Tentang

Hari ini Ara udah kembali ke kampus kaya biasanya, dia juga udah balik sama kegiatannya dan program kerjanya di HIMA. Dia enggak sama Julian hari ini, Julian ada rapat kerja sendiri terpisah sama divisi nya. Ara hari ini cuma berdua sama Sharen.

Selesai dengan rapat kerja nya, kedua gadis itu enggak langsung pulang. Sharen minta di anterin ke mall dulu buat nyari lip product sama beberapa potong baju untuknya kuliah, Ara sih cuma ngikut aja. Karena kosan juga masih sepi.

Gita belum kembali ke Bandung, Kevin juga biasanya pulang agak sedikit malam. Janu, Chaka dan Ersa kadang lebih malam lagi. Makanya dari pada dia cuma gabut di kosan, akhirnya dia ngikut kemana Sharen pergi. Yah walau sebenarnya, mood nya cuma kepengen rebahan aja di kamar.

“Mending shade 02 apa 03 ini, Ra?” Sharen ngasih dua pilihan warna foundation yang menurutnya cocok di skin tone nya, Ara dari tadi melamun sembari melihat beberapa brush yang di gantung di sana. “Ihhh, Ra. Kok ngalamun sih?”

Sharen yang nyolek bahu Ara itu berhasil membuyarkan lamunan Ara, gadis itu sedikit mengerjap. “Kenapa, Ren? sorry gue enggak nyimak tadi.”

“Ih, gue tuh nanya bagusan 02 atau 03? Pilihin,” rajuk Sharen.

Ara ngambil botol foundation di tangan Sharen dan ngamatin kedua warna foundation yang ada di tangannya, menurutnya warna nya enggak jauh beda cuma setingkat lebih cerah saja. Ngomong-ngomong Ara juga enggak begitu pandai sama make up kaya gini.

Dia juga belum pernah pakai foundation karna menurutnya formula nya terlalu berat, Ara lebih suka pakai BB cream atau cushion aja. Itu pun tipis-tipis, dia enggak mau di nyinyirin senior nya di kampus karna make nya terlalu bold.

“Yang 02 aja, Ren.”

“Oke!”

Setelah membayar make up dan 2 jam mengelilingi mall untuk membeli baju, Ara akhirnya mengajak Sharen untuk makan dulu. Perutnya agak lapar, jadilah mereka memilih restaurant ramen yang malam itu enggak begitu ramai.

Sharen memilih tempat di pojok, karena tadi Ara bilang mau cerita sama Sharen jadi mereka milih tempat yang gak banyak di lalui orang. Begitu makanannya datang keduanya langsung melahap ramen itu hingga separuhnya tandas, Sharen juga sempat menjajal lip product yang dia beli barusan.

“Eh, lo mau cerita apaan? Malah asik makan lagi,” tanya Sharen mengingatkan.

“Oh iya, sampe lupa gue.” Ara menyingkirkan mangkuk miliknya dulu ke meja sebelah yang kosong, supaya meja mereka sedikit lega. “Gue mau cerita soal mantan gue, Ren.”

“Mantan lo?” pekik nya. “Yang calon dokter itu bukan sih?”

Ara mengangguk pelan, “dia pulang, Ren.”

“Hah??!” pekik Sharen, suara gadis itu agak sedikit kencang hingga beberapa orang menoleh ke arah mereka.

“Ren..” Ara memperingati, malu di lihati orang seperti tadi.

sorry-sorry gue kan kaget, Ra.” Sharen menunduk ke beberapa orang di sana dan tersenyum kikuk tidak enak. “Terus-terus.”

“Gue kaget aja sih, dia emang janjinya mau pulang.”

“Terus lo langsung gamon?”

“Gamon?” Ara terkekeh, dari awal saja dia tidak pernah berniat untuk melupakan Yuno. “Gue bahkan gak pernah berusaha buat lupain dia, Ren.”

Sharen menunduk, dia jadi teringat rencana Julian yang mau jujur soal perasaanya ke Ara. Beberapa hari yang lalu Julian, Jonas dan Sharen sempat bertemu. Julian sempat jujur soal perasaanya ke Ara pada Sharen dan Jonas, dan keduanya memberi saran untuk Julian agar cepat memberi tahu soal perasaanya pada Ara.

Bahkan Julian sudah menyiapkan rencana dimana dia akan menyatakan perasaanya pada Ara lalu sekarang, Ara bilang kalau mantan pacarnya kembali. Bahkan Ara sendiri bilang dia enggak pernah berniat buat melupakan cowok itu. Lalu bagaimana dengan Julian nanti? Atau justru Julian sudah tahu soal ini, mengingat Ara dan Julian tinggal di rumah yang sama dan mereka sangat dekat.

“Lo cinta banget sama dia yah, Ra. Padahal lo tau kalau dia selingkuh?” tanya Sharen hati-hati.

“Gue gak tau dia selingkuh beneran atau gue nya aja salah paham, Ren. Ijul pernah bilang ke gue, kalo itu bisa jadi asumsi gue aja. Toh selama ini dia enggak pernah ngejelasin apa-apa.”

Julian tolol..” hardik Sharen dalam hati, Sharen cuma gak habis pikir bisa-bisa nya Julian ngajak Ara buat tetap berpikir positif, harusnya dia menjadikan ini kesempatan buat terus mendekati Ara kan?

“Yah tapi tetep aja, Ra. Dia aja udah sering ngilang-ngilang dan tiba-tiba jalan sama cewek yang katanya,” Sharen memberi isyarat tanda kutip pada kedua jari telunjuk dan tengah nya. “Temennya itu, lagi pula yah. Menurut gue cewek sama cowok tuh enggak bisa cuma temenan aja, pure temenan tuh enggak ada, pasti suatu saat salah satunya ada yang baper deh.”

“Ih sok tau lo ah, buktinya gue sama Julian baik-baik aja. Terus gue sama temen-teman kosan gue yang cowok juga biasa aja tuh.” Ara menepis tangannya, dia enggak percaya sama teori cowok dan cewek enggak akan pernah bisa berteman tanpa melibatkan perasaan.

“Siapa bilang? Lo yakin Ijul cuma anggap lo temen?”

“Yakin, gue udah pernah bilang ke dia kalo dia sampe naksir gue. Gue mau musuhin dia selamannya.”

“Serius lo ngomong kaya gitu ke dia?” pekik Sharen lagi, kali ini lebih heboh. Untung saja orang di sekitar meja mereka berangsur-angsur keluar dari restoran karena sudah selesai makan.

“Iya serius, kenapa sih emang?” Ara menaikan sebelah alisnya.

“Ra, lo gak bisa liat apa kalo Ijul itu gerak geriknya suka sama lo. Kan gue udah pernah bilang kaya gini.”

“Apa sih, Ren. Orang biasa aja ah, Ijul itu baik ke semua orang. Sama temen kosan gue yang cewek juga dia baik kok.”

“Ra, lo kayanya beneran gak peka deh. Kalo lo perhatiin lagi yah, semua yang Ijul lakuin itu bukan semata-mata dia anggap lo cuma teman dekatnya aja, dia itu lagi nunjukin perasaan suka sama lo, Ra. Lo gak bisa lihat matanya apa kalo dia lagi natap lo?”

Ucapan Sharen itu membuat Ara menunduk, Sharen sudah sering mengatakan ini dan Ara tetap denial jika semua perlakuan Julian padannya memang di landasi perasaan suka. Ara cuma tidak ingin kehilangan Julian sebagai temannya jika ada perasaan di antara mereka, dan lagi. Perasaanya dengan Yuno belum selesai.

Ia masih menganggap dirinya dan Yuno belum selesai, masih ada hal mengganjal yang ingin sekali Ara selesaikan dengan cowok itu.


Malamnya karena tidak kunjung bisa tidur, Julian akhirnya keluar dari kamarnya. Berjalan naik ke rooftop kosan dan siapa sangka kalau di sana ada Januar, Chaka dan Kevin yang sedang ngerokok dan minum di sana. Kevin juga membawa Gitar miliknya sembari sesekali ia hisap rokok yang di selipkan di sela jarinya.

“Wehhhh sini lo, Jul. Gabung. Tadi di ajakin gak mau,” panggil Januar, cowok itu udah agak teler.

“Lo pada maksiat disini, gue pikir di De Javu.” Julian duduk di antara Kevin dan Chaka, mengambil segelas wine milik Chaka di sana dan menenggaknya.

Kening Julian mengerenyit merasakan sensasi panas, pahit dan juga sedikit manis yang mendominasi lidahnya. Rasanya asing, namun lama kelamaan membuat Julian terbiasa dengan sensasi nya.

“Nyebat gak lo?” Chaka membuka sebungkus rokok milik Janu pada Julian.

“Kagak, ini aja udah.”

“Kenapa lo, Jul? Kusut amat tuh muka?” Kevin melirik Julian sebentar, setelahnya dia kembali memetik gitarnya lagi dan menyanyikan sebuah lagu yang Julian sendiri gak tau itu lagu milik siapa, ah. Mungkin Kevin hanya asal memainkan gitarnya saja.

“Lumayan, ada proker di HIMA. Ribet lah pokoknya.” sebenarnya bukan itu, Julian cuma kepikiran soal Ara dan kembalinya Yuno. Ya meski Julian tahu Yuno hanya kembali sebentar saja.

“Ah masa? Bukan karena Ara?” Ucap Janu asal-asalan, wajahnya sudah memerah namun cowok itu tertawa lepas saat memergoki Julian yang membulatkan matanya kaget.

“Apaan sih?” sangkal Julian.

“Santai aja kali, Jul. Anak-anak udah pada tau kalo lo naksir Ara,” Chaka membuang asap rokoknya ke udara, kemudian menyesap wine miliknya lagi.

Soal Julian ini memang satu kosan sudah tahu meski Julian sendiri enggak pernah cerita, yah siapa sih yang enggak tahu kalau gerak gerik Julian kelihatan banget, kayanya cuma Ara aja yang enggak sadar kalau Julian suka sama dia.

“Kelihatan banget yah?” Julian meringis.

“Yang gak sadar keknya cuma Ara doang, Jul.” imbuh Kevin, ia taruh gitar itu dan ia sesap wine miliknya lagi.

“Tapi kayanya gue udah kalah duluan sama masa lalunya,” Julian menunduk, sekarang ia bingung pada pilihannya untuk tetap maju mendekati Ara atau memilih melupakan perasaanya pada gadis itu.

“Perjuangin aja dulu, Bang Yuno juga belum gerak lagi kan?” menurut Chaka, selagi Ara sama Yuno belum balikan. Julian masih punya kesempatan untuk mendekati Ara, kalau menurutnya yang penting usaha saja dulu bagaimana pun hasilnya.

“Tapi yah, Jul. Kalo kata gue, kalo lo tetap mau maju kudu tau konsekuensi nya deh kalo nanti mereka ternyata balikan. Lo harus siap, apalagi kalo Ara nolak. Asal jangan jadi asing aja,” Kata Kevin.

“Lo sama Gita kalo putus kira-kira asing gak?” tanya Januar pada Kevin.

“Bangsat kok lu jadi ngomongin gue? Kan kita lagi bahas Ijul sama Ara.”

“Jawab aje dulu.”

“Nanti kalau udah putus baru gue jawab.” Kevin berhenti sebentar untuk menyesap rokok nya, kemudian ia hembuskan asapnya tepat di depan wajah Janu. “Itu pun kalo putus,” lanjutnya dengan seringain jahilnya.

Janu tidak menimpali lagi ucapan itu, ia justru menuang kembali wine ke gelas miliknya dan menenggaknya dalam sekali tenggakkan.

“Mungkin gue mau tetap coba maju, kalo pun Ara nolak gue. Gue gak masalah, asal dia bahagia sama pilihan dia.”

Chaka yang mendengar itu tertawa, namun ia tahan. “Klise banget lu Jul.. Jul.”

Paginya Julian bangun dengan kepala yang terasa berat dan rasa pengar akibat wine yang ia minum semalam, ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya beranjak dari ranjangnya dan berjalan keluar dari kamarnya.

Di meja makan ada Janu dan Echa yang sedang sarapan, ada Kevin juga yang sedang main HP di sana sementara matanya kini tertuju ke arah Chaka yang ada di pinggir kolam. Cowok itu berjongkok sembari menunjuk-nunjuk sisi kolam pada seseorang yang berada di sana, entah itu siapa mata Julian tidak melihatnya terlalu jelas.

“Chaka ngapain?” tanya Julian pada Kevin, cowok itu menuang air putih ke gelas miliknya dan menenggaknya.

“Bantuin Ara nyari kalungnya yang hilang di kolam.”

“Kalung?”

Kevin mengangguk, setelah mendengar itu Julian langsung berjalan ke arah kolam renang dan benar saja Ara sedang menyelam di sana. Tidak lama kemudian, gadis itu langsung muncul ke permukaan dengan wajah panik dan hidung yang memerah akibat kemasukan air.

“Ra, lo nyari kalung?” tanya Julian.

“Jul, lo liat? Kalung gue ilang, yang liontin nya angsa itu.”

Julian menggeleng, “gue gak liat, lo naik aja. Biar gue yang cari.”

“Tapi Jul—”

“Naik, Ra. Hidung lo udah merah banget.”

Ara akhirnya mengangguk, ia di bantu Chaka naik ke atas dan membiarkan Julian masuk ke dalam air. Mencari kalung miliknya ke setiap sudut kolam renang, namun tidak Julian dapati kalung itu. Di pinggir kolam, Ara nampak panik sekaligus menggigil meski Chaka sudah menyelimutinya dengan handuk. Ia takut kalung itu hilang, ternyata berenang di malam hari bukanlah ide yang bagus. Ara menyesal.

“Jul, ada gak?” tanyanya begitu Julian muncul ke permukaan.

“Gak ada, nanti gue beliin yang baru aja yah. Kaya gimana sih?”

Ara menggeleng, matanya yang sudah memerah akibat kelamaan menyelam itu akhirnya mengeluarkan bulir air mata. Ini bukan soal kalung itu, ini soal siapa yang memberi kalung itu sebenarnya. Ara bisa membelinya lagi jika ia mau, tapi itu artinya. Makna nya tidak akan sama lagi kan.

“Kalung kamu, Ra.”

Suara bariton itu tiba-tiba saja menginterupsi Ara, Chaka dan juga Julian di sana. Ketiganya menoleh ke arah sang pemilik suara, itu ternyata Yuno. Dengan hoodie merah yang Ara juga miliki, berdiri sembari memegang kalung yang sedari tadi Ara cari.

“Kak..” Ara buru-buru menghampiri cowok itu dan meraih kalung miliknya. “Kamu nemu ini dimana?”

“Di pinggir kolam subuh tadi.”

Ara mengusap air matanya, dia enggak tahu kalau Yuno ada di kosan. Sebenarnya subuh tadi Yuno dan Gita tiba di kosan, dan yang melihatnya datang hanya Januar dan Kevin.

Yuno juga memutuskan untuk menginap di kamar Kevin dulu sampai gudang yang menjadi kamarnya kelak selama di Bandung siap di pakai, siang nanti ada tukang yang akan mengubah gudang itu menjadi kamar siap pakai.

“Ma..kasih yah, Kak.”

Melihat itu, Julian yang masih berada di kolam mengepalkan tanganya kuat. Rasa dingin dari air kolam dan pengar di kepalanya sudah hilang di gantikan rasa sakit yang kini mendominasi dada nya.