Patah

seminggu yang lalu

Drrtt...

Drrtt...

Yuno mengerjabkan matanya, cahaya matahari pagi sudah masuk menelisik dari balik kordennya. Serta bunyi getar pada benda persegi panjang yang ia taruh di nakas samping ranjangnya berada, mengucek matanya yang masih terasa pedih. Tangan Yuno meraba nakas itu, mencari ponselnya yang masih bunyi karena telfon dari seseorang.

Keningnya berkerut, berusaha fokus pada nama seseorang yang memanggil ke ponselnya.

“Rosalie?” gumamnya. Yuno akhirnya mengangkat telfon itu, mendengarkan si penelpon bicara padanya. Sampai akhirnya ia seperti di paksa untuk sadar sepenuhnya dari tidur.

Kedua mata Yuno membulat, tanpa memperdulikan dirinya yang belum mandi pagi atau sekedar berganti baju. Yuno buru-buru bangun dari ranjangnya, menyambar jaket yang ia taruh di balik pintu kemudian berlari keluar apartemen nya.

Yuno, ini aku Rosalie. Maaf harus menelfonmu sepagi ini, aku hanya ingin memberi tahu kalau Ann kecelakaan pagi ini. Dia di tabrak mobil saat keluar dari stasiun, polisi sudah membawanya ke rumah sakit. Namun sayangnya nyawa Ann tidak tertolong, dia meninggal saat di bawa ke rumah sakit.

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Yuno, dia ada di dalam taksi menuju stasiun. Yuno akan segera ke Berlin untuk menemui Ann, ah tidak. Ia akan memberikan penghormatan terakhir pada gadis itu sebelum jasad nya akan di terbangkan ke Indonesia.

Di dalam taksi, Yuno berusaha menelfon Josep namun panggilannya itu tidak membuahkan hasil karena Josep tidak mengangkatnya. Jarak antara Heidelberg dan Berlin begitu terasa lebih lama bagi Yuno, sesampainya di Berlin pun Yuno langsung menuju rumah sakit tempat jasad Ann berada.

Di sana ada Josep, Rosalie kedua orang tua Ann dan teman-teman Ann di kampusnya. Yuno langsung menghampiri Rosalie dan Josep lebih dulu.

Rose, ini semua bohong kan? Ann masih ketemu sama gue sebelum dia pulang ke Berlin. Dia bahkan masih baik-baik aja, kami juga rayain ulang tahunnya bareng!” ucap Yuno penuh dengan frustasi.

Yuno, gue tau ini bikin lo kaget banget. Kita semua juga sama terpukulnya, tapi Ann benar-benar udah gak ada, No.” ucap Josep.

Wajah Yuno memerah, ia rasanya ingin menangis. Mengingat pertemuan terakhirnya dengan Ann yang mungkin membuat gadis itu merasa sedih dan sakit, Yuno enggak tahu kalau itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Ann.

Jika Yuno tahu ia tidak akan bisa melihat Ann lagi, Yuno akan memberikan pelukan perpisahan untuk gadis itu saat ia pergi. Tapi nyatanya? Yuno menolak permintaan terakhir Ann itu.

Di sebelah Josep, Rosalie mengeluarkan sebuah kotak yang ada di tas miliknya. Kotak dengan pita berwarna biru itu ia berikan pada Yuno.

ini apa?” tanya Yuno bingung.

hadiah dari Ann yang belum sempat dia kasih ke kamu, No.” jawab Rosalie.

Yuno mengambil kotak itu tanpa sempat ia buka dahulu, di rumah sakit ia sempat meminta izin pada keluarga Ann untuk melihat jasad Ann yang terakhir kalinya. Ia juga ingin memastikan jika ini semua bukan mimpi.

Begitu peti jenazahnya di buka, Yuno benar-benar luruh. Yang berada di dalam sana benar-benar Ann yang sudah kaku dan pucat, sahabatnya itu benar-benar meninggalkannya tanpa ucapan perpisahan apapun itu.

Setelah hari itu, Yuno terus merasa bersalah karena mungkin penolakannya sudah menyakiti Ann. Bahkan saking merasa bersalahnya, setiap malam Yuno harus bertarung dengan kaleng-kaleng beer hingga kepalanya berdenyut nyeri dan ia baru bisa tertidur.

Jadwal kuliah yang semula tertata rapih seperti apartemennya itu kini berantakan, Yuno berhari-hari izin untuk tidak masuk kuliah. Bahkan cowok itu juga enggak menyalakan ponselnya sama sekali agar tidak ada yang bisa mengganggunya.

Sampai ada hari dimana ia memberanikan diri untuk membuka kotak pemberian dari Ann. Itu adalah sebuah Stetoskop yang Ann pesan sendiri, ada inisial nama Yuno di bagian Bell nya, tubingnya berwarna biru muda dengan tag nama Yuno serta gelarnya sebagai seorang dokter kelak.

Tidak ada surat atau apapun itu di dalamnya, namun benda itu berhasil membuat pertahanan Yuno kembali tumbang. Ia menangis memeluk benda itu, Yuno benar-benar merasa bersalah pada Ann.

Saat itu yang ada di kepala Yuno hanya kata seandainya, seperti. Seandainya hari itu ia menahan Ann untuk tetap tinggal hingga keesokan harinya, apa Ann akan tetap hidup? Atau seandainya ia mengantar Ann sampai Berlin. Apakah saat ini Ann masih ada bersamanya?

Atau opsi seandainya terakhir, apa akhirnya akan tetap ada penyesalan jika di stasiun saat itu ia membiarkan Ann memeluknya?

Setelah puas menangis, Yuno akhirnya menyalakan ponselnya ia harus segera berdamai pada keadaan. Kepergian Ann memang sangat memukulnya, tapi walaupun begitu hidupnya harus tetap berjalan bukan?

Ada sederet panggilan tak terjawab masuk di ponsel Yuno dan beberapa pesan singkat yang belum sempat ia baca, namun nama Ara dulu lah yang menjadi tujuan pertamanya sebagai seseorang yang ingin ia hubungi.

Yuno pikir, saat itu ia mungkin bisa mendapatkan kekuatan dari Ara. Yup, gadis yang selalu ada untuknya di saat Yuno merasa sendiri dan kehilangan arah.

Saat Ara mengakat panggilan darinya, Yuno tersenyum. Ia lega walau wajah gadisnya di sebrang sana terlihat tidak bersahabat, Yuno paham. Ara pasti marah karena ia sudah menghilang berhari-hari.

“Kamu lagi dimana?” Yuno ngerasa Ara bukan lagi di kosan hari itu, suasana nya agak sedikit berbeda. Meski belum pernah mengunjungi kosan Ara di Bandung, tapi Yuno hapal betul warna dinding dan interior nya. Ara pernah membuatkan video room tour untuk Yuno, Gita juga pernah memamerkan setiap sudut ruangan kosannya pada Yuno waktu mereka melakukan face time.

Lagi di puncak,” jawab Ara ketus.

“Acara apa sayang?”

“HIMA.”

Yuno gak pernah tahu kalau Ara bergabung ke HIMA, Ara juga enggak pernah cerita hal ini. Yuno sadar, semenjak masuk kuliah Ara memang enggak pernah cerita kesehariannya lagi termasuk hal-hal yang akan ia ikuti berbeda saat dulu gadis itu masih SMA. Ara selalu terbuka, selalu meminta pendapat Yuno dahulu. Tapi Yuno gak mau mempersalahkan hal-hal seperti itu.

Namun Yuno senang mendengarnya, itu artinya Ara menepati janjinya untuk aktif di organisasi kampus.

“Sayang, maaf yah aku baru bisa ngabarin kamu.”

Gapapa, Kak. Aku juga udah terbiasa tanpa kabar dari kamu, gak perlu merasa bersalah.

Kata-kata Ara itu berhasil membuat hati Yuno mencelos. Gadisnya benar-benar marah, Yuno bisa terima hal itu karena ia benar-benar kelewatan. Tapi Yuno punya alasan kenapa ia menghilang berhari-hari, dan ia rasa Ara perlu tahu hal ini agar gadis itu tidak salah paham.

“Ra, aku bisa jelasin kenapa aku ngilang beberapa hari ini.”

Gak usah, Kak. Gak penting juga, udah berlalu juga kan? Aku juga udah tau kamu kemana sampe HP kamu gak aktif berhari-hari.

Jadi Ara sudah tahu? Siapa yang memberi tahu Ara? Apa Josep yang memberi tahunya? Yang Yuno tahu, Josep memang lumayan dekat dengan Ara. Cowok itu juga mengikuti akun sosial media milik gadisnya itu, apa mungkin Ara tahu kabar nya dari Josep?

“Kamu udah tau?” tanya Yuno.

Ara mengangguk, “aku juga udah tau jepit rambut siapa yang ada di kamar tamu kamu, aku udah tahu semua.

Jepit rambut? Yuno mengerutkan keningnya. Seingatnya tidak ada jepit rambut di kamar tamunya, saat Ara sudah pulang ke Indonesia. Yuno sempat membenahi kamar tamunya dan tidak ia dapati jepit rambut milik siapapun disana.

“Jepit rambut? Maksud kamu apa sih, Ra? Aku gak ngerti.”

Gak ngerti?” Ara terlihat tertawa hambar di sebrang sana. “Aku kelihatan kaya orang bodoh banget yah, Kak? Atau aku aja yang emang bodoh banget percaya aja sama kamu?

Yuno menghela nafasnya kasar, kepalanya sudah berdenyut nyeri akibat beer yang ia tenggak tadi. Dan sekarang di saat ia ingin mendapatkan kekuatan dari Ara, gadis itu justru mengajaknya berdebat.

“Ra, kamu tuh ngomong apa sih sebenernya? Jepit rambut apa?”

Kamu selingkuh sama cewek lain kan?” ucap Ara yang membuat Yuno membulatkan kedua matanya, sungguh. Kalimat itu enggak pernah terbayangkan di kepala Yuno jika Ara akan mengatakannya. Bagaimana bisa gadis itu menuduhnya selingkuh jika di hidupnya Yuno baru bisa jatuh cinta ketika bertemu dengannya.

“Apa kamu bilang? Selingkuh?” Yuno menggeleng. “Kamu kok bisa mikir aku kaya gitu, Ra?”

Kalo kamu udah gak sayang sama aku, Kak. Gak perlu jadi pengecut ngilang gak ada kabar berhari-hari kaya gini, kamu harusnya jujur ke aku biar aku enggak jadi orang tolol yang setiap hari nungguin kabar kamu.

Yuno naik pitam rasanya, namun sebisa mungkin ia meredam emosinya. Dia gak mau emosinya sesaat membuat hubunganya dengan Ara semakin kacau.

“Ra, pengecut apa sih? Aku ngilang berhari-hari karena ada kejadian gak enak nimpa aku, kamu tau gak apa?” Yuno tidak sengaja menaikan nada bicaranya, emosi yang ia pendam itu kelepasan juga. Namun Yuno buru-buru menyadari itu.

“Sayang, maaf aku gak bermaksud bentak kamu.” lanjutnya.

Kejadian gak enak apa kalo nyatanya kamu kelihatan nikmatin itu semua! Kamu nikmatin jalan sama cewek itu kan? Kamu pikir aku bodoh? Kamu jalan sama Ann kan?

Ann? Dari mana Ara tahu? Bahkan Yuno belum sempat mengabari Ara jika hari itu ia memang bertemu dengan Ann, begitu sampai apartemennya. Yuno langsung menyelesaikan tugas kuliahnya hingga ia ketiduran, kalau begitu Ara tahu dari mana? Pikir Yuno.

“Kamu tau dari mana?”

Kamu gak perlu tau, Kak. Aku tau dari mana,” di sebrang sana Ara menangis, matanya memerah dan nada suaranya bergetar. Yuno sungguh gak pernah terpikirkan hubunganya akan sampai di tahap bertengkar hebat seperti ini.

aku capek, Kak. Aku gak kuat kaya gini terus.

“Sayang, aku bisa jelasin semua—”

aku mau putus, Kak.

Saat Yuno berusaha untuk meluruskan semuanya, Ara justru mengeluarkan kalimat yang sangat tidak ingin Yuno dengar. Sungguh, hatinya sakit. Seperti luka menganga di sana kembali di sayat semakin lebar.

Ara masih menangis di sebrang sana, dan itu membuat hati Yuno semakin sadar jika ia telah gagal untuk membahagiakan orang yang paling ia sayangi. Saat itu, di pikiran Yuno hanya Ia tidak ingin melihat Ara semakin sedih dan tersakiti karena dirinya.

Jika benar Ara sudah tidak kuat dengannya lagi, apa ini saat nya ia mundur? Ia tidak ingin menahan gadis itu yang justru semakin menyiksanya, jika melepaskan adalah cara terbaik. Meski sakit, Yuno akan tetap melakukannya.

“Yaudah kalau itu yang kamu mau, Ra. Maafin aku, maaf karena udah brengsek sampai bikin kamu sakit.” ucap Yuno, hanya itu yang bisa ia sampaikan sebelum ia memutuskan sepihak panggilan itu.

Setelah panggilan itu terputus, Yuno melempar ponselnya ke sofa dan melempar semua kaleng beer ke sembarang arah hingga isinya berserakan. Yuno menangis di sana hingga memukuli dadanya yang terasa sakit.

“Brengsek lo, No. Brengsekkk!!” teriak Yuno.