Enam— Pupus Sudah
Sejak hari dimana Julian dan Ara bertemu di toko buku kemudian bertemu kembali di Aquarium, Julian jadi menaruh rasa penasaran dan ketertarikan akan gadis bernama Ara itu. Sewaktu mereka makan bersama sehabis dari Aquarium, Julian dan Ara banyak mengobrol. Dan Julian sadari kalau ia dan Ara memiliki ketertarikan yang sama dengan film thriler.
Julian merasa nyambung banget ngobrol sama Ara, baginya Ara adalah gadis yang asik buat di ajak bicara, terlebih ia juga banyak merekomendasikan film-film yang bisa Julian tonton di kala waktu senggang.
Dan kini, cowok dengan tinggi 180cm itu tengah berbaring di ranjang kamarnya. Memandang langit-langit kamar sembari memikirkan hari dimana ia banyak berbicara dengan Ara, ada perasaan menyesal karena saat berpisah hari itu ia tidak sempat meminta kontaknya.
Tiba-tiba saja sekelebatan ide muncul di kepala Julian, ia rogoh saku celana seragam sekolahnya itu dan ia ambil ponsel miliknya, Julian mengetikkan sesuatu disana. Mencoba peruntungan dengan mencari sosial media milik Ara hanya bermodalkan memeriksa satu persatu pengikut di akun Twitter milik Echa.
Dan benar saja, Julian menemukan akun yang ia duga milik Ara. Dan sayangnya, akun itu di private. Akun milik Ara tidak terbuka untuk umum, dan Julian berakhir tidak bisa mencari tahu tentang gadis itu lebih dalam melalui akun sosial medianya.
“Apa gue follow aja kali yah?” gumamnya pada diri sendiri.
“Tapi kalo gak di accept gimana?”
Julian jadi sedikit meragu, mereka sudah saling mengetahui nama masing-masing, namun tetap saja bagi Julian ia masih seperti orang asing untuk Ara, hey, mereka baru 2 kali bertemu.
“Tapi kan gue udah kenalan yah? Gue juga kan temennya Echa, kelihatannya Ara juga bukan orang yang sombong apalagi sok ngartis kok.” Julian berusaha meyakinkan dirinya, sampai akhirnya pilihanya mantap untuk menekan opsi follow pada layar ponselnya.
Cowok itu tersenyum, kemudian bangun dari atas ranjangnya untuk membenahi tas dan berganti pakaian. Baru saja ia ingin keluar dari dalam kamarnya setelah berganti baju, tiba-tiba saja bunyi getar kecil dari ponsel yang ia taruh di atas lemari belajar kayu miliknya itu, mengintrupsi perhatian Julian.
Cowok itu mengambil ponselnya, dan betapa terkejutnya Julian ketika mendapatkan notifikasi jika Ara sudah menerima permintaan pertemananya di sosial media miliknya. Mata Julian berbinar, ia abaikan perut laparnya itu demi bisa mencari tahu tentang gadis yang akhir-akhir ini membuatnya penasaran.
Jadi Julian urungkan keluar kamar, ia memilih duduk di kursi belajarnya sembari menggulir layar ponselnya. Tidak ada yang aneh dari postingan yang Ara buat, hanya menuliskan lirik lagu yang sebagian Julian tahu, kemudian memposting ulang postingan yang di buat oleh artist favorite nya.
Sampai pada akhirnya Julian menemukan foto Ara dengan seorang laki-laki yang menurutnya tampak mesra itu, di postingan yang mendapatkan lebih dari 300 likes Ara menandai akun seseorang. Karena sudah kepalang penasaran, Julian mencoba mencari tahu siapa cowok bernama Aryuno itu.
Dan saat Julian melihat profil sosial medianya, sudah dapat Julian pastikan jika itu adalah kekasihnya Ara. Bahu tegap miliknya itu merosot, pupus sudah harapan Julian untuk mengenal Ara lebih dekat.
Ara dan cowok bernama Aryuno itu nampak mesra dan terlihat sebagai pasangan kekasih sekolah yang sangat terkenal. Julian hanya bisa meringis, dari pada terus mencari tahu lebih dalam dan berujung membuatnya sakit. Akhirnya Julian tutup aplikasi di ponselnya dan mencoba melupakan rasa penasaranya pada Ara.
“kamu berani megang Kecoa?” tanya Yuno di sebrang sana.
Ara baru saja memperlihatkan video yang ia buat di Aquarium kemarin pada Yuno, supaya Yuno tahu apa saja yang Ara lakukan di sana. Ara juga ingin Yuno merasakan bahagia yang saat itu ia rasakan, terkadang Yuno juga suka buat video singkat tentang kesehariannya sebagai siswa sekolah bahasa dan ia bagikan ke Ara.
Kalau sudah begini, Ara jadi kepikiran buat bikin mini vlog. Tapi rasanya kepercayaan dirinya di kamera dan kemudian membagikkanya ke publik belum sebesar itu, belum lagi ia tidak memiliki waktu untuk mengedit video.
“Berani, karena Kecoa nya gak terbang. Seru deh, Kak. Aku juga liat Berang-Berang, terus Pingungin banyak deh pokoknya. Kalau Kak Yuno pulang kita Aquarium date yah.”
Yuno tersenyun kemudian mengangguk pelan, “boleh, sabar ya sayang. Nanti kalau kita ketemu kita puas-puasin deh berduaanya.“
“Kak Yuno gimana disana?”
“baik, lancar kok semuanya. Kemarin aku habis dari Heidelberg, ke kampus kedokteranku buat nyerahin berkas sama visit apart aku di sana.“
“Oh ya? Bagus gak Kak kampusnya?”
“bagus, nanti kalau kamu ke sini. Aku ajak ke kampus aku yah, oh iya sayang?“
“Um?”
“udah nentuin kamu mau ambil kampus mana aja?“
Ara menarik nafasnya berat, wajah gadis itu agak sedikit murung. Kemarin malam, Ara sempat berdebat dengan Papa perihal kampus yang ingin Ara ambil. Ara kepikiran buat ambil kampus di luar Jakarta, seperti di Jogja, Malang atau Semarang. Ara ingin mencoba mandiri menjadi anak rantau, tapi Papa nampaknya tidak memberi izin untuk itu perihal Ara adalah anak perempuan. Dan dari kecil Ara pun enggak pernah jauh dari kedua orang tua nya.
Papa memang tidak pernah mengizinkan anak-anaknya untuk kuliah di luar kota, dengan alasan Papa dan Bunda akan sulit memantau anak-anaknya. Papa enggak mau anak-anaknya menjadi lebih bebas ketika harus hidup sendiri jauh dari kota asal dan juga orang tua.
Dulu Papa juga pernah berdebat seperti ini dengan Mas Yuda waktu Mas Yuda nekat ingin memilih kampus yang berada di Surabaya, akhirnya Papa tidak memberi izin dan Mas Yuda terpaksa memilih kampus swasta di Jakarta. Semua Papa turuti sekalipun Mas Yuda memilih kampus swasta dengan biaya kuliah yang cukup membuat tabungan Papa nyaris terkuras.
“kenapa sayang? Kok lemes gitu?” tanya Yuno.
“Kemarin aku habsi debat sama Papa, soal kampus yang mau aku ambil.”
“debat kenapa?“
“Kak, Papa enggak setuju kalau aku ambil kampus di luar Jakarta. Padahal kan aku kepengen banget gitu hidup mandiri, jadi anak rantau, ngekost. Aku tuh bosen di Jakarta terus. Kan seru gitu kalo liat cerita-cerita mahasiswa rantau yang jauh dari orang tua.”
Yuno hanya meringis, sebagai orang yang hidup di perantauan meski baru beberapa bulan saja. Menurut Yuno ini enggak gampang, apalagi jika sudah terbiasa hidup bersama orang tua. Jujur saja, Yuno sempat sakit karena merindukan rumah dan kamarnya di Jakarta. Belum lagi ia harus beradaptasi dengan budaya, cuaca yang jauh berbeda seperti di Jakarta, makanan dan juga orang di sekitarnya.
Hei, jadi mahasiswa perantauan enggak semenyenangkan yang di bayangkan orang-orang, walau perlu Yuno akui jika hidupnya selama merantau jauh lebih bebas. Enggak ada lagi tuh Yuno yang harus belajar sampai tengah malam karena Papa mengawasinya, selama di Berlin. Jika Yuno sudah lelah belajar, ia akan mencari hiburan ia tidak memforsir dirinya sendiri.
“mungkin karena Papa terlalu khawatir sama kamu, sayang. Kamu kan anak perempuan satu-satunya. Emang kamu mau ambil kampus dimana, hm?“
“Aku punya pilihan di Jogja, Kak. Terus di Malang atau di Semarang.”
“kalau kamu masih kepengen di kampus-kampus itu, masih ada waktu buat bujuk Papa kok. Aku pikir kamu cuma perlu yakinin Papa aja, tapi sayang? Kamu yakin mau ngerantau? Hidup di perantauan gak gampang loh.“
Ara mengangguk, “yakin, Kak. Aku tuh mikir selama ini aku manja banget, makanya aku mau nantang diri aku sendiri buat hidup lebih mandiri dengan jauh dari orang tua.”
Ara cuma mikir selama ini dia cukup manja, ia juga ingin berubah menjadi gadis yang lebih mandiri lagi. Ia ingin menjadi dewasa dan lebih bertanggung jawab dengan diri sendiri.
Selain itu, Ara juga ingin mengksplore tempat-tempat lain, mengenal banyak budaya dan memiliki banyak teman di daerah lain. Ia ingin menjadi dewasa dengan caranya sendiri, dan Ara yakin ia bisa menjaga dirinya sebaik mungkin.
“bagus kalau gitu, berarti tugas kamu nambah. Selain belajar buat ngejar kampus impian kamu, kamu juga harus bisa yakinin Papa.“
“Kak?”
“ya, sayang?“
“Doain yah.” Ara mengerucutkan bibirnya, nada bicaranya merajuk dan membuat Yuno di sebrang sana menjadi gemas melihatnya, jika Ara saat ini berada di dekatnya. Mungkin Yuno sudah menangkup wajah gadis itu dan mengecupnya tanpa henti.
“aku selalu doain kamu, sayang. Yaudah, tadi kita belajarnya sampai mana? Jadi keasikan sendiri kan tuh gara-gara kamu ngasih liat video di Aquarium kemarin.“
Setelah banyak bercerita tentang kesehariannya dan juga perjuangan Ara membujuk Papa, Yuno kembali mengajari Ara beberapa materi ujian nanti. Meski dalam jarak jauh, Yuno enggak pernah kehilangan cara untuk mengajari Ara, ia ingin gadis itu juga pintar sama seperti dirinya.