Tidak Ada Kesepakatan
Julian sengaja datang terlambat untuk bertemu Liliana hari ini, dia sudah memikirkan caranya sendiri untuk menghentikan wanita itu. Oiya, Ara sudah boleh pulang sama dokter. Kondisinya sudah membaik, dia juga udah gak muntah-muntah lagi dokter hanya memberi tahu buat memperhatikan apa yang Ara makan saja.
Begitu melihat Julian datang, Liliana tersenyum. Sementara Julian tidak menunjukan senyumnya sama sekali, dia sudah kapalang benci dengan Liliana dan ingin cepat-cepat mengakhiri semuanya.
“Pak Julian mau pesan apa?—”
“Gak usah, kita langsung ngomong aja.” Julian menyela ucapan Liliana. Dia gak ingin berlama-lama disana.
Liliana menghela nafasnya pelan, sedikit sakit merasakan penolakan dari seniornya itu. Sikap Julian benar-benar terasa berbeda sekarang, tidak ada senyum bahkan keramahan lagi pada laki-laki itu. Dan hal itu membuat Liliana sadar jika ia sudah sangat mengecewakan.
“Saya mau, Bapak. Berpura-pura jadi Papa nya Bella. Kapanpun Bella butuh Bapak, Bapak harus selalu ada buat dia,” ucap Liliana langsung pada intinya saja. Liliana tidak menginginkan Julian sebagai Suaminya, dia hanya ingin Julian terus bersandiwara pada Bella untuk tetap menjadi Papa nya.
“Saya gak mau.” Julian sudah bulat pada pilihannya ini, dia tidak membenci Bella. Dia hanya tidak ingin ikut campur tangan pada kebohongan yang Liliana ciptakan.
“Bapak mau foto-foto kita saya—”
“Sebarin aja, Istri saya sudah tau apa yang kamu lakukan ke saya. Termasuk soal makanan yang bikin dia masuk rumah sakit.”
Julian memang berniat akan jujur sama Ara soal apa jebakan yang Liliana buat bahkan soal Black Box sekali pun, tapi enggak sekarang. Kondisi kesehatan Ara belum stabil, dia akan membicarakan hal ini jika sudah menemukan waktu yang tepat.
“Bohong!!” pekik Liliana. Dia agak sedikit panik, pada dasarnya Liliana itu memang tidak pandai untuk menjadi jahat. Hal ini terlintas pun ia lakukan penuh dengan rasa bersalah, tapi Liliana ngerasa lebih berat ketika dia harus mengucapkan kejujuran pada Bella dan berakhir menyakitinya. Liliana cuma mikir selama ini anaknya sudah menanggung banyak sakit.
“Buat apa saya bohong, Li? Gak ada guna nya buat saya, Istri saya mungkin marah ke saya karna tau saya kembali ke Black Box. Tapi lebih baik dia tahu dari mulut saya langsung ketimbang dari mulut orang lain.” menurut Julian jujur dengan Ara lebih baik, dia akan langsung menjelaskannya pada Ara. Persetan jika Istrinya itu nanti marah, Julian sudah siap dengan segala konsekuensi jika nantinya Ara marah besar dengannya. Yang terpenting bagi Julian adalah, Ara mendengarnya langsung dari mulutnya sendiri tanpa di bumbui apapun.
Julian mencondongkan badannya ke depan, dia sama sekali gak berniat mengintimidasi Liliana. Dia hanya ingin menyadarkan perempuan itu saja. “Berhenti, Li. Sebelum semuanya semakin jauh. Saya yakin ini bukan kamu banget, kamu cuma terpaksa melakukan ini karena tidak ingin Bella kecewa.”
Liliana menunduk, dia rasanya enggak punya muka buat melihat ke arah Julian. Dia malu sama laki-laki itu, Istrinya, Bella bahkan dirinya sendiri. Liliana ingin menangis, tapi dia tahan, dia enggak boleh kelihatan lemah di depan siapapun itu.
“Kejadian kemarin saya bakalan maafin kamu dan coba lupain semuanya, asalkan kamu mau berhenti.”
“Bapak gak paham sama yang saya rasain!” pekik Liliana, matanya memerah. Dia meremas kuat tangannya demi menahan tangisnya yang sedari tadi. “Saya cuma mau Bella bahagia, saya sadar saya salah karna udah bohongin dia.”
“Cara kamu membahagiakan Bella aja sudah salah, Li. Lebih baik Bella tau sekarang, mungkin bakalan nyakitin dia. Tapi kalau kamu terus bohongin dia sampai dia dewasa, kebohongan itu bakalan kebongkar kaya bom waktu. Yang nantinya Bella akan tambah kecewa sama kamu.”
Julian emang gak paham apa yang Liliana rasakan, dia cuma melihat dari sudut pandangnya saja sebagai seorang anak jika ia berada di posisi Bella. Tidak ada orang yang ingin di bohongi sekalipun kebohongan itu demi kebaikan.
Liliana hanya diam, dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Benar-benar malu rasanya, bahkan air mata yang sedari tadi Liliana tahan akhirnya terjun juga. Julian benar-benar telah menyadarkannya jika semua rencana yang ia susun tidak baik. Itu hanya akan menyakiti Bella sampai anak itu besar.
Julian benar, kebohongan akan menjadi bom waktu untuknya jika terus di lanjutkan. Lalu bagaimana dia harus menjelaskannya pada Bella? Apa anak itu akan paham? Apa Bella akan membencinya karena sudah membohonginya selama ini? Kalau boleh jujur, ada malam dimana Liliana selalu meratapi dirinya. Dia berpikir jika ia bukan Ibu yang baik untuk Bella, hatinya belum dewasa untuk di sebut Ibu.
“Kamu bisa jujur sama Bella dari sekarang, Li. Bicara dari hati ke hati sama Bella, kalau perlu kamu ambil cuti aja. Tebus waktu-waktu kamu saat tidak bisa bersama Bella.” Julian berdiri, dia sempat menepuk pundak Liliana sebelum dia pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, Liliana masih menangis disana sendirian semakin menyesakan. Jika laki-laki itu bukan Julian, mungkin sekarang ia sudah di seret ke kantor polisi karena sudah mencelakakan Istrinya.
Liliana menyesal dia sudah menjadi jahat, dia sendiri enggak menyangka dirinya akan menjadi nekat seperti itu hanya demi menutupi kebohongan yang telah dia buat. Di perjalanan pulang, Liliana melamun di halte bus sampai-sampai ia melewatkan 2 bus yang biasa ia tumpangi. Ia merenungi kesalahannya dan memikirkan cara ia meminta maaf pada Bella, Julian dan juga Ara.
Malam nya Ara ngotot ingin masak makan malam untuk Suami dan Adiknya, untung saja dia mau di bantu sama Karina jadi Julian enggak khawatir Ara bakalan kecapekan. Malam itu Ara masak bola-bola daging giling pedas manis, sup ayam, sama ada bakwan udang buatan Karina.
“Wihhhh wangi nya sampe ke taman depan, Bun.” Julian meluk Ara dari belakang waktu Istrinya itu lagi nata makanan yang sudah di masak di atas meja. Ara kan jadi malu sekaligus enggak enak sama Karina, jadi dia sikut perut Julian sampai Suaminya itu mundur dan lepasin pelukannya.
“Ada Karin ih meluk-meluk mulu!!” pekik Ara memperingati.
“Gapapa sih, Kak. Namanya juga Suami Istri. Karin juga udah dewasa tau,” Karina malah senang-senang aja liat hubungan calon Kakak iparnya itu yang harmonis, bahkan Reno sama Karina menjadikan Julian dan Ara sebagai role model hubungan mereka.
Menurut Reno, hubungan Julian dan Ara itu dewasa dan setara. Selain dalam bentuk financial, cinta keduanya juga setara. Reno selalu kagum dari bagaimana Kakak iparnya itu memperlakukan Kakaknya, bahkan Julian enggak pernah keberatan sama sifat manja Kakaknya itu. Makanya kalau lagi ngobrol berduaan sama Julian tuh Reno suka tukar pikiran.
Mengingat tahun depan ia ingin melamar Karina, ia ingin belajar banyak dari Julian dan Arial. Kalau Mas Yuda sih, bisa saja sebenarnya tapi sama Mas Yuda tuh lebih banyak bercanda nya. Makanya Reno lebih milih sering curhat ke Julian atau ke Arial saja.
“Tuh Karina aja gapapa.” Julian cemberut, dia narik kursi meja makannya dan bantuin Ara sama Karina nuangin air ke gelas-gelas yang akan mereka pakai untuk minum.
“Akunya malu..” cicit Ara pelan.
“Malu apa? Orang Suami kamu ganteng gini.”
Ara cuma menggeleng pelan aja, “oiya, Ren. Panggil Reno gih, kita makan malam sekarang.”
“Oke bentar ya, Kak.” Karina langsung pergi dari sana dan memanggil Reno yang masih di dalam kamar tamu. Kalau enggak salah Reno lagi beresin barang-barang karena besok pagi mereka akan pulang.
“Sayang?” panggil Julian, dia kepikiran buat nyuruh Ara berhenti dari pekerjaannya yang sekarang ini. Julian benar-benar paranoid karna kejadian kemarin, padahal dia pun sudah memberi tahu Niken untuk membantunya menjaga Ara jika sedang berada di klinik.
“Kenapa, Bang?”
“Kamu yakin masih mau lanjut kerja? Gak mau istirahat aja?”
Ara yang lagi ngambilin nasi buat Julian itu berhenti, dia jadi natap Suaminya itu bingung. “Kamu masih khawatir aku kenapa-kenapa?”
Julian mengangguk, “masih kepikiran terus.”
“Kan aku udah janji bakalan bawa makanan dari rumah, udah setuju juga gak nerima makanan dari orang lain. Kenapa? Ada yang aku gak tau ya?” Ara ngerasa kaya ada sesuatu yang Julian sembunyiin, tapi dia sendiri gatau itu apa. Ara masih menunggu sampai Julian mau cerita sendiri walau rasanya penasaran banget. Pasalnya sudah 3 kali Julian bertanya seperti ini.
“Enggak kok, aku cuma mau mastiin aja. Jujur aja aku takut kamu kecapekan, tapi kalau kamu ngerasa udah baik-baik aja, ya gapapa.” Julian senyum, dia mau cerita soal kejadian kemarin nanti saja. Lagi pula bercerita sekarang pun sedang ada Reno dan Karina, Julian enggak yakin Ara enggak marah kalau tau dia kembali menginjakan kakinya di Black Box dan soal Liliana.