Empat Belas— Menunggu Kabar

Ara sudah kembali ke Jakarta, Ia harus menyiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi, kemarin, Ara baru saja selesai untuk melakukan test masuk universitas yang menjadi tujuannya. Dia hanya tinggal menunggu pengumuman seleksinya saja, sembari sesekali menyiapkan data dirinya.

alhasil komunikasinya dengan Yuno juga berkurang, apalagi Yuno juga sudah mulai masuk kuliah, otomatis cowok itu juga semakin sibuk. Ara cukup mengerti awalnya, walau terkadang ia suka merasa uring-uringan karena lagi-lagi ia harus menjadi pihak yang menunggu.

belum lagi, ia harus bertarung melawan isi kepalanya sendiri. sejak ia mengetahui jika Yuno megajak gadis lain lebih dulu ke apartemen nya, jujur saja rasa kepercayaan Ara dengan cowok itu sedikit berkurang.

seperti sekarang ini, setelah selesai membersihkan kamarnya, tadi siang Yuno berjanji untuk melakukan panggilan video dengan Ara jika gadis itu sudah selesai membersihkan kamarnya, namun nyatanya sudah satu jam ia menunggu kabar dari cowok itu, namun Yuno tak kunjung mengabarinya.

Ara menghela nafasnya pelan, akhrinya ia mencoba menelfon Echa. ia pikir ia harus bercerita tentang hal-hal yang menganggunya akhir-akhir ini, mungkin saja ia butuh sudut pandang lain untuk ia mintai pendapat, baru tiga kali nada sambung terdengar di ponselnya, tidak lama kemudian Ara mendengar suara Echa di sebrang sana.

hallo, Ra?

“Cha, lagi sibuk gak?”

enggak nih, lagi nyantai aja gue, kenapa?

Ara bangun dari kursi meja belajarnya, ia berpindah ke atas ranjangnya dan duduk di atas sana sembari memeluk boneka berbentuk kucing dari Kak Yuno itu, “gue mau cerita aja.”

kenapa sih? soal Bokap lo lagi yang masih mempertimbangkan lo bakalan ngekost?” tebak Echa, kemarin-kemarin Ara memang sering bercerita soal Papa nya yang masih kurang setuju jika Ara harus menjadi anak kost.

“bukan, Cha. ini soal Kak Yuno.”

di sebrang sana Ara bisa mendengar suara helaan nafas Echa, “kenapa lagi sama cowok lo? kangen?” tebak Echa.

Biasanya Ara kalau lagi kangen sama Yuno dan gak bisa menghubungi cowok itu karena perbedaan waktu, atau karena Yuno sedang sibuk, maka Echa lah yang menjadi tempat pelampiasan Ara dengan segala rengekan gadis itu. Echa sih udah biasa, toh kalau sedang bertengkar dengan Janu, ia juga suka merengek pada Ara.

“kalo kangen mah jangan di tanya, selama LDR gue selalu kangen sama Kak Yuno.” memang benar kan, selama menjalin hubungan jarak jauh dengan Yuno. Ara lebih sering merindukan cowok itu apalagi jika ia mendatangi tempat-tempat yang pernah ia datangi dulu bersama Yuno dan kini ia harus datang sendirian.

terus?

“Cha, waktu gue ke Heidelberg nyusul Kak Yuno ada hal yang bikin gue kepikiran, apa aja yang dia lakuin waktu gak sama gue.” Ara mengigit bibirnya sendiri, walau menganggu pikiranya ia sedikit ragu untuk menceritakan hal ini sama Echa, ia gak mau Echa beranggapan kalau ia terlalu posesif sama Yuno.

aneh gimana? ih, lo tuh ya, kalo cerita jangan setengah-setengah kenapa sih,” keluh Echa di seberang sana.

“iya, jadi apartemen Kak Yuno kan ada dua kamar nah gue kan tidur di kamar tamu apartemen Kak Yuno ya, terus waktu gue mau tidur gue gak sengaja nendang jepit rambut, Cha. Yang ada di dekat ranjang gue tidur.”

hah? maksudnya?

“iya, ada jepit rambut cewek di kamar tamu nya Kak Yuno.”

terus-terus?

“waktu mau gue tidur, gue juga baru sadar kalo di bantal yang gue pake ada rambut yang jatuh ke atas bantalnya, gue pikir itu rambut cewek karena sepanjang itu, Cha. warna nya bloonde.” Ara gak mungkin salah mengira, selain ucapan dari Ann waktu itu, Ara sendiri sudah memastikan jika rambut itu benar-benar milik Ann.

tunggu-tunggu, jangan bilang lo overthinking dan mikir kalo Kak Yuno bawa cewek lain ke apartemen nya terus tidur di kamar itu?” tebak Echa, yang dalam hati Ara ia benarkan ucapan itu.

“gue tuh bukan cuma overthing dan mikir kaya gitu, Cha. gue bahkan udah mastiin sendiri dan tau itu rambut siapa.”

rambut siapa?

Kali ini Echa yang di buat penasaran, jujur saja Echa gak pernah kepikiran Yuno bisa menjadi cowok brengsek yang bisa menyakiti temannya itu. toh, selama ini meski banyak yang menyukai, Yuno tetap setia dengan Ara kan? yah, tapi Echa tidak tahu jika Jerman dan kehidupan penuh kebebasan di sana bisa merubahnya.

Bukankah, sejatinya kita tidak pernah tahu isi hati seseorang? Kerap kali kita sering menilai orang baik, namun nyatanya kata baik jauh dari orang yang kita nilai itu.

“hari ke empat gue di sana, Kak Yuno ngenalin temen-temenya di sana ke gue. dia bawa temen-temennya ke rumah, sampai gue kenal sama satu cewek yang gue curigain kalo dia yang punya jepit rambut itu, apalagi rambutnya sama persis kaya yang gue temuin di bantal. tapi, Cha.”

Awalnya Ara memang hanya merasa curiga saja, sampai akhirnya Ann sendiri lah yang bilang secara tidak langsung jika rambut dan jepit rambut itu memang benar miliknya.

“kecurigaan gue terbukti. si cewek itu yang bilang sendiri ke gue kalo dia sempet main ke apartemen Kak Yuno sebelum gue datang. dia bilang kalo dia sama Kak Yuno juga sempet ke Altstadt,” jelas Ara.

Yuno memang cerita kalau itu bukan pertama kalinya ia datang ke Altstadt, Yuno sudah pernah ke Altstadt dengan seorang temannya, tapi waktu itu Ara berpikir jika teman yang Yuno maksud mungkin Josep atau teman pria lainnya, namun siapa sangka jika Yuno pergi bersama Ann ke sana.

Ra, lo gak nanya langsung sama itu cewek atau sama Kak Yuno langsung aja, dia ngapain ke apartemen Kak Yuno dan soal jepit rambut itu apa beneran punya dia?

Ara menghela nafasnya pelan, sayangnya ia tidak berani bertanya soal hal itu dengan Ann maupun Yuno. Ara belum siap menelan kekecewaan nantinya, lagi pula ia sudah terlanjur sedih karena Kak Yuno gak cerita soal hal ini dengannya. Padahal, setiap hal yang Ara lakukan bersama teman-temannya. Ara selalu bercerita dengan Yuno, termasuk saat ia pernah bertemu Genta dan di antar pulang oleh cowok itu, Ara hanya mau menjaga kepercayaan Yuno saja.

“enggak, Cha. gue gak nanya apa-apa sama mereka, gue udah terlanjur sakit aja pas tau kalo Kak Yuno ngajak cewek lain ke apart nya dan pergi sama dia.”

Ra, itu tuh salahnya lo. lo tuh kebanyakan mendam sendirian tau gak, padahal lo kan bisa nanya langsung ke Kak Yuno, kalo lo nanya terus Kak Yuno jelasin. lo jadi gak perlu overthinking kaya gini kan. Ra, pengalaman gue pacaran emang gak banyak, gue juga gak pernah LDR kaya lo. tapi menurut gue kunci dari hubungan yang sehat itu ada di komunikasi, lo gak bisa jalanin hubungan satu arah aja, Ra.

di tempat tidurnya Ara melamun mendengarkan semua nasihat dari sahabatnya itu, Echa benar, selama berkencan dengan Yuno mereka enggak pernah benar-benar saling terbuka satu sama lain.

Ara pikir ini adalah cara dewasa dengan tetap menjaga hal-hal yang kemungkinan bisa membuat mereka bertengkar, tapi kini Ara jadi bertanya-tanya, apa tidak adanya pertengkaran di antara ia dan Yuno hubungan mereka bisa di katakan baik-baik saja?

Padahal, ada banyak hal yang menurutnya kini Yuno perlu tahu, seperti soal Ara yang pernah di rundung karna berpacaran dengannya, bahkan kini soal Yuno yang mengajak Ann ke apartemen nya.

Setelah menelfon Echa. Ara juga gak langsung tidur, padahal biasanya selepas jam delapan malam matanya sudah mulai mengantuk. jadi, demi mengalihkan pikirannya, akhirnya Ara menonton film dari laptopnya walau sesekali matanya melirik ke ponselnya, berharap Yuno mengabarinya.

Namun hingga jam dua belas malam pun tidak ada kabar dari Yuno, Ara akhirnya mencoba untuk memejamkan matanya. ia sudah lelah menunggu kabar dari cowok itu, sembari mendengarkan lagu yang ia putar dari ponselnya Ara berharap jika ia bangun besok pagi, akan ada kabar dari Yuno.


Bunyi alarm yang berada di ponsel Yuno itu berhasil membangunkannya, Yuno meraba ponselnya yang seingatnya ia taruh di nakas samping ranjang tidurnya berada, ketika menemukan benda persegi panjang itu, Yuno langsung mematikannya alarm nya.

Ini sudah jam 9 pagi waktu Jerman, semalam Yuno ketiduran setelah pulang dari acara yang ada fakultasnya, jujur saja Yuno memang agak sedikit mabuk dan ia tidak ingat siapa yang mengantarnya pulang ke rumah.

Karena masih ada kelas siang nanti, mau gak mau Yuno harus bangun untuk mandi dan membersihkan rumahnya yang agak sedikit berantakan karena Yuno belum sempat merapihkannya karena sibuk kuliah, setelah ia mencuci mukanya sebentar.

Yuno memeriksa ponselnya yang sudah di penuhi oleh pesan singkat dari Ara, ia baru ingat kalau kemarin ia berjanji untuk melakukan panggilan video dengan gadis itu, namun siapa sangka jika kemarin ada acara di fakultasnya hingga ia pulang sedikit larut. karena merasa bersalah pada Ara akhirnya Yuno memutuskan untuk menghubungi gadis itu dahulu, namun sayangnya Ara tidak menjawab panggilan darinya.

“Apa jangan-jangan Ara marah sama gue?” gumam Yuno.

Sembari membuat sarapan Yuno mencoba menghubungi Ara sekali lagi, siapa tahu gadis itu mengangkat telfon darinya. “Kamu kemana, Ra.”

Karena khawatir Ara marah dengannya, akhirnya Yuno mencoba menghubungi Reno. dan pada nada sambung ketiga akhirnya Reno mengangkat telfon darinya.

Halo, Mas Yuno? kenapa telfon Reno?” tanya Reno di seberang telfon sana.

“Ren, lagi dimana?”

Masih di sekolah, Mas. ada apa?

Yuno memejamkan matanya, ia baru ingat kalo Reno masih di sekolahanya. “Gapapa, Ren. tadi Mas cuma mau tanya ada Kakak apa enggak di rumah, tapi Mas lupa lihat jam gak sadar kalau di Indo anak sekolah belum pulang.”

Kakak dari pagi udah keluar, Mas. Mungkin lagi di jalan kali makanya telfon dari Mas Yuno gak di angkat,” ucap Reno mencoba menenangkan Yuno.

Kening Yuno mengkerut, seingatnya kemarin Ara bilang akan istirahat di rumah karena sudah semingguan ini gadis itu sibuk sekali untuk mengerus keperluan kuliahnya, biasanya pun kalau Ara akan keluar rumah. Gadis itu akan bilang padannya.

“Keluar? sama siapa, Ren?”

“*Sendiri sih, Mas. bilangnya mau jalan-jalan aja karena bosen di rumah terus.”

“Yaudah deh kalau gitu, nanti Mas coba telfon lagi aja, makasih yah, Ren.”

Setelah menelfon Reno, Yuno sempat terdiam dulu sebentar sembari memperhatikan makananya yang sudah siap di atas meja pantry, nafsu makanya sudah mengilang digantikan dengan rasa khawatir jika Ara benar-benar marah denganya.

Yuno merasa bersalah dengan gadis itu, ia tidak ingin Ara salah paham. Sembari makan perlahan-lahan, Yuno memutar otaknya untuk setidaknya jika Ara marah padannya, Yuno bisa meredamnya.

“Apa beliin hadiah aja yah? Biar enggak marah lagi?” gumamnya sendiri.