Sembilan Belas — Sebuah Kebetulan

Setelah dari kemarin hectic dengan segala persiapan untuk kuliahnya, hari ini Julian menyempatkan diri untuk bertemu dengan teman-temannya sebentar. Ini ide Echa untuk mengajak mereka berkumpul di rumahnya, karena sudah lama tidak ngumpul-ngumpul seperti ini akhirnya Julian mengiyakan ajakkan itu.

Lagi pula, ia juga sedikit suntuk di rumah dan merasa perlu menghabiskan banyak waktu bermain di Jakarta dan bertemu teman-teman lamanya sebelum ia akan segera pindah ke Bandung. Hari ini Julian datang lebih dulu dari pada Noval, cowok itu bilang mau mengantar Ibu nya dulu belanja baru setelah itu menyusul ke rumah Echa.

“Ini gue main ke rumah lo, gak di marahin ama cowok lo apa? Entar dia salah paham lagi,” ucap Julian begitu Echa datang dengan minuman dan beberapa cemilan di nampan yang ia bawa.

Mereka akan menghabiskan waktu di ruang tengah, kebetulan rumah Echa sepi. Memang dari dulu selalu sepi, karena kedua orang tua Echa itu sibuk. Jordan juga sibuk mengurus cafe dan kuliahnya, hanya ada Adikknya Echa saja yang berada di dalam kamarnya.

“Enggak, yaelah Jul, Janu mana cemburu sama temen-temen gue, dia masih main sama temen-temen ceweknya juga gue gak cemburu,” Echa berhenti sebentar.

“Oh bukan gak cemburu, lebih tepatnya gue udah terbiasa.”

“Terbiasa cemburu maksudnya?” tebak Julian.

“Gak bisa di bilang gitu, tapi enggak salah juga.”

Julian hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia menyesap sirup coco pandan yang Echa buatkan untuknya dan mencicipi kue kering yang gadis itu suguhkan.

“Rumit banget pacaran lo sama Janu.” kadang Julian bingung, Echa dan pacarnya itu enggak kelihatan kaya pasangan tapi malah kelihatan kaya teman biasa. Ya meskipun ia baru beberapa kali melihat Echa dan pacarnya sih.

“Rumit gak rumit, waktu belum jadian malah lebih rumit dari ini.”

Julian menoleh, “kenapa emangnya?”

“Ya dulu, Janu itu bingung sama perasaanya. Kayanya dia gak tau kalo suka juga sama gue, dia malah jadian sama Adik kelas. Tapi pas gue jadian sama cowok lain juga dia jadi banyak berubah. Ya sampai akhirnya kita sama-sama putus terus jadian deh.”

Dulu Januar itu pernah pacaran dengan Adik kelas, dia ngerasa bingung sama perasaanya buat Echa dan sudah terlanjur pendekatan dengan gadis lain. Namun begitu mengetahui jika Echa pacaran dengan cowok lain, dan terlebih Januar tahu siapa cowok itu dan keluarganya. Januar marah banget sekaligus khawatir dengan Echa.

Karena Echa punya kisah yang rumit dengan mantan pacarnya, cowok itu sempat mendekam di penjara. Dan siapa sangka jika cowok yang Echa pacari adalah sepupunya, mantan pacarnya Echa itu berusaha menjebak Echa lagi.

Sampai akhirnya setelah kejadian itu keduanya putus dengan pacar mereka dan berusaha untuk jujur pada perasaan mereka masing-masing.

“Sama cowok yang mukanya mirip Tara itu kan?” tanya Julian yang di jawab anggukan sama Echa.

“Iya, dia sepupunya.”

“Serius?!” pekik Julian kaget.

“Namanya Arjuna, Jul. Juna gak bisa di bilang jahat, walau niat dia deketin gue emang mau balasin dendam Abang sepupunya, tapi dia ngaku dan minta maaf ke gue kok.”

“Ah tetap aja dia brengsek, niatnya udah jelek, terus kabarnya gimana sekarang tuh cowok? Masih di sekolah lo?”

“Setelah kenaikan kelas Juna pindah.” Echa mengangkat kedua bahunya. Dia juga cuma tahu kabar Juna setelah cowok itu tidak terlihat lagi di sekolah, bahkan sosial media dan nomernya pun tidak ada yang aktif.

“Ngomongin gue mulu, lo gimana?” tanya Echa.

“Apanya yang gimana?” Julian menaikan sebelah alisnya bingung.

“Ya udah punya gebetan belum? Cewek yang kemarin lo ajak jalan di aquarium waktu ketemu sama gue itu gimana?”

“Laras?”

Echa mengangguk.

“Ya cuma temen, gak lebih.”

“Dih basi banget,” cibir Echa, ia beranjak mengambil remote TV dan memilih film yang bagus untuk mereka tonton sembari menunggu Noval.

Di tempatnya Julian jadi kepikiran soal Ara, dia masih ingin mengenal gadis itu lebih jauh. Hanya mengenal kok, enggak lebih karena Julian masih tahu batasan dan posisi dirinya.

“Cha?” panggil Julian.

“Apaan?”

“Ara tuh orangnya gimana deh?” pertanyaan Julian barusan membuat Echa menoleh ke arah cowok itu, ia juga menaruh remote TV nya di meja.

“Lo naksir sama Ara?” tebak Echa to the point.

“Cuma pengen tahu aja,” alibi Julian, ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Apa gerak geriknya sekelihatan itu?

“Jangan naksir sama Ara, dia udah punya cowok.”

“Gue udah tau kok.”

Kedua bola mata Echa membulat sempurna, dia kaget banget waktu Julian ngomong gitu. Echa tahu Julian dan Ara sudah saling mengenal, tapi kayanya untuk sampai di tahap Julian tahu kalau Ara sudah punya pacar enggak pernah terbayangkan olehnya.

“Tau dari mana?!” pekiknya.

“Gue ngestalk akun Twitter nya.”

stalker, lo naksir yah sama Ara?”

“Engg..gak.”

“Kok nyari tahu sampe segitunya? creepy tau gak?”

Julian menghela nafasnya pelan, gak nyangka nanya soal Ara sama Echa akan menjadi serumit ini. Tahu begitu lebih baik ia pendam saja sendiri dan berusaha mengenal Ara dengan caranya sendiri.

“Gue beberapa kali ketemu dia lagi setelah di aquarium itu, pertama di toko buku pertama kali kami ketemu, Terus yang kedua di cafe nya Bang Jo, dia minjemin gue novel. Yaudah, selera bacaan kita sama, kita jadi suka sharing kalau nemu buku yang bagus. Udah Cha sebatas itu aja, gue emang sempet ngefollow dia di Twitter dan Instagramnya, makanya gue tau dia udah punya cowok,” jelas Julian panjang lebar.

“Kok gue baru tau? Ara juga enggak cerita sama gue, tumben.” Echa mengerucutkan bibirnya, gak nyangka julian sama Ara sudah sedekat itu.

“Ya emang dia kudu laporan sama lo melulu apa?”

“Tapi yah, Jul. Gue kasih tau aja yah, Ara sama Kak Yuno emang LDR. Kalo lo nanya Ara tuh gimana ke gue dengan maksud lo emang naksir dia dan pengen gebet dia, mendingan lo mundur deh. Cowoknya tuh calon dokter. Mereka pacaran juga udah lama, dan Kak Yuno tuh sayang banget sama Ara, gue cuma gak mau lo sakit nantinya. lo paham kan maskud gue, Jul?”

Echa mewanti-wanti, hanya firasatnya saja. Namun ia jadi takut kalau Julian benar-benar naksir sama Ara, maksudnya sih baik. Dia enggak ingin Julian sakit hati nantinya. Namun siapa sangka kalau kata-kata yang di pilih Echa itu mampu membuat Julian sedikit tersinggung.

“Ngerti gue kok, Cha. Gue juga masih tahu diri.”


“Jul!!” sapa Ara di ujung pintu masuk cafe. Ia melambaikn tangannya dengan senyuman manis yang menghiasi wajah cantiknya.

Gadis berambut panjang itu berjalan ke kursi milik Julian yang sedari tadi sudah menunggunya. Mereka kembali bertemu di cafe milik Jordan, sayangnya Jordan enggak ada di cafe itu. Cowok itu memang super sibuk, padahal kalau ada Ara biasanya suka di kasih diskon atau bonus dessert darinya.

Tapi Ara enggak masalah dengan itu, toh ia masih bisa membelinya kan?

“Hai,” sapa Julian begitu Ara duduk di kursi depannya.

“Udah lama yah?”

Julian menggeleng, “baru sepuluh menit kok.”

“Maaf yah, tadi anterin Reno bimbel dulu. Ah iya!” Ara mengeluarkan beberapa novel miliknya dari dalam tas yang ia pakai. “Pesanan lo. Baca yang ini dulu, ini bagus banget.”

Ara menunjuk novel dengan cover serba hitam di depannya, kemudian menyeruput Matcha latte di depannya yang sudah Julian pesankan sebelum Ara datang.

“Ada part bunuh-bunuhan ya ini?” tanya Julian setelah ia membaca sinopsis di belakang covernya.

“Ada, tapi enggak di jelasin secara eksplisit kok. Ini malahan lebih merujuk ke masalah hukum perdata, bagus banget. Gue baca novel ini jadi berasa belajar hukum juga.”

Julian tersenyum, sejak di rekomendasikan beberapa novel thriller oleh Ara. Julian jadi menyukai membaca novel, dan ia akhirnya meminjam beberapa novel milik Ara yang sudah gadis itu selesai baca.

“Keren nih, gue suka banget kalau ada edukasi nya gini. Eh iya, terus gue ngembaliinya gimana?” tanya Julian, karena setelah ini ia akan segera pindahan ke Bandung.

“Loh kita tuh satu fakultas, Jul.”

Kening Julian mengekerut, “maksudnya?”

“Gue juga kuliah di Narawangsa, kita bakal lebih sering ketemu.” kedua mata Ara berbinar saat memberitahu hal itu pada Julian, membuat Julian membeku di tempatnya. Menikmati desiran halus di dada hingga ke uluh hatinya yang seperti terasa di isi oleh jutaan kupu-kupu.

Apa lagi-lagi ini hanya sebuah kebetulan? Atau memang semesta yang membuat mereka lebih dekat lagi? kalau begini caranya bagaimana Julian bisa melupakan perasaanya pada gadis di depannya itu?