12. Tentang

Setelah 15 hari Gita di rawat di rumah sakit, akhirnya Gita di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Dokter yang menangani Gita bilang kalau Gita enggak perlu pengawasan lagi karena kondisinya sudah jauh lebih stabil, sayangnya ada kenyataan pahit lagi yang harus Gita terima.

Dia dan Mama nya enggak bisa pulang ke rumah yang dulu mereka tempati, keluarga Artedja menyita seluruh aset atas nama Papa nya. Dan itu membuat Gita dan Mama nya terpaksa harus tinggal sementara di rumah Yuno, jadi pagi ini Yuno dan Mama nya membantu Gita untuk memindahkan beberapa barang milik Gita ke kamar Gita yang ada di rumah Yuno.

Gita juga belum pulang ke Bandung, kemungkinan lusa dia akan kembali ke sana. Tentunya bersama Yuno, Yuno sudah libur kuliah lebih dulu. Dan dia memutuskan untuk berlibur di Bandung sekalian menjaga Gita juga disana. Yuno mau tahu bagaimana kehidupan Adiknya itu selama di Bandung.

“Si Kevin belum ke sini juga?” Yuno ikut bergabung duduk di ruang tamu bersama Januar dan Chaka yang baru saja tiba di rumahnya.

Gita hanya menggeleng, “libur gini dia ada acara keluarga.”

“Dia gak ngontak elo sama sekali, Nyil?” tanya Chaka sembari mengunyah kastangel yang dari tadi ada di pangkuannya.

“Masih kok, lewat Mama. HP gue kan masih di pegang Mama.” sejak masuk rumah sakit sampai sekarang, Gita masih belum di berikan HP nya. Makanya Kevin hanya bisa mengontaknya melalui Mama nya. “Tapi gue ngerasa ada yang ngeganjel, kenapa yah?”

Yuno menaikan sebelah alisnya, emang aneh menurutnya. Selama Gita berada di rumah sakit, Kevin hanya menjenguknya sekali. Dan setelahnya cowok itu enggak pernah kelihatan jenguk Gita lagi, malahan lebih banyak Arial, Janu dan Chaka yang bolak balik ke rumah sakit.

Ah, soal Arial. Jika biasanya Yuno dan Arial tampak akrab saat bertemu dan banyak membicarakan hal-hal apa saja, lain hal nya saat ini. Arial hanya mengajaknya bicara seperlu nya saja, itu pun dengan nada bicara yang dingin dan tatapan mata sinis.

Yuno merasa Arial berubah, mungkin sebagai Kakak sepupu dari Ara. Ada sisi Arial yang tidak terima jika nyatanya Yuno memang sudah menyakiti Adik sepupunya itu. Jadi, Yuno bisa maklumi perubahan sikap Arial padanya.

“Ganjel kenapa?” tanya Yuno.

“Ya gitu, gak tau deh.” Gita menggedikan bahu nya, bingung harus menjelaskannya bagaimana atau ini hanya perasaanya saja.

“Tapi kalo kata gue lo sama Kevin tuh gak cocok pacaran tau, Nyil,” samber Janu tiba-tiba.

“Kata gue juga,” balas Chaka. Yuno yang melihat itu hanya terkekeh dan menggeleng saja, dua teman Adiknya itu seperti pakar pasangan saja gayanya.

“Kalian ini emang tipe sohib spek monyet banget tau gak? Bukanya supportif kek sama temen sendiri,” hardik Gita pada Chaka dan Janu.

“Dih, emang iya. Yang selalu ada buat lo tuh malahan Bang Ril. Waktu lo di pukulin sama anak ILPOL siapa yang nolongin? Bang Ril kan, yang nungguin di rumah sakit juga Bang Ril.”

Mendengar itu Yuno mengerutkan keningnya, benarkah? Arial yang lebih banyak ada untuk Gita di banding Kevin? Karna setahu Yuno selama di Jakarta dulu, Kevin lebih banyak menemani Gita. Termasuk di masa-masa sulit Adiknya itu, lalu kenapa saat ini Kevin bahkan enggak ada di saat Gita sangat membutuhkan cowok itu?

“Serius?” Yuno menegapkan tubuhnya, tadinya dia bersandar di sofa.

“Janu bajingan...” Gita berbisik, ia memejamkan matanya kesal. Kalau udah enggak ada Yuno ia yakin Janu pasti sudah di hajarnya.

“Serius, Bang.” Janu mengangguk. “Makanya gue lebih setuju lo sama Bang Ril.”

“Gue juga!” imbuh Chaka ikut-ikutan.

“Eh jangan gitu nanti kalo dia baper beneran gimana?” Yuno terkekeh dan menendang kecil kaki Adik sepupunya itu, tenang aja enggak kencang kok Yuno masih sayang Gita.

“Dih, apaan sih! Mending lo tuh Kak cari pacar lagi sana udah move on belum?” Gita mengalihkan pembicaraan, agak sedikit salah tingkah dan bingung harus bersikap bagaimana saat kedua temannya sudah mulai menyinggung Arial.

“Lah? Bang Yuno sama Ara putus?” pekik Chaka kaget. “Seriusan?”

“Yeeeee kemana aja lo?” Janu menoyor kepala Chaka gemas. “Udah ada sebulan yang lalu kali mereka putusnya.”

“Dihhh, kok bisa?” Chaka menelan kastangel yang tadi dia kunyah dengan susah payah. “Maksudnya, kok bisa gue gak tau?”

“Yah lo sibuk gak karuan sih, lo balik dari kampus aja selalu malem. Terus sekalinya di kosan juga sibuk sama endorse lo itu.” karena jumlah followers Chaka yang melesat dan beberapa kali cowok itu bikin konten OOTD, ada beberapa brand fashion yang mulai menghubungi Chaka dan mengirimkan barang untuk Chaka promosikan di akun miliknya, gak cuma dari brand fashion bahkan Chaka juga di endorse parfum dan beberapa merk skincare.

“Lo jadi selebgram, Ka?” Yuno terkekeh, enggak nyangka kalau Chaka dapet endorse.

“Yoi, Bang. Lumayan buat nambah jajan, sisa nya mau gue tabung biar jadi crazy rich Chaka.”

“Lu mah kebagian crazy nya doang,” kata Janu sembari terkekeh pelan.

“Eh tapi seriusan Bang lo beneran putus sama Ara? Jangan-jangan yang waktu itu gue liat Ara lagi nangis di balkon lagi.” Chaka masih ingat banget Ara nangis di balkon kamar Julian dan Julian yang memeluknya. Dia mulai mikir apa mungkin hari itu Ara dan Yuno sepakat mengakhiri hubungannya? Pikir Chaka.

Yuno mengangguk, “dia pernah nangis?”

“Iya pernah waktu itu di balkon kamar—mmmpphhh.” belum sempat Chaka melanjutkan ucapannya Janu malah membekap mulut cowok itu dengan kedua tangannya meski Chaka terus meronta.

“Di balkon lantai 2, Bang.” ralat Janu, ia akhirnya melepaskan tangannya itu dari mulut Chaka karena cowok itu malah menjilat tangannya.

“Bajingan lu, asin banget tangan lu monyet!!” Pekik Chaka.

“Lu juga ngapain jilat tangan gue!”

“Berisik lu berdua, mendingan bantuin gue nih bikin portofolio buat Milkcocoa,” imbuh Gita menghentikan perdebatan Janu dan Chaka.

Sementara Yuno terdiam di kursinya, dia jadi mikirin gimana Ara nangis waktu itu meski Yuno sendiri gak tau hari yang Chaka maksud itu apa benar harinya dan Ara putus atau bukan. Pasalnya, Yuno ingat sekali keduanya sepakat mengakhiri hubungan saat Ara berada di Bogor. Lalu kenapa Chaka bilang dia pernah melihatnya menangis di balkon?


“Jadi lo bakalan nemenin Gita ke Bandung? Yakin kuat lo, No?” tanya Jo.

Siang itu Yuno sempat bertemu dengan Jo di cafe cowok itu, rencanannya sebelum ke Bandung dia mau ketemu sama teman-temannya dulu. Tio yang mengajak mereka bertemu untuk tanding futsal, rasanya sudah lama sekali Yuno enggak bermain futsal dengan mereka.

“Mau gimana lagi, gue juga ngerasa belum selesai, Bang.” Yuno melamun, melihat genangan air yang berada di bawah gelas berisi ice americano yang ia pesan barusan.

“Belum selesai?”

Yuno mengangguk, “masih banyak yang ngeganjel. Kaya gue belum nanya lebih jauh kenapa dia bisa nuduh gue selingkuh sama Ann, sama soal jepit rambut yang dia maksud.”

“Tapi lo gak selingkuh kan, No?” Jo memajukan kursinya, menelisik wajah kawan lamannya itu. Meski Jo yakin Yuno bukanlah tipe laki-laki seperti itu, tapi tidak ada salahnya dia bertanya lagi kan. Siapa tahu Jerman banyak mengubah Aryuno yang Jo kenal.

“Lo kenal gue, Bang. Buat deket sama cewek aja gue susah, Ara tuh cewek pertama gue.”

Jo mengangguk, agak lega mendengarnya. Yuno enggak berubah ternyata, masih menjadi Aryuno yang ia kenal. “Lo masih sayang tapi sama dia? Kenapa waktu itu lo mau-mau aja putus pas dia minta?”

Yuno menghela nafasnya pelan, katakan saat itu ia juga gegabah dalam mengambil keputusan. Namun, ada kalanya Yuno berpikir jika itu adalah keputusan yang tepat. Karena Ara merasa selalu tersakiti menjadi pihak yang selalu menunggu, dan Yuno enggak mau terus menerus menyakiti gadis itu tanpa ia sadari.

Jujur saja, jarak dan rentang waktu 5 sampai 6 jam membuat Yuno kalang kabut membagi waktu antara kuliah, menjadi asisten dosen, mengerjakan tugas dan waktunya untuk Ara. Belum lagi beberapa kali ia jatuh sakit.

“Gue pikir dengan udahan, gue gak akan bikin dia sakit lagi Bang. Gue gegabah jujur, waktu itu kondisi gue juga enggak stabil karena kepergian Ann.”

Jo menghela nafasnya pelan, dari cerita Yuno tentang Ara dan Ann sedikit banyaknya Jo bisa mengambil garis besarnya. “Lo ngerasa bersalah udah nolak Ann dan gak tau kalo hari itu jadi hari terakhir lo lihat dia?” tebak Jo.

Yuno mengangguk.

“Gini yah, No. Menurut gue gak ada salahnya lo nolak Ann, lo udah ada cewek dan itu bukan kesalahan lo juga. Lo gak perlu ngerasa bersalah, toh gak ada yang tahu kalo hari itu Ann juga bakalan kecelakaan.”

Yuno hanya diam, ucapan Jo benar. Tindakannya tidak ada yang salah, toh tidak ada yang tahu jika hari itu Ann akan kecelakaan. Ia juga yakin, Ann tidak ingin melihatnya terus merasa bersalah atas kesalahan yang tidak pernah Yuno lakukan.

“Kalo lo masih sayang sama Ara, kejar dia lagi, No.”

“Masalahnya ada cowok yang lagi deket sama dia, Bang. Gue juga takut kalo gue balik gue bakalan nyakitin dia lagi karena terus-terusan bikin dia nunggu.”

“Yaudah, terus lo maunya gimana?”

Yuno hanya menggeleng pelan, masih bingung maunya apa. Yuno hanya berencana untuk meluruskan kesalahpahaman Ara padannya, ada banyak hal yang ingin Yuno bicarakan pada Ara.

Tidak lama kemudian perhatian Yuno terintrupsi, ketika seorang gadis di ujung sana memanggil Jo. Wajahnya enggak asing, seperti Yuno pernah melihat gadis itu tapi ia lupa dimana.

“Siapa Bang?” tanya Yuno.

“Jenara,” Jo terkekeh, tadi Jenara memanggilnya untuk memberikan cake. untuk Yuno.

“Jenara Kim? Seriusan?” pekik Yuno kaget, ia melihat kembali wajah gadis yang berada di belakang showcase itu. Jenara sedang menyusun beberapa cake disana.

“Iya, liatinnya biasa aja kali, No.”

“Lo pacaran sama dia?”

Jo mengangguk malu-malu, dan itu membuat kedua mata Yuno membelalak kaget. “Kok selera nya Jenara jadi jatoh gini sih?”

“Sialan lu,” Jo terkekeh, kemudian menyenggol bahu Yuno. Menginsyarakatkan pada cowok itu untuk mencicipi cake nya. “Cobain nih, varian baru rasa pistacio kesukaan lo kan?”