Kedua — Keputusan Dan Kenyataan
Setelah hampir dua minggu Julian menikmati waktu libur lebarannya, hari ini dia udah mulai masuk kerja lagi. Dia juga udah mulai sibuk berkordinasi sama divisi lain untuk melakukan riset product baru yang akan segera di luncurkan, Julian itu kerja di sebuah perusahaan brand skincare ternama.
Oiya, Ara juga udah ngajuin pengunduran dirinya di kantor penerbit. Atasannya itu setuju dengan catatan Ara harus segera menyelesaikan terjemahan yang sedang ia garap dahulu. Setelah mengatarkan surat penguduran dirinya itu, Ara mampir ke kantor Julian buat ngasih bekal makan siang buat Suaminya itu. Kebetulan kantor Julian itu gak jauh dari kantor penerjemah tempatnya bekerja itu.
Ara duduk di sofa dekat meja kerja Julian dan membuka kotak bekal berisi makanan yang dia masak tadi pagi, Ara menyempatkan membuatkan bekal makan Julian dan mengantarnya sendiri selagi masih hangat.
Setelah selesai menerjemahkan beberapa BAB untuk novel yang sedang ia garap terjemahannya, Ara buru-buru masak dan mengantar bekal untuk Julian. Sore nanti dia masih harus bertemu dengan brand baju yang mau bekerja sama dengannya, Ara itu masih aktif sebagai influencer di Instagram miliknya, kalau kanal Youtube nya memang di fokuskan untuk membahas edukasi seputar kesehatan mental dan pendidikan.
“Kamu masak apa?” tanya Julian, setelah memeriksa beberapa berkas di meja nya, dia nyamperin Ara dan duduk di sebelahnya.
“Masak sapo tahu, ayam serundeng sama tumis brokoli. Aku belum belanja bulanan ternyata.” Ara nyengir, saking sibuknya hanya tersisa bahan-bahan itu di kulkas dapurnya. “Abis dari kantor kamu aku mau ketemuan sama orang dari brand yang mau kerja sama aku, terus belanja bulanan deh.”
“Ini aja udah kelihatan enak lagi, makasih yah, sayang.”
“Sama-sama, Bang. Kamu sibuk banget yah?”
“Enggak, tapi lagi gak nyantai juga, kenapa emang?” sembari menjawab pertanyaan Ara, Julian mencicipi masakan Istrinya itu.
Ara itu pintar masak, masakannya enak-enak hanya saja dia memang jarang memasak karena saking sibuknya. Makanya kalau Ara masak kaya sekarang ini Julian tuh bahagia banget.
“Gapapa, nanya aja. Oh iya, nanti malam aku masak kok. Gausah beli lauk yah.”
“Oh ya? Masak apa?” Julian natap Ara dengan mulut yang terisi penuh oleh makanan, dan itu membuat Ara jadi terkekeh karena menurutnya lucu.
“Kamu mau ayam rica-rica daun kemangi atau ayam pop?”
“Ayam pop aja.” mulutnya masih penuh, tapi Julian udah ngebayangin ayam pop bikinan Ara yang dagingnya tuh lembut banget dan bumbu nya meresap terus di makan pakai sambal dan nasi hangat.
“Oke, nanti aku bikinin yah.” liatin Julian makan gini, Ara tuh bahagia banget rasanya. Walau agak ngerasa sedikit bersalah karena dia jarang banget masakin Julian. “Bang?”
“Hm?”
“Aku tadi mampir ke kantor tempat aku kerja jadi penerjemah. Aku bilang sama Mbak Indri kalau mau resign setelah project novel yang sekarang selesai aku garap.”
Keputusan Ara ingin mengurangi kesibukannya sudah bulat, dan yang akan dia korbankan adalah dengan menjadi penerjemah. Dia mau fokus untuk mendapatkan izin praktik sembari mengelola kanal Youtube nya saja, penghasilan dari sana juga sudah lumayan kok. Karena gaji Julian pun sebenarnya sudah cukup untuk hidup mereka berdua.
Dari gaji yang Julian tabung saja mereka sudah bisa membeli rumah, ya walau enggak besar banget. Hanya rumah dengan dua kamar dan halaman kecil di depan yang belum Ara apa-apakan itu, rencana nya Ara mau menanam bunga dan tanaman herbal. Mungkin nanti setelah memiliki waktu luang.
“Terus kata dia gimana? Dia setuju kamu resign?“
Ara mengangguk kecil, “aku bilang memang kita mau program. Jadi yah dia setuju, tapi dia bilang ke aku. Kapanpun aku mau balik yah dia bakalan terima.”
Oiya, Ara itu mulai tertarik belajar bahasa Korea dan memperdalam nya setelah dia sama anak-anak kosan dulu liburan ke Korea, bahkan di sela-sela waktu menunggu daftar S2 nya tuh Ara sempat ikut kursus bahasa Korea dan punya sertifikat. Makanya dia bisa menjadi penerjemah juga.
“Nanti kita manfaatin waktu weekend kita yah.”
“Aku juga mau konsul ke dokter, gapapa kan, Bang?”
“Aku temenin yah.”
Ara hanya mengangguk kecil saja, semoga setelah ia mengorbankan satu pekerjaannya dan konsul ia akan segera mendapatkan kabar baik. ya, Ara harap akan secepatnya begitu.
Pagi itu Julian mengatar Ara untuk konsultasi ke dokter Obgyn seperti yang sudah mereka rencanakan sejak awal, Ara mau tahu kondisi rahim nya. Selain program hamil, Ara juga mau konsultasi soal datang bulannya yang kadang tuh sakit banget. Bahkan Ara pernah seharian gak ngapa-ngapain karena hari pertama nya itu.
“Jadi kondisi Istri saya gimana, Dok?” tanya Julian setelah dokter obgyn yang memeriksa Ara itu selesai melakukan pemeriksaan.
Hari ini Julian memang sengaja meminta izin untuk datang agak siang ke kantor karena harus menemani Ara ke dokter obgyn dulu, mereka udah sepakat mau memeriksakan kesehatan guna program hamil.
“Ada miom di rahim Istri Bapak. Mungkin ini juga menjadi salah satu faktor kalau Istri Bapak belum hamil juga, miom nya sebesar ini.” dokter Irene yang memeriksa Ara itu menunjukan hasil USG kondisi rahim Ara, Ara yang mendengar penjelasan itu di balik tirai hanya bisa mengigit bibir dalam nya.
“Pantas saja selama ini Ibu Ara sering mengeluhkan nyeri datang bulan yang berlebihan dan nyeri panggul.”
“Ta..pi masih bisa sembuh kan, Dok?” hati Julian sakit banget dengarnya, dia bukan kecewa karena hal ini yang menjadi penghambat mereka belum memiliki anak. Julian hanya sakit karena ia telat menyadari hal ini, itu artinya selama ini Ara banyak menahan rasa sakit karena hal ini kan.
“Masih bisa, Pak. Kita bisa angkat miom nya. Baru setelah itu nanti kita bisa lanjut ke program hamil nya.”
Julian mengangguk, setelah keluar dari ruang pemeriksaan. Di perjalanan menuju rumah pun Ara hanya diam saja, Julian sadar mood Istrinya itu sedang tidak baik. Ara pasti sedih mendengar hal ini.
“Sayang, mau beli ice cream dulu gak? Atau mau beli roti yang manis-manis gitu?” tanya Julian, ia melirik Ara yang sibuk menoleh ke arah jendela.
“Mau langsung pulang aja, Bang.”
“Enggak mau mampir beli apa gitu?”
Ara hanya menggeleng, ia tidak berani menatap Julian sedikit pun. Ara hanya merasa ia sudah mengecewakan Julian, ada banyak hal-hal yang menganggu pikirannya, ada banyak kata bagaimana di kepalanya seperti, bagaimana jika ia tidak bisa hamil? Bagaimana jika Julian sangat menginginkan anak dan mencari wanita lain yang bisa memberikannya anak? Bagaimana jika Julian habis kesabaran dan menceraikannya?
Karena Ara terlalu larut dalam lamunan panjangnya, ia sampai tidak sadar kalau mobil yang di kendarai Suaminya itu sudah sampai di rumah.
“Sayang?” panggil Julian.
Ara menghela nafasnya, dan menoleh ke arah Julian. Senyum Suaminya itu merekah, Ara tahu Julian sedang berusaha menenangkannya dan membesarkan hatinya, Ara enggak bodoh buat enggak tahu kalau ia bisa sembuh. Tapi itu semua kan prediksi dokter bagaimana jika saat sudah melakukan pengangkatan miom ia masih belum bisa hamil? Pikirnya.
“Aku tau dengar ini kamu pasti sedih banget, tapi kamu juga dengar kan kata Dokter Irene kalau kamu masih berpeluang tinggi buat sembuh dan hamil,” jelas Julian.
“Tapi kalau tetap gak bisa gimana, Bang?”
Julian menggeleng. “Gapapa, emang kenapa? Aku enggak masalah nunggu, atau kalau Tuhan memang enggak mau menitipkan anak sama kita. Aku sama sekali enggak keberatan. Ra, Aku nikahin kamu bukan semata-mata buat punya anak aja. Aku sayang kamu, aku cuma mau hidup sama kamu.”
Mendengar ucapan itu, hatinya jadi menghangat, Julian memang sesayang itu dengannya. Ara benar-benar menemukan laki-laki yang tepat, tapi bagaimana dengan keluarganya dan keluarga Julian apa mereka enggak keberatan?
“Kamu gak malu kalo kita gak punya anak?”
“Kenapa malu? Emangnya itu aib?” bagi Julian punya anak atau tidak saat ini enggak begitu penting, meski enggak bisa dia pungkiri jika ia juga menginginkannya. Tapi bagi Julian saat ini yang terpenting adalah kesehatan Istrinya.
“Maafin aku yah, Bang.” Ara beringsut memeluk Julian, ia menitihkan air matanya di sana. Entah lah, rasanya ia menjadi sangat sensitif mendengar hal ini.
“Jangan minta maaf yah, ini bukan salah kamu.” Julian mengusap punggung Ara, mengecup kepalanya berkali-kali.
Setelah mengantar Ara pulang, ia sempat mengirimi pesan pada Elara, Gita dan Teh Niken. Jika diantara mereka sedang ada waktu luang Julian hanya meminta tolong untuk menemani Ara sebentar untuk menghiburnya. Julian cuma gak mau Istrinya stress dan berdampak pada kesehatannya.
Minggu depan, Ara akan segera melakukan operasi pengangkatan miom di rahimnya. Dengan syarat kondisi tubuhnya harus benar-benar sehat.
Bersambung...