Tawaran

Setelah selesai dengan jadwal praktiknya hari ini, Niken enggak langsung pulang, dia di panggil sama pemilik klinik nya dulu. Niken sendiri juga enggak tau ada maksud apa pemilik klinik memanggilnya ke ruangannya, tapi Niken harap atasannya itu bukan mau komplain mengenai kinerja nya.

Karna sejauh ini Niken berusaha menjadi psikolog dan terapis yang baik, klien nya juga sudah lumayan banyak. Oiya, di klinik ini menyediakan beberapa layanan konsultasi. Ada konsultasi tumbuh kembang anak, terapi untuk anak-anak, konseling remaja dan dewasa sampai konselor pernikahan.

“Sore, Buk.” sapa Niken waktu dia membuka pintu ruangan atasannya itu.

Oiya klinik ini adanya di gedung yang sharing sama perusahaan lainnya, letaknya di lantai 5 di lantai 1-4 itu ada perkantoran, praktik dokter gigi, restoran ayam goreng, sampai tempat les.

“Duduk, Mbak Niken.”

Niken duduk di sofa yang ada di ruangan itu, namanya Buk Halimah. Beliau wanita berusia 55 tahun yang sudah membuka praktik sejak 20 tahun yang lalu. Wanita itu membuatkan teh untuk Niken dan meletakkannya di meja, kemudian duduk bersebrangan dengan Niken.

“Ibu manggil saya? Ada apa, Buk?” tanya Niken langsung pada intinya.

“Iya, Mbak. Gini, kita kan kekurangan orang untuk posisi psikolog anak. Kira-kira kamu ada rekomendasi orang untuk mengisi posisi ini gak?”

Niken menghela nafas, dia pikir ada yang salah sama kinerjanya selama ini. Memang posisi psikolog anak sedang kosong saat ini, hanya sementara sih karena psikolog anak yang mengisi posisi ini sedang berduka dan butuh waktu agak lama untuk kembali bekerja. Ya semacam resign sementara sampai nanti pada akhirnya akan kembali bekerja.

“Ada sih, tapi saya gak tau dia mau isi posisi ini atau enggak. Soalnya setahu saya dia memang mengundurkan diri di tempatnya bekerja karna ngerasa over working.” yang Niken maksud ini emang Ara kok, karena dia enggak kepikiran siapa-siapa lagi selain wanita itu.

“Oh, enggak kok, Ken. Dia disini hanya 3 kali bekerja dalam seminggu. Waktunya hanya setengah hari, dari jam 9 sampai jam 2 siang. Coba yah kamu bicarain dulu sama dia, soalnya sejauh ini saya belum nemu orang yang cocok. Cuma buat handle klien psikolog anak sebelumnya.” karena hanya sementara, Buk Halima gak mau pasang lowongan ini di web kliniknya.

Niken mengangguk, mungkin enggak ada salahnya dia ngomongin ini sama Ara. Toh Ara juga sering cerita ke Niken kalau dia agak bosan di rumah, karena biasanya Ara tuh sibuk kerja. Bikin konten pun dia hanya syuting sekali dalam seminggu, itu pun di rumah.

“Nanti saya coba bicarain ya, Buk. Tapi saya enggak janji dia mau.” Niken enggak berani janji manis dulu ke Buk Halimah, apalagi Ara lagi hamil. Bisa aja Ara gak dapat izin dari Julian kan, pikirnya.

“Gapapa, Ken. Yang penting kamu sudah mau coba bicarain sama dia, terima kasih yah, Ken.”

Niken mengangguk, setelah ngobrol-ngobrol sebentar sama Buk Halimah. Akhirnya Niken berpamitan, kebetulan Chaka juga sudah menjemputnya di bawah. Rencaannya mereka memang mau bermain ke rumah Ara dan Julian, gak ada acara apa-apa kok. Cuma mau jengukin wanita itu aja di rumahnya sekalian Niken ngobrolin tawaran ini sama Ara.

Begitu Niken keluar dari ruangan Buk Halimah, ada seorang anak kecil berlari dan menabraknya hingga jatuh. Anak perempuan, rambutnya panjang sebahu dan di kepang, cantik menurut Niken. Walau jatuh anak itu enggak nangis sama sekali, tapi kan tetap aja Niken yang khawatir.

“Kamu gapapa?” Niken jongkok dan membantu anak itu untuk bangun.

“Gapapa, gak sakit kok, Tante.” ucapanya.

“Bella, kan Mama bilang jangan lari-lari—” tidak lama kemudian datang seorang wanita yang menyusul anak itu. Wanita itu tersenyum kikuk waktu liat Niken gandeng tangan anaknya itu. “Maaf yah, Mbak. Anak saya nabrak Mbak yah?”

Niken senyum, dia menggeleng kepalanya pelan. “ gapapa kok, Mbak. Gak sengaja dia.”

“Sini, Bella. Kan Mama bilang apa jangan lari-lari,” pekik wanita itu.

Niken yang mendengar wanita di depannya itu berbicara dengan nada agak tinggi, anak yang sedang di gandeng nya itu agak kaget, bocah itu menunduk dan berjalan ke arah Ibu nya. Wajahnya merasa bersalah.

“Mau konseling, Mbak?” tanya Niken. Dia hanya menebak sih, tapi sepertinya dia enggak pernah melihat Ibu dan anak ini di klinik. Hampir klien di klinik ini Niken kenal, maksudnya mengenali wajahnya gitu loh bukan mengenal secara pribadi.

“Baru mau daftar, Mbak. Buat anak saya,” jelasnya.

“Ahh..” Niken mengangguk-angguk. “Kalau gitu saya duluan yah, bye Bella. Nanti kita ketemu lagi.” Niken melambaikan tangannya pada Bella yang tersenyum di sebelah Ibu nya.

bye Tante cantik!” pekik bocah itu.

Di perjalanan menuju rumah Ara, Niken sempat mengirimkan pesan pada teman-temannya yang lain. Ya, menawari posisi psikolog anak yang sedang kosong di kliniknya untuk sementara waktu. Tapi kebanyakan dari mereka menolak dan sebagian sudah ada yang membuka klinik sendiri.

“Kenapa sih, yang? Lesu amat muka nya,” tanya Chaka, kebetulan di depan sana sedang macet. Dan Chaka bisa melihat betul kerisauan pacarnya itu yang duduk di sebelahnya. Biasanya Niken ini agak ceriwis, banyak cerita hal-hal yang dia lakuin hari ini. Ya maklum, Chaka sama Niken ini enggak ketemu setiap hari karena kesibukan masing-masing.

“Pusing aku, Buk Halimah minta cariin orang buat posisi psikolog anak. Kan Mbak Sandara resign karena habis kehilangan Suaminya. Ya resign sementara sih, mungkin kalau masa berkabungnya udah selesai dia bakalan balik lagi. Makanya butuh posisi ini buat jangka waktu 2-3 bulan kedepan,” jelas Niken pada Chaka.

“Temen-teman kamu gak ada?”

Niken menggeleng, “udah aku tanyain satu-satu. Mereka gak mau kalau cuma 2-3 bulan, apalagi dalam seminggu cuma 3 kali praktik.”

“Coba tawarin ke Ara aja?” Chaka menoleh ke arah Niken, wajah cewek itu cemberut beneran agak frustasi juga kalau nantinya Ara menolak posisi ini atau bahkan gak dapat izin dari Julian.

“Niatnya emang gitu, tapi masalahnya dia mau gak? Dapat izin gak dari Ijul. Apalagi dia cerita ke aku dia resign jadi penerjemah biar lebih banyak waktu di rumah.”

“Iya sih, tapi kan gak ada salahnya?” Chaka menaikan satu alisnya. “Dia aja gabut banget sekarang, sering chat-chat random di grup kan, saking gabutnya. Terus Ijul juga sering ngerengek ke aku sama anak-anak.”

“Ngerengek kenapa?” Niken mengerutkan keningnya bingung.

“Ya bini nya ngidam nya aneh-aneh. Dia juga suka bilang Ara suka ngeluh bosen di rumah, sampai itu taman kecil di depan rumahnya udah rapih Ara yang rapihin sendiri.”

Niken mengangguk-angguk. “Iya sih, Ara juga cerita ke aku gitu. Dia sering gabut, kadang suka ngajak jalan minta di temenin bikin konten. Tapi kan kamu tau jadwal praktiku kaya apa, belum lagi kalau ngisi seminar.”

Chaka senyum, dia mengulurkan tangannya hingga menyentuh pucuk kepala pacarnya itu. “Pacar aku hebat banget sih. Jadi makin sayang, aku tuh bangga banget kalau nemenin kamu ke acara seminar.”

Niken yang melihat itu nyengir, dia mencubit pipi Chaka terutama di bolongan pipi pacarnya itu yang selalu jadi spot favorite nya. “Brondong aku juga hebat banget sih!! Konten nya edukatif, enggak jadi konten kreator yang toxic dan lagi fans nya banyak walau bocil-bocil.”

Sesampainya di rumah Ara, keduanya langsung di sambut sama Ara yang lagi makanin bala-bala di ruang TV. Wanita itu lagi nonton drama korea sambil nangis-nangis, ya ceritanya sedih gitu deh. Ada beberapa lembar tissu juga yang berserakan di bawah sofa, tapi begitu Niken sama Chaka datang, dia langsung beresin tissu nya.

“Duduk, Teh, Ka. Kalian mau minum apa?” tanya Ara sembari mengucak matanya yang merah karena menangis, hidungnya bahkan memerah dan mayanya sembab.

“Nanti aku ambil minum sendiri gapapa, Ra.” Niken tersenyum kikuk, agak bingung sama kelakuan ajaib Ara. Dari dulu emang suka aneh sih, tapi semenjak hamil tuh jadi makin aneh tapi Niken maklumin kok.

“Lo nangis? Nonton drama? Lebay ih.” Chaka nunjuk ke arah TV yang lagi nampilin adegan sepasang kekasih yang terpaksa kandas hubungannya karena sudah berbeda tujuan. Iya, Ara lagi nonton drama 2125 yang di peranin sama Kim Taeri dan Nam Joohyuk. Yang masih suka di sindir dimana-mana gara-gara mereka gak berakhir bersama.

“Ini tuh sedih Chaka!! Gak punya perasaan banget sih!” rengek Ara, saking sebalnya sama ucapan Chaka dia sampe lempar tissu ke cowok itu.

Chaka jadi dapat tatapan tajam dari pacarnya itu kan gara-gara bikin Ara tambah nangis. “Kamu nih!! Makanya kalo nonton di hayati.”

Niken yang liat Ara tambah nangis jadi ngusap-ngusap punggung wanita itu, “udah-udah jangan di dengerin si Chaka, Ra. Dia kebanyakan nonton film horor makanya gak ngerti genre romance gini.”

“Nyebelin! Sama aja kaya Baek Yijin!”

“Hah?!” pekik Chaka. Dia akhirnya geleng-geleng kepala aja dan mencomot bala-bala di piring yang ada di meja TV Ara, tapi belum sempat mencomot Ara udah melempar cushion ke arah Chaka sampe ngenain kepala nya.

“JANGAN MAKAN BALA-BALA GUE IH!! ITU BELI NYA JAUH!” rengek Ara.

“Chaka!!” pekik Niken memperingati pacarnya itu.

“Ya Allah, salah mulu gue.” Chaka akhirnya kembali ke tempatnya duduk, dia ngeluarin HP nya aja sembari ngetik sesuatu di sana. Yup, Chaka ngadu ke Julian soal Ara di grup yang isinya cowok-cowok di kosan. Tanggapan teman-temannya itu justru malah menertawai Chaka, bikin tambah dongkol aja kan? Pikirnya.

“Teh, maaf yah kamu datang aku berantakan gini,” ucap Ara setelah dia jauh lebih tenang.

Niken nyengir, “hehe, gapapa, Ra.”

“Teh Niken baru balik praktik?”

Niken mengangguk, ini kesempatannya buat ngomongin soal tawaran Buk Halimah ke Ara. “Iya, Ra. Kebetulan selain jengukin kamu aku juga punya tawaran buat kamu, tapi pikir-pikir dulu aja yah.”

“Tawaran apa, Teh?”

“Gini, kan atasan aku nyuruh aku cari orang buat posisi psikolog anak. Kebetulan posisi itu lagi kosong, tapi yah cuma 2-3 bulan kerja aja. Mungkin kamu mau ambil posisi itu? Praktiknya cuma 3 kali dalam seminggu aja kok, jam praktiknya juga setengah hari. Lumayan kan sambil nambah pengalaman kamu.” jelas Niken.

Ara menimang-nimang tawaran itu, kalau dia sendiri sih mau-mau aja yah apalagi dia sering bosan di rumah kalau Julian lagi kerja, mendengar jam kerjanya yang sebentar itu juga Ara mikirnya dia masih dapat banyak waktu luang.

Apalagi selama hamil Ara gak ngerasain morning sick yang berbeda hanya dia sering ngidam makanan sama perutnya terasa lebih sering lapar, buktinya aja berat badanya sudah naik 2kg.

“Aku mau, Teh. Tapi aku izin sama Ijul dulu ya?”

Niken mengangguk-angguk, wajahnya cerah banget karena dia ngerasa dapat harapan dari Ara. Sekarang tinggal bagaimana Julian mengizinkan Istrinya itu atau enggak. “Gapapa, Ra. Ngomong dulu aja sama Julian oke, aku tunggu kabarnya ya.”