Kelima Belas —Dia Datang?
Entah sudah berapa kali Ara mengklakson mobilnya, dia masih terjebak di jalan menuju ke Black Box. Ada kemacetan di sana akibat galian tanah yang di lakukan oleh perusahaan listrik negara, dia juga sudah mencoba menghubungi teman-temannya tapi hasilnya pun masih sama. Tidak ada yang menjawab telfon darinya, ini memang masih hari kerja jadi Ara memaklumi.
Sesekali ia melirik jam, ini sudah jam 11:50 itu artinya sepuluh menit lagi pertandingan sialan itu akan di mulai. Dia gak bisa membiarkan Julian berada di tempat sialan itu lagi, dia harus membawa Suaminya keluar dari sana.
“Julian!! Kenapa kamu bikin aku marah banget!” Pekik Ara tertahan, kalau dia sudah sampai di Black Box nanti dia gak yakin gak akan ngamuk kaya waktu itu. Dan secara kebetulan juga Ara bawa botol air minum lagi, kali ini ukurannya lebih besar dari yang waktu itu Ara bawa.
“Julian brengsekk!!” Ara memukul stir mobilnya, namun sedetik kemudian atensinya teralihkan pada ponselnya yang berdering. “Mas Iyal?”
“Hallo, Ra? Kamu dimana?” tanya Arial to the point, dari sebrang sana Ara bisa mendengar riuhan dari tempat Arial berada. Batinnya Ara tahu kalau ternyata Arial sudah sampai Black Box lebih dulu.
“Aku masih di jalan arah Black Box, Mas. Tapi macet banget ada galian, hiks.. Mas tolongin Julian, bawa Julian keluar dari sana hidup-hidup.” Ara jadi nangis sesegukan, dia beneran khawatir sama Julian. Gak mau liat Julian bonyok-bonyok lagi. Tapi dia juga marah, pokoknya campur aduk banget rasanya.
“Mas Udah sampe disini, kamu bawa mobilnya hati-hati yah. Mas bakalan bawa keluar Julian.“
Ara spontan mengangguk walau ia yakin kalau Arial gak akan bisa melihatnya, sekarang dia agak sedikit lega karena Arial sudah ada di sana. Setidaknya Arial bisa menyuruh Julian buat berhenti sebelum Ara datang, sekarang yang Ara perlukan hanya menunggu kabar dari Arial saja.
Sejujurnya Ara nyesal banget udah pergi dari rumah dan bikin Julian kaya sekarang, di perjalanan dia udah mikirin bagaimana dia harus minta maaf sama Julian dan kelanjutan rumah tangga mereka. Ara sayang banget sama Julian, kalau di tanya dia masih mau buat punya anak atau gak. Jawaban jujurnya adalah dia masih menginginkan itu.
Mungkin saat sudah berhasil membawa Julian keluar dari sana, Ara bakalan bilang ke Julian kalau ia mau memulai semuanya lagi dari awal, ia masih mau di panggil 'Bunda' dan membesarkan anak-anaknya sama Julian kelak.
Di Black Box, Arial berusaha menghalau ramai nya penonton yang memadati tempat berukuran 6x10 meter itu. Semua orang yang di dominasi oleh laki-laki itu riuh menyebutkan nama Julian ketika pintu kecil menuju atas ring itu terbuka, Arial yakin jika ini ruangan kosong. Teriakannya pasti sudah terdengar oleh Julian, tapi sayangnya ia bukan satu-satunya orang yang berteriak di sana.
“Kang, kalau mau ikut nonton juga diem kek. Gak bisa diam banget, mending keluar aja sana,” ucap seorang laki-laki yang duduk di sebelah Arial, logatnya sunda banget tapi dia ngomong sama Arial gak pake bahasa sunda. Mungkin ia pikir Arial bukan orang Bandung, ya memang bukan sih.
“punten A, bisa tolongin saya gak? Itu yang di ring Adik ipar saya, ada berita genting saya harus bawa dia keluar dari sini.” Arial mencoba peruntunganya, posisinya yang berada di kursi belakang menyulitkannya untuk maju menuju ring dan menyeret Julian keluar dari sana.
“Eh eh, enak aja main bawa keluar. Si Julian? Itu dia jagoan aing anjir, bisa rugi bandar kalau dia belum main tapi udah di bawa keluar!” Pekik laki-laki itu.
“Tapi masalahnya—” belum selesai ngomong, dua orang laki-laki lainnya yang berbadan gempal menghimpit Arial. Seperti menahan Arial agar ia tidak bisa pergi dari sana.
Lonceng pertandingan pun di mulai, di kursinya Arial nyoba buat telfon Ara. Namun posisinya yang benar-benar terhimpit itu menyulitkannya untuk bergerak, dia cuma berharap Adiknya itu bisa segera datang dan menghentikan pertandingan itu sekarang juga.
“HOOOOOO!!!”
Keriuhan penonton bertambak seiring dengan pukulan dari lawan Julian itu mengenai wajah bagian kiri Julian, laki-laki itu jatuh namun kembali bangkit. Arial heran, kenapa dari tadi Julian enggak melawan. Ia seperti diam saja di pukuli di atas ring oleh lawannya sendiri.
Ketika lawannya kembali menyerang, Arial menutup matanya waktu bogem yang berasal dari tangan kanan lawan itu mengenai perut Julian. Adik Ipar nya itu tersungkur, Julian juga kelihatan batuk-batuk di sana.
“anying si Julian kenapa sih?” laki-laki di sebelah Arial misuh-misuh enggak terima. “Kalau begini caranya mah gue bisa kalah taruhan.”
Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Arial berusaha mendorong laki-laki gempal yang menghimpitnya. Namun sialnya tenaga nya kalah besar, Arial juga kalah jumlah.
sial!!
Mau enggak mau, Arial pasrah melihat Julian di pukuli di atas ring tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia cuma sibuk komat kamit berdoa supaya Ara datang sebelum Julian babak belur yang lebih parah lagi.
“HUUUUUU...”
Di sisi ring, Julian sudah membungkuk menghalau lawan yang terus ingin menghajar wajahnya yang sudah lebam dan mengeluarkan darah di sisi bibir dan juga pelipisnya. Beneran rasanya Arial gak tega banget liat Julian di pukulin, tapi juga Arial bertanya-tanya apa yang bikin Julian balik ke Black Box lagi? Apa dia mau mancing Ara aja supaya datang? Beneran Arial gak paham sama cara berpikir Julian.
Gak lama kemudian, di depan sana Arial liat ada seorang cewek yang datang entah dari mana. Cewek yang hanya kelihatan punggungnya itu marah-marah ke Ian yang dari tadi berdiri di bawah ring dengan cemas, cewek itu ngeluarin botol minum dari paper bag yang dia bawa dan mukulin lengan sampai punggung Ian dengan kencang. Dan Arial yakin itu Ara adiknya.
“Ara!!” Pekik Arial, dia buru-buru berdiri sekuat tenaga dan menghalau kerumunan orang untuk sampai di depan ring.
“BAJINGANN!! KELUARIN JULIAN GAK!!” pekik Ara di setiap pukulannya di badan Ian.
“Aduh-aduh, heh! Berenti mukulin gue dulu please.” Ian memohon, sungguh tenaga Ara tuh kalau udah mukulin orang pakai botol minumnya bisa lebih kencang.
“Apa?! Lo liat gak sih Julian di pukulin? Dia gak ngelawan!” Ara nangis, dia gak tega banget liat Suaminya itu di pukulin. Ara tadinya mau naik ke atas ring, tapi Ian dan beberapa penjaga di sana menahannya.
“Gue juga gak tau kenapa Julian kaya gitu! Gue juga rugi kalau dia kalah!”
“Apa lo bilang?! Dasar laki-laki kerdusss!! Mikirin untung aja lo yah, lo pikir laki gue sabung ayam!!” Ara kembali memukul Ian dengan botol tumblr yang dia bawa.
Dengan gerakan cepat, dia lari ke arah ring walau sempat di halangi oleh penjaga. Tapi kekuatan yang berasal dari kemarahan Ara itu beneran meletup-letup banget, dia hajar dua penjaga di bawa ring itu pakai botol tumblr nya, sampai penjaga itu kuwalahan dan milih lepasin Ara.
Begitu lepas dari dua penjaga itu, Ara naik ke atas ring dan sekarang gantian mukul kepala lawannya Julian pakai botol tumblr yang dia pegang. Lawan nya Julian yang tadinya sedang menghajar Julian itu menoleh dengan air wajah yang begitu marah.
“APA LO?!” pekik Ara. “Lo liat gak dia diam aja? Ini bukan pertandingan namanya kalau dia diam aja!!”
“Lo siapa?”
Julian yang kesadarannya udah di ambang itu membuka matanya perlahan-lahan, matanya bengkak karena hajaran lawannya barusan. Tapi dia tersenyum ketika sadar di depan sana ada Ara istrinya, Dengan tubuh yang sempoyongan, Julian bangun sembari meringis menahan sakit yang berasal dari perutnya demi menghampiri Ara. Dia harus membawa wanitanya itu keluar dari sini.
“GUE ISTRINYA!!!” Teriak Ara.
Penonton yang menonton pertandingan itu yang semula riuh kini saling bergumam diam-diam, suasana jadi agak senyap begitu Ara dengan aksi hiroiknya naik ke atas ring dan memukuli lawan nya Julian.
“Heh Suaminya lo aja yang—”
“Julian..” Ara gak perduli pada kalimat selanjutnya yang di ucapkan lawan main Julian itu, dia lari ke arah Julian dan mapah Suaminya itu di bahunya meski badan Julian yang tinggi dan berisi itu menyulitkannya.
“Sayang?” Gumam Julian.
“Brengsek kamu, Jul. Benci banget aku sama kamu!” walau khawatir Ara tetap memaki, dia tetap marah sama Julian yang udah bikin dia khawatir sekaligus kaya orang gila mukulin orang dan naik ke atas ring.
“Maaf yah..”
Karena kesal, Ara nyubit perut Julian dengan sebal sampai Suaminya itu meringis. Tapi sedetik kemudian Julian senyum, dia lebih baik di cubit atau di marahin Ara kaya sekarang ini dari pada harus liat Ara pergi ninggalin dia.
“Benci aku liat kamu kaya sekarang, aku masih marah yah!”
“Iya aku tau, tapi sebentar sayang.” Julian melepaskan lengannya dari bahu kecil Istrinya itu, dengan langkah yang sedikit gontai. Dia menghampiri lawannya yang masih membeku di atas ring.
“Kenapa?” Tanya laki-laki itu dengan pongah nya.
Julian enggak menjawab, tapi bogem mentah dengan mengerahkan seluruh tenaga nya itu ia berikan di sisi wajah lawannya hingga membuat laki-laki itu tumbang hanya dalam sekali pukulan. Lalu keriuhan dari penonton itu kembali, dan lonceng pertandingan berakhir. Julian kembali menghampiri Ara dan membawa Istrinya itu keluar dari sana.
“Ayo kita pulang,” ucapnya sembari menggandeng tangan Ara.