245

Pada akhir bulan Januari tahun 2022 sekitar pukul 11 malam ketika Bella sedang berdiri dipinggir jalan dengan disampingnya 1 koper dan juga beberapa tote bag ditangannya tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti didepannya. Bella kira itu adalah taksi online yang dipesan olehnya, namun melainkan Jevera. Jevera pun keluar dari mobil dan menghampiri Bella.

Hubungan keduanya sejak beberapa bulan terakhir sangatlah tidak baik, bahkan setelah Jevera meminta Bella untuk menjauhi keluarganya, keduanya sudah tidak pernah berkomunikasi lagi, sampai sampai ketika bertemu di kampus pun keduanya saling abai satu sama lain.

“Mau kemana malem malem gini?”

Namun ketika Jevera bertanya, handphone Bella berdering dan itu ternyata dari supir online yang dipesannya.

“Dimana ya pak?” Tanya Bella pada driver sembari melihat lihat mobil disekitarnya.

“Mba yang lagi sama laki-laki dibelakang saya bukan ya?”

“Oh iya pak sebentar saya kesana.” Balas Bella, Bella pun mengakhirkan panggilan itu dan mulai berjalan menghampiri mobil yang sedang menepi didepannya.

“Pak Sandi ya?”

“Dengan mba Bella, yang mau pergi ke Bandung?”

“Iya pak, tunggu sebentar ya pak saya mau ambil barang barang saya dulu.”

“Iya baik mba.”

Namun ketika Bella mau mengambil koper tiba-tiba saja Jevera menghampiri driver tersebut, dan membatalkan pesanan Bella, lalu memberi sejumlah uang sesuai perjalanan Bella dan juga sedikit tip dari Jevera sebagai permintaan maaf karena sudah membatalkan pesanan Bella.

Dan ketika Bella akan menghampiri drivernya lagi, driver tersebut akhirnya pergi. Itu membuat Bella menatap tajam pada Jevera, dimana Jevera yang berjalan menghampirinya.

“Lo mau pulang ke Bandung? Gue aja yang anter Bell.”

Namun Bella tak menghiraukan pertanyaan Jevera dan mulai sibuk menghubungi driver yang dipesan Bella tadi. Namun sama sekali tak ada jawaban. Tak lama Jevera mengambil koper dan memasukkan koper itu ke dalam mobil, dan Jevera pun mulai membukakan pintu mobil sebelah kiri.

“Keluarin koper gue.” Balas Bella dingin.

“Bell, ini udah malem, gue aja yang anter lo pulang ke Bandung.”

Namun Rey tiba-tiba saja menelepon Bella.

“Iya bang gimana?”

“Udah dimana de?” Tanya Rey dari balik telepon.

“Aku masih nunggu driver bang.”

“Ini dari tadi drivernya belum dateng juga de?”

“Iya bang, aku harus nunggu lagi. Ibu gimana sekarang?”

“Ibu udah tidur ko, bisa pulang sebelum besok siang kan de? Ibu dari tadi nanyain ade terus.”

“Iya bang aku usahain.”

Jevera memperhatikan Bella yang masih berbicara dengan Rey lewat telepon, terlihat wajah Bella yang sedih namun Jevera tak berani menanyakan pada Bella. Setelah Bella mengakhiri panggilan dari Rey, Bella akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam mobil Jevera.

Bella memutuskan pulang ke Bandung setelah mendapatkan kabar dari Rey bahwa Salma sang ibu dirawat dirumah sakit. Rey pun memberitahu Bella bahwa Salma dan beberapa keluarga di Bandung sudah mengetahui soal Bella yang bekerja dengan Bara, dimana seorang tetangga dirumah sebelumnya, bekerja di sebuah club yang sering didatangi oleh Bella dan Bara.

Dalam perjalanan, Jevera dan Bella sama sekali tak berbincang, hening menyelimuti perjalanan keduanya dan hanya terdengar lagu-lagu dari radio dengan volume yang kecil. Dan selama di perjalanan Bella hanya memejamkan matanya dengan posisi kepala ke arah kiri, namun Bella tidak tidur, melainkan memikirkan banyak hal di kepalanya.

Namun tanpa sadar air matanya mulai mengalir di kedua pipinya, namun ketika Bella mengusap air matanya, Jevera berniat untuk menepuk nepuk pundak Bella namun Jevera akhirnya mengurungkan niatnya. Ketika Jevera ingin bertanya atau berbicara sesuatu selalu ia urungkan, karena melihat Bella yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja pada saat ini.

Keduanya melewati jalan tol cipularang, namun Bella sepertinya pada saat ini sedang tertidur dan selama 6 jam perjalanan akhirnya keduanya sampai dirumah Salma yang berada di kota Bandung. Ketika sampai, terlihat Indri yakni ibu Rey yang sering dipanggil ambu ini datang menghampiri Bella yang sedang keluar dari mobil. Tangisan Bella pun pecah setelah dipeluk oleh Indri.

“Ambu, maafin Bella.”

“Engga geulis, ambu yakin neng ga ngelakuin apa-apa kemarin. Tapi ambu mohon, nanti neng jelasin semuanya apa yang terjadi disana sama kita.”

Bella pun mengangguk paham. Jevera mulai berjalan mendekati keduanya, Indri pun melepaskan pelukannya dan mulai mengusap air mata Bella.

“Istirahat dulu ya bageur? Neng pasti cape banget, kerumah sakitnya nanti siang aja. Kaka ga perlu khawatir, disana udah ada yang jaga, abang Rey sama ade.”

“Pokoknya untuk sekarang kaka istirahat aja dulu, ga perlu mikirin apa-apa, Ambu yakin pisan kalo ibu pasti sembuh, akhir-akhir ini juga udah mulai banyak lagi makannya.” Tambah Indri.

Bella hanya menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam rumah, Bella sama sekali tak menghiraukan Jevera pada saat ini. Yang ada dipikirannya hanyalah memikirkan kesehatan sang ibu. Dimana Salma ternyata sudah sakit dalam sebulan ini dan terkena penyakit tbc, dan baru beberapa hari dirawat.

Setelah masuk kedalam, Indri mengajak Jevera untuk masuk, dan memintanya untuk beristirahat juga. Jevera pun di bawa ke kamar tamu oleh Indri dan membiarkan keduanya untuk beristirahat.

Sekitar pukul 7 malam Jevera dan Bella berada di ruang rawat inap di salah satu rumah sakit militer di kota Bandung. Jevera memindahkan Salma ke ruangan VIP yang ada disana. Bella pun mengetahui hal ini ketika Bella datang kerumah sakit siang tadi.

Ternyata Jevera sudah mengetahui hal ini sebelum Bella tahu, dimana Rey mengabari Jevera ketika Salma baru saja masuk ke rumah sakit. Namun diam diam Jevera pergi ke Bandung dan memindahkan Salma ke ruang rawat inap VIP.

Rey pun awalnya sama seperti Bella, Rey kaget ketika diminta oleh suster disana untuk pindah kamar beberapa hari yang lalu. Bella pun setelah datang ke kamar rawat inap sempat curiga karena sang ayah hanyalah seorang pensiunan TNI AD pikirnya tak mungkin jika dipindahkan keruangan VIP oleh pihak rumah sakit secara tiba tiba. Dan Bella langsung terpikir kepada Jevera, namun untuk sekarang Bella tak ingin mempermasalahkan ini dulu, Bella ingin soal Bara selesai lebih dulu.

Malam ini semua berkumpul di ruangan rawat inap, ada Indri, Rey, Rania, Jevera, dan Bella. Mereka berbincang dan bercanda ria bersama dengan Salma. Walaupun Bella tertawa tapi hatinya sedih ketika melihat tubuh sang ibu yang terlihat sangat kurus, karena turunnya berat badan.

Tak lama Salma pun meminta Bella dan Jevera untuk pergi keluar membeli makanan. Entah kenapa hubungan keduanya kini mulai membaik, mungkin karena dimulai dengan obrolan obrolan mereka tadi siang.

Jevera dan Bella berjalan di trotoar yang mengelilingi rumah sakit ini. Keduanya memutuskan untuk mencari makanan yang tidak jauh dari rumah sakit, namun ketika sedang memilih milih apa yang akan dibeli. Tak sengaja dari arah berlawanan Bella melihat seorang lelaki yang dikenalnya sedang bersama seorang wanita di atas motor cross berwarna putih, dimana lelaki ini merupakan seseorang yang disukai oleh Bella.

“Lah itu kan DC?”

Namun entah kenapa tiba-tiba saja terlintas dipikiran Jevera untuk menjahili Bella.

“ADC.” Teriak Jevera dengan sangat kencang.

Walaupun sudah pergi dan menghilang dari pandangan Bella, namun entah kenapa Bella merasa malu, dan memukul punggung Jevera.

“Aelah lo apa apaan si bang?” Ucap Bella sembari mengerutkan keningnya dan mengerucutkan bibirnya.

Namun tak lama dari arah belakang terdengar suara motor yang menghampiri Bella dan Jevera.

“Kalian manggil saya?” Tanya laki-laki yang masih berada di atas motor miliknya.

Seketika Bella berbalik badan setelah mendengar suara dari seseorang yang disukainya. Bella melihat lelaki itu dengan seorang wanita, dimana keduanya masih berada di atas motor dengan keadaan motor yang masih menyala.

“Oh, hm, itu.” Ucap Bella kikuk.

Bella terlihat sangat bingung ketika lelaki yang disukainya menanyakan sesuatu. Namun Bella tak sengaja melihat sebuah papan iklan yang berada diseberang jalan yang tertulis nama brand batu baterai.

“Oh iya itu, tadi temen saya teriak batu baterai ADC.”

“Muka kamu ko kaya familiar, kita pernah ketemu? Atau kita pernah sekolah disekolah yang sama?”

“Eh? Maaf saya ga kenal sama kamu.”

Namun setelah mendengarkan percakapan diantara keduanya, Jevera mengerutkan keningnya sembari sesekali melihat Bella juga lelaki yang sedang berbincang dengan Bella. Jevera bingung mengapa keduanya tak saling mengenal, padahal Bella selalu ceria ketika bercerita soal laki-laki yang disukai oleh Bella ini. Bahkan Bella sudah mengetahui beberapa hal pribadi tentangnya, soal keluarganya pun Bella sampai tahu.

“Teh punten ya. Mungkin kedengerannya kaya manggil nama pacar saya, soalnya kebetulan inisial nama pacar saya sama kaya nama merek batu baterai.” Ucap sang kekasih dari lelaki itu sembari tersenyum.

“Iya teh gapapa. Maaf ya jadi ganggu perjalanannya.” Balas Bella sembari tersenyum.

Tak lama keduanya pun pergi meninggalkan Jevera dan Bella. Bella pun membalikkan tubuhnya dan melihat Jevera dengan tatapan wajah yang bingung. Bella kembali melanjutkan perjalanan untuk mencari makanan. Namun dalam perjalanan keduanya sedikit berbincang bincang.

“Lo si bang, ngapain coba dipanggil panggil.”

“Ini gue beneran ga ngerti Bell, jadi lo sama si Dika itu ga saling kenal?”

Anggukan dari Bella.

“Terus kenapa lo bisa sesuka itu sama dia? Bahkan lo tau banyak hal tentang dia. Lo selalu ngikutin kegiatan si DC?”

“Enggalah gila. Buat apa juga ngabisin waktu gue buat ngikutin dia.”

“Ya bukan gitu, rugi banget sampe puluhan taun gini suka sama orang.”

“Dih ko gitu sih hahahaha. Jadi gue sama si Andika itu satu SMP.”

“Sekelas?”

“Engga, kita ga pernah sekelas. Walaupun waktu SMP setiap kenaikan selalu diacak temen temennya tapi gue ga pernah sekelas sama dia. Bagus sih jadi tetep ga kenal sama dia.”

“Hah?”

“Napa si bang? Aneh banget kalo gue suka sama orang yang ga dikenal?” Ucap Bella sembari tertawa yang melihat wajah Jevera seperti orang yang kebingungan.

“Istilah dari mata jatuh ke hati itu beneran ternyata bang. Ini kejadian sama gue sendiri. Jadi waktu gue kelas 1 SMP pas pulang sekolah, gue ga sengaja tatap tatapan sama DC. Kalo ga salah DC itu kelas A apa B gitu, gue kelas H. Gue lupa kelasnya si DC tuh dibawah apa di atas, pokoknya antara itulah.”

“Entah kenapa waktu itu gue pulang sendirian, padahal biasanya selalu bareng sama temen temen gue. Nah terus pas lagi jalan, jadi gini bang, posisi nya tuh kaya ada jalan gitu, kaya trotoar, apa ya namanya? Pokoknya disampingnya tuh lapangan dan dipinggirnya ada jalan, nah dipinggirnya lagi baru kelas kelas.” Ucap Bella sembari menjelaskan dengan menggunakan kedua tangannya.

“SMP 079 Negeri Bandung?”

“Ko tau? Ibu pernah cerita ya sama lo?”

“Ya itu juga sih, tapi gue sempet ada urusan disana.”

“Hm gitu.”

“Terus gimana?”

“Apanya yang terus gimana?” Ucap Bella sembari sedikit tertawa.

“Awal lo suka sama DC.”

“Oh hahahaha, oke gue lanjut.”

“Jadi pas gue jalan tuh DC lagi nyender di pintu kelas, entahlah nunggu siapa, entah pacarnya atau temennya. Terus kita berdua ga sengaja tatap tatapan, dari situlah gue mulai suka sama dia. Dan ketika SMA kita beda sekolah, tapi ya gitu selalu ketemu dengan berakhir tatap tatapan.”

“Pernah malem malem pas lagi mau beli makan malem sama kaka. Gue yang bawa motor waktu itu, begitu juga sama si DC, itu posisinya berlawanan arah ditikungan, dan kita tatap tatapan mata lagi, dia waktu itu kalo ga salah lagi bonceng temennya.”

“Dan selanjutnya setelah kita lulus SMA, gue lagi anter kaka gue ke kampus, nah kampusnya yang dibelakang rumah sakit ini bang. Dan lagi lagi kita ga sengaja tatap tatapan, tadi dia bilang pernah liat gue itu, karena kaka gue waktu itu manggil dia juga kaya yang lo lakuin barusan. Dan sekarang akhirnya gue ketemu lagi dan berakhir tatap tatapan mata lagi, cuma bedanya sekarang gue lagi jalan sama lo, DC yang lagi ngebonceng ceweknya.”

“Kadang tuh ya gue beneran pengen tau apa alasan Tuhan ngasih takdir yang berakhir tatap tatapan mata terus kaya gini, tapi moga moga aja gue sama DC jodoh hahahaha.”

Setelah mendengar penjelasan dari Bella dan terdiam beberapa saat, Jevera kembali bertanya pada Bella.

“Terus kenapa lo bisa tau semua tentang DC?”

“Hm itu. Temen temen gue rata-rata kenal sama dia bang, tanpa diminta aja mereka tiba-tiba aja ngasih tau banyak hal tentang DC, entahlah gimana awalnya, mungkin gue koar sana sini sampe temen temen gue ngasih informasi sama gue, bahkan pernah mau dibantu sama temen kelas cowok buat deket sama DC, tapi guenya ga mau.”

“Kenapa lo ga mau? Padahal itu kesempatan banget buat lo.”

“Gue ga percaya diri lah. Gue masih gendut bang waktu itu, bahkan untuk ngaca aja gue takut banget hahahaha.”

“Cewek mau berisi ataupun ga berisi badannya tetep cantik, mau kulit putih, sawo matang, kuning langsat semuanya tetep cantik Bella. Setiap orang juga pasti punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.”

“Iya kelebihan, kelebihan berat badan hihihi.”

“Gue serius Bella.”

“Ya gue liat kebanyakan tipe cowok gitu, pasti DC juga gitu, secara gue tau mantan mantannya dia. Cantik, putih, ya tipe tipe kebanyakan cowok. Gue juga ga munafik sih pertama liat cowok itu ya pasti dari fisiknya dulu, tapi seiring berjalannya waktu, gue sekarang malah lebih nyari yang buat gue nyaman, selalu jujur, berpikiran dewasa dan memperlakukan gue dengan sangat sangat sangat baik, tidak lupa perasaan yang tulus. Tapi kalo udah selingkuh, ga tau deh gue.”

“Oh iya bang ngomong ngomong sebenernya walaupun gue temenan sama lo juga Malvynn, tapi masih ada sedikit rasa ga percaya tau sama kalian berdua, entahlah kenapa. Pesen dari gue cuma satu aja bang, jangan pernah selingkuh.”

Jevera memang mendengarkan apa yang Bella ceritakan, namun Jevera sesekali melirik dan fokus pada wajah Bella ketika sedang bercerita. Sudah lama sekali Jevera tak mendengar Bella cerita seperti ini.

Setelah berjalan beberapa meter keduanya pun memutuskan untuk pergi kesebuah tempat minuman yang tidak jauh dari kampus yang ada disana. Namun ketika sampai di tempatnya tiba-tiba saja Bella berjalan ke belakang tubuh Jevera dan memegang lengan kemeja yang dipakai oleh Jevera. Dan ketika Jevera melihat kedepan ternyata ada seseorang yang sudah membuat Bella takut untuk berinteraksi dengan laki-laki. Dan tak lama seseorang itu pun menghampiri Bella.

“Hai Bell, udah lama banget ga ketemu, aku kira kamu udah ga tinggal di Bandung lagi, soalnya ga pernah dateng lagi kalo kita reunian.”

Namun Bella masih berdiam diri dibelakang tubuh Jevera, dan ketika Bella akan bergeser, Jevera tak membiarkan itu dan merentangkan tangannya kebelakang agar Bella tetap diam dibelakang tubuhnya.

“Sia cowoknya Bella?”

Namun tanpa menjawabnya, Jevera membawa Bella pergi dari sana dan meminta Bella untuk menunggu disebuah cafe.

“Lo tunggu disini, jangan kemana mana.”

“Lo mau kemana?”

“Gue aja yang pesen mimumannya. Pokoknya jangan kemana mana, kalo ada apa-apa langsung telepon gue.”

Jevera berbohong pada Bella, Jevera berniat menghampiri lelaki itu lagi, dan ketika sudah menghampirinya, Jevera membawanya pergi ke sebuah gang, dimana terlihat sawah yang luas dan keadaan sangat sepi.

“Sia mau ngapain anjing?”

“Lo kan orangnya bangsat?”

“Maksud sia apaan?”

“Gara-gara lo Bella jadi takut buat deket sama laki-laki.”

“Naha nyalahin aing? Emang aing salah apa sama Bella?”

“Alah gausah banyak bacot lo anjing.”

Jevera mulai memukuli laki-laki yang bernama Fahry ini, dia adalah orang yang pernah diceritakan oleh sang adik yakni Prilly. Namun dibalik itu Bella sempat curiga, karena tiba-tiba saja Jevera memintanya untuk menunggu dan ketika Bella melihat Fahry pun seolah olah Jevera tau suatu hal.

Bella memutuskan untuk mencari Jevera dan mulai menyusuri tempat yang tidak jauh dari kampus yang ada disana dan ketika mendengar suara, Bella perlahan berjalan mengikuti arah suara itu, dan tak lama Bella melihat Jevera yang sedang memukuli Fahry, Bella pun berlari menghampiri keduanya.

“Bang Jev, stop.”

“Dia kan orangnya Bell?”

“Aku salah apa sama kamu Bell?”

“Bajingan, lo udah ngasih trauma di Bella.” Teriak Jevera pada Fahry yang kemudian Jevera kembali memukuli Fahry.

“Kalo lo ga berenti, gue keluar dari kampus sekarang juga bang Jev.” Ucap Bella.

Mendengar itu membuat jev berhenti dan menjatuhkan Fahry ke tanah.

“Aing bakal laporin sia ke polisi, anjing. Udah buat aing babak belur kaya gini.”

“Kalo lo sampe lapor ke polisi, gue teriak sekarang juga. Gue akan teriak kalo lo adalah pelaku pelecehan seksual, disitu banyak bapak bapak yang lagi pada ngumpul, dan lo bisa aja dipukul habis habiskan sama mereka, bahkan bisa sampe mati.”

“Oke oke aku ga bakal lapor polisi. Eh tapi ngomong ngomong ko sekarang kamu makin cantik ya Bell, badan lo udah ga gendut lagi sekarang. Dan sekarang itunya kamu jadi kecil, padahal waktu itu aku pegang gede banget.” Ucapnya sambil tertawa sembari melihat ke arah dada Bella.

“Anjing.”

Jevera kembali menghampiri Fahry untuk kembali memukulinya lagi, emosi Jevera semakin besar pada Fahry setelah mendengar itu namun Jevera ditarik oleh Bella.

“Lo pergi sekarang, atau gue teriak.” Teriak Bella.

Mendengar itu membuat Fahry pergi dari sana, setelah Fahry pergi Jevera menumpahkan emosinya dengan memukul benteng yang ada disampingnya.

“Kenapa lo diem Bella? Harusnya lo laporin ke pihak sekolah waktu itu, dan buat dia jera. Apa karena bokapnya dia kepala sekolah? Karena itu lo takut laporin dia? Iya Bell?”

Bella yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa Jevera tau tentang ini, padahal tidak ada satu orang pun yang tahu, bahkan Bella tak pernah bilang soal ini kepada keluarganya.

“Siapa yang ngasih tau lo bang Jev? Gue ga pernah cerita ini sama siapapun.”

Namun seketika Bella ingat kalo dia pernah bercerita kepada coach boxing, yaitu Ria.

“Lo nyari tau apa yang gue ceritain sama coach Ria? Iya bang?”

Tatapan Bella dengan penuh amarah, ini kali kedua Jevera melihat Bella semarah ini padanya, suara Bella gemetaran seperti sedang menahan tangis. Bella pun memutuskan untuk tak berbicara lagi, dan memutuskan untuk menelepon Rey agar menjemputnya, namun ketika Bella sedang sibuk mencari nama Rey, tak sengaja Bella menelepon admin rablestuff, dan terdengar suara dering dari saku celana Jevera. Ketika mendengar itu Bella mengakhiri panggilan dan mulai menelepon kembali. Dan ternyata dering itu benar benar terdengar dari saku celana Jevera.

“Keluarin bang.”

“Nanti gue jelasin Bell, tapi ga sekarang.”

“Gue minta keluarin hp lo sekarang bang Jev.” Teriak Bella.

Dengan terpaksa Jevera mengeluarkan ponsel khusus yang selama ini dipakai untuk menjadi admin. Awalnya hanya satu hari, namun Jevera meminta izin pada pemilik brand agar lebih lama mengizinkan meminjam logonya, walaupun awalnya tak diizinkan namun Jevera sedikit menjelaskan alasannya pada pemiliknya. Dimana setelah membuatkan logo untuk Bella, Jevera merasa nyaman ketika saling menghubungi, bahkan keduanya saling berkabar satu sama lain.

Ketika Jevera menjadi admin, dia merasa seperti menjadi dirinya sendiri hingga akhirnya memutuskan untuk terus membohongi Bella. Saat itu Bella kembali menelepon dengan nama kontak admin rablestuff dengan logo yang masih sama, dan ketika panggilan itu masuk di hp Jevera terlihat foto profilnya dengan nama kontak “special someone”.

“Special someone?” Ucap Bella dengan berdalih menatap Jevera sembari mengerutkan keningnya.

“Bella, gue mohon kasih waktu buat gue, gua akan jelasin semuanya sama lo, tapi ga sekarang. Keadaan lo sekarang lagi ga baik-baik aja, gue ga mau buat lo makin sedih, kasih gue waktu, hm? Gue janji Bell, bakal jelasin semuanya sama lo.” Ucap Jevera sembari mendekat ke arah Bella, namun Bella berjalan 2 langkah kebelakang dan menggelengkan kepalanya.

“Gimana? Seru lakuin ini? Udah dapet apa yang lo mau?”

“Ngomong ngomong makasih banyak bang, lo udah memperlihatkan gimana begonya seorang Sebella Jehan.” Tambah Bella.

“Bella, gue bener bener minta maaf. Kasih waktu buat gue Bell, gue mohon.”

“Makasih buat semuanya bang, maaf kalo gue ada salah sama lo, tapi gue ga mau kenal lagi sama lo. Mulai sekarang anggap kita ga pernah kenal, ketika kita ketemu nanti tolong abai kaya beberapa bulan belakangan. Dan gue minta lo pulang sekarang juga.”

“Bell, gue mohon Bell.”

Bella mengembalikan ponsel milik Jevera dan mulai meninggalkan Jevera.

“Falling in love with you was completely out of my control, Sebella Jehan. Gue beneran sayang sama lo.” Teriak Jevera.

“I wish I could turn back the clock. Dan gue ga akan pernah mau kenal sama lo bang. I hate you so much Jevera Prasadja.” Gumam Bella yang kemudian meneteskan air matanya.

Bella sudah berada di pinggir jalan sembari menunggu pesanan ojek onlinenya, walaupun tak jauh untuk ke rumah sakit namun Bella memutuskan untuk pergi beberapa saat. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya driver datang dan ketika Bella akan naik ke atas motor, Jevera melihat itu dan pergi berlari menghampiri Bella.

“Bella Bella kasih kesempatan buat gue untuk jelasin semua ini sama lo Bell. Kasih gue waktu, sampe keadaan lo baik baik aja, hm?”

“A, kita berangkat sekarang.” Ucap Bella kepada drive ojek online.

“Tapi itu teh pacarnya.”*+

“Dia bukan pacar saya a, saya ga kenal sama dia. Ayo berangkat sekarang.”

Driver nya pun mulai melaju dan pergi dari sana. Jevera saat ini hanya bisa melihat kepergian Bella yang melaju di atas motor, dia tak menahan Bella.


Selang 2 jam, sekitar pukul 9 malam, Jevera memutuskan untuk pergi kerumah sakit lagi untuk berpamitan pada Salma. Saat itu Jevera mendengar Bella sedang tertawa bersama dengan Rey dan Rania. Jevera tau bagaimana Bella, Bella bisa menutupi kesedihannya dibalik tawanya.

Namun ketika Jevera masuk tiba-tiba saja Bella yang awalnya tertawa berhenti begitu saja dan berpamitan untuk pergi ke kamar mandi. Dan ketika Bella selesai dari kamar mandi, Rey meminta Bella untuk pulang kerumah dengan Jevera, tak lama keduanya pun pergi ketempat parkir mobil.

Bella tak bisa menolak dan tak mau menunjukan pada Rey bahwa Bella dan Jevera sedang ada masalah saat ini. Keduanya pun berjalan melewati lorong lorong rumah sakit, keduanya saling diam, dan hanya terdengar suara langkah kaki keduanya saja. Bella berjalan beberapa langkah didepan Jevera. Dan ketika sampai diparkiran mobil.

“Gue ga mau bahas soal tadi. Ambu udah pulang ke rumah, jadi lo ambil barang barang lo disana. Tolong jangan bilang apapun sama keluarga gue, dan jangan pernah lo hubungin keluarga gue lagi. Soal biaya rumah sakit, nanti gue bayar. Satu lagi, gue bener bener benci banget sama lo bang Jev.” Ucap Bella yang berbicara dengan membelakangi Jevera.

Namun Jevera mendengar suara isakan tangis Bella.

“Bella, maafin gue.”

“Gue mohon Bang Jev.”

Jevera pun memutuskan untuk pergi ke arah mobilnya, dan ketika didalam mobil Jevera hanya memukul mukul setir mobilnya. Dan ketika Bella sudah mendengar suara mobil yang menyala dan pergi dari sana, Bella berjongkok dan menangis sembari memegang dadanya. Dan tak lama Rey menyusul karena hp Bella yang tertinggal, namun Rey mendengar tangisan Bella, dan Rey pun membuat Bella berdiri.

“De, kenapa? Siapa yang buat ade nangis?” Tanya Rey dengan ekspresi wajah yang sedikit marah, sembari mengusap air mata Bella.

“Dada aku sesek bang.” Ucap Bella yang masih saja menangis.

“Jevera yang buat ade nangis kaya gini? Iya?”

Bella menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Skripsi aku bang.”

Ada masalah sama skripsinya?

Bella pun mengangguk dengan air mata yang masih saja mengalir.

Buat tugas akhirnya ambil rancang bisnis baru aja ya de? Ade kembangin bisnis makanan yang udah ade bangun, nanti abang bantu. Ga perlu dipikirin kaya gini sampe dadanya sesek gitu. Ade harus yakin kalo ade pasti bisa, banyak yang bakal bantu ade nanti.

Mendengar Bella yang terus menangis sembari memegang dadanya dengan erat, Rey kemudian memeluk Bella.

“Nangis aja gapapa, keluarin semuanya yang udah ade pendem akhir akhir ini.”