Isi Kepala Liliana
Liliana tampak gusar untuk duduk di kursi kerjanya, matanya sesekali melirik ke arah ruangan senior nya itu yang masih tertutup rapat. Ragu-ragu ia pertimbangkan untuk masuk ke dalam sana nanti, Liliana mencoba sadar kembali. Dia mengusap wajahnya dengan frustasi kemudian mencoba kembali fokus pada pekerjaannya hari ini.
Namun sayangnya fokusnya itu terlanjur buyar, di pikirannya hanya ada percakapannya dengan Bella semalam yang kerap mengganggunya. Bahkan Liliana enggak bisa tidur dan memutuskan untuk ke kantor lebih pagi, oh, Bahkan dia masih sempat beli sarapan dulu, Liliana enggak fokus ngapa-ngapain termasuk membuat bekalnya ke kantor.
“Sadar, Li. Sadar..” gumam nya mencoba mengingatkan dirinya sendiri.
Namun enggak bisa semudah itu, ucapan nelangsa dari bibir mungil anaknya itu terus membuat pergolakan batin dan pikirannya enggak karuan. Hatinya berkata jika yang akan ia lakukan salah, namun isi kepalanya berkata lain. Ia tidak egois untuk dirinya sendiri, ia seorang Ibu yang hanya ingin membuat anaknya bahagia.
Liliana coba hiraukan percakapan itu, memejamkan matanya dan menaikan volume lagu yang ada di earphone nya. Bahkan samar-samar Monika yang duduk tepat di sebelahnya itu sampai menoleh, karena suara dari earphone Liliana sampai terdengar keluar.
malam itu sebelum Bella tidur, Liliana sempat bertanya banyak hal pada anaknya. Termasuk kegiatannya di sekolah, di rumah bahkan keinginan-keinginan Bella di hari ulang tahunnya nanti. Yup, Bella sebentar lagi akan ulang tahun. Dan Liliana ingin memberikan hadiah apapun yang Bella inginkan.
“terus tadi aku juga belajar menggambar, Mah. Mama mau lihat gak Bella gambar apa?” bocah itu berdiri tepat di depan Ibunya, Liliana sedang duduk. Mereka tadi sedang membaca dongeng sembari Bella menunjukan buku-buku dongeng baru yang ia beli bersama Bi Narsih.
“mau dong, emang Bella gambar apa?“
“tunggu sebentar yah, Mah. Tapi Mama tutup matanya dulu dong!” Bella ingin gambar yang ia warnai itu menjadi kejutan untuk Ibu nya, oh iya. Bella ini punya bakat menggambar dan melukis. Guru di sekolahnya juga bilang seperti itu sama Liliana, bahkan guru nya sempat menyarankan kelak dewasa nanti Bella bisa di arahkan ke sekolah seni.
Liliana menutup matanya, ia tersenyum. Dalam hati menebak-nebak gambar apa yang anaknya itu ingin tunjukan padannya. Sementara itu Bella mengambil selembar gambar yang ia bawa dari sekolah, gambar itu ia gulung dan ia taruh di ransel sekolahnya. Setelah kembali menutup ransel miliknya, Bella kembali berlari menghampiri Ibunya.
“sekarang Mama buka mata.” pekik bocah itu girang, ia menunjukan gambar miliknya di depan Ibunya itu. Namun bukan senyuman yang Liliana berikan, namun raut wajah bingung sekaligus sedih yang Liliana hadiahkan untuk Bella. Sementara bocah itu masih tersenyum bangga pada mahakarya buatannya.
“bagus gak, Mah?”
Liliana mengambil gambar itu, memperhatikannya lekat-lekat. Gambar yang sangat bagus untuk gambar anak yang baru berumur 4 tahun. Namun gambar yang tampak indah itu membuat hati Liliana terasa di sayat-sayat, Bella menggambar dirinya, Liliana dan juga seorang laki-laki yang bocah itu yakini adalah Ayahnya.
sampai hari ini Bella masih menganggap jika Julian adalah Ayahnya, Ayah yang selalu Liliana tanamkan dari kecil suatu hari akan pulang bekerja. Liliana tahu dia salah, tapi dia enggak menyangka akan seperti ini jadinya.
“Bella kenapa gambar ini?” tanya Liliana, dia cuma penasaran kenapa Bella harus kepikiran buat gambar ini.
“karena kita enggak punya foto bareng Papa, makanya Bella gambar sendiri aja. Bagus yah, Mah?“
ditanya seperti itu, Liliana hanya diam. Dia gak tau harus jawab apa karena gambar yang Bella buat benar-benar bagus sekaligus membuat nya merasa bersalah. Liliana hanya mengangguk kecil sebagai jawaban karena Bella menunggu jawaban darinya.“
“um“
“kan sebentar lagi Bella ulang tahun, boleh gak, Mah. Bella minta hadiahnya Papa disini aja sama kita? Di rayain bertiga, Bella gak minta mainan baru lagi deh Bella janji. Tapi bawa Papa pulang yah, Mah?” ucapan Bella barusan lebih terdengar seperti sebuah permohonan di banding permintaan di telinga Liliana. Raut wajahnya penuh harapan jika Ibunya mampu mewujudkan keinginan sederhannya itu.
“Mama bisa beliin Bella mainan baru, Bella mau mainan apa?” Liliana mencoba bernegosiasi pada Bella, lebih baik bocah itu minta di belikan mainan saja alih-alih minta keinginan nya itu ia penuhi. Liliana enggak sanggup, dia gak mau merepotkan orang lain dan membuat Bella tambah salah paham.
Bella menggeleng, ia hanya ingin Ayahnya pulang. Itu saja, “gak mau, Mah. Bella maunya Papa aja. Yah, Mah. Bella cuma mau Papa disini sehari aja, kita rayain ulang tahunnya Bella.“
Mendengar hal itu, Liliana hanya diam. Dia membiarkan Bella merengek sembari mengayun-ayunkan tangannya. Tubuh Liliana lunglai rasanya, otaknya terasa di paksa berpikir bagaimana caranya ia bisa mewujudkan permintaan anaknya itu.
Karena ada tepukan halus di punggungnya, Liliana yang tadinya menaruh kepalanya di meja sembari memejamkan matanya itu mengangkat kepalanya. Ternyata Monik yang menepuk punggungnya, dia pikir Pak Ferdy atau bahkan atasannya yang lain.
“Kenapa?” tanya Liliana bingung.
“Mas Julian udah datang tuh, katanya tadi mau ketemu?” Liliana memang bilang ke Monik jika Julian datang tolong beri tahu dia, sebenarnya enggak ada yang ingin Liliana bicarakan perihal pekerjaan pada laki-laki itu. Liliana hanya ingin mencoba peruntungannya saja.
Liliana mengangguk-angguk kecil “Oiya, makasih ya.”
“Ya sama-sama,” jawab Monik, cewek itu kemudian kembali fokus pada pekerjaannya.
Sementara Liliana menoleh ke arah ruangan Julian, ruangannya hanya di lapisi kaca untuk menjadi pemisah antara ruang kerja divisi lain dan ruang kerja untuk divisi R&D. Ada tirai penutup juga yang sedikit samar, namun Liliana tetap bisa melihat apa yang sedang di kerjakan oleh seniornya itu di dalam sana.
“biarin kali ini aku egois sedikit saja Tuhan..” ucapnya dalam hati.
Liliana merapihkan sedikit rambutnya sebelum masuk ke ruangan seniornya itu, Liliana sempat mengetuk pintunya dulu sebentar baru setelah itu dia buka.
“Eh, ada apa, Li?” tanya Julian dari kursinya. “Duduk dulu sini.”
“Ya, Pak.” Liliana duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Berkali-kali dia menarik nafasnya untuk menghilangkan rasa gugup sialan ini.
“Ada apa, Li?” Julian duduk di sofa sebrang Liliana. Matanya masih tertuju pada setumpukkan map yang tadi sempat ia ambil di atas meja kerjanya.
“Gak ada kerjaan yang mau saya diskusikan sama Bapak sebenarnya.”
Julian yang tadinya fokus pada map-map berisi berkas di pangkuannya itu jadi mengadahkan kepalanya dan menatap Liliana. “Terus?”
“Saya..” Liliana menarik nafasnya pelan, sungguh rasanya gugup. Seperti dia akan menyatakan perasaanya pada laki-laki itu, padahal dia hanya ingin mengajak seniornya itu makan malam di hari ulang tahun Bella, Itu saja.
“Kamu sakit, Li?” tanya Julian khawatir, Liliana memang nampak pucat dan sedikit berkeringat.
Liliana menggeleng, “enggak, Pak.”
“Santai aja, Li. Kamu mau ngomong apa emang? Sampai pucat begitu.”
“Pak, saya sebenarnya mau ngundang Bapak buat makan malam di rumah,” cicit Liliana. Suaranya jadi memelan karena mengatakan hal ini.
“Makan malam?” Julian mengerutkan keningnya bingung, “dalam rangka apa, Li?”
“Bella ulang tahun, Pak. Saya juga ngundang anak-anak yang lain kok.”
“Oh ya? Boleh-boleh, nanti saya ajak Istri saya juga ya. Kapan, Li?”
Mendengar jawaban dari seniornya itu, hati Liliana seakan di cubit dari dalam semesta mencoba menyadarkannya, Niatnya ia hanya mengundang Julian saja tanpa Ara, bagaimana nanti jika Bella kecewa? Bagaimana kalau Ara mengetahui Bella memanggil Suaminya itu dengan sebutan 'Papa?'
Namun mau enggak mau Liliana mengangguk, untuk urusan itu biar ia pikirkan nanti saja. “Boleh, Pak. Acaranya lusa jam 7 malam.”
Julian mengangguk, “oke, nanti saya usahain datang yah.”
“Makasih banyak, Pak.”
Dengan rasa sedikit kecewa, Liliana keluar dari ruangan itu. Sebenarnya ajakan Liliana dan tentang semua rekan-rekan di divisinya ia undang adalah sebuah kebohongan, ia hanya mengundang Julian saja. Ia memakai alasan itu agar Julian enggak curiga dan bertanya kenapa hanya dia saja yang di undang.