O7. Patah

Hari ini Ara dan Julian berada di Bogor dalam rangka acara HIMA PSI, hanya semalam saja dan besok siangnya mereka sudah kembali ke Bandung. Sampai saat ini Yuno belum juga mengabari Ara, ponselnya pun masih belum aktif.

Soal Ara dan kekecewaannya pada Arial, gadis itu juga belum mengajak Arial bicara. Ya selain karena masih dongkol dengan Kakak nya itu, akhir-akhir ini Ara juga sibuk dengan kegiatannya di kampus dan juga di HIMA.

Gadis itu sengaja menyibukkan dirinya agar tidak memikirkan Yuno, tapi walaupun begitu Ara enggak bisa membohongi jika ia masih sangat mengkhawatirkan cowok itu. Berharap Yuno akan segera menelfonnya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

sebenarnya terjadi? apa yang kemarin belum cukup jelas? Pikir Ara.

“nah buat lo Ra, lo dapet bagian Subdivisi Eksternal. Lo bisa handle sendiri kan? Atau mau berdua? Tapi gue gak akan kasih partner lo kating. Lo sama Sharen aja gimana jalanin proker ini?” tanya Agung selaku Kadep Humas.

Ara menarik nafasnya pelan, semua di divisi Humas dapat partner Kakak Tingkat, tapi kenapa hanya dirinya yang menjalani program kerja ini bersama teman seangkatannya? Pikir Ara.

punten A, aku kan masih maba. Kalo aku gak bisa handle dan proker Eksternal nya gak jalan gimana? Mana aku juga bakalan banyak keluar buat ketemu sama FKHMPI. Belum ada pengalaman bangun relasi sebesar itu kayanya, A.” Ara sedikit meragukan kemampuannya, di SMA dulu. Dia gak aktif di OSIS. Ara cuma ikut paduan suara saja, makanya HIMA ini adalah organisasi pertamannya.

“lo bisa tanya gue, Teh Chika, Teh Ilra Humas banyak orangnya, Ra. masa baru gue suruh handle 1 proker aja lo udah nyerah? Lo join Hima di approach sama Kang Damar kan? Itu artinya lo ada potensi disini. Kang Damar gak asal comot orang aja buat join disini,” jelas Agung tegas. Meski kelihatan bingung. Agung yakin Ara cuma perlu meyakinkan dirinya. Agung memang terkenal tegas, semua tugas yang dia bagi pada anggotanya sudah ia pikirkan matang-matang dengan melihat kemampuan anggotanya lebih dulu.

Ara akhirnya mengangguk, meski dalam hati ia sudah menyumpah serapahi Agung. Dia juga gak punya power buat nolak, dia gak mau di bilang manja atau gak punya potensi di HIMA.

“Iya, A. Paham.”

“Kalo lo butuh bantuan gue, nanti gue bantuin.” bisik Julian yang duduk di sebelah Ara. “Bilang aja.”

Mereka sedang rapat di ruang tengah Villa, posisinya melingkar dan Julian berada tepat di sisi kanan Ara, sementara Sharen ada di sisi kiri dan di sebelahnya ada Jonas. Yup, mereka sering banget berempat sampai kadang-kadang di juluki rantang saking seringnya terlihat bersama.

“Dia keknya emang numbalin gue dari awal gue join di Humas. Kemarin aja waktu raker di rumahnya Sharen. Dia nyuruh gue buat bantu kating Humas yang lain bikin upgrade Proker Humas. Dia kan tau gue maba,” keluh Ara sembari melirik ke arah Agung yang sedang menjelaskan proker ke anggota HIMA yang lain.

Ara sama sekali gak nyangka bergabung di HIMA akan seberat ini, tau gitu dia bisa tanya sama Arial dulu kan? Tapi mau gimana lagi. Dia sudah kepalang berjalan di kubangan, jadi mau tidak mau dia harus menceburkan diri saja sekalian.

“Nanti gue bantuin, lagian Teh Ilra juga asik kok anaknya. Dia pasti mau bantuin lo,” Julian mengusap bahu Ara, berusaha menenangkan gadis itu agar tidak kesal lagi.

Guys, selesai makan malam. Kita kumpul di lapangan yah, ada acara api unggun dan pembacaan aturan di HIMA.” teriak Teressa. Teressa ini adalah Wakil ketua Himpunan.

Malam itu, Ara enggak banyak makan kaya yang lain. Bukan karena dia lagi diet juga, dia cuma kepikiran sama prokernya aja dan juga hubunganya dengan Yuno, begitu kumpul di api unggun pun Ara sampai lupa enggak bawa jaketnya yang dia taruh di kamar. Alhasil dia kedinginan dan cuma bisa mengandalkan api unggun yang berada di tengah-tengah.

“Jaket lo mana, Ra?” tanya Sharen.

“Ketinggalan,” bisik Ara. Dia duduk deketin Sharen supaya bisa masukin tangannya ke saku jaket gadis itu.

Tapi gak lama kemudian, seseorang menaruh jaket tepat di kedua bahu Ara dan memakaikan gadis itu kupluk. Ara yang kaget cuma bisa membalikan badannya ke belakang, ternyata itu Julian. Begitu sudah menaruh jaket miliknya ke Ara, cowok itu kembali ke tempat duduknya bersama Jonas dan juga anggota divisi keuangan yang lain.

“Ijul tuh perhatian banget gak sih?” bisik Sharen.

“Dia emang baik, Ren.”

“Ihhhh, bego ah. Dia tuh naksir sama lo tau, Ra. Masa lo gak nyadar?”

“Na..naksir?” Ara mengerutkan keningnya bingung.

Sharen mengangguk, “nih yah dengerin. Cowok kalo perhatiannya udah sampe kaya gitu tuh udah pasti naksir. Lo inget gak Ijul di hukum gara-gara gak pake gesper?”

Ara mengangguk, bagaimana dia bisa lupa hal itu. Julian telah menyelamatkannya dari hukuman saat OSPEK. “Tapi itu kan—”

“Sssttt dengerin gue dulu,” sela Sharen. “Terus waktu asma lo kambuh? Ijul rela gak ikut kuis biospychology demi anterin lo ke klinik. Dia juga yang gendong elo sepanjang lorong fakultas terus sampe ke klinik kampus yang adanya deket FEB. Lo tau kan itu lumayan jauh dari gedung fakultas kita?”

Ara terdiam, dia gak pernah kepikiran kalau Julian menyukainya. Dia cuma selalu mikir Julian baik ke semua orang, gak cuma ke dirinya aja. Ara yang mendengar penjelasan Sharen itu memperhatikan Julian dari jauh.

Telat ia sadari, peran-peran menemani dan menjaganya kini di isi oleh Julian. Cowok itu selalu ada di saat Ara membutuhkannya, kenapa ia bisa setidak sadar itu? Tapi apa benar semua perlakuan baik Julian di dasari dengan perasaan suka? Buka semata-mata karena Julian memang menganggap Ara adalah sahabatnya? Pikir Ara.

Selama pembacaan peraturan yang ada di HIMA, pikiran Ara benar-benar melayang. Bercabang memikirkan banyak hal hingga kepalanya sedikit berdenyut, pembacaan peraturan di HIMA sudah selesai. Kini semua anggota HIMA sedang menikmati api unggun sembari bernyanyi bersama di lapangan.

Namun Ara justru menyingkir dari sana, dia berjalan ke arah kolam renang karena tiba-tiba saja Yuno menelfonnya. Jujur, Ara lega cowok itu mengabarinya. Tapi perasaan sedih sekaligus kecewa masih memenuhi hatinya.

Karena di rasa ia memang perlu bicara pada Yuno, akhirnya Ara mengangkat panggilan itu. Di sebrang sana, tampak wajah Yuno yang sedikit pucat dengan lingkar hitam di bawah matanya yang agak sedikit terlihat jelas. Namun, cowok itu masih menampakan senyumnya saat melihat wajah gadis yang ia rindukan itu.

kamu dimana?” tanyanya to the point.

“Lagi di puncak,” Ara menjawab sekena nya. Dia mau Yuno tahu kalau dia marah.

acara apa, sayang?

“HIMA.”

Yuno mengangguk, Yuno paham Ara marah. Terlihat dari raut wajah dan nada bicaranya. “sayang? Maaf yah aku baru bisa ngabarin kamu.

Di tempatnya Ara mendengus, permintaan maaf lagi? Dan Yuno akan terus mengulanginya lagi, menghilang tanpa kabar apa-apa hingga membuatnya bertanya-tanya sesibuk apa Yuno disana. “Gapapa, Kak. Aku juga udah terbiasa tanpa kabar dari kamu. Gak perlu merasa bersalah.”

Ra, aku bisa jelasin kenapa aku ngilang beberapa hari ini.

“Gak usah, Kak. Gak penting juga, udah berlalu juga kan? Aku juga udah tahu kamu kemana dan sama siapa sampe HP kamu gak aktif berhari-hari,” cecar Ara.

Meski bingung dengan ucapan Ara, Yuno rasa dia perlu bertanya, apa benar Ara tahu apa yang terjadi selama beberapa hari ini padanya? Tapi dari mana gadis itu bisa tahu? Pikir Yuno.

kamu udah tau?

Ara mengangguk, “aku juga udah tau jepit rambut siapa yang ada di kamar tamu kamu. Aku udah tau semua.”

Ara menahan dirinya sebisa mungkin untuk tidak menangis, sejujurnya ia tidak ingin membahas hal ini sekarang. Tapi entah kenapa kata-kata itu begitu saja keluar dari mulutnya.

jepit rambut? Maksud kamu apa sih, Ra. Aku gak ngerti.

“Gak ngerti?” Ara terkekeh hambar. “Aku kelihatan kaya orang bodoh banget yah, Kak? Atau aku emang bodoh banget percaya aja sama kamu.”

Ra, apa sih. Kamu tuh ngomongin apa sebenernya? Jepit rambut apa?” Yuno gak tahu soal jepit rambut di kamar tamunya karena dia gak pernah sekalipun lihat jepit rambut itu. Setelah menemukan jepit rambut milik Ann, Ara juga membawa jepit rambut itu pulang ke Indonesia. Dia mau simpan itu sebagai barang bukti.

“Kamu selingkuh sama cewek lain kan?” ucap Ara pada akhirnya.

apa kamu bilang? Selingkuh?” pekik Yuno kaget. “kamu kok bisa mikir aku kaya gitu, Ra?

Yuno tahu banget Ara lagi marah sama dia karena sudah menghilang berhari-hari, walau enggak terima sama tuduhan gadis itu. Yuno berusaha buat kontrol emosinya sendiri, dia gak mau marah bikin semuanya jadi tambah kacau. Yuno selalu ingin menjadi air kalau gadisnya itu sedang menjadi api seperti ini.

“Kalo kamu udah gak sayang sama aku, Kak. Gak perlu jadi pengecut ngilang gak ada kabar berhari-hari kaya gini, kamu harusnya jujur ke aku biar aku gak jadi orang tolol yang setiap hari nungguin kabar kamu.”

Ra, pengecut apa sih? Aku ngilang berhari-hari karena ada kejadian yang gak enak nimpa aku. Kamu tau gak apa?” Yuno tidak sengaja kelepasan membentak Ara, sungguh ini untuk pertama kalinya mereka berantem hebat seperti ini sampai-sampai Yuno lepas kendali.

Ra, ak..aku minta maaf, aku gak bermaksud neriakin kamu kaya tadi.” Yuno sadar dia kelepasan.

“Kejadian gak enak apa kalo nyatanya kamu kelihatan nikmatin itu semua! Kamu nikmatin jalan sama cewek itu kan? Kamu pikir aku bodoh? Kamu jalan sama Ann kan?!” pekik Ara.

Jujur, Yuno kaget. Dia gak tau gimana Ara bisa tahu kalau dia memang jalan berdua bersama Ann, tapi apa dia bilang? Yuno menikmatinya? Ara bilang dia tahu semuanya, harusnya Ara juga tahu kalau beberapa hari ini Yuno di liputi perasaan bersalah pada Ann.

Karena setelah berpisah dengan Yuno di stasiun, keesokan paginya Yuno mendapat kabar dari Rosalie kalau Ann meninggal karena di tabrak mobil saat gadis itu hendak berjalan keluar dari stasiun.

kamu tau dari mana?

“Kamu gak perlu tau, Kak. Aku tau dari mana,” tangis yang Ara tahan akhirnya luruh juga, hatinya benar-benar sakit sekarang. Sedikit Ara kecewakan karena nampaknya Yuno tidak ada pembelaan sedikit pun atas semua ucapannya.

“Aku capek, Kak. Aku gak kuat kaya gini terus.”

Ra dengerin aku dul—

“Aku mau putus.”


“Lo liat Ara gak?”

“Tadi ke sana deh, tapi gatau lagi.”

“Yaudah, makasih yah.”

Sejak 15 menit yang lalu Julian nyariin Ara setelah dia gak lihat cewek itu lagi di lapangan atau di dalam villa, Sharen bilang juga Ara enggak sama dia sejak tadi.

“Jul!” panggil Jonas tiba-tiba, cowok itu sedang ada di gazebo bersama 2 orang lainnya. Jonas itu ngerokok, makannya dia sedikit menjauh dari anak-anak yang lain.

Karena Jonas memanggil, akhirnya Julian menghampiri cowok itu dulu. Siapa tahu Jonas ngelihat Ara, Julian udah coba hubungin ponsel gadis itu. Namun ponsel Ara sedang sibuk, gadis itu sepertinya memang sedang menelfon seseorang.

“Ngapain sih lu mondar mandir? Nyari siape?” tanya Jonas seraya menghisap satu batang rokok miliknya.

“Ara, lo liat dia gak?”

Jonas menawari Julian sebatang rokok miliknya, namun cowok itu menggeleng. Julian enggak merokok, Jonas tahu itu namun tetap saja menawari rokok saat sedang menghisapnya sudah menjadi kebiasaan tersendiri dari cowok itu.

“Kayanya tadi ke arah kolam renang deh, buru-buru juga kaya lagi nelfon, kenapa sih?” tanya Jonas.

“Gapapa.”

Julian menunduk, dia mau nyamperin Ara tapi niatnya ia urungkan karena Jonas bilang Ara seperti sedang menelfon seseorang. Mungkin 10 menit lagi jika Ara belum kunjung kelihatan juga, Julian akan menghampiri gadis itu untuk memastikan Ara baik-baik saja.

“Lo udah usaha lupain perasaan lo belum?” tanya Jonas, karena sejauh ini Julian seperti enggak berusaha buat melupakan perasaanya dengan Ara. Keduanya justru malah terlihat semakin dekat.

“Susah, Jon. Akhir-akhir ini dia lagi kelihatan banyak masalah banget.”

“Masalah?”

Julian mengangguk. “Lagian gue sama sekali gak ada niat buat ngerebut dia dari siapapun.”

“Kalo begini gue ngeri ujung-ujungnya lo yang sakit hati, nyet.

benarkah? tapi bagaimana cara melupakan perasaanya pada Ara? Dia gak ingin membohongi dirinya sendiri. Dia lah yang paling tahu perasaanya, dan ia menikmati perasaan menyukai gadis itu meskipun tidak berbalas. Julian sudah paham konsekuensinya, toh dia bisa mengendalikan rasa sakitnya sendiri.

“Kalo emang akhirnya gue sama Ara cuma di takdirin buat temenan. Yaudah gak masalah.”

“Yakin?”

Julian mengangguk mantap.

“kalo seandainya malam ini dia putus sama cowoknya gimana?” tanya Jonas yang berhasil membuat kedua mata Julian membulat.

“Maksud lo?” pekik Julian.

“Gue tadinya mau nyebat di kolam renang, tapi pas gue ke sana. Ada Ara lagi video call sama cowoknya, sambil nangis dan bilang cowoknya selingkuh. Pas gue mau pergi, gak sengaja tuh gue denger dia bilang mau putus.”

Sungguh, Julian kaget bukan main. Tanpa mendengarkan ucapan Jonas lagi, cowok itu berlari ke arah kolam renang. Dia punya firasat kalo Ara pasti sedang tidak baik-baik saja. Dan benar saja, begitu ia sampai di kolam renang. Ara sedang menangis di pinggirannya dengan sangat menyesakkan.

Gadis itu bahkan berjongkok sembari memeluk dirinya sendiri. Melihat pemandangan di depannya itu, Julian mengepalkan tangannya sekuat tenaga. Dia marah bukan main jika penyebab Ara menangis seperti itu karena laki-laki bernama Aryuno.

Julian akhirnya mendekati Ara, ikut berjongkok di sebelahnya dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya sekali lagi. Merasa ada yang memeluknya dan mengenali aroma tubuhnya, Ara tahu kalau itu adalah Julian. Tangis gadis itu menjadi semakin menyesakkan disana.

“Gue.. Gue putus sama Kak Yuno, Jul.” ucapnya di sela-sela isak tangisnya sendiri.