13. Sisi Gelap Dunia Malam

“Ini gak cocok.”

“Yang ini juga.”

“Ihhh ini apaan.”

Hampir satu lemari bajunya Ara keluarkan namun belum ada dress yang cocok ia kenakan untuknya pergi malam ini, karena ada kerja sama antara HIMA PSI dan HIMA FEB Ara jadi kenal dengan beberapa Kakak tingkatnya di fakultas FEB, malam itu ia dapat undangan ulang tahun ke sebuah club malam yang ada di Bandung.

Ini untuk pertama kalinya ia datang ke club malam, sebenernya Ara ngerasa enggak nyaman harus datang ke tempat seperti itu. Namun Kakak tingkatnya itu agak sedikit memaksanya, yah untung nya dia enggak datang sendirian. Ada Sharen juga yang datang bersama nya malam ini.

“Nah yang ini kayanya cocok deh,” pekik Ara begitu melihat dress di atas lutut dengan warna maroon, dress yang nampak begitu sederhana namun elegan dengan perpotongan A line di dada nya. Dress dengan tali menyerupai spaghetti itu membuat bahu mulusnya terpampang.

Dulu dress itu pemberian dari Kinan saat ia ulang tahun ke 17 tahun, waktu itu masih agak sedikit kebesaran di Ara. Namun sekarang dress itu nampak pas di tubuh rampingnya, Ara memakai anting dengan model menggantung di telinganya, rambut panjangnya ia biarkan begitu saja. Setelah memakai parfum, ia mengambil ponselnya.

Sharen sudah datang menjemputnya, sebelum pergi Ara sempat mengunci pintu kamarnya dulu. Begitu ia turun tidak sengaja ia berpapasan dengan Yuno yang juga ingin naik ke lantai 2.

Cowok itu melihat pakaian yang Ara pakai dari atas sampai bawah, agak sedikit kagum meski kaget karena Ara enggak pernah terlihat sedewasa sekaligus sexy seperti ini. Di mata Yuno, gadis itu hanya gadis sederhana yang selalu cantik di matanya meski hanya mengenakan pakaian rumahan saja.

“Kamu mau kemana?” tanya Yuno.

Ara sempat bingung mau menjawab apa, ia memendarkan pandangannya ke arah lain agar matanya tidak bertemu dengan mata Yuno, bertatapan langsung dengannya seperti ini seperti menjadi salah satu kelemahan terbarunya saat ini.

“Ada acara, Kak.”

“Acara apa?”

Birthday party kating aku.”

Yuno memejamkan matanya sebentar, ego nya mendesaknya untuk melarang Ara pergi dengan pakaian seperti itu. Namun otaknya menyadarkan jika saat ini ia bukan siapa-siapa lagi untuk gadis itu, tidak ada hak untuk melarang.

“Aku antar ya?” jika Yuno tidak bisa melarangnya, setidaknya dia harus tahu dimana Ara pergi. Dia enggak ingin Ara dalam bahaya, karena rasanya perasaanya tidak enak.

“Aku di jemput teman,” Ara tersenyum kikuk. “Duluan yah, Kak.”

Gadis itu berjalan melewati Yuno dan turun dari tangga, Yuno sempat menimang-nimang untuk pergi mengikuti kemana Ara pergi atau tidak. Sampai akhirnya ia memilih untuk membuntuti gadis itu diam-diam, buru-buru ia sambar kunci mobilnya yang tadi ia taruh di meja TV lantai 1 dan melesat begitu saja keluar dari sana.

Arial, Kevin, Gita dan Chaka yang memanggil Yuno demi bertanya mau kemana cowok itu pergi saja sampai tidak Yuno gubris sama sekali. Dan benar saja dugaanya, mobil yang di kendarai teman kampus Ara itu berhenti di sebuah parkiran club malam.

Sial nya Yuno enggak pakai-pakaian yang lebih rapih untuk masuk ke dalam club, ia hanya mengenakan kaus rumahan di tambah luaran kemeja tipis, yah beruntung nya malam itu kebetulan Yuno sedang memakai celana jeans, yah siapa yang menyangka kalau Ara benar-benar akan pergi ke club malam itu. Dan beruntung nya, Yuno tetap di perbolehkan masuk oleh penjaganya.

Ara yang masuk lebih dulu itu nampak asing dan sedikit tidak nyaman disana, ia baru tau kalau club akan seberisik dan sebau rokok ini. Apalagi saat ia melihat ke lantai dansa, beberapa orang menari di sana seperti orang yang tidak punya beban pikiran apapun.

Happy birthday Teh Celine,” Sharen menyalami Celine, memeluk gadis itu dan memberikan hadiah yang sudah ia siapkan sebelumnya.

“Sharen, thanks banget udah datang.”

Setelah memeluk Sharen, kini giliran Ara. Ia menaruh hadiah-hadiah itu di meja yang sudah di sediakan dan memeluk Celine.

happy birthday yah, Teh,” ucap Ara.

thank you loh, Ra. Udah datang.” Celine tersenyum, memperhatikan penampilan Ara yang tampak berbeda malam itu. Jujur saja, Celine enggak nyangka Ara akan datang dengan dress yang tampak sexy malam ini. Mengingat gadis itu selalu memakai baju tertutup saat di kampus.

“Sumpah yah, aku enggak nyangka kamu secantik dan wowww. you looks so sexy.

Ara nampak kikuk, apalagi bukan hanya Celine yang melihat dengan kagum ke arahnya. Ada 2 cowok di belakang Celine dari fakultas FEB juga yang melihat ke arah Ara dengan pandangan kagum.

“Makasih, Teh.”

“Yaudah, ke sana gih. Nikmatin party nya. Aku tau ini pertama kalinya kamu masuk ke club kan?” tebak Celine yang di jawab anggukan oleh Ara. “Yaudah, kalo gitu nanti aku minta bartender nya bikinin minuman yang spesial buat kamu.”

Ara hanya mengangguk saja, dia juga enggak akan minum itu kok. Sharen sudah janji akan meminum minuman yang di berikan untuk Ara jika itu alkohol. Akhirnya, keduanya berjalan menyusuri beberapa orang yang tampak berlalu lalang di sana. Ara bahkan menyibak tangannya sendiri karena tidak tahan dengan bau rokok, dalam hati dia berdoa semoga asma nya enggak kambuh karna menghirup asap rokok malam ini.

Mereka memilih duduk di depan bartender dengan kursi yang agak sedikit tinggi, Ara gak nyangka dress yang ia pakai malam itu akan sangat naik hingga menampakan kaki jenjang nya dan itu sangat membuatnya tidak nyaman. Belum lagi ia tidak membawa kain atau jaket untuk menutupi kakinya, alhasil dress yang agak sedikit naik itu Ara agak tarik agar setidaknya menutupi paha nya.

“Ra, ke sana yuk? Kayanya asik deh. Dari pada duduk doang disini, nanti di godain gadun lagi,” Sharen menunjuk lantai dansa yang malam itu nampak sumuk, maklum saja ini malam minggu.

“Enggak ah, gue disini aja. Lo aja sana.”

“Beneran gak mau?”

Ara hanya menggeleng.

“Yaudah gue ke sana yah.”

Selepas Sharen pergi, Ara sempat memesan segelas cola untuknya. Ia tidak minum minuman yang di berikan oleh Celine, bau alkoholnya saja sudah sangat menyengat. Dia gak yakin rasanya akan sangat masuk ke selera minuman kesukaannya.

Sekali sesapan pada cola yang ia pesan, Ara menumpukan kepalanya di meja sembari memikirkan banyak hal. Terutama pada hubungannya dengan Yuno dan juga Julian, sampai ia tidak sadar jika cowok yang ada di belakang Celine tadi kini menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

“Hai,” sapa cowok itu, tubuhnya tegap dengan kumis dan rambut yang agak sedikit gondrong itu. Perawakannya mirip orang Timur Tengah.

“Hai.”

“Datang sama siapa tadi?” tanya cowok itu basa basi.

“Sama temen, tapi malah asik sendiri anaknya.” Ara menunjuk Sharen yang sedang mengobrol dengan cowok di lantai dansa, yup. Sharen memang mudah akrab dengan orang lain, gak heran kalau gadis itu memiliki banyak teman bahkan dari lintas jurusan.

“Kenalin, gue Sadam FEB'14” cowok itu menjulurkan tangannya ke Ara, dan Ara menyambutnya. Enggak enak, bagaimanapun cowok bernama Saddam itu senior nya meski bukan Kakak tingkat di jurusannya.

“Ara PSI'16, A.”

“Ey, jangan panggil Aa. Gue bukan orang Bandung kok tuan putri, cukup panggil Saddam aja, bisa?”

Jujur saja, Ara bergedik geli mendengar cowok itu memanggilnya dengan sebutan tuan putri, benar-benar klise dan nada bicaranya tampak seperti cowok mesum yang sedang merayu.

“Iya,” jawab Ara sekena nya.

let me guess, kamu duduk di club dan pesan cola, kamu pasti cewek nerd yang enggak pernah ke club yah?” tebaknya.

Ara hanya menyeringai, bisa-bisa nya baru pertama kali kenalan dan cowok itu sudah melebelinya dengan cewek nerd? sangat tidak sopan, pikir Ara.

“Gak ada waktu dan gak berminat juga buat ke tempat kaya gini.”

“Oh ya?”

Ara mengangguk, “aku enggak suka keramaian.”

wow you're a nerd another level, sekali-kali kamu harus sering main ke sini. Asik lagi, jangan selalu di zona nyaman kamu terus. Kamu juga harus tau dunia luar kaya apa.”

Cowok itu memberi insyarat pada bartender yang tadi sedang sibuk meracik minuman, cowok bernama Saddam itu memesan 2 minuman untuknya dan untuk Ara.

“Sekali kayanya cukup, tempat kaya gini gak bikin aku nyaman.” ucap Ara.

Cowok bernama Saddam itu terkekeh, kemudian memberikan shot glass untuk Ara yang sudah di isi dengan minuman dan es di dalamnya.

“Cobain deh, ini lebih enak dari pada cola punya kamu.”

Ara diam, dia menelisik minuman itu. Sebenarnya dia penasaran kaya apa sih minuman alkohol itu, sampai-sampai Kevin dan Janu suka banget minum. Ah gak cuma itu, Gita juga pernah minum walau gadis itu gak pernah menawarinya. Karena Gita tahu Ara enggak akan mau.

Imannya sedikit goyah, jadi Ara ambil gelas itu dan ia cicipi isinya sedikit. Rasanya asing, dingin sekaligus panas begitu minuman itu masuk ke mulutnya dan sedikit pahit waktu ia menelannya, tapi tidak lama kemudian ada sensasi manis yang keluar.

“Enak?” tanya Saddam. Dan Ara mengangguk, ternyata rasanya enggak seburuk itu juga.

Saddam tersenyum, ia sempat memesan minum itu lagi untuk Ara sembari mengajak gadis itu terus bicara. Namun lama kelamaan kepala Ara berat juga, pandangannya juga mengabur beberapa kali dan tubuhnya terasa sedikit panas di tempat yang malam itu lumayan dingin. Mengingat pakaian yang Ara pakai cukup terbuka.

Karena untuk pertama kalinya minum, Ara jadi mudah sekali mabuk. Belum lagi Saddam memberikan beberaoa gelas minuman untuknya.

“Kenapa, kepala kamu sakit yah?” tanya Saddam, ia mendekatkan dirinya ke Ara memegang pinggang gadis itu dan berusaha menaru kepala Ara ke bahunya.

“Kepala.. Aku pusing..” Ara memegangi kepalanya, pandangannya semakin mengabur.

Ara benar-benar sudah mabuk, dan kondisinya yang seperti itu Saddam manfaatkan untuk membawa gadis itu ke private room, namun belum sempat Saddam menyentuh Ara tiba-tiba saja ada seseorang yang mendorongnya dan menghajarnya hingga Saddam jatuh.

Dan aksi itu membuat semua orang yang ada di club jadi panik, apalagi saat Saddam bangun dan ingin membalas hajaran cowok itu. Namun sayangnya, bogem mentah itu melesat. Itu Yuno, ia berhasil menghindari tinjuan itu dan malah balik menghajar Saddam hingga darah segar mengalir dari sudut bibir cowok berketurunan Timur Tengah itu.

“BAJINGAN, LO MAU APAIN CEWEK GUE?!” teriak Yuno.

“Cewek lo?” Saddam menunjuk Ara yang nampak meremas rambutnya di meja bartender.

“Iya kenapa? Mau lo apain dia?!” bentak Yuno naik pitam, tadi Yuno sempat susah mencari Ara karna club ini terdiri dari 2 lantai dan cukup luas. Sampai akhirnya Yuno menemukan Ara yang sudah mabuk dan nyaris di gerayangi oleh cowok.

Saddam yang di teriaki seperti itu hanya diam, apalagi kini semua mata tertuju ke arahnya. Bahkan ada senior dan beberapa adik tingkatnya di FEB yang juga melihat ke arahnya.

“Sekali lagi lo sentuh cewek gue, gue matiin lo!” sentak Yuno sebelum ia menghampiri Ara dan membawa gadis itu keluar dari sana.

Beruntung nya Ara enggak meronta sama sekali, ia malah berpegangan pada bahu Yuno dan sesekali memeluknya.

“Mmh? Ini siapa sih? Kok ganteng banget?” Ara tersenyum waktu Yuno membopongnya keluar club, mereka sedang berjalan ke parkiran mobil.

“Ini aku, Ra. Yuno.”

“Pangeran yah?” Ara terkekeh, wajahnya memerah dan ia bergelayut manja di leher Yuno. “Kita mau kemana sih?”

“Kita pulang yah?”

Yuno membuka mobilnya, membawa Ara masuk ke dalam mobilnya meski agak sedikit sulit karena kini gadis itu menggerayangi dada hingga ke perutnya.

“Ra?? Hey? Kamu mau ngapain?” tanya Yuno, ia menahan tangan Ara untuk menaikan kaus yang ia pakai. “dia mau nelanjangin gue apa gimaaan?” pikir Yuno.

“Kak Yuno yah ini?”

“Iya ini aku.”

“Mmhh.. Kak Yuno.. Aku mau kamu.” Ara memukul dada Yuno manja, kemudian menarik tengkuk leher cowok itu dan mencium bibir Yuno.

Sungguh, Yuno sangat merindukan kecupan gadis itu. Namun melihat kondisi Ara yang rawan seperti ini membuat Yuno kalang kabut juga karena kini tangan gadis itu sudah menjalar masuk ke baju yang ia kenakan.

“Ra.. Ra.. Hey, gak gini yah.” Yuno melepaskan ciuman itu, menarik seatbelt dan memasangkannya di tubuh Ara.

“Kak Yuno.. Kenapa gak mau aku cium? Aku mau kamu, Kak.”

Tangan Ara kini berusaha menurunkan dress miliknya, Yuno yang melihat itu panik bukan main, ia tahan tangan Ara untuk membuka dress yang di pakai nya dengan buru-buru.

“Ra..hey mau ngapain?”

“Kak, gerah.. Aku mau kamu Kak.. please. aku mau di cium, mau di sayang-sayang.” Ara merengek seperti seorang anak kecil yang meminta di belikan sesuatu.

Kepala Yuno jadi ikutan pening juga, apalagi saat Ara kembali mencoba menciumnya lagi. Yuno rindu bibir ranum gadis itu, tapi Yuno juga tidak ingin mencium Ara dengan kondisi Ara yang seperti ini. Ia tidak ingin lepas kendali dan berujung penyesalan keesokan paginya.

“Ra.. Jangan gini, kita pulang aja ya..” buru-buru Yuno lepaskan tangan Ara di bahu nya dan ia tutup pintu mobilnya, Yuno agak sedikit berlari dan masuk ke kursi kemudi.

Namun siapa sangka jika Ara justru membuka seatbelt nya dan merangkak duduk di pangkuan Yuno. Gadis itu dengan terburu-buru mengecup bibir Yuno, menggigitnya sekali dan mengecapi rasa bibir Yuno yang sangat ia dambakan.

Tubuh Yuno meremang, biar bagaimana pun juga ia laki-laki normal yang memiliki hormon di tubuhnya, apalagi saat Ara mengelus tengkuk lehernya dan kemudian turun mengusap dada bidangnya itu. Rasanya sebentar lagi pertahanan Yuno akan runtuh.

“mmhh..” erang Ara, saat dirasa Yuno membalas ciuman nya. Apalagi saat tangan cowok itu berada di pinggangnya, dan sedikit mengusapnya.

Kesadaran Yuno akhirnya kembali penuh saat ponsel yang ia taruh di dasboard mobilnya berbunyi, buru-buru ia lepaskan ciuman Ara dan membenarkan posisi duduk Ara kembali seperti semula.

“Kak... Kenapa di lepas..” rengeknya.

“Ra.. Jangan gini, ini salah banget. Aku gak mau kaya gini.”

“Aku maunya kamu!! Cuma kamu yah kamu!! Kamu tuh emang udah enggak sayang sama aku ya?” demi alkohol yang mendominasinya saat ini, Ara bisa merasakan adanya penolakan yang Yuno berikan untuknya. Ada cubitan halus yang membuat dada nya sedikit ngilu.

“Aku sayang sama kamu, Ra. Enggak ada yang berubah. Aku nolak kamu kaya gini karena aku sayang.” kedua mata mereka bertemu, mata Yuno juga berlinang menahan sedih.

Ia sangat merindukan Ara, sungguh, dan ia menyesali keterlambatannya menemukan Ara di dalam sana sampai Ara harus mabuk dalam kondisi seperti ini. Yuno bahkan enggak bisa bayangin apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia tidak datang.

“Kita pulang yah, duduk yang benar yah. Nanti kita ke mini market beli minuman pereda pengar buat kamu.” ucapan Yuno kembali melembut. Dan Ara mengangguk, rasanya kesadarannya sedikit terkumpul.

“Kak Yuno?” panggil Ara.

“Ya?”

“Kamu masih sayang aku ya?”

Yuno melihat ke arah gadis itu dan mengangguk. “Selalu.”

“Jangan tinggalin aku lagi, aku mau ikut kamu. Kemana aja, kamu kalo ee juga aku bakalan mau ikut.” Ara memberikan dua tanganya di depan Yuno, tersenyum manis hingga kedua pipinya itu merona.

“Ini apa?” tanya Yuno bingung.

“Borgol aja di tangan kamu biar kita sama-sama terus.”

Yuno hanya terkekeh, namun tidak bisa ia bohongi jika buncahan di perutnya itu masih ada. Kupingnya memerah karena Yuno malu setengah mati mendengar ucapan dari gadisnya yang sedang mabuk itu.