Keduabelas — Permintaan Maaf
Sudah terhitung dua minggu Ara bekerja di klinik Sunshine, dia juga masih sempatin sela-sela waktu luangnya buat nyari ide konten kanal Youtube nya dan take video. Oiya, Pagi ini Julian udah pergi ke kantor lebih dulu, Ara juga udah mulai terbiasa berangkat ke klinik sendiri enggak kaya awal-awal yang harus di antar Julian dulu.
Setelah memarkirkan mobilnya di parkiran mobil bawah tanah gedung, Ara langsung naik ke lantai gedung tempatnya praktik. Hari ini dia emang sedikit datang lebih pagi dari pada biasanya, Ara mau bikin vlog sebentar di klinik tentang kesehariannya sebagai seorang psikolog. Tentu nya dia juga udah dapat izin buat melakukan syuting di klinik itu, Ara tuh udah 2 kali bikin vlog di klinik itu dan respon dari subcriber nya bagus banget.
Begitu pintu lift terbuka, di bagian depan klinik itu ada meja resepsionist. Dua wanita yang duduk di meja nya itu senyum waktu lihat Ara dan Ara pun juga menyunggingkan senyum ke keduanya.
“Mbak Ara?” waktu Ara mau ke ruanganya resepsionist itu manggil dia, bikin Ara menghentikan jalannya dan menghampiri meja resepsionist.
“Ya?”
“Ada tamu, Mbak.”
Ara mengerutkan keningnya bingung. Setahunya jadwalnya praktik kan nanti jam 10 kenapa tiba-tiba ada klien nya yang datang lebih pagi? Kalau mengubah jadwal konsulpun harusnya ada pihak klinik yang memberitahunnya kan? Pikir Ara.
“Siapa?”
“Katanya temannya Mbak Ara.”
“Teman?” gumam Ara, dari pada penasaran Ara lebih milih buat nemuin langsung orangnya. Ara mengangguk ke dua resepsionist itu dan langsung berjalan ke ruangannya. “Oke, makasih yah.”
Di ujung lorong sana, ada seorang wanita yang duduk di depan ruangan praktiknya. Ara sangat mengenal wanita itu, karena begitu heels nya mengetuk lantai klinik dan mengalihkan atensinya, wanita itu berdiri dan tersenyum kikuk ke arah Ara.
“Liliana?” Ara tersenyum, dia memeluk Liliana. Ternyata tamu yang di maksud oleh resepsionist tadi adalah Liliana. Ara tuh senang banget pas tau Liliana yang datang mencarinya, karena beberapa kali Ara mengirimi pesan ke wanita itu berakhir tanpa balasan.
Liliana yang di peluk hangat seperti itu hanya bisa meringis, Ara masih menyambutnya sehangat ini setelah apa yang ia lakukan padanya. Bahkan setelah ia tahu semuanya, Pikir Liliana.
“Kamu apa kabar, Li?” Tanya Ara setelah ia mengurai pelukan Liliana. Kedua wanita itu duduk di kursi ruang tunggu di depan ruang praktik Ara.
“Baik, Mbak. Mbak Ara sendiri gimana?”
Ara mengangguk kecil, “baik, aku tuh seneng banget tau, Li. Kamu ke sini.”
Liliana tersenyum, maksud dan kedatangan Liliana ke klinik itu hanya ingin meminta maaf. Akhir-akhir ini Liliana ngerasa gak tenang setelah Julian menyadarkan apa yang ia lakukan kemarin adalah sebuah kesalahan, Liliana banyak merenung, dia malu dan dia merasa bersalah. Keputusannya untuk mengambil cuti ia pakai untuk menghabiskan waktu bermain bersama Bella dan meluruskan kekacauan yang telah ia perbuat.
“Maaf yah Mbak pesan dari Mbak Ara enggak aku balas. Aku lagi ngabisin banyak waktuku sama Bella, Mbak.”
“Gapapa, Li. Oiya kamu tau aku kerja di klinik ini?” Ara sempat menebak kalau Julian yang kasih tau Liliana, mungkin saja Liliana ada niatan membawa Bella ke klinik tempat Ara bekerja kan.
“Um.” Liliana mengangguk.
Oiya, Bella sekarang sudah tau jika Ayahnya sudah tidak ada, awalnya Bella marah karena ia merasa di bohongi oleh Ibunya. Tapi pada akhirnya bocah itu mengerti dan memaafkan Liliana, maka dari itu. Hari ini dia mau minta maaf sama Ara dan mengakui niat buruknya itu.
“Mbak, sebenarnya ada yang mau aku bicarain sama kamu.” Suara Liliana yang terdengar parau itu membuat Ara berpikir apa yang ingin di bicarakan oleh wanita itu, apa ini tentang Bella?
“Kita ngobrol di ruanganku aja yuk?”
Liliana mengangguk, keduanya masuk ke dalam ruangan Ara dan duduk di sofa yang ada di sana. Ara juga memberitahu resepsionist dulu jika ada klien nya yang datang untuk menunggunya sebentar karena ia sedang kedatangan tamu.
“Ada apa sih, Li?”
“Mbak, sebenarnya maksud kedatanganku kesini untuk minta maaf.” Liliana menunduk, rasanya dia malu. Dia ngerasa seperti tengah di lucuti oleh perbuatannya sendiri.
“Minta maaf?” Ara mengerutkan keningnya bingung. “Untuk?”
Liliana mengerutkan keningnya bingung, harusnya Ara sudah tau apa yang telah ia perbuat kan? Julian sudah menjelaskannya dan mengakui semua itu bukan? Karna di hari terakhir Liliana bertemu Julian si cafe, laki-laki itu bilang jika Istrinya sudah mengetahui semuanya.
“Pak Julian bukannya udah cerita sama Mbak?” tanya Liliana yang semakin membuat Ara bingung.
apa maksudnya? Apa yang Julian ceritakan dengannya? Julian bahkan enggak pernah cerita apa-apa lagi soal Liliana
“Maksud kamu, Li?” Jujur saja perasaan Ara mulai enggak enak, apalagi dengan melihat raut wajah Liliana yang sangat sulit ia artikan itu.
“Mbak ingat soal ulang tahun Bella?” Tanya Liliana yang di jawab anggukan kecil oleh Ara. “Maaf sebenarnya aku hanya ngundang Pak Julian, Mbak. Aku lega banget waktu dia datang sendiri dan gak sama Mbak.”
Karena tampaknya Ara bingung akhirnya Liliana menjelaskan kembali tentang rencana nya dulu. Di tempatnya Ara masih diam tanpa menyela ucapan Liliana, sekarang ini penjelasan Liliana terdengar seperti kepingan puzzle yang bikin Ara bingung. Apalagi dari awal Liliana bilang kalau Julian sudah bercerita dengannya.
Selama ini hal-hal kecil apapun Julian selalu terbuka denganya, mereka juga selalu berbagi keseharian. Seperti Julian di tempat kerjanya dan Ara di klinik, mereka selalu berusaha menjadi pasangan yang terbuka satu sama lain. Tapi kenapa kali ini Julian merahasiakan sesuatu darinya? Kenapa Julian harus bohong?
“Aku punya rencana buruk, Mbak. Sama kamu dan Pak Julian. Di hari aku jenguk kamu ke rumah sakit, Pak Julian antar aku sampai rumah. Dan Bella lihat Pak Julian, dia manggil Pak Julian pakai sebutan Papa karna Bella pikir Pak Julian adalah Papa nya yang selama ini gak pulang”
Liliana berusaha untuk tidak menangis karena malu, dia masih ingat bagaimana hari itu Bella memanggil Julian dengan sebutan Papa. Raut wajah Ara saat ini juga masih terlihat bingung, namun wanita itu tetap tenang.
“Suamiku mirip Pak Julian, Mbak.” Liliana mengeluarkan foto mendiang Suaminya itu dan memberikannya ke Ara.
Kalau Ara perhatikan wajah Suami Liliana dan Julian memang agak mirip, perawakan mereka sama. Hanya saja kulit Julian itu agak sedikit tan dan matanya yang kecil, berbeda dengan Suami Liliana yang putih dengan mata bulatnya. Ara masih mewajarkan jika Bella salah paham dan mengira Julian itu adalah Papanya.
“Setelah Pak Julian pulang, Bella sering ngambek ke saya Mbak. Saya sudah jelasin ke dia kalau Pak Julian bukan Papa nya tapi anak itu tetap berpikir Pak Julian adalah Papa nya, jujur saja. Saya mau membahagiakan Bella, di hari ulang tahunnya dia hanya meminta Papa nya ada buat merayakan ulang tahun dia. Saya sempat ancam Pak Julian untuk mau menjadi Papa nya Bella.”
“Ancam?” tanya Ara, dia cukup tidak habis pikir dengan apa yang Liliana lakukan. Dia salah menilai Liliana selama ini.
Liliana mengangguk, “iya, Mbak. Maaf karna pernah berniat merebut Pak Julian—”
“Kamu ancam Suami saya dengan cara apa, Li?” Nada bicara Ara sudah terdengar sedikit tidak bersahabat di telinga Liliana. Penjelasan Liliana barusan berhasil memancing emosi Ara rasanya, niatnya buat bikin vlog udah sirna. Sekarang yang ada di kepala Ara hanya dia ingin segera pulang. Perasaanya tidak tenang dan ia ingin cepat-cepat mendapatkan penjelasan tentang hal ini dari Suaminya.
“Dengan foto-foto kami berdua Mbak yang saya ambil diam-diam di hari ulang tahun Liliana, aku mau membuat kamu salah paham tadinya dengan itu semua—”
“Supaya saya mikir kalau Suami saya selingkuh, Li? Iya?”
Liliana enggak berani menatap Ara dia hanya mengangguk dan menangis menyesakan. “Maafin aku, Mbak.”
Ara enggak tahu harus bereaksi seperti apa, tapi dia benar-benar kecewa sama Liliana. “Jujur aku gak nyangka kamu bakalan lakuin itu, Li.”
“Aku minta maaf Mbak..” Liliana masih menangis sesegukan disana, dia benar-benar malu rasanya saat ini. Liliana berharap Ara dapat memaafkannya walau sepertinya itu tidak mudah.
Disisi lain, ada sedikit kekecewaan di hati Ara karena Julian justru menutupi hal ini dengannya. Ara berpikir mungkin saja maksud Julian baik, dia tidak ingin Ara kepikiran dan beresiko pada kesehatannya. Tapi tetap saja Ara berpikir harusnya Julian bercerita dengannya, bagaimana jadinya kalau Liliana tidak buru-buru sadar dan Ara yang terlanjur salah paham dengan foto-foto yang mungkin saat itu Liliana kirimkan.
“Ini gak mudah buat aku, Li. Aku butuh waktu buat bisa maafin kamu.” tapi jujur saja mendengar cerita Liliana soal Bella, ia jadi teringat dengan klien nya. Namanya sama dan ceritanya hampir sama, apa Bella klien nya itu adalah anak Liliana? Pikir Ara.
“Bella? Apa Bella anak yang selama ini konsul sama aku itu adalah Bella anak kamu, Li?”
Liliana mengangguk, dia baru berani menatap Ara dan bisa ia pastikan Ara benar-benar marah dengannya hanya dengan melihat air wajahnya saja. Tapi dari sini bisa Liliana simpulkan kalau Julian membohonginya, Julian belum bercerita apapun pada Istrinya tentang semua rencana Liliana dan ancaman Liliana pada laki-laki itu.
“Astaga, Li..” ucap Ara lirih. “Apa kamu mambawa Bella ke klinik ini adalah bagian dari rencana kamu, Li?”
Dan sekali lagi Liliana mengangguk, tangis nya pun bertambah pecah. Tidak ada reaksi apa-apa dari Ara setelah mengetahui itu, dia juga enggak mangatakan bahwa dia telah memaafkan Liliana. Ara masih terlalu kaget dengan semua pengakuan wanita itu dan kecewa dengannya.
Hari itu enggak berjalan mulus untuk Ara, dia enggak fokus buat bekerja padahal saat itu kliennya lumayan banyak. Waktu jam praktiknya telah selesai, Ara sempat ke toilet dulu sebelum ia pulang. Perutnya terasa sakit, dia sempat duduk dulu sebentar di atas closet sembari memegangi perutnya dan bersandar pada dinding bilik toilet.
Saat merasakan ada sesuatu yang merembas dari dalam rok yang ia pakai. Ara buru-buru berdiri dan memeriksanya, ternyata celana dalamnya sudah penuh dengan darah. Bahkan darah itu sudah turun hingga ke paha bawah Ara, ia pendarahan.
Saking lemas nya dengan apa yang ia lihat barusan, Ara merosot di belakang pintu toilet. Tangannya yang gemetar itu mengambil ponselnya dan menekan nama Julian disana.
“hallo, Bun ada—“
“Bang, aku pendarahan tolong..” dan tidak ada sahutan lagi setelahnya karena Ara kehilangan kesadarannya.