Kelima— Rencana Berdua
3 bulan kemudian
Setelah operasi miom yang di lakuin sama Ara tiga bulan yang lalu, Ara udah kembali pulih. Dia bahkan udah bisa bikin konten lagi yang sharing pengalamannya waktu operasi miom dan ngasih tau ke pengikutnya itu buat lebih aware sama kesehatan terutama buat perempuan-perempuan.
Selama itu juga Ara masih mempersiapkan dokumen-dokumen serta lokasi yang akan di jadikan tempatnya membuka klinik, maklum setelah operasi kemarin, Julian itu jadi lebih strict buat jagain Ara, terutama soal pola makan dan kegiatan yang di lakuin istrinya itu.
Bahkan kalau libur kerja pun Julian yang ambil alih semua kerjaan rumah kaya masak, nyiram tanaman, bersihin rumah, nyuci baju. Ya walau biasanya juga mereka lakuin berdua kecuali nyiram tanaman ya, Julian bukannya ogah atau gimana. Dia cuma risih aja Ibu-Ibu tetangga depan rumahnya itu suka ngeliatin Julian.
Selain fokus sama ngontennya, Ara juga sibuk ngurus Leon sama Nanang yang udah di bawa ke rumah mereka. Taman kecil di depan rumah udah di rapihin Julian, pria itu juga bikinin kandang buat kelinci-kelinci mereka yang lumayan luas.
“Kayanya Ijul pulang deh..” Ara ngecilin kompornya yang lagi dia pakai buat angetin sayur lodeh yang dia buat, ini memang sudah jam Julian pulang bekerja.
Dan benar aja, suaminya itu lagi buka pintu pagar buat masukin mobilnya. Oiya, selama tiga bulan ini pun Julian sama Ara belum pernah berhubungan lagi, padahal dokter pun sudah mengizinkan, Julian cuma mau mastiin luka sayatan di perut Istrinya itu sudah benar-benar pulih. Dan malam ini mereka akan membicarakan rencana mereka untuk segera memiliki keturunan.
“Cantik amat Istri aku,” Julian nyengir waktu keluar dari mobilnya, liat Ara pakai midi dress dengan rambut sebahu yang dia gerai.
“Emang biasanya aku buluk?” Ara terkekeh, dia ambil tangan Julian dan mencium punggung tangannya.
“Biasanya juga cantik, tapi malam ini jadi tambah cantik aja. Jadi pengen ngajak pacaran.”
“Genit ih.” Ara nyubit pinggang Julian.
“Masuk yuk, nanti di liatin Bu Neneng nanti dia jadi kepengen gabung lagi.” Bu Neneng itu tetangga depan rumah mereka yang suka banget liatin Julian kalo lagi nyiram tanaman sama cuci mobil.
Ara mengangguk, dia masuk lebih dulu dan biarin Julian tutup pintu rumah mereka dulu. Julian tuh biasanya sebelum makan malam harus mandi dulu, dia gak bisa makan dalam keadaan belum mandi habis pulang dari kantor. Ya walau kerja di dalam ruangan AC tapi tetap aja Julian ngerasa gak nyaman kalau belum mandi, walau kata Ara wangi keringet Julian jalau sudah bercampur sama parfum tuh bikin dia pengen nempel melulu.
“Abang mandi dulu aja, aku juga belum selesai angetin sayur nya. Sama nasi nya belum matang.” Ara balik lagi ke dapur buat balik hangatin sayurnya.
“Bun, cium dulu dong sebentar.” Julian ngerengek, dia duduk di sofa ruang tamu sembari buka kancing kemeja teratasnya itu.
“Mandi dulu sayangku.”
“Cium dulu ah, abis itu baru mandi. Energi aku habis nih butuh recharge.” Julian tetap pada pendiriannya, dia noleh ke arah dapur dan liat Ara ngecilin api kompornya. Secercah senyum hadir di wajah pria itu apalagi saat melihat Ara menghampirinya.
“Suruh mandi aja susah banget kenapa sih?” Ara ngerajuk, tapi begitu kedua tangan Julian menyambutnya pada pinggang ramping itu. Ia langsung beringsut duduk di pangkuan Suaminya.
“Aku mau apresiasi istri aku yang malam ini udah effort make up demi nyambut Suaminya pulang.”
Ara terkekeh, dia ngalungin tangannya di kedua bahu Julian itu. Julian tuh kalau pakai kemeja dan habis pulang ngantor gini makin sexy di mata Ara, apalagi dengan lengan kemejanya yang udah dia gulung hingga sebatas sikunya. Dan tiga kancing teratas yang ia buka hingga menampakan dada bidang pria itu, ah jangan lupa. Rambut Julian yang tebal dan ia tata dengan koma style itu.
“Liat kamu pulang kerja kaya gini bikin aku makin gila tau gak?” Ara nyatuin kening mereka, kedua tangannya bertumpu di bahu lebar Julian.
“Oh ya?” Julian mengangkat satu alisnya menggoda. “Liat kamu cantik kaya gini juga bikin aku tambah gila.”
Keduanya terkekeh, namun tangan Julian yang tadinya terlihat nyaman di pinggang Ara itu kini beringsut menaikan midi dress yang di kenakan istrinya itu hingga menampakan paha mulus istrinya itu. Keduanya memejamkan mata, Ara bisa merasakan perlahan sapuan nafas suaminya itu menyapu wajahnya. Hingga kini bibir Julian menyapa bibirnya.
Sentuhan bibir Julian mampu menerbangkan Ara hingga ia membuka mulutnya kecil, tangannya yang bertumpu di bahu Julian tadi kini beringsut membuka satu persatu kancing kemeja Suaminya itu dengan tidak sabaran.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengubah ciuman itu menjadi sebuah ciuman liar dan panas, keduanya saling menuntut bahkan Julian sendiri sulit mengontrol nafsunya, tangannya itu kini sudah bergerak masuk ke dalam midi dress yang di kenakan Istrinya, meraba perut rata itu dan meremas sesuatu disana yang masih terbungkus oleh kain penyangga.
“Ah...” Ara melepaskan tautan bibir mereka, dan kesempatan itu Julian pakai untuk mengecupi leher jenjang Istrinya itu.
Ara berani bersumpah jika malam ini Julian benar-benar sexy ia juga lebih agresif dari biasanya, mungkin selama ini banyak yang Julian tahan untuk tetap menjaga Ara hingga ia pulih pasca operasi. Julian mengecup dan mengigit leher Istrinya itu hingga satu lenguhan lolos dari bibir Ara.
“i miss you more,” bisik Julian tepat di telinga Ara, ia gigit kecil juga telinga istrinya itu.
“Sayang.. Mmhh.. Kita udah janji mau memulai semuanya dengan bersih okay, lepasin dulu..” Ara berusaha melepaskan rengkuhan Julian di tubuhnya, namun lengan Julian justru menahannya.
“Oughh...” Ara memejamkan matanya, benar-benar kewarasannya sedang di uji oleh Suaminya itu. Tangan besar Suaminya itu membuka kaitan bra yang ia pakai dan memilin puting miliknya di sana.
“Kamu gak kangen aku, Bun?” Tanya Julian.
“Ahhh kangen...” Ara membuka kedua matanya, ia sendiri kesulitan menahan nafsunya. Jadi ia kembali memburu bibir Suaminya itu, membuka kemeja yang di kenakan Julian dengan tidak sabaran dan melemparnya ke sembarang arah.
Julian benar-benar menikmati setiap kecupan dari bibir Istrinya itu, ia bahkan mendongak ketika Ara mulai mengecupi leher hingga Adam apple nya. Julian ingin menyalurkan semua yang ia tahan selama beberapa bulan ini.
“Aahhh... Sayang.” Julian mengerang, Ara mengecupi leher hingga turun ke dada bidangnya itu, sesuatu milik Julian di bawah sana juga sudah merengek ingin segera di keluarkan.
Dengan sekali gerakan, ia bawa tubuh ramping itu untuk ia tidurkan di atas sofa bed ruang tamu mereka. Dengan tergesah-gesah Julian turunkan midi dress yang sedari tadi menghalangi aktifitas mereka. Tidak Julian buka, hanya menurunkan middi dress itu hingga perut istrinya itu.
“Julian.. Aahh. ” Ara memejamkan matanya, ia meremas rambut Julian waktu bibir Suaminya itu bergerak di atas dadanya.
“Sayang... Jangan kejauhan arghh.. please.. kamu mandi dulu.” Ara menahan bahu Julian, ia tahu Suaminya itu mungkin saja bisa kesal karena aktifitas yang di rasa 'tanggung' mereka lakukan. Untungnya Julian cepat menyadari kesepakatan mereka untuk melakukannya dalam keadaan bersih.
“Maaf yah,” Julian menggeleng kepalanya. “Sini aku pasangin lagi baju kamu.”
Ara bangkit dari tidurnya, ia merapihkan bra dan bajunya yang sudah tidak pada tempatnya itu. “Kamu mandi dulu aja ya, nanti bajunya aku yang beresin.”
“Sayang, marah ya?”
Ara tersenyum dan menggeleng pelan, “enggak, sayangku. Mandi sana, kita makan malam dulu ya.”
Paginya Ara dan Julian bangun agak sedikit siang, kebetulan juga hari ini adalah akhir pekan. Walau akhir pekan pun biasanya sepasang suami istri itu selalu bangun pagi, tapi beda pada hari ini. Julian dan Ara masih bergerumul dalam selimut tebal yang menutupi tubuh polos keduanya.
Ara bangun lebih dulu, memperhatikan Julian yang masih tertidur di sampingnya. Posisinya tengkurap dengan wajah menghadap ke arahnya. Julian nampak kelelahan, sama seperti dirinya. Tidak ada yang Ara dan Julian harapkan selain Tuhan cepat memberikan mereka momongan.
Di usapnya wajah pria itu, dan ia kecup bibirnya. Ara tuh suka banget liatin Julian tidur kaya gini, apalagi ngusap wajahnya itu. Kalau liatin Julian tidur, Ara jadi sadar betapa ia mencintai Suaminya itu.
“Jul..” bisik Ara.
“Hmm?” Julian berdeham, tapi kedua matanya masih terpejam.
Semalam, setelah mereka kembali bercinta. Ara jadi kepikiran sesuatu, hanya random saja sekilas ingatan tentang masa lalu mereka yang mampu membuat Ara kepikiran hingga pagi hari.
“Aku kepikiran sesuatu..” cicit Ara pelan. Tangan kirinya masih berada di wajah Julian hingga kedua kelopak mata itu terbuka dan menatapnya.
“Apa hm?”
“Jul.”
“Apa sayang?”
“Mungkin gak, menurut kamu. Penyebab aku miom atau aku belum hamil itu karena aku minum banyak postinor waktu kita pertama kali berhubungan?”
Pertanyaan Ara itu mampu membuat kesadaran Julian kembali secepat kilat, ia membalikan tubuhnya. Menarik selimut yang keduanya pakai karena tadi saat Julian bergerak, selimut itu sedikit turun hingga tubuh istrinya itu terlihat.
“Kamu sempat tanya sama dokter Irene?”
Ara menggeleng, “belum, baru kepikiran aja semalam.”
“Nanti kita konsul lagi aja ya.”
Ara menggeleng, ia beringsut mendekat pada Julian dan memeluk Suaminya itu. Sejujurnya Ara takut, takut efek dari obat itu membuatnya tidak bisa hamil. Ia menyesal, tapi kalau saja ia tidak meminum pill itu masa depan mereka juga bisa saja terancam.
“Maafin aku yah, Ra. Maafin aku..”
“Kenapa sih, yang? Lesu amat muka nya,” tanya Chaka, kebetulan di depan sana sedang macet. Dan Chaka bisa melihat betul kerisauan pacarnya itu yang duduk di sebelahnya. Biasanya Niken ini agak ceriwis, banyak cerita hal-hal yang dia lakuin hari ini. Ya maklum, Chaka sama Niken ini enggak ketemu setiap hari karena kesibukan masing-masing.
“Pusing aku, Buk Halimah minta cariin orang buat posisi psikolog anak. Kan Mbak Sandara resign karena habis kehilangan Suaminya. Ya resign sementara sih, mungkin kalau masa berkabungnya udah selesai dia bakalan balik lagi. Makanya butuh posisi ini buat jangka waktu 2-3 bulan kedepan,” jelas Niken pada Chaka.
“Temen-teman kamu gak ada?”
Niken menggeleng, “udah aku tanyain satu-satu. Mereka gak mau kalau cuma 2-3 bulan, apalagi dalam seminggu cuma 3 kali praktik.”
“Coba tawarin ke Ara aja?” Chaka menoleh ke arah Niken, wajah cewek itu cemberut beneran agak frustasi juga kalau nantinya Ara menolak posisi ini atau bahkan gak dapat izin dari Julian.
“Niatnya emang gitu, tapi masalahnya dia mau gak? Dapat izin gak dari Ijul. Apalagi dia cerita ke aku dia resign jadi penerjemah biar lebih banyak waktu di rumah.”
“Iya sih, tapi kan gak ada salahnya?” Chaka menaikan satu alisnya. “Dia aja gabut banget sekarang, sering chat-chat random di grup kan, saking gabutnya.”
Niken mengangguk-angguk. “Iya sih, Ara juga cerita ke aku gitu. Dia sering gabut, kadang suka ngajak jalan minta di temenin bikin konten. Tapi kan kamu tau jadwal praktiku kaya apa, belum lagi kalau ngisi seminar.”
Chaka senyum, dia mengulurkan tangannya hingga menyentuh pucuk kepala pacarnya itu. “Pacar aku hebat banget sih. Jadi makin sayang, aku tuh bangga banget kalau nemenin kamu ke acara seminar.”
Niken yang melihat itu nyengir, dia mencubit pipi Chaka terutama di bolongan pipi pacarnya itu yang selalu jadi spot favorite nya. “Brondong aku juga hebat banget sih!! Konten nya edukatif, enggak jadi konten kreator yang toxic dan lagi fans nya banyak walau bocil-bocil.”
Sesampainya di rumah Ara, keduanya langsung di sambut sama Ara yang lagi makanin bala-bala di ruang TV. Wanita itu lagi nonton drama korea sambil nangis-nangis, ya ceritanya sedih gitu deh. Ada beberapa lembar tissu juga yang berserakan di bawah sofa, tapi begitu Niken sama Chaka datang, dia langsung beresin tissu nya.
“Duduk, Teh, Ka. Kalian mau minum apa?” tanya Ara sembari mengucak matanya yang merah karena menangis, hidungnya bahkan memerah dan mayanya sembab.
“Nanti aku ambil minum sendiri gapapa, Ra.” Niken tersenyum kikuk, agak bingung sama kelakuan ajaib Ara.
“Lo nangis? Nonton drama? Lebay ih.” Chaka nunjuk ke arah TV yang lagi nampilin adegan sepasang kekasih yang terpaksa kandas hubungannya karena sudah berbeda tujuan. Iya, Ara lagi nonton drama 2125 yang di peranin sama Kim Taeri dan Nam Joohyuk. Yang masih suka di sindir dimana-mana gara-gara mereka gak berakhir bersama.
“Ini tuh sedih Chaka!! Gak punya perasaan banget sih!” rengek Ara, saking sebalnya sama ucapan Chaka dia sampe lempar tissu ke cowok itu.
Chaka jadi dapat tatapan tajam dari pacarnya itu kan gara-gara bikin Ara tambah nangis. “Kamu nih!! Makanya kalo nonton di hayati.”
Niken yang liat Ara tambah nangis jadi ngusap-ngusap punggung wanita itu, “udah-udah jangan di dengerin si Chaka, Ra. Dia kebanyakan nonton film horor makanya gak ngerti genre romance gini.”
“Nyebelin! Sama aja kaya Baek Yijin!”
“Hah?!” pekik Chaka. Dia akhirnya geleng-geleng kepala aja dan mencomot bala-bala di piring yang ada di meja TV Ara, tapi belum sempat mencomot Ara udah melempar cushion ke arah Chaka sampe ngenain kepala nya.
“JANGAN MAKAN BALA-BALA GUE IH!! ITU BELI NYA JAUH!” rengek Ara.
“Chaka!!” pekik Niken memperingati pacarnya itu.
“Ya Allah, salah mulu gue.” Chaka akhirnya kembali ke tempatnya duduk, dia ngeluarin HP nya aja sembari ngetik sesuatu di sana. Yup, Chaka ngadu ke Julian soal Ara di grup yang isinya cowok-cowok di kosan. Tanggapan teman-temannya itu justru malah menertawai Chaka, bikin tambah dongkol aja kan? Pikirnya.
“Teh, maaf yah kamu datang aku berantakan gini,” ucap Ara setelah dia jauh lebih tenang.
Niken nyengir, “hehe, gapapa, Ra.”
“Teh Niken baru balik praktik?”
Niken mengangguk, ini kesempatannya buat ngomongin soal tawaran Buk Halimah ke Ara. “Iya, Ra. Kebetulan selain jengukin kamu aku juga punya tawaran buat kamu, tapi pikir-pikir dulu aja yah.”
“Tawaran apa, Teh?”
“Gini, kan atasan aku nyuruh aku cari orang buat posisi psikolog anak. Kebetulan posisi itu lagi kosong, tapi yah cuma 2-3 bulan kerja aja. Mungkin kamu mau ambil posisi itu? Praktiknya cuma 3 kali dalam seminggu aja kok, jam praktiknya juga setengah hari. Lumayan kan sambil nambah pengalaman kamu.” jelas Niken.
Ara menimang-nimang tawaran itu, kalau dia sendiri sih mau-mau aja yah apalagi dia sering bosan di rumah kalau Julian lagi kerja, mendengar jam kerjanya yang sebentar itu juga Ara mikirnya dia masih dapat banyak waktu luang.
“Aku mau, Teh. Tapi aku izin sama Ijul dulu ya?”
Niken mengangguk-angguk, wajahnya cerah banget karena dia ngerasa dapat harapan dari Ara. Sekarang tinggal bagaimana Julian mengizinkan Istrinya itu atau enggak. “Gapapa, Ra. Ngomong dulu aja sama Julian oke, aku tunggu kabarnya ya.”
Bersambung...