Tiga Belas —Bloonde Girl?
Pagi ini Ara bangun lebih dulu dari pada Yuno, ah tidak, sejujurnya tidur gadis itu enggak cukup pulas dari hari-hari kemarin. Ia masih bertanya-tanya siapa pemilik rambut bloonde dan jepitan bunga lily yang ada di kamar tamu Yuno.
Ara enggak mau menanyakan hal ini langsung ke Yuno, ia lebih memilih memendamnya dan berharap Yuno akan jujur soal hal yang mengganggunya itu, Gita pernah menasihati Ara dulu sewaktu ia bercerita menyembunyikan hal menganggu tentang hubungannya dan Yuno dulu.
Gita bilang, Ara dan Yuno kurang terbuka. Keduanya seperti suka menyembunyikan hal-hal yang seharusnya bisa mereka tanyakan dan bicarakan langsung, namun keduanya lebih memilih memendamnya. Ara tahu ini enggak baik, tapi dia hanya bingung dari mana ia harus memulai membicarakan hal ini dengan Yuno.
Ia takut bertengkar, lagi pula selama ini ia dan Yuno tidak pernah bertengkar hebat. Hubungannya terlalu mulus, bahkan Echa sempat mempertanyakan apakah hubungan yang tanpa ada pertengkaran di dalamnya itu adalah hubungan yang baik-baik saja?
Sedang sibuk membuat pancake di dapur Yuno, tiba-tiba saja pintu kamar cowok itu terbuka. Menampakan Yuno dengan rambut berantakan khas bangun tidur dan mata sayu nya, cowok itu tersenyum manis ketika mendapati Ara sedang membuat pancake di dapurnya.
“Pagi,” sapa Ara sewaktu Yuno duduk di meja pantry sembari meminum oat milk yang Ara sudah siapkan di sana.
“morning too, sayangku.”
“Aku bikin banana pancake pakai resep nya Bunda Lastri. want to try it?“
“sure.“
Ara tersenyum, ia mengambil satu pancake dan menyusunya di piring. Ia juga menambahkan irisan pisang dan madu di atasnya. Kemudian membawanya ke meja pantry, duduk di sana sembari menunggu Yuno mencicipi pancake buatannya.
“Aku cobain yah?” ucap Yuno, ia memotong pancake itu dengan garpu di sana kemudian mencicipinya.
Di kursinya, Ara memperhatikan Yuno mencicipi masakannya. Sesekali ia menelan saliva nya sendiri, Ara pernah berpikir jika Yuno cocok sekali membawakan acara wisata kuliner. Cowok pintu pandai membuat orang lain tergiur untuk mencicipi makanan yang ia makan, selain itu Yuno juga pandai menilai makanan dan menjelaskan seperti apa rasanya.
“Enak,” jawabnya kemudian, kedua mata kecilnya itu berkedip lamban seperti seekor kucing. Yuno menikmati sekali makanan yang tengah ia makan saat ini.
Pada suapan kedua, ia berdeham. Kemudian kembali tersenyum saat kedua matanya menatap mata sang gadis yang duduk di depannya.
“Karna pakai resep Mama, udah pasti enak. Tapi punya kamu punya ciri khas nya sendiri,” lanjutnya.
“Apa?”
“Punya Mama itu agak sedikit basah, sedangkan punya kamu agak kering. Ada aroma smoky nya juga dan gak terlalu manis, aku suka. Luar nya agak crispy tapi dalamnya soft. enak kok, kamu cobain dong. Masa aku makan sendiri, mana belum sikat gigi lagi.”
Ara terkekeh, ia juga lupa mengingatkan Yuno untuk mencuci muka dan menyikat giginya dulu sebelum sarapan. Ia terlalu excited untuk menyuruh cowok itu mencicipi masakannya.
“Dasar jorok!” ledek Ara.
Keduanya akhirnya makan bersama pagi itu. Walau sesekali Ara masih kepikiran tentang rambut yang ada di kamarnya, sembari makan, Sesekali ia memperhatikan Yuno yang tampak khidmat saat menikmati makanannya.
“Kak?”
“Sayang?”
Ara menarik nafasnya, “kamu duluan.”
“Kamu mau ngomong apa tadi? Kamu duluan aja.”
“Kamu aja, aku lupa mau ngomong apa,” Ara meringis. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya mengenai rambut dan jepitan itu.
“Sore nanti teman aku mau ke sini, aku udah janji mau ngenalin kamu sama mereka.”
“Oh ya?”
Yuno mengangguk, “kamu penasaran kan sama teman-teman aku. Ya walau bukan teman kampus sih, mereka ini teman aku waktu masih sekolah bahasa. Mereka Josep, Ann dan satu lagi. Namanya Roselie aku gak yakin dia bisa datang sih.”
Ara mengangguk, ia memang pernah bilang kalau ia ingin di kenalkan dengan teman-teman Yuno. Yuno pernah bercerita kalau ia mengenal banyak orang asing dari berbagai negara yang baik sekali dengannya, terutama di saat Yuno sedang merasa kesusahan. Dan Ara ingin tahu mereka yang sudah membantu kekasihnya itu di saat ia jauh darinya.
“Mereka orang mana aja, Kak?”
“Josep itu dari Thailand, Ann dari Indonesia. Kalau Roselie dari Paris.”
Ara mengangguk-angguk, untungnya mereka sempat membeli stok cemilan kemarin. Yuno enggak cerita kalau teman-temannya akan datang hari ini, kalau tahu begitu Ara kan bisa belanja lebih banyak lagi.
“Sayang?” panggil Yuno mengintrupsi lamunan Ara.
“Hm?”
“Mau ngomong apa sih tadi?”
“Ahh,” Ara menggaruk tengkuknya itu, dengan salah tingkah. “Aku lupa, Kak. Nanti aja ya kalau udah ingat.”
“Beneran?”
“Um.” ia mengangguk.
“Yaudah, kalau gitu aku mandi dulu. Piring kotornya jangan kamu yang cuci, biar aku aja. Kan kamu udah bikin sarapan pagi ini.” Yuno beranjak dari kursinya, sebelum mandi ia kecup dulu kening gadisnya itu.
Setelah kepergian Yuno, Ara membenahi piring-piring kotor itu sembari melamun. Jujur saja perasaanya agak goyah, Ara terlalu banyak berpikiran buruk, memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari mana rambut dan jepitan itu asalnya. Termasuk memikirkan kemungkinan terburuk jika benar Yuno membawa gadis lain lebih dulu ke apartemen nya.
“Mikirin apa sih gue astagaaa, gila kali! Kak Yuno gak mungkin kaya gitu,” gumamnya, ia memukul kepalanya sendiri. Menghalau pikiran buruknya itu tentang cowok yang sudah ia percayai.
Sebelum teman-teman Yuno itu datang, Ara sempat memakai riasan wajahnya dulu. Ia juga mengenakan baju terbaiknya karena Yuno bilang mereka akan membuat pesta kecil-kecilan di apartemen Yuno, setelah mengoleskan liptint di atas bibirnya. Gadis itu berdiri, memeriksa penampilannya.
Dan tidak lama kemudian, bel apartemen Yuno berbunyi. Ara berinisiatif untuk membukakan pintu apartemen itu karena Yuno sedang pergi keluar sebentar, ia bilang mau membeli ice cream untuk mereka dan juga teman-temannya.
Saat Ara membuka pintu, di depan sana sudah ada seorang laki-laki berwajah khas Asia dan 2 orang perempuan. Ara tersenyum, namun senyum itu gak bertahan lama ketika ia mendapati gadis yang berdiri di belakang sana berambut bloonde.
“Haiii,” sapa cowok itu yang Ara tebak itu adalah Josep.
“Ha..hai. Come on in, Yuno is going out for a bit to buy ice cream.“
Ara menyuruh teman-teman Yuno itu masuk, saat ia berpapasan dengan gadis berambut bloonde itu. Perasaanya semakin tidak karuan, apalagi saat ia berhenti tepat di depan Ara dan tersenyum.
“Hai, Ra. Aku Ann, aku temannya Yuno yang sama-sama dari Indonesia.” ia menjulurkan tangannya, dan Ara menjabat uluran tangan itu dengan hangat.
“Ara, Kak. Pacarnya Kak Yuno.”
Gadis itu tersenyum, kemudian merangkul Ara dan keduanya duduk di sofa yang sama. Ara pikir gadis bule yang duduk bersama Josep itu adalah Roselie, tapi Josep menggunakannya dengan nama Alice dia adalah pacarnya Josep.
“I never imagined that Yuno would date a high school student,” Josep terkekeh, wajah Ara yang terlihat sangat muda membuat Josep berpikir tadinya jika Ara masih duduk di bangku SMP.
“Yuno and I were in the same school, he was my senior. and our relationship continues until now, by the way I have graduated from high school and am preparing to enter college,” jelas Ara.
“i've never been in a relationship that long. Ara, do you ever get bored with Yuno? especially now that you're in a long distance relationship,” tanya Alice, dia takjub banget sama hubungan Ara dan Yuno. Apalagi Ara yang tampak berpikiran dewasa, yah walau kelihatannya saja. Alice enggak tahu aja kalau Ara hobi sekali merajuk.
Ara tersenyum kikuk sebelum menjawab pertanyaan Alice, dan Ann tampak menunggu Ara menjawab pertanyaan itu.
“I think every long-lasting relationship must have felt bored, but you can overcome that boredom. A long-distance relationship with Yuno is indeed a bit torturous for me sometimes, I have to endure a lot of longing and sometimes become the one who always waits for his news, but I understand all that. I can understand his busyness, because for me this relationship is not just about me in his life.“
“Aahhhh so sweet,” pekik Alice, ia kagum dengan cara berpikir Ara yang menurutnya masih sangat muda itu.
Tidak lama kemudian Yuno datang, membawa 3 ice cream di kantung belanja yang ia bawa. Sore sampai menjelang malam itu mereka habiskan dengan banyak mengobrol dan bermain game, beberapa kali bahkan Josep dan Alice menawari Ara untuk mencicipi wine yang mereka bawa.
“no, she doesn't drink wine,” Yuno menjauhkan gelas wine yang Josep berikan pada Ara itu.
“she's not a school kid anymore right? you have to teach him to drink wine Yuno.“
“No, Josep. She is allergic to wine,” Yuni melirik Ara dan mengedipkan satu matanya kepada gadis itu, memberi kode jika Ara benar-benar alergi dengan wine agar ia bisa memakai alasan itu untuk menolaknya.
“Is what Yuno said true?” tanya Josep ke Ara.
“Um,” Ara mengangguk, karena merasa tidak nyaman di sana. Ara akhirnya menyingkir, ia berjalan ke balkon menyusul Ann yang tengah berada di balkon sana, tadi ia sedang menerima telfon makanya menyingkir sebentar.
“Kak?” sapa Ara, membuat Ann tersenyum.
“Haii.”
Keduanya akhirnya mengobrol di balkon, sementara Yuno, Josep dan Alice masih bermain kartu di ruang TV.
“Kamu pacaran sama Yuno udah lama juga yah, Ra.” ucap Ann memecahkan hening di antara mereka.
“Um, aku juga gak nyangka bisa selanggeng ini sama Kak Yuno.”
Ann menoleh, ia mengerutkan keningnya bingung. “Kok ngomong gitu? Memang pernah mikir gak akan langgeng sama dia?”
Ara mengangguk, ia pernah berpikir hubunganya dengan Yuno tidak akan berlangsung lama, mengingat dulu banyak sekali pihak yang keberatan dengan hubungan mereka, terutama dari kalangan gadis-gadis sekolah yang menyukai Yuno. Ara bahkan pernah menjadi korban bully hanya karena ia adalah pacar Yuno, enggak masuk akal kan? Memangnya jatuh cinta adalah sebuah kejahatan?
“Ada banyak orang yang keberatan sama hubungan aku dan Kak Yuno.”
“Oh ya?” Ann berbalik, ia mengambil posisi menyamping agar bisa melihat Ara sepenuhnya. Ia begitu tertarik dengan cerita gadis itu.
“Dulu, Kak Yuno di sekolah banyak banget yang nyukain. Waktu hubungan kami banyak di ketahuin orang, aku sempat jadi public enemy hanya karena mereka mikir aku enggak cocok sama Kak Yuno.”
“Jahat banget, kok mereka bisa mikir gitu? Terus kamu diam aja?”
Ara mengangguk, “mungkin mereka mikirnya aku gak secantik itu buat jadi pacarnya Kak Yuno, gak terkenal juga kaya cewek-cewek yang pernah di jodoh-jodohin sama Kak Yuno. Aku juga enggak berani ngelawan, aku gak suka jadi pusat perhatian. Kalau aku ngelawan nanti masalahnya jadi tambah rumit.”
Ara benci jadi pusat perhatian, apalagi harus tersandung kasus di sekolah. Ia hanya ingin kehidupan SMA nya berjalan mulus dan bisa lulus tepat waktu, itu saja. Makanya Ara enggak melawan atau cerita ke Yuno soal perundungan yang pernah ia alami dari gadis-gadis yang menyukai cowok itu.
“Tapi Yuno tau kan?” tanya Ann.
Ara menggeleng, “aku gak pernah cerita sama Kak Yuno. Lagi pula, aku masih bisa nyelesain masalah itu sendiri kok.”
Ann jadi enggak tega sendiri lihat Ara, dia gak bisa membayangkan semengerikan apa perundungan yang ia dapat di sekolahnya dulu. Ara seperti sedang mengencani idola sekolah.
“Kamu hebat banget, tapi lain kali. Kamu harus lebih banyak ngobrol sama Yuno. Apalagi masalah itu juga menyangkut sama dirinya.”
“Um,” Ara mengangguk.
Mereka sempat hening beberapa saat sampai akhirnya Ann mengambil pot bunga bunga berukuran sedang di sana yang di tanami Monstera.
“Aahh agak kering, Yuno pasti lupa nyiramnya nih. Waktu aku ke sini, aku beliin Monstera dan naruh di sini supaya lebih bagus, Monstera juga punya makna yang bagus, makanya aku beliin ini buat dia,” ucap Ann.
Di tempatnya Ara membeku, dadanya sedikit sesak, dan ia berharap ia salah mendengar ucapan Ann barusan.
“Kak Ann yang beli?” tanya Ara untuk memastikannya sendiri.
“Um, aku belinya sama Yuno. Di Altstadt waktu kita lagi jalan-jalan di sana dan mampir ke toko bunga yang juga jual tanaman hias.”
Jadi, apakah pemilik jepitan dan helaian rambut bloonde itu milik Ann? Tapi kenapa Yuno tidak bercerita padannya? Apa yang mereka lakukan berdua? Pikir Ara.