Rahasia besar

5 jam penuh diisi dengan musik yang memekakkan telinga, lagu galau karya penyanyi Indonesia. dia masih tak percaya kalau lembar terakhir dari kisahnya sudah hadir, lembaran terakhir yang ia kira bagian paling indah pada kisah ini, ternyata menjadi bagian paling sakit.

malam kelam menjadi saksi bisu akan keterpurukannya malam ini, tapi rasa lapar mengganggu kegiatannya saat ini. dengan berat hati ia beranjak keluar kamar, mencari sesuatu yang dapat memuaskan rasa lapar.

sambil mencecap semangkuk sup, ia duduk termangu, mengingat kenangan dulu, yang membuat tangisnya semakin pilu. ingatan tentang Lucky datang remang-remang, sepertinya ingatan ini akan lekat pada ingatan.

Reluna terkejut kala merasakan sebuah tangan bergerak mengelus surai hitamnya, begitu dia mendongak yang terlihat bukanlah manusia, melainkan sesosok arwah. arwah yang selama ini diceritakan Alula.

kali ini sosok itu hadir lebih berani, dengan tampilan lusuh, dia tersenyum lesu. walau susah mengidentifikasi, tapi senyum itu sudah memberikan definisi, tentang siapa sosok ini.

“omah?” binar kesedihan pada netranya terganti dengan binar rindu, rindu akan sosok yang selalu membelanya saat mamah papah melimpahkan kesalahan padanya.

“jangan sedih, kamu ga punya waktu untuk bersedih.” suara parau yang terdengar menenangkan itu berhasil menyelimuti hatinya dengan kehangatan.

“ada alasan kenapa keahlian omah bisa menurun ke kamu.”

Reluna menyernyit, berusaha mencerna ucapan sang omah.

“apa omah?”

“ada rahasia besar yang harus kamu ungkap. gunakan kelebihan kamu, untuk mengungkapkan kebenaran ini, ini menyangkut tentang kehidupan seseorang.”

“terus omah ngapain disini?”

“omah ga tenang, karena rahasia ini belum terbongkar, keadilan belum ditegakkan. bantu dia Reluna, bantu omah dan Alula pergi ke tempat yang lebih baik.”

“Alula? omah kenal Alula? apa hubungan omah sama Alula.”

belum sempat omah menjawab, sosoknya menghilang sekejap mata, membuat rasa penasaran menggerogoti jiwa.

“omah! omah jangan ngilang dulu dong, omah belom jawab pertanyaan Relu!”

sepasang mata yang memperhatikan sedari tadi juga dibuat bingung. istrinya bicara dengan siapa?

“Reluna.” suara tegas itu menyita perhatiannya.

“akang belom tidur? apa kebangun karena suara aku?” tidak menjawab, Abrisam memilih untuk duduk dengan bersedekap dada, menjadikan sikunya sebagai penopang badan.

“kamu beneran indigo?” tanyanya dengan raut penasaran, yang ditanya malah bereaksi tak percaya.

“selama ini akang ga percaya kalo aku indigo?”

“engga,” jawabnya seraya menggeleng gemas.

“saya kira cuma ngelantur.”

“cih.” Reluna mendecih, berbarengan dengan kedua bola matanya yang memutar.

“disini banyak ga hantunya?”

sembari menyantap supnya kembali, Reluna mengangguk menanggapi. setelah tertelan tak tersisa, barulah ia lanjut bicara.

“eum. banyak banget. ada yang rese, ada yang menyedihkan, ada yang menjijikan, ada yang suka jail, ada juga yang kurang ajar. 11, 12 lah... sama manusia.”

pria dihadapannya hanya berdehem sambil mengangguk. rasa keingintahuannya semakin memuncak, membuat banyak list pertanyaan dalam otak muncul mencak-mencak. karena baru kali ini ia mendengar cerita dari seorang indigo, begini ternyata rasanya menikah dengan seorang Indigo.

“hmm... kamu beneran temenan sama Alula?” nadanya terdengar hati-hati, takut salah arti.

“bener.”

“Alula gimana kabarnya?”

“cantik.”

“saya tanya kabarnya bukan bentuk wajahnya, kalo soal dia cantik saya udah tau.”

“ohh udah tau.”

entah mengapa, pernyataan dari sang suami, justru membuat gerah hati. rasa kesal hadir memenuhi diri, membuat nada bicaranya terdengar sedikit meninggi.

“kamu kenapa bisa temenan sama dia?”

“pertama kali ketemu itu pas aku masih umur 18 tahun, ketemunya di makam. dia keliatan sedih sambil pegangin perutnya terus, aku bingung sih karena dia hantu pertama yang aku liat. terus dia cerita kalau dia udah meninggal, dia ga tau harus gimana, harus kemana, ya udah aku ajak ke rumah,” katanya sambil memandang langit-langit atap, berusaha mengingat momen tersebut dan merangkai kata-kata yang pas.

“kamu indigo baru?”

“bisa dibilang gitu. aku dapat keahlian ini, tepat setelah omahku meninggal, jadi sepertinya keahlian ini nurun dari omah aku.”

“terus tadi kamu ngobrol sama siapa?”

seakan muak dengan segala pertanyaan, Reluna menghela nafas malas, dengan tegas menaruh sendok di atas meja.

“akang banyak tanya kayak wartawan. intinya tuh, arwah omah sama arwah Alula ga tenang karena masih ada masalah dunia yang masih belum terselesaikan. tapi, aku ga tau apa rahasia besar yang dimaksud omah. kita berdua harus cari tau.”

keduanya saling tatap, seolah dua pasang iris itu sedang berinteraksi hingga keduanya saling mengangguk, sebagai tanda kesepakatan. mungkin ini bisa menjadi caranya menutup segala cinta, ia berencana menuntaskan rasa yang pernah mengisi hatinya.