01. Hari Pertama
“ARAAAAA!!!” pekik Echa waktu dia bukain pagar kosan dan liat Ara sama Arial di depan sana.
“ECHAAAA!!” gadis itu langsung berhambur memeluk Echa, Arial sama Januar yang lihat adegan peluk-pelukan itu cuma bisa geleng-geleng aja. Lagaknya udah kaya gak pernah ketemu bertahun-tahun, padahal Echa cuma pindah seminggu lebih dulu dari pada Ara.
“Heh, malah peluk-pelukan. Ini bantuin Mas Iyal ngeluarin koper-koper kamu, dek,” ucap Arial yang menghentikan aksi Ara dan Echa itu.
“Lagian elu berdua baru gak ketemu seminggu aja udah kek berabad-abad gak ketemu, heran.” keluh Janu.
Ara keluarin koper-koper miliknya di bantu Echa dan Januar, sementara Arial bawa kardus berisi buku-buku dan barang-barang punya Ara dan ia taruh di teras dulu, Arial akan membawa ke atas barang-barang itu satu persatu. Yang terpenting sudah di keluarkan semua dari mobil dulu menurutnya.
“Kita room tour dulu deh, sekalian gue tunjukin kamar lo dimana, Ra.” Janu berjalan lebih dulu di ekori Echa dan Ara di belakangnya.
“Gaya amat, biasanya ada Ambu sama Abah yang ngajak anak baru buat room tour?” ujar Arial yang menyusul ketiganya.
“Lagi sibuk, Bang. Makanya gue yang di kasih mandat buat ngajak anak baru room tour.“
Kosan Arial itu ada di sebelah kosan Abah, kosan khusus laki-laki. Sedangkan kosan yang di tempati Ara dan teman-temannya lebih cocok di sebut dengan sharing rumah, Dari luar enggak kelihatan seperti kosan, seperti rumah biasa. Namun memiliki 3 lantai di dalamnya.
Di lantai 1 ada ruang TV yang berada di paling depan saat mereka masuk tadi, lalu ada dapur dan ruang makan sekaligus meja makan yang cukup besar. Ara rasa cukup untuk membuat seluruh penghuni kost makan di meja itu, Ara juga lihat ada kolam renang yang bersampingan dengan dapur.
Cukup luas dan mewah untuk seukuran kosan seperti ini, terlebih harganya lumayan terjangkau. Padahal kalau kosan dengan fasilitas seperti ini di Jakarta pasti sudah menembus 3-4 jutaan untuk satu kamar setiap bulannya.
“Nah ini kamar Ara, kamar yang deket sama mini kitchen itu kamarnya Gita. Kayanya sih tadi ada deh bocahnya,” ucap Janu setelah membukakan kamar Ara.
Ara masuk ke kamarnya lebih dulu, ia juga memotret kamarnya yang belum di isi barang-barang miliknya itu untuk ia tunjukkan pada Yuno. Kamarnya enggak bisa di bilang kosong melompong sih, ada ranjang tidur ukuran sedang, meja belajar, lemari baju dan kursi di sana.
Lebih luas dari pada kamar Ara di Jakarta, bahkan kamar miliknya memiliki kamar mandi di dalam. Ara senyum karena merasa puas dengan fasilitas di kosannya kemudian kembali mengekori Janu lagi.
“KEVIN SIALAN!!” tiba-tiba saja mereka semua menoleh ke arah kamar yang Janu bilang tadi itu kamar milik Gita.
“Kenapa tuh si Gita?” tanya Echa heran.
“LO MAU BUNUH GUE APA GIMANA? MAIN TARIK AJA, SAKIT TAU GAK. GUE TUH BELUM SIAP!”
Janu hanya menggeleng-geleng kepala saja dan melangkah ke kamar Gita, Janu ketuk kamar itu beberapa kali karena khawatir. Dia tahu ada Kevin di kamar Gita, tapi enggak tahu apa yang sedang keduanya lakukan di sana.
“HEH KALIAN BERDUA NGAPAIN DI DALEM?” ucap Janu di setiap ketukan pintunya. “BUKA GAK!”
“Apaan sih gak di kunci jug—” ucapan Kevin tertahan, saat ia membuka pintu kamar itu dan kaget melihat sudah ada Echa, Ara dan Arial di depan kamar Gita.
“Kalian berdua ngapain di dalam?” Janu menginterogasi Kevin.
“Lagi nyobain sugar waxing yang di kasih Istrinya Abah kemarin,” Kevin nunjukin hasil waxing dari kaki Gita barusan.
“ORANG GILA!!” Gita tiba-tiba saja muncul dari dalam dan merebut strap waxing yang di pegang Kevin barusan.
Di tempatnya Arial hanya melipat tanganya sembari menggelengkan kepalanya saja, apalagi saat melihat ada Gita menyembul dari balik pintu. Arial itu punya first impression yang buruk saat bertemu Gita pertama kali di puncak, sewaktu ia di ajak Ara liburan bersama.
Dan dia sama sekali enggak menyangka kalau Gita sekarang satu kosan dengan Ara. Dan saat ini, gadis itu melirik ke arah Arial dengan kikuk.
“Bikin panik aja tau gak? Ngapain pintunya pake di tutup segala?” cecar Janu.
“Tadi pintunya nutup sendiri.”
“Hai, Cha, Ra.” Gita nyengir, ia kemudian melirik Arial sekilas. Bingung mau menyapa cowok itu atau tidak, namun karena sungkan, akhirnya ia tetap menyapa Arial. “Hai, Mas Arial.”
“Lama banget gak ketemu kayanya ya?” Arial menaikan satu alisnya.
Mengabaikan ucapan Arial, Gita keluar dari kamarnya demi menyambut Ara yang baru saja pindahan.
“Lo kok gak ngabarin dulu sih, Ra. Kalo udah mau nyampe kosan, kalo tau gini tuh gue bisa nyiapin sambutan bukan malah waxingan gini.”
Ara terkekeh, dia emang lupa ngabarin Gita kalau sudah dekat kosan. Habisnya terlalu asik ngobrol sama Arial di mobil tentang Bandung dan kampus nya, setelah itu Ara juga sempat melakan panggilan video dengan Yuno sebentar.
“Sambutannya udah luar biasa kok, Git.” Ara tersenyum, apalagi saat melihat kaki Gita yang agak sedikit memerah akibat strap waxing yang Kevin cabut tiba-tiba itu.
“Gara-gara Kevin sialan ini!” Gita melirik Kevin tidak terima, sementara yang di lirik hanya mengeluarkan cengirannya saja.
“luas ya sayang, kamarnya juga rapih banget,” ucap Yuno di sebrang sana setelah Ara menunjukan kamarnya.
Kamarnya sudah rapih, sudah di isi oleh barang-barang milik Ara yang ia bawa dari Jakarta. Tentunya di bantu Echa dan Gita untuk merapihkannya, Ara benar-benar suka kamarnya. Apalagi saat membuka jendela kamarnya, udara sejuk serta pepohonan yang rindang menjadi pemandangan yang memanjakan matanya.
Dulu, di kamarnya yang ada di Jakarta. Begitu ia membuka pintu kamar, hanya menyisakan genteng milik tetangga saja. Sama sekali enggak ada pemandangan menarik dari kamarnya dulu, namun suatu hari nanti Ara pasti akan merindukan kamarnya di Jakarta.
“Nanti kalau Kak Yuno pulang, mampir ke Bandung yah. Kakak bisa nginep di kamarnya Januar nanti aku yang bilang sama dia.”
“emangnya gak ada kamar kosong lagi?“
Kedua mata Ara membulat, “emang kamu mau pindah ke Bandung?”
Ara sih berharapnya begitu, walau rasanya enggak mungkin juga Yuno akan pindah ke Bandung dan meninggalkan Jerman serta kuliah kedokterannya.
“kali aja kalau aku di sana bakalan lama kan? Masa mau numpang terus di kamar Janu?“
Ara mengerutkan keningnya, seingatnya di lantai bawah masih ada 1 kamar cowok yang kosong. Persis di sebelah kamar Chaka, tapi Ara enggak tahu kalau sewaktu-waktu kamar itu ada penghuninya, terlebih dia sendiri enggak tahu kapan Yuno akan mampir ke Bandung.
“Ada sih, sisa 1 kamar di bawah. Di samping kamarnya Chaka, tapi kalo kamu ke sini nya masih lama ya gak mungkin kamar itu gak ada yang isi,” jelasnya dengan nada merajuk.
“yaudah nanti aku nebeng di kosan nya Arial aja, apa tidur di kamar kamu aja yah?” goda Yuno yang berhasil membuat semburat kemerahan di pipi Ara itu muncul.
“Kak Yuno!!” pekik Ara malu.
“loh, aku tanya sayangku.“
“Tapi nanti di omelin Mas Iyal kalo kamu tidur disini,” cicitnya.
Di seberang sana, Yuno hanya terkekeh. Suara kekehannya itu persis suara Bapak-Bapak, terdengar sangat berat dan ngebass apalagi kalau sedang bersin.
“Gak lah, mana mungkin aku kurang ajar begitu.” dari layar ponselnya, Ara bisa melihat Yuno seperti tengah berbicara dengan orang yang berada di sampingnya. Ara tersenyum, apalagi ia bisa mendengar jika Yuno sudah makin mahir dengan bahasa Jerman.
“hm, princess? Kayanya aku harus matiin dulu telfonnya gapapa? Sebentar lagi Prof nya mau masuk, nanti kalau sudah sampai apart aku telfon kamu lagi, gapapa sayang?“
Ara mengangguk, “gapapa kok, Kak. Semangat yah.”
Ara melambaikan tanganya sebelum akhirnya Yuno hilang dari layar ponsel miliknya. Setelah melakukan panggilan video dengan Yuno, Ara menghela nafasnya. Melihat foto-foto dirinya dan Yuno yang ia pajang di meja belajarnya, Ara bilang foto itu bisa menjadi semangat belajarnya.
“Jadi makin kangennn!!!” Ara mengambil foto Yuno, kemudian memeluknya dengan gemas.