak?” tanya Ara malu-malu.

Yuno menggeleng, dia baru menunggu gadis itu sekitar lima belas menit. Enggak lama kok bagi Yuno.

“Enggak kok, kamu udah izin sama orang rumah bakalan pulang telat?”

“Udah ngabarin Mas Yuda kok, Kak.”

“Ya Udah, yuk,” baru saja Yuno mau mengeluarkan motornya dari parkiran, dan gerakannya itu terhenti begitu dia sadar rok yang di kenakan Ara pendek jika gadis itu akan naik ke motornya, otomatis kaki jenjang gadis itu akan terlihat.

Tanpa berpikir panjang, Yuno langsung membuka jaket yang ia kenakan dan memberikannya ke Ara. Ara yang di kasih jaket Yuno gitu aja langsung bingung, wajahnya juga kelihatan banget dari bagaimana kening gadis itu berkerut.

“Kok di kasih ke aku, Kak?”

“Iya, buat nutupin kaki kamu. Rok kamu pendek, kalo bonceng di motor aku nanti rok nya makin naik, tutupin yah. Biar enggak kepanasan juga,” jelasnya.

Wajah Ara langsung memerah, dia yakin banget. Dia juga gak bisa menyembunyikan senyum konyolnya itu waktu Yuno ngasih jaketnya. Dalam hati dia udah mau teriakin nama Echa aja, udah enggak sabar mau over sharing sama temannya itu.

“Yuk,” ucap Yuno begitu cowok itu sudah mengeluarkan motornya dari parkiran.

Motor yang di kendarai Yuno itu membelah padatnya jalanan Ibu kota siang itu, di jalan, Yuno juga sempat mampir ke tukang helm. Ara gak pake helm, dia takut ada razia dan takut Ara kenapa-kenapa juga kalo enggak pake helm. Bisa di tebas kepalanya sama Yuda kalo Ara sampe kenapa-kenapa.

Siang ini Yuno ngajak Ara ke mall di bilangan Jakarta Selatan, Ara juga masih bingung Yuno mau ngapain ngajakin dia ke Mall, mana Ara juga gak bawa jaket. Begitu masuk, Kak Yuno langsung nawarin Ara buat beli minuman dulu.

Jadi deh mereka pesan dua milk tea boba yang siang itu beneran nyegerin banget di tenggorokan keduanya.

“Kak Yuno ngajakin aku ke sini ada apa sih sebenernya?” tanya Ara to the point, udah penasaran banget soalnya.

“Aku mau minta bantuan kamu, Ra.”

“Apa tuh?”

“Temenku kan minggu depan ulang tahun, sweet seventeen gitu. Enaknya di kasih apa ya?”

“Cowok?” tanya Ara.

“Cewek.”

“Hmm...” jujur aja rasanya hati Ara kaya lagi di cubit plus di sadari kalo dia lagi jalan dan ngobrol sama Kak Yuno. Dia juga ingat wejangan dari Janu kalo dia gak boleh banyak-banyak ke ge'eran sama Kak Yuno. Emang bajingan sih si Janu, ya kali dia gak ge'er tapi sebenernya ada benarnya juga sih omongannya..

“Ohh.. Dia orangnya kaya gimana?”

“Manis, ya.. Tipe-tipe kaya cewek banget gitu lah, suka yang pink-pink, boneka, aksesoris,” kata Kak Yuno yang ngejelasin detail banget.

“sakit banget cuy, bukan main. Tau gini sih gue pulang aja,” gumam Ara dalam hati.

“Gimana kalo beliin kotak musik aja, Kak?” jawab Ara.

“Kotak musik?”

Ara mengangguk, “iyaa, ya emang gak berguna-berguna amat sih. Tapi dengerin musik yang keluar dari kotak musik tuh nenangin banget kadang. Apalagi kalo lagi gabut.”

“Boleh-boleh, berarti kita ke mana? Toko aksesoris?”

“Aku tau, di sebelah sana ada toko yang jual macam-macam hiasan kamar. Di Sana kotak musiknya juga lucu-lucu, mau ke sana dulu?”

“Boleh.”

Keduanya langsung menuju ke toko yang di tunjuk Ara, sesekali mereka ngobrolin banyak hal random kaya ngomongin Pak Sudadi guru matematika mereka yang siap menerjang badai, halilintar, puting beliung, gempa bumi. Demi mengajar, pokoknya gak boleh sampe gak masuk kelas.

Atau sesekali Kak Yuno yang promosi ekstrakurikuler nya biar Ara mau join masuk ke club basket. Tapi sayangnya, Ara udah daftar di club padus bareng sama Cindy.

“Kalo yang ini gimana, Kak? Lucu, bentuknya unik, vintage gitu,” Ara ngasih unjuk sebuah kotak musik dengan bentuk sederhana, hanya sebuah kotak berbahan dasar kayu, di sisi kananya terdapat kaitan yang di gunakan untuk memutar agar suaranya keluar. Tidak ada ballerina di sana yang menari, tetapi ada tempat untuk menaruh foto yang bisa di gulir jika musiknya berputar. Jadi bisa naru 4-6 foto di sana.

“Ini lucu, beda dari yang lain. Aku ambil yang ini aja kali yah.”

Ara senyum kecil, bukan karena dia senang karna Yuno mau mendengarkan saranya. Melainkan karna melihat bolongan indah di kedua pipi Yuno yang akan terlihat jika cowok itu tersenyum.

“Ra?” panggil Yuno yang berhasil menyadarkan Ara.

“eh, iya, Kak?”

“Aku ambil yang ini aja, yuk kita bayar sekalian minta Mbak kasirnya bungkus pakai pita.”

Ara mengangguk, agak meringis sedikit dan sedikit penasaran siapa gerangan gadis yang akan di berikan kotak musik itu oleh Yuno. Apa jangan-jangan Kak Yuno udah punya gebetan? Kalo iya, pupus sudah harapan Ara buat minimal bisa deket sama cowok itu.

“ARYUNO!! ARYUNO”

“YUNO SEMANGAT YAHHHH!”

“YUNO KALAU HAUS KESINI YAH!”

Seisi lapangan sekolah siang itu terus meneriakkan nama Yuno, suara itu juga di dominasi oleh siswi perempuan terutama sama fans-fans nya Yuno. Yuno yang di teriakin sih udah biasa, dia juga enggak sok kegantengan gimana-gimana kaya bintang lapangan. Dia masih fokus aja sama permainan basketnya.

Dia bukan lagi tanding kok, cuma lagi iseng main aja waktu jam istirahat ke dua. Kebetulan dia juga selesai olahraga barengan sama kelas dua belas, terus salah satu dari kelas dua belas IPS ngajakin tanding lawan kelas Yuno.

“IPA biasanya cowoknya banci-banci,” pekik salah satu siswa laki-laki yang bikin Ara sama Echa menoleh ke arah mereka. Di lihat dari dasi yang mereka kenakan, sudah bisa di pastikan kalo mereka anak kelas dua belas.

“Ada Yuno sama Genta, pentolan basket anak kelas sebelas,” sahut yang lainya.

“Eh, Cha. Disini dulu aja yah, itu kayanya tandingnya lagi seru deh.” Ara menahan tangan Echa, mereka juga langsung duduk di kursi dekat dengan lapangan.

“Cie... Bilang aja mau liat Kak Yuno kan?” ledek Echa.

“Dih,” Ara memutar bola matanya malas, padahal dalam hati dia udah mau teriak aja.

“Kak Yuno tuh satu geng sama Kak Jo ternyata,” gumam Echa yang membuat atensi Ara jadi teralihkan.

“Serius?”

Echa mengangguk, “Kakak gue sendiri yang cerita. Dari dulu dia tuh emang udah se famous itu lagi, Ra. Dari jaman kelas sepuluh. Terus ada lagi juga selain Kak Yuno sama Kak Genta yang famous.”

“Siapa? Siapa?”

Echa kemudian menunjuk ke siswa laki-laki di pinggir lapangan, cowok itu sedang minum sembari mengelap keringatnya. Tentu aja Ara enggak asing sama cowok itu, orang waktu ospek dia sempat di marahi kok.

“Kak Ido?” tebak Ara.

“Yup,” Echa mengangguk. “Sayang sih dia ketus terus dingin, untouchable banget. Tapi dia baik kok kalo kata Kakak gue.”

“Dih baik apaan anjir? Kak Jo udah gila kali, cowok sinting gitu dikata baik, ihhhhhh,” Ara bergidik ngeri, keinget waktu dia di marahin.

“Ih serius, Ra. Asli Kak Ido kelihatanya aja galak, yah mungkin karna jarang ngomong kali yah. Tapi dia tuh pinter lagi, apalagi di pelajaran fisika.”

Ara udah males banget dengerin soal si Ido Ido itu, lagian tujuan dia duduk di dekat lapangan basket kan bukan buat ngomongin si cowok ketus sok keras itu. Dia kan cuma mau lihat Kak Yuno, yah sembari menyemangati tipis-tipis.

“Ihhh udah-udah ah, gak penting. Lagian gue tuh ngajak elo duduk disini buat nemenin gue liat Kak Yuno main basket. Kok jadi ngomongin si manusia jelly itu sih.”

Echa cuma menghela nafasnya pelan, mereka masih asik liatin permainan antara kelas sebelas dan dua belas. Sembari sesekali mereka teriak waktu Kak Yuno berhasil masukin bola ke ring.

“Kak Yuno!!!!” Ara gak sengaja kan tuh teriak, dan lebih kagetnya lagi. Dia di notice sama Kak Yuno, bayangin dia yang kaya remahan gorengan di pinggiran itu di notice sama Aryuno.

“Anjir Ara lo lucky banget di notice Kak Yuno anjir!”

“Cha pegangin gue Cha gue gemeteran.”

“Alay najis,” Echa ketawa, tapi tetep di pegangin kok. Takut tiba-tiba Ara nyungsep atau asma nya kambuh.

Gak lama kemudian bel masuk udah berkumandang, adzan kali ah berkumandang. Udah bunyi maksudnya, Echa sama Ara langsung bangun buat langsung naik ke lantai empat kelas mereka berada. Tapi baru aja beberapa langkah keduanya jalan, ada seseorang yang manggil Ara.

“ARA!!”

Bukan cuma Ara yang noleh, tapi Echa juga. Dan kedua gadis itu terkejut waktu liat Kak Yuno nyamperin mereka, bayangin. Seorang Yuno dengan jersey basket dengan rambut hitam yang setengah basah karena keringatan itu nyamperin Ara. Apa gak naik asam lambung lo pada..

“Ara anjir Kak Yuno!” pekik Echa tertahan.

“Ha..hai Kak,” sapa Ara.

“Nanti pulang sama siapa?” tanya Kak Yuno.

“Pu..lang sendiri Kak, kenapa?”

“Sibuk gak?”

Ara menggeleng, beneran dalam hati dia udah mau menjerit banget. Gak tahan mau ngelap keringet Kak Yuno yang udah kaya di guyur orang. Tenang aja Kak Yuno biar keringetan banjir kek gitu gak bau kok, dia mah wangi. Parfum nya aja Jo Malone yang harga nya udah kaya gaji part time di coffee shop.

“Mau nemenin aku gak?”

“Kemana Kak?”

Kak Yuno cuma senyum, tapi berhasil meluluh lantahkan hati kedua gadis di depannya itu.

“Nanti tunggu di parkiran aja yah, nanti aku kasih tau kita kemana.”

Ara cuma mengangguk aja, udah gemetar dia. “Oke deh, Kak.”

“Bye, sampai ketemu nanti. Sana masuk.”

Habis ngomong kaya gitu, Kak Yuno langsung pergi naik ke tangga belakang yang langsung menuju ke kelas sebelas IPA satu. Sementara Echa, dia udah limbung karena Ara malah meleyot sambil pegangan ke seragamnya.

“Anjir Ara buruan sadar woyyyy kelasnya Pak Gito kita, mau di hukum lu!!” pekik Echa udah panik banget.

“Haa...” Ara menghela nafasnya pelan, memperhatikan bubble chat terakhirnya dengan Kak Yuno yang berakhir tanpa balasan dari cowok itu.

Tiba-tiba saja dia jadi ingat kata-katanya Januar kemarin, Janu bilang, Kak Yuno itu famous banget, siapa sih anak Bakti Mulya 400 yang enggak kenal dia? Fans nya berjibun dan yang naksir pun pasti banyak.

Iya, Ara emang naksir Kak Yuno dari awal dia liat cowok itu. Ya kira-kira, tiga hari yang lalu setelah selesai ospek. Kak Yuno sering banget masuk kelas Ara buat sekedar ngasih arahan ospek atau sekedar main game.

“Gue udah ge'er banget gak sih di deketin Kak Yuno? Padahal kan dia emang ramah banget ke semua orang.” gadis itu akhirnya melempar HP nya ke pojok ranjangnya dan berganti posisi jadi terlentang.

“ARAAAAAA... MAKAN! BURU TURUN DI SURUH BUNDAAAA”

Ara menghela nafasnya sekali lagi, itu suara Mas Yuda, Mas nya Ara yang jahil, begajulan, nyebelin pokoknya mah, di mata Ara Mas Yuda ga pernah bener. Ara juga heran kenapa dia bisa jadi Adiknya Mas Yuda.

Kadang dia mikir apa ini adalah kutukan yang harus Ara jalani karena jadi penghianat negara di kehidupan sebelumnya? Ah enggak lah, mana mungkin..

“AR—”

“IYA IH MAS YUDA JANGAN TERIAK-TERIAK KAYA DI HUTAN!”

“Dih, sendirinya juga teriak!” sahut Mas Yuda bersungut-sungut, setelah pintu kamar Adiknya itu terbuka, laki-laki itu memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

“Makan dulu Adikku sayang..”

Ara yang denger Mas Yuda ngomong gitu, langsung bergidik geli. Meski udah biasa dengernya, tapi tetep aja terdengar menggelikan kalo Mas Yuda yang ngomong.

“Jibang ah, ga usah sayang-sayang. Gak cocok!” Ara berjalan lebih dulu, dan Yuda mengekori di belakangnya.

“Kenapa sih itu muka di tekuk aja, padahal Mas Yuda udah manis begini,” kata Yuda sembari menarik-narik ujung rambut Ara.

Tepat di pertengahan anak tangga menuju lantai satu, Ara menoleh ke belakang. Alhasil kepalanya jadi nabrak badan Mas Yuda yang cuma pake kutang hitam doang.

“ARGGGHHHHH MAS YUDA!” pekik Ara.

“NAPA SIH? KAMU YANG TIBA-TIBA BALIK BADAN JUGA,” Kata Mas Yuda sewot, soalnya dia juga kaget.

Ara baru ingat kalo Mas Yuda alumni Bakti Mulya 400, otomatis dia juga kenal Kak Yuno. Dari pada nanya Janu soal Kak Yuno, apa gak lebih baik nanya sama Mas Yuda aja? Mereka kan temenan, dan Ara juga baru tau kalo Kak Yuno dan Mas Yuda suka futsal bareng.

“Mas?”

“Apaan?”

“Mas Yuda kenal Kak Yuno gak?”

Mas Yuda mengerutkan dahinya bingung, namun sedetik kemudian laki-laki itu menyeringai. “Kenal, kenapa? Naksir lu yah?”

“Ck!” Ara memutar bola matanya malas, “Kak Yuno tadi chat aku, tapi udahanya gak di bales lagi.”

“Yaelah, Dek..Dek, chatan sama Yuno yang isi Chat nya udah kaya asrama putri. Sabar-sabar aja dah,” kata Mas Yuda menasihati, jujur Ara jadi makin ciut Mas Nya ngomong gini, pasalnya Janu juga berbicara hal yang sama padanya.

“Tapi Kak Yuno orangnya gimana sih, Mas?”

“Yuno?”

Ara mengangguk, dia cuma mau tau aja kok, berharap dikit sih. Tapi masih realistis, Ara gak berharap bakalan di jadiin pacar juga sama Kak Yuno. Dia sadar diri, Ara gak jelek kok, seukuran anak SMA kelas 10 dia tuh cantik. Tapi yah, di sekolahan masih banyak murid lain yang lebih cantik darinya.

“Baik, anaknya juga asik sih, pinter lah lumayan,” jelas Mas Yuda yang basi banget, kalo soal ini sih Ara udah tau.

Ara pikir dia bakalan dapet banyak informasi menarik soal Kak Yuno dari Mas Yuda, gak taunya ampas begini.

“Tapi dia udah pernah punya pacar belum sih Mas?”

“Yuno?”

Ara mengangguk, dalam hati dia udah mau teriak aja dan siap-siap kecewa. Kali aja kan Kak Yuno ternyata punya pacar tapi dia hobi deketin banyak cewek, ih red flag, tapi kalo di liat dari mukanya sih Kak Yuno kaya orang bener.

“Yuno mana pernah pacaran, kerjaannya belajar sama les mulu,” jelas Mas Yuda yang bikin Ara cengar cengir, gadis itu jadi melayangkan harapannya buat minimal jadi Adik kelas yang deket sama Kak Yuno.