O6. Menerka-Nerka
Sudah beberapa hari ini Ara nampak lebih diam dari biasanya, ah. Enggak, lebih tepatnya dia seperti sedang memusuhi Arial dan Gita. Ara masih dongkol karena Arial yang ia rasa banyak berubah semenjak mengenal Gita. Meski sudah berulang kali di ajak bicara, Ara masih enggan. Gadis itu lebih memilih bungkam dari pada harus bicara sama Kakak nya itu.
Seperti saat ini, waktu sedang mengerjakan tugasnya bersama Julian di meja makan lantai 1. Arial datang membawa nasi padang dengan lauk ayam bakar kesukaan Ara, Arial biasanya tahu itu cara ampuh untuk merayu Adiknya.
Namun kali ini rayuannya seperti tidak berjalan sebagaimana mestinya, Ara kembali mengacuhkannya dan malah mengajak Julian untuk belajar di balkon kamar cowok itu. Masa bodo dengan Arial yang menegurnya karena masuk kamar laki-laki, toh ini Julian temannya sendiri.
“Ra, itu lo di panggil Mas Ril.” Julian nyamperin Ara yang udah masuk ke balkon kamarnya duluan.
“Cuekin aja. Gue males sama dia, udah kita nugas disini aja. Gausah mikirin Mas Iyal gak penting dia.”
“Dosa loh, lo marah-marah mulu. Dia kan udah minta maaf.” Julian menasihati, Julian gak nyangka kalau gadis yang ia sukai itu akan sekeras kepala ini.
“Dia juga dosa gak nepatin janjinya, udah sini duduk ah. Mau nugas gak?” Ara yang mood nya lagi enggak bagus itu dalam beberapa hari ini ngasih tatapan mata yang tajam ke Julian, agak heran kadang Julian sama cewek-cewek di kosan. Mereka kelihatan imut-imut tapi kalau udah marah seramnya melebihi dedemit kosan.
Julian akhirnya pasrah duduk di depan gadis itu, dia mencoba fokus buat ngerjain bagian tugasnya lagi meski sesekali dia curi-curi pandang ke Ara. Yah buat mastiin aja kalau dia bukan target kengambekan gadis itu selanjutnya.
Keduanya mengerjakan tugas dalam diam, Julian yang konsentrasinya udah mulai kumpul lagi itu khidmat banget ngerjainnya, sementara Ara. Konsentrasi gadis itu masih terpecah belah, karna beberapa hari ini Yuno kembali menghilang.
Akhirnya Ara harus kembali memakai caranya sendiri untuk mendapatkan kabar dari cowok itu, seperti saat ini. Dia kembali memeriksa satu persatu akun sosial media milik teman-teman Yuno di kampus, tapi enggak ada tanda-tanda satupun Yuno sedang bersama mereka.
Gadis itu mendesah, mengigit bibir terdalamnya sendiri sampai akhirnya satu nama muncul di kepalanya. Ann, yup. Gadis itu, entah kenapa Ara kepikiran buat meriksa akun sosial media milik Ann. Awalnya tidak ada yang aneh dari sosial media milik Ann, sampai akhirnya Ara berinisiatif untuk memeriksa ikon sorotan di sana, yang gadis itu beri nama 'special day.'
Dari foto-foto di sorotan itu, awalnya enggak ada yang mencurigakan sampai akhirnya ia melihat ada satu foto yang membuat Ara terkejut. Postingan 3 hari yang lalu, saat Ara jatuh sakit karena asma nya yang kambuh. Hari itu adalah ulang tahun Ann, dan di foto itu ada Yuno yang sedang menikmati birthday cake dengan senyuman yang merekah di wajahnya.
Mereka merayakan hari itu berdua, bahkan Ann juga memotret Yuno beberapa kali. Sungguh, rasanya siang itu Ara seperti tersambar petir disiang bolong. Kecurigaannya pada Ann itu akhirnya terjawab, gadis itu benar-benar bersama pacarnya.
Apa ini alasan Yuno menghilang beberapa hari ini? Pikir Ara.
“Gue udah ngerjain yang bagian ini, tinggal di sambungin aja sama bagian lo—” ucapan Julian mengatung, dia mengerutkan keningnya bingung waktu lihat tiba-tiba Ara udah menangis sembari menekan tombol di MacBook nya dengan kasar.
“Ra?” panggil Julian.
“Brengsek!!” gumam Ara, dia menghapus air matanya dengan kesal.
Hal itu juga yang membuat Julian jadi bergeser untuk melihat apa yang tengah Ara lihat di MacBook nya. Awalnya Julian gak paham kedua pasangan itu siapa, sampai akhirnya Julian ingat kalau cowok yang ada di dalam foto itu adalah Aryuno. Pacarnya Ara, yup.
“Ra?” panggil Julian sekali lagi.
“Dia tuh ngilang udah 3 hari, Jul. Gak taunya sama cewek ini. Sialan banget kan!!”
Julian hanya diam, dia membiarkan Ara terus memeriksa satu persatu slide di foto itu sampai akhirnya Ara memukul MacBook nya sendiri karena kesal.
“Ra.. Ra.. Udah Ra..” Julian menghentikan aksi itu, ya apalagi karena takut Ara kelepasan dan takut MacBook gadis itu rusak juga.
“Udah cukup nyari taunya,” ucap Julian lagi.
“Gue kurang apa sih, Jul? Gue salah apa? Kenapa Kak Yuno bisa lakuin ini ke gue?” tangis Ara kembali pecah, tangan gadis itu bergetar. Sungguh rasanya Julian ingin sekali menghajar laki-laki bernama Aryuno itu.
“Lo nangis-nangis kaya gini juga gak merubah keadaan, Ra. Lo juga gak tau kan mereka kenapa bisa berdua kalau lo sendiri belum nanya ke dia langsung, semua asumsi di kepala lo itu belum tentu benar.” Julian berusaha mengingatkan Ara, dia gak mau Ara menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan membuat skenario yang padahal belum tentu benar di kepalanya.
“Itu kurang jelas apa, Jul? Dia ngerayain ulang tahun cewek itu berdua! Berdua Jul. Di hari gue sakit, dia matiin HP nya supaya gue enggak ganggu. Dan sampe sekarang dia gak ngabarin gue apa-apa, Jul.”
Ara luruh, tangisnya semakin pecah apalagi saat Julian menarik gadis itu kedalam pelukannya. Ara semakin menangis menjadi-jadi disana, dan Julian yang sudah tidak menanggapi ucapan gadis itu lagi. Julian hanya memeluk Ara sembari mengusap-usap punggung gadis itu agar lebih tenang.
“IJUL LO PARAH BANGET—” pekik Chaka waktu gak sengaja memergoki Julian sama Ara pelukan, kebetulan balkon kamar Julian dan Chaka memang bersebelahan.
Tapi begitu melihat Ara yang masih menangis dan Julian yang memberi kode pada Chaka untuk menyingkir dari sana, Chaka akhirnya mengerti. Cowok itu menyingkir dari balkon.
Begitu di rasa sudah lebih baik, Julian melepaskan pelukkanya ke Ara. Dia menghapus jejak-jejak air mata di pipi gadis itu seperti anak kecil.
“Mau lanjutin tugasnya atau lo mau sendiri dulu?” tanya Julian.
“Jul?”
“Hm?”
“Boleh gak kalo kita lanjutin tugasnya besok aja?”
Julian mengangguk, dia gak masalah dengan itu. “Gapapa, lo mau gue anterin ke kamar?”
“Gue gak mau sendirian, Jul. Temenin gue yah. Gue gak mau kepikiran dia lagi.”
“Mau jalan sama gue? Kita beli apa gitu buat makan malam?”
Ara akhirnya mengangguk, dia pikir keluar sebentar mungkin bisa sedikit menenangkan hatinya. “Pinjam jaket lo yah? Gue lagi males ke atas.”
“Gue cari yah yang pas buat lo, sini ke dalam jangan disitu. Nanti demit dari kamar Chaka yang nemenin lo lagi,” Julian terkekeh, berusaha mengeluarkan guyonan yang agak garing itu demi menghibur Ara.
Sembari Julian mencari jaket yang pas untuk Ara, Ara berkeliling kamar Julian. Kamar cowok itu enggak banyak barang tambahan, Julian hanya menambah rak buku kecil yang dia taruh dekat lemari bajunya. Lemari berisi novel-novel, buku sejarah dan juga buku pelajaran.
Sampai akhirnya mata Ara tertuju ke foto-foto yang Julian taruh di dekat ranjang tidurnya, ada foto Julian, seorang wanita yang Ara pikir itu Ibu nya dan Adiknya?
“Ini Ibu sama Adek lo yah, Jul?” tebak Ara.
Julian menoleh sebentar, ia tersenyum. Sebelum akhirnya kembali mencari jaket miliknya yang bisa Ara kenakan. “Iya, itu Ibu gue sama Andra. Adek gue.”
Ara mengangguk-angguk, Julian dan Adiknya tampak sedikit berbeda. Andra ini lebih mirip Ibunya, sedangkan Julian mungkin mirip Ayahnya? Pikir Ara.
Pandangan gadis itu kemudian beralih ke foto laki-laki yang mengenakan seragam pilot, wajahnya seperti menyiratkan ketampanan di masa lalu. Wajah yang dominan Julian itu mungkin menggambarkan jika Julian sudah mulai berusia 35 tahunan nanti, yup. Ara pikir laki-laki itu berusia sekitar 35 tahunan.
“Kalo ini Ayah lo, Jul?” tanya Ara, dan Julian mengangguk.
“Iya, itu almarhum Bapak. Bapak itu pilot, Ra.”
“Pilot?”
Julian mengangguk. “Dulu gue kepengen banget jadi pilot kaya Bapak.”
“Terus kenapa gak jadi pilot? Kalo di lihat-lihat juga lo cocok lagi, Jul.”
Mendengar ucapan Ara itu, Julian meringis. Ia meremat jaket yang sudah ia cari untuk di berikan ke Ara itu.
“Sama Ibu gue enggak boleh, lagi pula. Gak ada pilot yang takut naik pesawat kan?”
“Lo takut naik pesawat? Kenapa?” Ara berjalan mendekat ke arah Julian dan duduk di sebelah cowok itu.
“Karena Bapak meninggal akibat kecelakaan pesawat, Ra. Laut meluk Bapak gue dan gak ngembaliin raganya lagi buat dikembalikan ke bumi.” jelas Julian yang membuat Ara mematung di tempatnya.
Malam itu Echa, Gita, Kevin, Chaka, Januar dan Arial makan malam di kosan bersama. Sebenarnya Arial enggak sengaja datang ke kosan Abah pas penghuninya lagi makan malam bersama, dia niatnya mau ngerayu Ara lagi tapi kali ini pakai tiramisu cake. Tapi Adiknya itu malah enggak ada di rumah.
“Ara sama Ijul kemane sih? Dari tadi enggak balik-balik buset,” celetuk Janu di sela-sela makannya.
Chaka yang tahu keduanya pergi bersama entah kemana itu hanya menggerakkan kedua bahunya, “gue cuma liat mereka pergi berdua. Tadi juga kayanya Ara sempet nangis deh, terus di peluk sama Ijul.”
Ucapan Chaka itu sontak membuat Gita, Arial, Echa, Kevin dan Januar itu menoleh ke arahnya. Seketika Chaka yang di tatap secara bersamaan oleh teman-temannya itu menghentikan makannya.
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Ara? Nangis? Kok bisa Ijul meluk?” pekik Gita. Dia mikirnya kedua temannya itu memang dekat, tapi Gita gak sampe kepikiran Julian meluk-meluk Ara. Kenapa harus meluk? Kenapa Ara juga mau aja di peluk Julian? Pikir Gita.
“Duh, gue kagak tau. Orang pas gue kagetin si Ijul ngusir gue. Ara juga nangisnya kaya nyesek banget.”
“Lo serius, Ka?” tanya Arial.
“Ngapain sih gue bohong bang? Orang mereka pelukan di balkon.”
“Ijul kok bisa-bisanya meluk Ara sih?” gumam Echa.
“Ya mereka kan temenan.” jawab Janu, cowok itu jadi menoleh ke arah Echa pacarnya.
“Yah tapi Ijul kan tau Ara udah punya Kak Yuno, Nu.”
“Ya itu dia lagi nangis, kita juga kagak tau kenapa Ara bisa nangis. Kok elu jadi kaya nyudutin Ijul gitu sih?”
Kevin yang tahu arah pembicaraan Januar dan Echa yang udah kemana-mana itu akhirnya merelai. “Eh apaan sih udah-udah, kita gak ada yang tau disini Ara kenapa. Yang berhak nanya juga cuma Bang Ril disini, mendingan jangan pada bikin asumsi dah.”
“Yeee, gimana mau nanya ke Bang Ril. Ara aja masih ngambek sama Bang Ril.” celetuk Chaka lagi.
“Ngambek kenapa Ril?” tanya Gita. Dia enggak tahu kalau Kakak Beradik itu hubunganya sedang tidak baik-baik aja, sedari pulang rumah sakit. Gita belum ketemu Ara lagi. Dia juga baru malam ini makan di meja makan setelah kemarin-marin cuma bisa berbaring istirahat di kamarnya.
“Gapapa, udah gak usah di pikirin. Udah pada makan deh,” ucap Arial mengalihkan pembicaraan, dia pikir Gita enggak perlu tahu soal ini.