AKHIR CERITA

malam ini bintang menyingkir jauh, seolah takut akan seringai bulan sabit. perasaan tak enak memenuhi diri, sudah sejak tadi, seakan ada sesuatu yang akan terjadi. namun, Reluna menganggap itu hanyalah hormon ibu hamil.

dengan membawa beberapa buku juga laptop ia susah payah membuka pintu, hingga pintu itu terbuka dengan sendiri, memperlihatkan perawakan dari sang suami.

“udah saya bilang jangan bawa yang berat-berat.”

Abrisam mengambil alih barang-barang itu dari tangan, menciptakan sebuah raut senang. Reluna meraih tangan kosong milik Abrisam, dan mendaratkan sebuah kecupan manis yang juga dibalas dengan hal yang sama oleh Abrisam.

“pinternya istri saya.”

tanpa sadar di sudut lorong seorang pria amat terkejut dengan adegan yang tercipta didepan mata. hingga tak sadar sebuah bungkusan terjatuh dari tangan, menyita atensi kedua insan yang dilihatnya.

“Lucky?”

Reluna terkejut akan kehadiran sang kekasih, membuat wajahnya jadi pucat pasih. orang bilang bangkai yang disimpan lama-lama akan tercium juga baunya. akankah hari ini menjadi hari yang tepat untuknya berpisah dengan Lucky? akankah seringai bulan ini menjadi pertanda berakhirnya hubungan ini?

langkah tegas yang terkesan terburu-buru menggema, membuat Reluna dan Abrisam terdiam tak bisa berbuat apa-apa.

“yang. kok lo keluar dari apartnya pak Abrisam?” tanyanya, memperhatikan raut kedua manusia didepannya.

“gue ga salah liat nih tadi? lo cium tangan dia? ga. ini sebenarnya ada apa sih? lo... sama pak Abrisam?”

Reluna tertunduk menahan malu, tak bisa berkata-kata sebab lidahnya kelu.

“lo selingkuh? apa gue yang diselingkuhin?” tanyanya lagi, dengan tatapan tak percaya dengan apa yang terjadi.

“dia bukan wanita seperti itu,” jawab sang suami, yang tak terima dengan tuduhan Lucky pada sang istri.

“gue ga ngomong sama lo.” amarah dan rasa cemburu bercampur menjadi satu, rasa hormatnya pada sang dosen pun luruh.

“Reluna. hei, jawab yang.” tangannya tergerak menegakkan rahang sang wanita, yang ternyata air matanya sudah tumpah ruah.

“maaf.” hanya itu. hanya itu yang bisa terucap dari bibir mungilnya.

“sejak kapan? lo selingkuh atau gue selingkuhan lo? ohh... lo udah nikah sama dia, berarti gue selingkuhan lo dong ya?”

Reluna terperangah dengan ucapan sang kekasih, seakan waktunya selama 4 tahun tiada arti.

“gue ga selingkuh dari lo, gue juga ga jadiin lo selingkuhan Lucky. gue ga pernah punya pikiran buat mendua, jangankan kepikiran, pengen punya pikiran begitu aja gue ga bisa ky.”

“terus ini apa?! cincin di jari manis lo, dia manggil lo 'istri saya',  lo cium tangan dia, dia cium tangan lo. itu apa?!”

“gue punya situasi yang sulit! yang membuat gue harus nikah sama dia!”

“kenapa ga cerita? kenapa ga bilang kalo lo mau nikah sama dia? atau setidaknya, lo putusin gue dulu rel. gue bisa terima kok. kalo kayak gini, sakit hati gue double.”

oksigen disekitar kian menipis, membuat dadanya kembang kempis. Reluna berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin, sebab mengungkapkan yang sebenarnya sangat sakit.

“gue tau gue salah but I don't want to lose you, I don't want to break up with you... but this baby also needs his father.”

“are you pregnant?” tak mampu mengucap, Reluna hanya mengangguk mantap. membuat Lucky terdiam ditempat, hatinya sakit akibat belati pengkhianatan yang tertancap.

“maaf... gue minta maaf.” tangisnya semakin tumpah kala Lucky berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

dia pergi dengan tatapan sedih, dia pergi dengan kepingan patah hati, dia pergi dengan segala kecewa, dia pergi dengan runtuhan cintanya.

segala waktu yang terlewatkan, segala momen yang tercipta, segala runtutan cerita yang menghiasi hubungannya,

akankah semuanya akan tinggal jadi kenangan? beginikah akhir dari segala cerita tentang 'kita'? mungkinkah akhir yang bahagia hanya jadi angan yang terbawa angin?