jieharemsoftera

Pagi ini Jio dengan perut besarnya terlihat ingin membantu orang tuanya mengemas baju kedalam koper, dan berkali-kali juga bubu dan papi mencegahnya.

“Jio duduk aja sayang, ini biar papi sama bubu yang siapin bajunya” ucap Doni.

Jio yang ingin membantu tak menggubris ucapan papinya dan berusaha mendekat.

Jendral yang melihat bayi kesayangannya itu terus ingin membantu melipat baju persiapan ia bersalin nanti mengajak Jio duduk di kasur saja.

“Sayang istirahat aja ya, dedek bayinya nanti kecapekan” ucap Jendral lembut.

Jio menunjukan wajah cemberutnya pada Jendral, tapi tetap menurut pada perkataan Jendral dan keduanya duduk dikasur kamar.

Berdasarkan perkiraan perhitungan dokter Tama, Jio akan melahirkan seminggu dari sekarang.

Jendral sudah mengambil cuti sejak 1 bulan lalu untuk menjaga dan merawat si cantik dan buah cintanya.

Oh itulah juga mengapa keluarga Aberald dan Antariksa mempersiapkan segalanya hari ini, mempersiapkan kebutuhan Jio selama di rumah sakit.

“Jio padahal engga apa-apa loh, Jio bantuin ya bentar aja om Jendral” rengek Jio memohon agar dapat izin Jendral.

Baru Jio ingin berdiri dari kasur ia merasakan sedikit kram pada perutnya.

“Akkhh” pekik Jio memegangi perut besarnya.

“Sayang, sayang kenapa sayang?” Tanya Jendral panik memegangi tubuh Jio.

“Om Jendral, perut Jio.. dedek bayi om Jendral” ucap Jio terbata-bata.

Jendral tak lagi menanyai Jio, Jendral memilih langsung menggendong Jio turun dan menuju mobil.

Nalen yang ada di rumah Jendral melihat situasi ini pun langsung buru-buru menyusul Jendral masuk kedalam mobil.

“Bubu, susul Jeje ke rumah sakit ya” teriak Jendral terburu-buru menyalakan mobilnya dan membawa Jio ke rumah sakit.

●●●

Selamat perjalanan menuju rumah sakit Nalen terus berusaha menenangkan Jio dan Jendral.

“Okey tarik nafas.. terus buang perlahan” ucap Nalen memegangi tangan Jio.

“Kak Nalen dedek bayi huhh hahh” ucap Jio terus menarik dan menghembuskan nafas.

“Bayi okey semua okay ya” ucap Nalen terus memegangi tangan Jio.

“Jendral tenang jangan panik Jio aman sama gue okey, lo fokus aja nyetir” ucap Nalen.

“Kak Nalen perutnya sakit” ucap Jio lemah.

“It's okay kita bentar lagi ketemu dokter ya” ucap Nalen terus menenangkan kepanikan didalam mobil ini.

●●●

Sesampainya dirumah sakit Jendral langsung memarkirkan kendaraannya tepat didepan rumah sakit

Nalen membuka pintu mobil dan segera berlari memanggil petugas medis, sedangkan Jendral langsung menggendong Jio masuk kedalam rumah sakit.

Nalen yang berlari kencang akhirnya kembali dengan membawa brankar dan petugas medis beserta dokter Tama bersamanya.

Jio dengan lembut dibaringkan diatas brankar rumah sakit dan segera dilarikan keruangan dokter Tama untuk pengecekan terlebih dahulu.

“Om Jendral ikut Jio ya” ucap Jio lemah.

“Iya sayang, mas ga akan tinggalin kamu sendirian” ucap Jendral mengecup tangan Jio berkali-kali.

Dokter Tama, Jendral dan Jio masuk keruangan untuk mengecek keadaan Jio dan segera mengambil tindakan selanjutnya yaitu operasi.

Mendengar semua penjelasan dokter Tama membuat Jendral sebenarnya juga merasa takut, taruhan dari semua ini adalah nyawa suami kecilnya.

Tapi dokter Tama menenangkan Jendral, bahwa kandungan dan juga tubuh Jio sangat kuat.

“Jangan takut Jendral, tubuh Jio sangat sehat dan dedek bayi juga sehat. Saya akan berusaha semaksimal saya” ucap Tama.

Semua berkat Jendral dan semua nutrisi yang Jio makan selama mengandung, ya keluarga mereka sangat menjaga Jio dan buah hatinya.

“Lakukan yang terbaik untuk suami dan anak saya ya dok” ucap Jendral.

“Pasti”

Jendral masih fokus pada ponselnya yang sedang ia genggam sambil menjelaskan pada Nalen mengapa kata “Dino” seperti kata mematikan baginya dan Haikal.

Mengingat dirinya semalam harus menghapal 26 jenis dinosaurus berdasarkan abjad membuat Jendral ingin tertawa, tapi mengingat Jio yang masih tertidur Jendral menahannya agar si cantik tidak bangun mendadak.

Ditengah asiknya ia bertukar pesan didalam roomchat dirinya dengan Nalen dan Haikal tiba-tiba ada tangan yang memeluknya dan mendekat.

Tangan indah dan cantik itu milik siapa lagi kalau bukan suami kecilnya yang sangat menggemaskan.

Jio yang awalnya tidur pulas semakin mendekati tubuh Jendral dan mendusal didada suaminya itu.

Jendral yang merasakan tubuh suaminya mendekat langsung meletakan ponselnya dan memberikan seluruh fokusnya pada suami kecilnya.

Tangan Jendral mengusap punggung Jio lembut.

“Sayang kenapa menangis?” Tanya Jendral lembut.

“Om Jendral” panggil Jio lirih.

“Iya cantik” Balas Jendral lembut.

Jio semakin menempelkan wajahnya pada dada bidang Jendral hingga perlahan baju Jendral terasa basah.

Jendral panik mendengar isakan suami kecilnya sedang menangis dalam dekapannya.

“Hey sayang, kenapa nangis? Tadi mimpi buruk?” Ucapan Jendral terpotong dengan gelengan cepat kepala Jio.

Jendral yang melihat itu langsung menangkup kedua pipi bulat Jio.

“Jangan kencang-kencang gelengnya cantik nanti pusing ya” ucap Jendral lembut.

Mata Jendral seperti diberi banyak karunia Tuhan melihat ciptaannya yang begitu indah, sedikit sembab tapi suami gemasnya ini tetap terlihat indah dimatanya.

“Okay jadi Yoya mau apa? Mau kue atau mau jajan?” Tanya Jendral dengan nada yang amat lembut sambil menghapus butiran air mata yang jatuh dipipi merona suaminya.

Jio menarik nafas pelan sambil menatap manik hitam kelam milik Jendral.

“Tidak mau kue daddy.. Dedek bayi bilang kangen daddy” ucap Jio sesenggukan.

“Terus dedek bayi mau di usap-usap perutnya seperti ini” ucap Jio mempraktekan usapan yang diinginkannya.

Jio memandangi wajah Jendral dengan mata masih berkaca-kaca dan air mata yang membasahi pipinya.

Jendral hampir saja jantungan karena isakan suaminya ternyata suami kecilnya ingin perutnya diusap-usap oleh Jendral.

Ya memang akhir-akhir ini Jendral cukup sibuk dengan pekerjaannya sampai tidak meluangkan banyak waktu untuk Jio.

Dan ini juga mungkin bawaan hormon seseorang yang sedang membawa bayi didalam perutnya ya, apalagi didalam sana ada tiga jagoan Jendral.

“Iya bayi cantik, ini mas Jeje usap-usap ya perutnya” ucap Jendral mengusap pelan perut Jio.

Terpancar senyum indah diwajah Jio yang sangat Jendral sukai.

“Cantik hari ini mau kemana?” Tanya Jendral

“Mau cuddle aja, hari ini kan minggu, om Jendral jarang dirumah Jio jadi sedih tidak disayang-sayang. Dedek bayi juga”

“Yakan dedek” ucap Jio menatap perut besarnya.

Dug

Kali ini Jendral yang ingin menangis, tangannya.. Tangan Jendral baru saja merasakan tendangan pertama dari buntelan besar didalam perut Jio.

“Baby, itu..”

“Ehh.. dedek bayi kok tendang Daddy” ucap Jio.

“Jio I love you so much” ucap Jendral.

Bertubi-tubi kecupan Jendral berikan pada pipi tembam Jio.

“I love you too om Jendral” ucap Jio malu-malu.

Jendral langsung kembali mengajak bicara perut Jio, mengobrol dengan tiga jagoannya.

“Anak daddy hari ini mau sama daddy aja?”

“Anak daddy mau jadi apa kalau besar nanti?”

“Anak daddy mau daddy beliin apa?”

“Atau bayinya daddy yang mau dibeliin sesuatu” tanya Jendral pada Jio.

“Jio cuma mau sama daddy aja, tidak mau hal lain”

Si cantik sudah lupa dengan keinginannya bertemu dinosaurus.

Tendangan anaknya membuat hari Jendral jauh lebih bahagia hari ini.

Jio yang asik menonton memajukan tangannya berusaha mengambil jeli buatan papi dan bubu.

“Eung, habis” Jio mendengus, wajahnya langsung terlihat cemberut melihat piringnya yang sudah kosong.

Jio masih ingin menyemil, perutnya baru terisi sedikit. Padahal ia sudah memakan makanan berat tapi sekarang bukan hanya dirinya yang makan, anaknya juga.

Jendral yang mendengar Jio mendengus langsung menatap Jio.

Pipi Jio yang menggembung di usapnya pelan membuat bayi cantiknya lebih tenang.

“Sayang kenapa?” Tanya Jendral lembut.

Jio menghadap Jendral dengan wajah cemberut lalu mengadukan apa yang ia rasakan.

“Om Jendral, jeli adek habis. Jio masih mau momom. Dedek bayi juga ya kan dedek” ucap Jio mengerucutkan bibirnya berbicara dengan nada yang sangat manja lalu menatap perut besarnya.

Jendral gemas melihat Jio yang semakin hari semakin memggemaskan, lucu, rasanya Jendral ingin berteriak pada dunia kalau semua orang harus iri padanya, karena Jio miliknya.

Tara, Jayden, Nalen, Marquez dan Doni pun ikut gemas mendengarkan Jio yang mengadu pada Jendral.

“Dedek bayi masih lapar” tanya Jendral mendekati perut Jio.

“Yang di tanyain dedek bayi aja, tau ah Yoya marah”

Jio menyilangkan tangannya menghadap sisi lain menghindari tatapan Jendral.

Cup.. Cup..

“Ngghh” Jio melengguh.

Jendral memgecup leher Jio sedikit menghisap hingga tercetak tanda samar dilehernya.

Jio kembali menghadap Jendral menatap suaminya itu dengan tatapan paling galak yang ia miliki.

Bukan takut, Jendeal malah tersenyum gemas.

“Jangan bikin-bikin merah dileher Jio kalau engga adil kayak gitu” gerutunya.

Jendral terkekeh ternyata bayinya ini tengah cemburu dengan anaknya sendiri.

“Aduh Jio mau bubu hap engga, Don anak mu lucu banget” gemas Tara.

“Bubu, liat tuh om Jendral engga sayang adek, sayang dedek bayi aja om Jendralnya”

Jendral mengecup bibir Jio yang mengerucut didepannya mengadukan Jendral pada bubunya.

Cup

Sekali lagi.

Cup

Dan sekali lagi.

Tapi kali ini berbeda, Jendral melumat bibir Jio lembut.

Tangan Jendral menarik tengkuk Jio menciumnya lebih dalam, lidahnya menerobos masuk menarik lidah dan saliva Jio.

“Mmmpphh” Jio mendesah tertahan.

Pipi si kecil sudah sangat memerah karena jelas sekali keluarganya sedang berkumpul diruang TV menonton bersamanya.

“Waduh nontonnya doraemon tapi panas ya” ledek Marquez.

Jendral tak menggubris abangnya terus melumat dan menyesapi bibir manis Jio.

Wajah Jio yang terlalu memerah membuat Jendral melepaskan ciuman mereka.

“Huh.. huh.. om Jendral, Jio malu” ucapnya menyembunyikan wajahnya dibahu Jendral.

Jendral mengusap rambut halus Jio yang masih bersandar dibahunya.

“Daddy engga pilih kasih, daddy sayang baby sama dedek bayi” ucapnya lembut.

“Yayahnya bayi mau momom sayang? Tanya Jendral dengan suara lembut yang dapat meluluhkan hati Jio.

Jio mengangguk pelan.

“Bayi mau momom apa? Mau buah atau pesan online” Balas Jendral dengan nada seperti anak bayi pada Jio.

Jio langsung tertawa melihat Jendral mengeluarkan suara seperti bayi.

“Om Jendral hahaha lucu” tawanya.

Jendral tersenyum senang melihat Jio tertawa lepas.

“Makasih sudah bilang saya lucu, jadi mau makan buah? Atau mau beli makanan?” Tanya Jendral sekali lagi karena belum dijawab Jio.

“Jio mau buah, tapi..” Jio ragu mengucapkannya.

“Iya bayi mau apa sayang?”

“Eung, boleh engga kalau Yoya mau buahnya dipotongin langsung sama om Jendral” ucap Jio terbata-bata takut Jendral menolaknya.

“Boleh sayang, mas kedapur kalau gitu ya” ucap Jendral.

“Bentar dulu”

Jio menahan lengan Jendral sebelum suaminya itu berdiri, tangan Jio langsung melingkar di leher Jendral.

“Jangan lama-lama ya om Jendral” ucapnya manja.

“Iya sayang, engga mau mas tinggal lama-lama kok. Jangan nangis” ledek Jendral.

“Ihh sana cepet potongin adek buah” kesalnya.

Cup.. Cup..

Pipi Jio dikecup Jendral sebelum Jendral meninggalkan Jio menuju dapur.

●●●

Sambil menunggu Jendral memotong buah untuk Jio tiba-tiba datang orang dari pintu utama.

“Yuhuuu.. apa ada orang?” Teriak tamu itu.

Tamu yang tak diundang ini masuk menerobos hingga ruang tv.

“Jioooo” teriaknya mendekati sofa.

“Kak Haikal” ucap Jio kaget ada orang yang memeluknya tiba-tiba.

“Ekal pakai handsanitizer atau cuci tangan dulu, kamu dari luar banyak debu nempel nanti adek bersin-bersin” ucap Tara.

Haikal masih memeluk Jio menyodorkan tangannya pada Nalen untuk minta dituangkan handsanitizer.

Mau tak mau Nalen membantu Haikal.

“Jio kenapa makin gemesin pipinya mau kakak gigit” ucap Haikal menoel-noel pipi tembam Jio.

Pelukan Haikal semakin kencang membuat Jio merasa terhimpit.

“Kakak, kendorin ihh” rengeknya.

“Ekal jangan kenceng-kenceng adek kesakitan nanti” ucap Doni.

“Heh, para bayi gue kejepit itu Ekal” teriak Jendral panik.

Jendral langsung berjalan mendekat meletakan piring buahnya diatas meja.

“Kok engga ada yang larang Ekal peluk kenceng gitu” ucap Jendral marah memisahkan Haikal dari Jio.

Lengan Jendral memeluk Jio sambil sesekali mengusap rambut Jio.

“Tunggu bentar ya bayi” ucap Jendral.

Jendral yang kesal kembali berdiri, Jendral menaruh lengannya dileher Haikal lalu menekannya.

Tangan Haikal mulai menepuk-nepuk lengan Jendral.

“Anjir, lepas ege Je. Ya Tuhan gue belum kawin” ucap Haikal.

“Om Jendral engga boleh gitu” ucap Jio memegang lengan Jendral.

“Jio mau peluk, sini” rengek Jio agar Jendral tidak menekan Haikal lagi.

Jendral langsung melepas lengannya membuat Haikal terhuyung diatas sofa. Jendral menggeser Haikal lalu duduk ditengahnya menjadi pembatas sahabatnya dari pada bayi lucunya.

“Pelit banget sumpah” ucap Haikal mencubit lengan Jendral.

“Lo nekan bayi gue” balas Jendral mencubit tangan Haikal.

“Aw.. aw.. sakit.. Mami” teriaknya.

“Ya Tuhan kali berdua ini ya, malah rebutan adek” ucap Tara.

Jendral kembali fokus pada Jio.

“Bayi engga apa-apa? Dedek bayinya engga apa-apa?” Tanya Jendral sambil mengusap perut Jio.

“Jio engga apa-apa om Jendral” ucap Jio lembut.

“Om Jendral, mau suap” ucap Jio dengan mata berbinar.

Jendral langsung mengambil mangkok yang sudah ia isi buah hasil potongnya dan menyuapi Jio.

Jio yang sedang mengunyah mengundang Jendral untuk mengecup pipinya berkali-kali.

“Nyosor mulu kaya soang” ledek Haikal.

“Iri bilang boss” ucap Jendral.

“Palpalepalpale” Nana menyambung.

Tara sudah geleng kepala melihat tingkah tiga anak yang sudah berusia 29 tahun ini masih saja bertengkar.

Jadi hari ini kegiatan mereka menonton, makan, bercerita sampai sore hari bahkan Jio sekarang sedang tertidur dipangkuan Jendral saat semua orang dewasa ini sedang mengobrol.

Pukul 07.15 Jio sudah bangun dari tidur lelapnya. Tumben sekali ia tak merasakan mual, mungkin bayi-bayinya masih tertidur didalam perut.

Jio perlahan mengubah posisi menjadi menyamping sambil memegang perutnya yang sudah membesar untuk memperhatikan wajah tampan Jendral yang masih terlelap.

Mata Jio menatap lekat wajah Jendral yang masih tertidur pulas dihadapannya, tangan Jio bergerak perlahan mengusap pipi Jendral lembut.

“Om Jendral pasti capek ya kemarin nemenin Jio ketemu dedek bayi sama beli baju banyak”

Tangan Jio merapikan rambut Jendral yang terlihat sedikit berantakan.

“Makasih ya om Jendral selalu ada buat Jio”

Cup

“Jio sayang daddynya dedek bayi” ucapnya pelan.

Tangan Jio melepas pelukan Jendral perlahan, ia ingin menuju kamar mandi karena tubuhnya merasa gerah.

Jio perlahan turun, agar Jendral tak terusik tidurnya hanya karena Jio sudah terbangun.

Kaki Jio melangkah perlahan agar Jendral tak tiba-tiba terbangun karenannya sambil memegangi perut besarnya.

Jio menutup pintu kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya.

Semenjak hamil Jio jadi lebih hati-hati dalam melangkah karena ia tak hanya membawa dirinya tapi ia juga tengah membawa bayi-bayi lucu didalam perut besarnya.

●●●

Jio yang sudah rapi memakai bajunya berjalan pelan sambil memegangi perutnya menuju rumah Tara.

Tara yang cemas menantunya mengatakan sudah menuju rumahnya sendirian akhirnya menunggu diteras.

“Adek, engga apa-apa? Engga ada yang lecet?” Tanya Tara.

Tara mengitari tubuh Jio takut menantunya kenapa-kenapa selama perjalanan dari kamar menuju ke rumahnya.

“Engga bubu, Jio tadi jalannya pelan-pelan kok” ucapnya berusaha menghilangkan rasa khawatiran mertuanya.

Tara langsung memeluk Jio, “Syukurlah anak bubu baik-baik aja”

Tara langsung menggandeng tangan Jio masuk kedalam rumah sambil mengajak si kecil berbicara.

“Adek kok engga nunggu Jeje aja kesininya?” Tanya Tara lembut.

“Om Jendral tidurnya nyenyak banget, Jio engga tega banguninnya” ucap Jio.

“Terus dedek bayi lapar bubu, jadi Jio kesini” kekehnya.

“Dedek bayi apa Jio” ledek Tara.

“Kami berempat” ucapnya semangat.

“Haha.. anak bubu lucu banget pantesan pipinya makin mbul” ucap Tara mencium pipi Jio sedikit menghirupnya.

“Bubu ihhh.. adek belum makan nanti pipinya ilang” keluh Jio mengerucutkan bibirnya.

Tara terkekeh melihat menantunya yang semakin hari semakin menggemaskan sampai ia kadang berfikir apa benar anak kecil lucu ini akan segera memiliki bayi dari anak bungsunya.

“Iya adek iya haha.. adek Jio mau nonton atau ikut bubu ke dapur?” Tanya Tara.

“Adek nonton aja boleh engga bubu, kalau cium bau masakan Jio masih suka mual” ucapnya.

“Tapi tumben banget Jio pagi ini engga mual” sambung Jio.

“Boleh sayang, adek mau puding engga sambil nunggu masakan bubu sama papi jadi?” Tanya Tara mengusap rambut Jio

“Mauu.. Jio sudah lama engga makan puding” ucapnya semangat.

Keduanya sudah sampai diruang TV, Tara membantu Jio duduk di sofa.

“Okey dokey, anak bubu tunggu sini dulu ya” ucap Tara.

Tak lama Tara kembali membawa puding susu caramel Jio.

●●●

Jio menonton doraemon sambil memakan puding susu favoritnya.

Sambil mengunyah Jio menatap jam dinding yang ada diatas TVnya.

“Papa udah pulang kerja belum ya” ucapnya pada dirinya sendiri.

Jio mengambil ponselnya yang sudah tersimpan didalam tas kecil yang juga menyimpan cemilan untuknya.

Ponsel Jio langsung ia pegang untuk bisa bertukar pesan dengan papa Jo kesayangannya.

Jio tersenyum dan tertawa melihat pesan papanya yang selalu lucu dan bisa menghibur dirinya.

“Papa Jojo, papa Jojo” Jio menggelengkan kepalanya.

Setelah bertukar pesan dan memastikan ia bisa bertelpon dengan papanya membuat Jio menekan tombol berbentuk handycam untuk mulai melakukan panggil video dengan papanya.

“Papa Jojo, Jio kangen” pekiknya begitu sambungan facetimenya terhubung.

Layar ponselnya menampilkan papa Jojo yang sudah berbaring diatas kasur dengan baju tampa lengan andalannya.

“Aaaaaaa.. bidadara dari mana ni cantik banget” teriak Johan.

“Papa Jio ganteng” protes Jio dengan bibir mengerucut.

“Anak papa paling ganteng dan cantik” ucap Johan dengan kedipan mata.

“Papa ihh genit” kekeh Jio.

“Papa, papa kok udah dikasur ya. Papa ngantuk kah? Jio ganggu papa?” Tanya Jio.

Johan menggelengkan kepalanya menandakan dirinya masih segar.

“Papa belum ngantuk, apalagi sekarang liat bayi cantik mana papa ngantuk” ucapnya.

“Jio udah besar tau, kenapa sih om Jendral juga suka panggil Jio bayi. Padahal Jio sudah besar mau punya bayi” kesalnya.

“Aduhh bayi kalau merajuk makin pengen papa hap”

Johan yang melihat Jio yang semakin tembam pipinya, dan sekarang mengerucutkan bibirnya karena sebal jadi semakin menggemaskan. Rasanya Johan ini mengigit anak bayinya ini.

“Jiyok jangan ambek-ambek nanti papa engga kasih leonidas lagi” ucap Johan dengan nada suara yang dibuat seperti anak kecil.

Mata Jio berbinar menata Johan hanya karena ia mendengar merk coklat favoritnya di Chicago.

“Papa mauuu.. cepat sini bawa coklat yang banyak” ucap Jio antusias.

“Gampang asal diizinin Jeje, oh iya bayi papamau lihat penyimpanan para bayi dong” ucap Johan.

Jio kebingungan dengan maksud Johan jadi diam dan berfikir, beberapa detik baru ia paham papanya ingin melihat perutnya.

Memang papanya ini cukup unik, simple tapi juga sering ribet. Dasar papa Jo.

Jio langsung mengarahkan kamera depannya pada perut besarnya.

“Hallo cucu-cucu kecil papa Jo” ucap Johan antusias.

“Eh atau grepa Jo” menyebut Grandpa saja sudah membuat Johan salah tingkah.

Johan benar-benar terpesona melihat perut Jio yang tertutupi kaosnya, perut Jio lebih besar dari milik Doni dulu saat hamil Jio.

“Perut Jio besar banget ya, kepala papa kalah deh itu” sambungnya.

“Papa ini dedek bayi kesempitan engga ya didalam” ucap Jio mengusap perutnya.

“Paling disuruh munggiran nanti, dedek bayinya Jio geser-geseran itu didalam” kekehnya

“Hahaa.. semoga mereka engga berantem ya pa. Nanti Jio lebarin perutnya biar mereka engga sempit”

Jio kembali mengarahkan kamera depan pada wajahnya.

“Aduh berkilau banget si cantik” goda Johan.

Pipi Jio memerah mendengar pujian papanya, papa Jojo paling jago gombal papi saja selalu salah tingkah karena ucapan manisnya.

Tapi semua ucapan papa Jo fakta, bukan gombal rayu belaka tapi didasarkan fakta.

Banyak orang yang iri pada Johan karena bisa mendapatkan Doni Febrian pendamping hidupnya dan memiliki anak semanis Jio.

Doni yang sudah selesai masak datang keruang TV hendak mengajak Jio sarapan agar perutnya segera terisi.

Kasihan jika Jio harus menunggu Jendral bangun pasti anak dan cucunya akan kelaparan.

“Dodo sayang, mas kangen” rengek Johan begitu melihat siluat Doni di layar ponselnya.

“Ihh mas malu ada Jio” ucap Doni malu.

Jio ini memang perpaduan orang tuanya, manjanya Johan dan pemalunya Doni.

Jio tertawa melihat papinya malu tak mau mengambil ponsel Jio dan berbicara dengan Johan.

“Papi masih malu ni pa”

“Oh iya papa kapan ketemu Jio lagi?” Tanya Jio sambil mengunyah pudingnya.

Johan mengambil tablet yang ada dinakas dan mengecek jadwal yang sudah sekretarisnya susun.

“Hmm.. bulan depan kayaknya papa bisa deh kesana” ucap Johan

“Asiikkk, coklat lagi kan papa” ucap Jio mengedip sebelah matanya.

“Tanya Jeje dulu boleh apa engga papa bawain bayinya coklat” ucap Johan.

“Okey nanti Jio tanyain” senang Jio.

Johan, Doni dan Jio terus berbincang melepas rindunya sampai tiba-tiba ada seorang pria bertubuh kekar masuk kedalam rumah menangis.

“Bubu, bayinya Jeje hilang” tangisnya.

Jendral berjalan gontai kebingungan dimana Jio kesayangannya, mengapa tak ada dikamar bersamanya.

“Bubu, bayi diculik” teriak Jendral sambil menangis masuk lebih dalam hingga keruang TV.

“Jio disini om Jendral” ucap Jio mengedipkan kedua bola matanya lucu.

Jendral yang akhirnya bisa melihat Jio langsung berlari memeluk bayi kesayangannya.

“Bayi kenapa tinggalin saya, mas kira bayi hilang” tangisnya sambil tangannya memeluk Jio.

Ponsel Jio langsung ia berikan pada papinya dan tangannya Jio menghapus air mata Jendral perlahan.

“Om Jendral jangan nangis, Jio ada disini kok engga hilang” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Sudah dikatakan, Jio selama hamil mudah sekali menangis, melihat orang menangis saja ia bisa ikut menangis seperti sekarang.

“Bayi jangan nangis, engga-engga ini mas engga nangis kok” ucap Jendral mengusap air mati Jio yang sudah menetes.

Cup.. Cup.. Cup..

Jendral mengecupi pipi Jio sambil memeluknya erat.

“Bayi jangan nangis, mau es krim engga?” Tanya Jendral berusaha menyogok Jio.

Jio mengangguk sambil sesenggukan.

“Habis makan ya makan baru es krim” ucap Jendral mengusap punggung Jio.

“Aduh bayinya papa makin lengket sama Jeje, pelukan terus papa iri mau peluk papi juga” ucap Johan.

“Om Jendral, papa kalau kesini boleh bawa coklat engga?” Tanya Jio masih sedikit terisak.

“Boleh, tapi makannya engga boleh sering ya” ucap Jendral.

Jio tersenyum menatap layar ponselnya yang masih ada Papa Jo disana.

“Papa Jio mau lima kotak”

Johan tertawa melihat Jio begitu antusias memberitahunya.

“Padahal papa mau bawain satu koper loh” ucap Johan.

“Aaaa mau satu koper” ucapnya senang.

“Okey satu koper yaa” ucap Johan.

Jio langsung memeluk Jendral semakin erat senang.

“Ini makanannya udah jadi, ayo makan Nana bentar lagi kesini sama Mark” ucap Tara.

“Om Jendral ayo kita makan” ucap Jio sudah berdiri disamping Jendral.

Jendral ikut berdiri dan menggenggam tangan Jio sambil membawa si cantik menuju dapur untuk sarapan.

Jio sudah kelelahan berjalan mengitari Mall untuk mencari baju yang sesuai dengan tubuhnya sekarang.

Akhirnya Jendral dan Jio duduk dibangku yang ada di outlet baju yang sekarang mereka singgahi.

“Om Jendral, adek laper” bisik si kecil.

“Habis ini kita langsung resto M&F ya, ada di lantai dua kan” ucap Jendral.

Jio mengangguk dan memeluk Jendral ditengah toko baju yang terakhir mereka datangi.

“Bayi capek ya” ucap Jendral mengusap rambut Jio.

“Iya, kaki Jio capek banget om Jendral terus perut Jio lapar” ucap Jio dalam pelukan Jendral.

“Nanti pas di rumah mas pijetin ya cantik” ucap Jendral sambil memijat kaki Jio yang ada di atas pahanya.

Nalen langsung mendekat menghampiri Jendral dan Jio.

“Ini bajunya” ucap Nalen.

Daritadi yang mengantri dikasir itu Nalen, karena Jio ingin duduk kakinya capek berkeliling Mall membawa perutnya yang sudah besar.

“Jio lo pengangin ya Na kita ke resto M&F aja buat makan, Jio udah lapar” ucap Jendral.

Jendral mengangkat semua paperbag berisi belanjaan Jio, Tara, Doni dan Nalen.

“Jeje papi bantuin ya bawa paperbagnya ini banyak banget” uca0 Doni.

“Engga pi, Jeje aja yang bawa berat-berat. Papi jagain Jio-nya Jeje aja” ucap Jendral.

Mereka berlima langsung turun menuju resto favorit Jio untuk makan.

Jendral memisahkan diri menuju penitipan barang untuk menitipkan seluruh belanjaannya baru ia ikut menuju resto.

●●●

Jio duduk di sebelah Jendral melihat menu sambil menopangkan dagu di bahu Jendral.

“Bayi mau makan apa?” Tanya Jendral.

“Jio mau salmon boleh engga?” Tanya Jio.

“Boleh kan bu asal yang matang” ucap Jendral.

“Iya adek boleh makan salmon tapi engga boleh yang mentah ya, harus dimasak matang” ucap Tara.

“Okey Jio mau salmon” ucapnya antusias.

Jendral memanggil pelayan dan memesan makanan untuk mereka semua.

“Salmon garlic butter sauce 1 tapi tolong dimasak sematang mungkin, steak rare 1, steak medium rare 1, aburi ramennya 2, sushi set 2, ocha, sunset drink, jus jeruk dan mineral water juga” ucap Jendral.

“Baik pak pesanannya sudah saya catat, mohon ditunggu” ucap pelayan itu meninggalkan mereka.

Sambil menunggu Jio memainkan ponsel Jendral yang sudah diinstall banyak game agar Jio tidak bosan.

“Om Jendral, adek bosen deh cuti dirumah cuma bisa nonton, makan, main game. Om Jendral engga mau cuti juga nemenin Jio?” Tanyanya.

“Mas kan yang punya kantor, kalau mas cuti siapa dong yang ngawasin orang kerja” ucap Jendral mencubit pipi Jio.

“Yahh engga bisa ya, padahal Jio mau cium tiap hari” ucapnya mengerucutkan bibirnya.

“Haha kamu ini lucu banget, padahal sebelum mas kekantor juga selalu cium pulang kantor selalu cium” ucap Jendral.

Cup Cup

“Kayak sekarang ni”

“Ihhh.. om Jendral disini ramai tau” ucap Jio.

“Biarin, jadi orang tau Jio punya saya” ucapnya lembut membuat pipi Jio merona.

Tak lama para pelayan mengantarkan makanan yang sudah di mereka pesan sebelumnya.

Makanan ditata di atas meja dengan sangat rapi, beserta minumannya.

“Selamat makan anak bubu” ucap Tara.

Mereka mulai memotong daging dan memakannya perlahan, kecuali Jio dia belum menyentuh salmonnya.

“Sayang kok engga di makan?” Tanya Jendral.

Jio langsung memeluk Jendral erat.

“Bayi, kenapa sayang?” Ucap Jendral sedikit panik mengusap punggung Jio.

“Jio mau makan makanan om Jendral” ucapnya lirih.

Jio memundurkan kepalanya menatap Jendral dengan mata berkaca-kaca.

“Jio mau makan yang om Jendral makan boleh ya” ucapnya pelan.

Jio merasa bersalah karena sudah memesan salmon tapi sekarang ia malah menginginkan daging steak milik Jendral.

“Ga boleh bayi, ini kurang mateng” ucap Jendral.

“Pesen lagi aja ya dek, jangan punya Jendral ya” ucap Tara.

“Papi pesenin lagi ya” ucap Doni.

Jendral langsung memanggil pelayan dan memesankan makanan lagi untuk Jio.

“Saya pesan satu steak lagi yang well done okay, tolong dimasak dengan baik karena suami saya sedang hamil” ucap Jendral.

“Baik pak, saya sudah catat pesanannya mohon di tunggu” ucap pelayan itu pelan.

Jendral mengusap punggung Jio pelan karena suami kecilnya ini ingin menangis.

“Om Jendral maaf, Jio bikin repot om Jendral” ucapnya dengan suara tercekat.

“Engga sayang, mas engga ngerasa di repotin” ucap Jendral.

“Bayi makan salmonnya dulu ya sambil nunggu dagingnya” ucap Jendral lembut.

“Mau suapin” ucapnya manja.

Jendral tersenyum, sambil menata poni Jio yang sudah mulai menutupi mata si cantik.

“Iya mas suapin ya” ucap Jendral.

Jendral memakan steaknya sambil menyuapi Jio salmon dan asparagus.

Salmon Jio hampir habis, tepat sekali pelayan datang membawa steak milik Jio.

“Jio mau makan sendiri” ucapnya senang melihat dagingnya datang.

“Bentar dulu ya bayi” ucap Jendral menarik piring steak Jio.

Jendral memotong-motong daging yang akan Jio makan jadi bagian-bagian kecil baru ia berikan pada Jio agar suami kecilnya ini mudah memakan steaknya.

“Makasih om Jendral” senyum Jio.

“Sama-sama makan yang banyak bayi” ucap Jendral.

“Anak papi makan yang banyak ya, biar dedek bayinya kebagian semua nutrisinya” ucap Doni.

Jio memakan steaknya semangat sambil sesekali Jendral mengelap bibirnya.

Saat makanan Jio habis, Jendral membayar semua baru mereka pulang.

●●●

Selama diperjalanan pulang Jio menyandarkan kepalanya dibahu Jendral sambil bercerita.

Semua orang dimobil itu mendengarkan cerita Jio, Jio menceritakan bacaan buku tentang dinosaurus yang baru ia baca selama ia cuti ini.

Saat asik bercerita tiba-tiba suara Jio berganti dengar deru nafas harus, ternyata Jio sudah tertidur.

Jendral memeluk Jio sambil mengusap bahu Jio agar tidurnya lebih nyaman.

“Sayangnya mas capek banget ya, jagoan daddy di jaga ya yayahnya” ucap Jendral mengusap perut Jio.

Semua orang di dalam mobil merasakan hatinya menghangat mendengar Jendral berbicara dengan perut Jio.

Pagi Jio langsung disambut dengan rasa mual dan pusing yang membuatnya ingin segera mengeluarkan isi perutnya.

Jio bangun perlahan berdiri dari kasur lalu berjalan tertatih memegangi pinggangnya yang juga terasa sakit.

Jendral yang merasakan pergerakan Jio langsung terbangun dan berusaha merangkul pinggang Jio membantu suami kecilnya menuju kamar mandi.

Huek.. Huek

Jendral memegangi pinggang Jio dengan satu tangannya dan tangan lain mengusap punggung Jio yang masih terus berusaha mengeluarkan isi perutnya yang jelas belum terisi.

“Dedek bayi yang tenang ya diperut jangan lari-lari terus guncang perut yayah sampai bikin yayah mau muntah” ucapnya lembut mengusap punggung Jio.

Jio langsung memeluk Jendral erat setelah rasa mualnya perlahan hilang, meski perut besarnya menghalangi pelukan mereka.

“Om Jendral, Jio pusing” ucapnya lemah ditelinga Jendral.

Jendral mengusap punggung Jio sambil mengucapkan kata-kata manis yang bisa menenangkan Jio.

Mendengarkan ucapan Jendral membuat Jio mendekatkan wajahnya keceruk leher Jendral menghirup wangi khas tubuh Jendral yang sangat ia sukai.

“Gimana udah mendingan cantik?” Tanya Jendral lembut.

Anggukan Jio menandakan perutnya sudah mulai baik-baik saja dan rasa mualnya berkurang.

“Anak daddy pinter” ucap Jendral langsung mengusap perut Jio.

“Bayi mumpung kita dikamar mandi gimana kalau kita sekalian mandi bareng aja, kan mau ketemu dokter bentar pagi” sambung Jendral.

“Nanti tangan om Jendral nakal” ucap Jio mengerucutkan bibirnya.

“Janji ga nakal cuma mandi aja terus kita sarapan, dedek bayi pasti udah lapar” ucap Jendral mengelus perut besar Jio.

“Janji ya engga nakal, ya udah ayo kita mandi om Jendral” ucap Jio.

Jendral memegangi tangan Jio dan berjalan menuju bak mandi, Jendral benar-benar menjaga Jio dalam situasi apapun.

Keduanya duduk di bak mandi berendam dan saling menggosok punggung agar tubuh mereka bersih.

●●●

Jendral dan Jio yang baru saja selesai mandi langsung menuju walk in closet memilih baju yang akan mereka pakai menemui dokter Tama.

Jio menatap lemari khusus miliknya dan mengeluarkan bajunya dari rak, satu persatu ia coba bajunya tapi sayang tak ada yang bisa menutupi perutnya.

Baju Jio akan menyangkut atau hanya menutupi sampai pusarnya.

Padahal bisa dibilang baju milik Jio itu selalu memiliki ukuran yang besar karena ia tak nyaman menggunakan pakaian ketat.

Jendral yang sudah rapi dengan kemeja dan celana jeansnya langsung melihat Jio yang masih bertelanjang dada di ruangan ganti kamar mereka.

“Bayi kenapa ga pakai baju, nanti masuk angin” ucapnya.

“Ihhh, baju Jio ga ada yang muat om Jendral” ucapnya dengan wajah sedih.

Jendral langsung membawa Jio duduk dikasur lalu ia tutupi badan Jio dengan selimut.

“Pakai hoodie mas mau?” Tanya Jendral.

Jio menganggukan kepalanya mengiyakan tawaran Jendral dari pada ia harus menggunakan baju dengan perut yang terlihat.

“Tunggu mas disini supaya engga dingin ya” ucap Jendral.

Jendral menuju lemarinya dan mencari hoodie terbesar yang ia miliki lalu ia tarik dan bawa kesebelah Jio.

“Angkat tangannya bayi” ucap Jendral.

“Jio bisa pakai baju sendiri om Jendral” ucapnya.

Jendral mengecup bibir Jio agar suami kecilnya ini diam dan menurut.

Dan ya Jio terdiam melotot kearah Jendral karena terkejut.

“Om Jendral tuh kalau mau cium Jio kasih aba-aba dulu” protesnya.

“Iya bayi kapan-kapan saya bilang dulu, sini tangannya masuk kesini” ucap Jendral membantu Jio memasukan lengannya.

Jio mengikuti arahan Jendral hingga hoodie itu terpasang sempurna di badannya.

Jendral berjongkok dihadapan Jio hingga wajahnya tepat berada didepan perut Jio yang sudah membesar.

“Hallo anak daddy kalau pagi gini kalian ngapain?” Tanya Jendral sambil mengusap perut Jio.

“Dedek kalau pagi mau momom yang banyak” ucap Jio dengan suara seperti anak kecil.

Jendral terkekeh mendengar Jio.

“Yayah-nya dedek bayi gemes banget nanti saingan sama kamu nak”

Cup Jendral memberikan kecupan ringan diperut Jio.

Jio tersenyum melihat Jendral begitu menyayangi dirinya dan bayi yang ada diperutnya.

Mengajak perut Jio berbicara setiap ada kesempatan adalah salah satu kebiasaan baru Jendral, hal itu sangat manis menurut Jio.

“Bayi laper ya, ayo tadi katanya juga bubu udah cariin kita kan” ucap Jendral.

“Sini mas gendong” sambungnya.

“No, Jio mau jalan sendiri om Jendral. Jio sekarang udah berat kasihan om Jendral capek gendong Jio” ucapnya pelan.

“Engga, Jio tuh kayak kapas ringan engga ada mas ngerasa berat” sangkal Jendral.

“Beneran?” Tanya Jio.

“Iya sayang, sini ya mas gendong nanti capek” ucap Jendral lembut.

“Engga mau ah om Jendral, Jio mau olahraga jalan kaki biar bayinya sehat”

Jendral mau tak mau harus menuruti bayi cantiknya yang sudah mengatakan ia ingin jalan sendiri.

“Yaudah ayo, mas pegangin sampai bawah” ucap Jendral.

Jio berdiri dari kasur dengan bantuan Jendral keduanya berjalan berdampingan menuruni anak tangga menuju rumah Tara.

●●●

Jendral dan Jio masuk kedalam rumah dan langsung menuju ruang makan sambil bergandengan tangan.

Keduanya sampai di ruang makan yang masih ada Tara, Doni dan Nalen.

Marquez dan Jayden sudah pergi kekantor sejak 37 menit yang lalu karena harus bekerja.

“Aduh mesra banget anak-anak papi” ucap Doni.

“Adek mulai lagi ga tadi?” Tanya Tara.

“Iya tadi Jio bangun langsung mual bubu, papi” ucap Jio.

“Yaudah adek makan dulu ya, ini papi buatin sop buat adek” ucap Doni.

Jendral langsung membantu Jio duduk dibangku meja makan.

Tara langsung mengambilkan nasi dan lauk untuk Jio menantu kecilnya.

“Selamat makan anak bubu” ucap Tara mengusap rambut Jio.

Jendral menyendok nasi dan lauk untuk dirinya sendiri lalu duduk di sebelah Jio. Jendral dan Jio makan bersama sambil sesekali Jendral mengawasi Jio.

Tangan Jendral tak lupa mengusap lembut perut Jio yang ada disebelahnya.

●●●

14.32

Seluruh keluarga yang ada dirumah ikut mengantar Jio menuju rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya yang sudah sekitar empat bulan.

Jendral selalu menyisihkan satu hari demi mengantarkan Jio bertemu dengan dokter Tama.

Hari ini yang membawa mobil adalah Doni, Tara duduk di sampingnya, Jio duduk di belakang Doni dengan Nalen yang berada disampingnya, Jendral duduk dibelakang Jio.

“Na tukeran dong, masa gua dibelakang sih” protes Jendral.

“Diem deh, disitu kan enak lo kalau kangen Jio langsung peluk dari belakang” celetuk Nalen.

“Duh kalian berdua ini berantem terus, kalau ada Haikal tambah bikin pusing bubu denger” ucap Tara.

“Bubu sayang, Jeje mau duduk disamping Jio” ucap Jendral mengerucutkan bibirnya.

“Duduk dimana aja kan sama aja Je, jangan berisik kalin berdua bikin adek pusing nanti” ucap Tara.

Jendral yang mendengar perkataan bubunya langsung diam karena takut membuat Jio merasa pusing.

Tangan Jendral yang menggenggam tangan Jio langsung mengusapnya pelan.

“Bayi kalau pusing bilang ya” ucap Jendral.

Perjalanan mereka kembali tenang dengan Jio yang mulai mengantuk.

●●●

Jio sudah duduk di kursi yang di sediakan pada setiap ruang poli sambil menunggu namanya dipanggil perawat masuk kedalam ruang.

Dua pasien lagi baru Jio bisa masuk kedalam.

Selama hamil Jio mulai sering merasakan kantuknya seperti saat ini ia menyandarkan kepalanya pada bahu Jendral.

“Bayi kalau ngantuk bobok dulu aja nanti mas bangunin” ucap Jendral mengusap pipi hingga dagu Jio.

“Beneran engga apa-apa?” Tanya Jio.

“Iya adek tidur aja nanti dibangunin” kali ini Tara yang menjawab.

Jio memejamkan matanya dengan tangan Jendral yang terus mengusap pipinya pelan.

Sekitar tiga puluh menit Jio tidur baru namanya dipanggil masuk kedalam ruang periksa.

“Sayang masuk dulu yuk katanya mau ketemu adek bayi” ucap Jendral pelan.

Jio membuka matanya pelan sambil menguap.

Jendral membantu Jio yang masih mengantuk menuju kedalam ruang pemeriksaan kandungan.

●●●

Jio sudah berbaring diatas kasur bangsal rumah sakit dengan hoodie yang disingkap memamerkan perut besarnya.

Dokter Tama memberikan gel ketas kulit perut Jio.

“Dingin” ucap sikecil.

“Dokter Tama, kalau ketemu dedek bayi sakit engga?” Tanya Jio penasaran.

“Engga nanti alatnya cuma jalan-jalan diperut Jio kayak seterikaan tapi engga panas” ucap Tama menjawab pertanyaan Jio.

Jio menganggukan kepalanya.

“Yey, Jio mau ketemu dedek bayi” ucap Jio semangat.

“Okey, ayo ketemu dedek bayi ya” ucap Tama.

Alat USG mulai mendekati perut Jio, tangannya semakin kencang menggenggam tangan Jendral meski dikatakan tak sakit tetap saja Jio baru pertama kali melakukan ini jadi ia merasa takut.

“Rileks bayi, engga sakit kok” ucap Jendral mengusap punggung tangan Jio.

Alat yang dokter Tama pegang mulai berjalan pelan mengitari perut Jio perlahan mencari bayi yang ada di perut anak temannya ini.

“Kelihatan engga Jio, itu dedek bayinya” ucap Tama menunjuk monitor.

“Wahh hallo dedek bayi, denger yayah engga” ucap Jio.

Jendral memperhatikan monitor, bibirnya terbuka lebar terkejut dengan apa yang ia lihat.

“Dokter beneran itu isi perut Jio?” Tanya Jendral dengan bibir terbuka karena terkejut.

“Iya Je, selamat ya dedek bayinya kembar tiga” ucap Tama.

Jio menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut saat monitor berhasil menanggap tiga bentuk didalam perut Jio.

“Dedek bayi kamu engga apa-apa didalam? Perut yayah sempit engga” tanya Jio pelan.

Tama terkekeh mendengar penuturan Jio yang begitu menggemaskan.

Jendral masih terdiam berdiri memegang tangan Jio erat.

Air mata Jendral jatuh membasahi tangan Jio.

“Om Jendral kenapa nangis?” Tanya Jio dengan suara pelan.

“Om Jendral engga mau dedek bayinya ada tiga ya, om Jendral takut Jio dan dedek bayi bikin om Jendral capek dan juga bikin uang om Jendral habis ya” ucapnya sendu.

“No baby hiks.. bukan gitu” ucap Jendral susah payah.

“Mas happy, sangat happy mas bakalan jadi daddy buat tiga anak baik” ucap Jendral mengecup punggung tangan Jio lembut.

“Terima kasih sayang, terima kasih sudah berikan mas bahagia yang tak pernah habis”

Jendral menangis dihadapan Jio, tangan Jio mendekat dan mengusap pipi Jendral menghapus air mata suaminya.

“Om Jendral jangan nangis, hiks.. nanti dedek bayinya juga nangis” ucap Jio yang sudah menangis lebih dulu.

“Bayi jangan nangis” ucap Jendral mengecup pipi Jio yang masih berbaring diatas kasur rumah sakit.

“Dok saya boleh simpan foto anak saya” ucap Jendral.

“Boleh, tentu boleh” ucap Tama.

Hari ini adalah hari paling bahagia dalam hidup Jendral melihat tiga kehidupan yang berada didalam perut suami kecilnya.

HYUCKJI

Haechan yang baru saja sampai didepan dorm dream langsung menerobos masuk karena ia juga mengetahui kode pintu.

“Ngapain lo malam-malam kesini?” Tanya Jeno yang sedang berdiri didekat Jendela mengambil jemuran bajunya.

“Mau ketemu anak kecil” ucap Haechan langsung berjalan menuju kamar Jisung.

“Kalau ngewe jangan berisik mau tidur gue, jangan bikin gue solo kalau ga mau bagi Jie” ucap Jeno menjahili Haechan

Haechan melotot kearah Jeno.

“Gue pukul lo nyentuh Jie” ucapnya.

Jeno terkekeh sambil menggelengkan kepala lalu melanjutkan kegiatannya mengambil baju di jemuran.

●●●

Jisung masih berdiri menatap bajunya dilemari, ia tidak sadar Haechan sudah ada di kamarnya dan duduk diatas kasurnya.

“Ihhh bingung mau bawa semuanya” ucapnya.

Jisung membalikan badannya hendak duduk dikasur, tubuhnya terloncat kepalanya sedikit terhantuk kepala lemari membuat Haechan terkejut.

“Sayang, hati-hati dong” ucap Haechan mengusap kepala Jisung.

“Ya mas tuh kayak hantu tiba-tiba udah ada dikamar” omelnya.

“Ya masa kamu ga denger suara mas masuk” ucap Haechan.

“Udah kamu duduk sana, biar mas aja yang packing, kalau kamu yang ada selemarinya kamu masukin kedalam koper” ucap Haechan.

Jisung cukup senang pekerjaannya berkurang satu, ia langsung berjalan kekasurnya sambil mengusap kepalanya.

Haechan mulai memilih baju yang sekiranya cukup dan sesuai dengan iklim dari daerah yang kekasihnya datangi.

Tangannya mulai mencari informasi cuaca dari Jerman, Indonesia dan Filipina saat ini lalu ia mulai mengambil baju Jisung satu persatu.

Jisung menunggu kekasihnya mengemas baju untuknya sambil memainkan ponselnya dan mengirimkan pesan melalui platform yang sudah disediakan agensi untuk berkomunikasi dengan penggemar.

Anak manis ini berencana melakukan live besok pagi saat sebelum keberangkatan tapi ia masih melihat situasi jika memungkinkan.

Haechan yang baru saja menyelesaikan tugasnya langsung naik keatas kasur dan memeluk pinggang Jisung yang masih memainkan ponselnya.

“Jisung hpnya ditaruh udah malam” ucap Haechan.

Jisung meletakan ponselnya disebelah kasur mengikuti perintah Haechan, tangannya membalas pelukan Haechan.

Rindu, itu yang ia rasakan berhari-hari ia tak bisa bertemu kekasihnya karena sakit membuatnya sangat merindukan Haechan.

“Tadi aja ga bolehin mas nginep sekarang peluk-peluk” ledek yang lebih dewasa.

“Mas diem deh” ucap Jisung dengan suara yang meredam karena ia menyembunyikan wajahnya didada Haechan.

“Bercanda cantik, peluk aja mas juga kangen sama adek” ucapnya mengusap punggung Jisung.

Jisung menjauhkan wajahnya dari dada Haechan.

Keduanya bertatapan tangan Haechan menarik tengkuk Jisung dan mencium bibirnya.

Lembut, lumatan yang tak menuntut hanya saling melepas rindu.

Tangan Jisung berpindah memeluk leher Haechan.

Tangan Haechan yang berada dipinggang Jisung mengubah posisi mereka yang saling menyamping menjadi Jisung berbaring dibawah Haechan tanpa melepas ciuman keduanya.

Lumatan Haechan semakin kuat menyesapi bibir manis Jisung.

Tangan Jisung dipegang Haechan dan ia tahan di samping kepala si cantik.

Lidah Haechan mulai masuk kedalam mengabsen setiap isi mulut Jisung, lidah keduanya saling bertaut menarik satu sama lain.

Saliva mereka bercampur hingga keluar dari celah bibir membuat dagu Jisung basah.

Tangan Jisung meremas kuat tangan Haechan yang menahannya karena nafasnya sudah hampir habis ciuman Haechan sudah lebih dari 10 menit, melebihi batas kemampuan Jisung.

Haechan yang merasakan tangan Jisung seperti memberikan tanda untuk melepaskannya langsung menjauhkan belah bibir keduanya.

“Hah.. Hah.. Hah.. Mas” nafas Jisung memburu meraup oksigen yang ada di sekitarnya.

Haechan mengecup kening Jisung dan kembali berbaring disebelah kekasih cantiknya.

“Sayang besok mas engga bisa antar kamu, mas ada latihan buat konser” ucap Haechan sendu.

“It's okay mas, semangat ya konsernya” ucap Jisung mengecup pipi Haechan.

Haechan memeluk Jisung erat, baru saja hari ini ia bisa bertemu kekasihnya tapi besok mereka sudah harus berpisah lagi.

“Udah malam, tidur yuk” ucap Haechan masih memeluk Jisung.

“Nyanyiin adek dong” ucap Jisung.

Siapa Haechan sampai bisa menolak permintaan si cantik, akhirnya ia mulai menyanyikan lagu way you home milik group mereka untuk mengantar Jisung kealam mimpinya.

Haechan bernyanyi sambil mengusap punggung Jisung hingga kekasihnya tertidur.

“I love you cantik” ucap Haechan pelan mengecup kening Jisung.

Selama empat bulan belakangan ini Jio menjadi semakin manja dan tak mau ditinggal Jendral sedikitpun.

Jio bahkan selalu menangis setiap Jendral izin padanya untuk pergi ke kantor dan berakhir harus dibujuk oleh semua orang.

Selama Jendral berkerja tiap harinya Jio akan dijaga oleh Tara dan Doni dirumah dan Nalen juga selalu datang membantu menemani Jio agar mood Jio selalu baik.

Mengingat perut Jio yang sudah membesar membuatnya harus mengambil cuti satu semester kedepan sampai dedek bayinya yang masih berada didalam perut Jio lahir.

●●●

16.23

Jendral baru saja pulang dari kantor setelah seharian bekerja meninggalkan Jio yang tadi pagi sempat menangis lagi karena ia harus ke kantor.

Hal pertama yang selalu Jendral lakukan saat sampai ke rumah adalah mendatangi Jio yang ia titipkan di rumah bubunya.

Jendral yang sudah memarkirkan mobilnya digarasi rumah langsung menuju rumah Tara.

Kakinya berjalan masuk kedalam rumah sambil melonggarkan dasinya menuju ruang TV yang biasanya Jio akan ada disana menonton film.

Benar saja Jio terlihat duduk bersila diatas sofa menonton animasi sambil memakan buah potong.

Tara dan Doni selalu menyediakan buah untuk Jio agar sikecil tidak nyemil makanan berpengawet karena itu tidak baik untuk janinnya.

Perut Jio sekarang sudah terlihat membesar, pipinya juga semakin tembam yang membuat Jendral semakin gemas mengecupi pipi Jio setiap harinya.

Jendral langsung berjalan mendekati sofa dimana bayi cantiknya sedang duduk sendirian menonton.

Kelihatannya bubu, papi dan Nalen sedang menyiapkan makan malam untuk mereka hari ini makanya Jio kini sendiri.

Jendral langsung duduk disebelah Jio dan memeluk bayi cantik kesayangannya yang sedang asik menonton.

Jio yang sadar Jendral tengah memeluknya langsung menggeser tubuhnya melepaskan pelukan Jendral.

Jendral ikut bergeser mendekati Jio dan memeluk pinggang Jio lagi.

Jio sudah lelah menggeser tubuhnya menjauhi Jendral langsung menatap suaminya itu.

“Ngapain pulang” ucap Jio ketus.

“Mau ketemu cantiknya mas” ucap Jendral.

“Sana aja nikah sama berkas om Jendral” kesalnya.

Jendral tak pernah marah balik pada Jio ketika suaminya itu mengomel hanya karena alasan sepele saja.

Jio yang mengomel membuat Jendral gemas malah mengecupi pipi Jio.

Jendral sudah banyak belajar dari buku dan internet kalau hormon orang hamil itu sering berubah-ubah jadi ia memaklumi suami kecilnya yang seperti sekarang.

“Sayang, jangan ngambek ya. Mas kan kerja buat bayi sama dedek bayi jadi nanti dedek bayi selalu hidup enak” ucap Jendral mengucap kepala Jio.

Wajah Jio langsung berubah sedih dan meletakan piringnya keatas meja.

“Jio jajannya banyak banget ya om Jendral, uang om Jendral udah mau habis gara-gara Jio” ucapnya dengan mata berkaca-kaca ingin menangis.

“Bayi engga gitu, uang mas masih banyak sayang bahkan sekarang bisa beliin Jio apa aja, tapi supaya uangnya engga habis sampai dedek bayi besar mas harus kerja. Jadi hidup Jio dan dedek bayi berkecukupan dan terjamin” ucap Jendral membelai pipi Jio yang semakin besar dan memerah.

Cup.. Cup..

“Pipi Jio makin tembem ya gemes” ucap Jendral terus mengecupi pipi Jio.

“Pipi Jio basah dicium-cium teru” protes Jio.

“Siapa suruh pipinya minta digigit” ucap Jendral.

Jendral menyedot pipi Jio seperti sedang menyedot boba.

“Om Jendral ihhh pipi Jio” pekiknya dengan bibir mengerucut mencubit lengan Jendral.

“Hahaha iya iya ampun sayang” kekeh Jendral merasakan cubitan dilengannya yang tak terasa sakit.

“Oh iya, besok bayi harus periksa ke dokter kan, mas besok engga kekantor mau temenin bayi aja” sambung Jendral.

Jio yang mendengar suaminya besok akan bersamanya seharian langsung menatap Jendral.

“Beneran om Jendral” ucapnya tersenyum bahagia.

“Beneran bayi besok mas ajakin makan diluar ya” ucap Jendral mengusap pipi Jio.

Senang rasanya Jio akan bersama Jendral seharian.

Tangan Jio langsung melingkar di leher Jendral dari samping.

“Jio kangen” ucapnya.

“Padahal tiap hari liat saya tapi kok kangen aja ini si manja” ledek Jendral.

Jendral mengangkat tubuh Jio keatas pangkuannya menghadap dirinya.

Perut Jio yang sudah membesar membuat Jendral sulit memeluk Jio dari depan seperti biasanya.

“Dedek bayi pelit ni masa daddy ga boleh peluk yayah” ucap Jendral mengusap perut Jio.

“Bentar om Jendral”

Jio mengubah posisinya menghadap kearah TV dengan tetep duduk di pangkuan Jendral.

Tangan Jendral ia pegang dan ia lingkarkan dipinggangnya.

“Udah bisa peluk Jio kan” ucap sicantik.

Jendral langsung mengecup bahu Jio.

“Udah bayi” ucapnya mengusap perut Jio.

Jio bersandar didada bidang Jendral sambil memaikan tangan Jendral yang ada diperutnya.

“Om Jendral Jio sekarang berat ya” ucapnya lirih.

“Engga, orang bayi ringan” ucap Jendral sambil mengusap perut Jio.

“Liat perut Jio makin besar dan berat Jio naik baju Jio udah engga muat” adunya pada Jendral.

“Besok habis dari dokter kita sekalian beli ya baju buat Jio” ucap Jendral.

“Jio jadi jelek ya om Jendral, soalnya Jio engga langsing lagi” ucapnya.

“Bayinya mas Jeje selalu cantik ga ada yang bisa ngalahin cantiknya Jio” ucap Jendral mengecupi bahu Jio.

Tara yang keluar dari dapur langsung meneriaki Jendral.

“Jeje mandi dulu baru cium-cium adek, astaga kamu tuh ya”

Jio yang mendengar Jendral dimarahi langsung membela suaminya.

“Bubu jangan marahin om Jendral, Jio yang kangen mau peluk. Seharian kan om Jendral dikantor Jio jadi engga bisa peluk” ucapnya pelan dengan nada sedih.

Tara yang mendengar mantunya berbicara pelan langsung luluh dan mendekati Jio.

“Bayi maafin bubu engga maksud marahin Jio kok sayang, bubu mau Jeje mandi dulu ya baru boleh peluk-peluk Jio lagi” ucap Tara lembut.

Jio mengangguk paham maksud bubu padanya.

“Jeje mandi, Jio itu lagi ada bayi diperutnya kamu jangan kotor-kotor deket adek nanti Jio kena kotor jadi sakit” ucap Tara.

“Iya bubu” ucap Jendral.

“Mas mandi dulu ya, Jio sama papi sama bubu dulu” ucap Jendral lembut.

“Jangan lama-lama ya om Jendral” ucapnya pelan.

Jendral mengangkat Jio dan ia dudukan kembali kesofa.

Cup pipi Jio dikecup membuat semburat merah muncul diwajahnya.

“Mas mandi dulu ya sayang” ucap Jendral.

“Jeje ciumnya nanti lagi kamu tuh bau keringat, kena debu dari luar” marah Tara.

Jendral langsung berlari kekamarnya yang ada dirumah bubu dan segera mandi sebelum bubunya semakin mengamuk.

Jio yang sudah tidur dihapit kedua orangtuanya sejak satu jam yang lalu kini tiba-tiba terbangun.

Jio mencari-cari disetiap sudut ruangan, Jendral tak ada didekatnya.

“Hiks..” Jio terisak duduk ditengah kasur.

“Hiks.. Hiks..”

Johan yang mendengar suara isakan perlahan terbangun dari tidurnya.

“Bayinya papa kenapa nangis sayang?” Tanya Johan lembut sambil mengucak matanya.

“Om Jendral hiks.. om Jendralnya Jio mana?”

“Papa Jio mau peluk om Jendral, punggung hiks.. punggung Jio sakit” Tangisnya semakin kencang.

Johan yang mendengar punggung anaknya sakit langsung mengusap punggung Jio pelan.

“Jeje di rumah sebelah kayaknya, papa coba telponin ya supaya Jeje kesini” ucap Johan.

“Ponsel Jio dimana? Biar papa yang telpon Jejenya” sambungnya.

Jio yang masih terisak langsung menunjuk nakas disebelah Johan menunjukan dimana ponselnya.

Doni menggantikan Johan yang mengusap punggung anaknya sambil memijati lengan Jio pelan.

Jio merasakan sakit seperti punggungnya dipukul-pukul dan dibebankan banyak barang.

“Jio cantik jangan nangis ya, ini papi usap punggungnya”

“Papi, Jio mau sama om Jendral hiks..” isakan Jio semakin kencang hingga tembus keluar dari kamar orangtuanya.

Johan menelpon Jendral memberitahukan Jio yang menangis mencari dirinya.

Jendral yang ditelpon papa Jio dan mendengar suara isakan Jio menjadi panik.

Setengah mengantuk Jendral berusaha berdiri keluar kamar.

Ponsel yang diloadspeaker membuat Jendral berusaha menenangkan suami kecilnya sambil terus berjalan menuju kamar mertuanya untuk menjemput si cantik.

Daddy dan Bubu bahkan terbangun karena tangisan Jio menggema didalam rumah.

Tok Tok

“Bayi, ini mas” panggil Jendral pelan.

Jio hendak berlari menemui Jendral namun ditahan Doni.

“Punggung adek masih sakit duduk sandaran dulu ya” ucap Doni.

“Adek disini aja papa yang bukain pintu biar Jeje langsung gendong Jio kekamar ya” ucap Johan.

Klik

Pintu terbuka memperlihatkan Jio yang wajahnya sudah dibasahi air mata.

Jendral langsung berlari menuju kasur memeluk kesayangannya.

“Mana yang sakit sayang? Punggungnya ya”

Tangan Jendral mengusap punggung Jio sambil tangan lainnya memeluk pinggang Jio.

“Sakit jangan datangi Jio ya, pergi ya jangan bikin Jio nangis”

Cup Cup

Pipi Jio dikecup Jendral sambil terus berusaha menenangkan sicantik.

“Jangan nangis sayang, mas udah disini ya” ucapnya selembut mungkin.

Jio memeluk leher Jendral erat.

“Om Jendral hiks.. Jio mau tidur sama om Jendral” rengeknya.

“Jio engga mau jauh lagi” tangisnya makin pecah.

“Kenapa sayang, punggungnya sakit banget ya? Lebih sakit dari yang waktu itu? Atau Jio mimpi buruk?” Jendral menghujani Jio dengan banyak pertanyaan.

“Iya hiks.. Jio mimpi ada monster besar mau gigit Jio sama dedek bayi”

“Jio lari sama dedek bayi cari om Jendral terus Jio jatoh punggung Jio kena batu terus Jio langsung bangun. Jio takut.. Jio mau peluk om Jendral tapi om Jendral ga ada, Jio nangis punggung Jio juga jadi sakit”

“Sekarang mimpi buruknya takut soalnya Jio udah mas jaga” ucapnya mengecup pipi Jio yang menggembung setelah bercerita.

Tara datang membawa air putih kekamar Johan.

“Adek minum dulu ya supaya lebih tenang” ucap Tara.

“Makasih hiks.. makasih bubu”

“Sama-sama sayang” ucap Tara.

Jio mengambil gelas yang Tara berikan dan meneguk air minumnya pelan sambil dibantu Jendral.

Jendral mengelap sisa-sisa air dibibir Jio.

“Itu tadi udah papa bilang nanti nangis kalau jauh sama Jendral kan” ledek Johan.

“Papa ihh.. Jio tadi kan engga apa-apa tapi dedek bayinya yang mau deket daddynya” ucap Jio mengerucutkan bibirnya.

“Iya iya dedek bayinya yang mau deket Jeje” ledek Johan.

“Papa jangan diusilin itu nanti anaknya nangis lagi” ucap Doni.

“Udah ya kan udah ada mas habis ini boboknya mas peluk ya”

“Gendong Jio ya” cicitnya pelan.

Jendral tersenyum

“Sini mas gendong biar bayi bisa bobok lagi”

Jendral merentangkan tangannya didepan Jio.

Jio langsung masuk kedalam dekapan Jendral dan digendong ala koala.

“Pa, pi, ini adek Jeje bawa kekamar ya biar tidur lagi” ucapnya berpamitan.

“Jagain ya Je maaf kalau anak papi rewel” ucap Doni.

“Ga rewel kok pi, Jeje suka Jio yang mau nempelin Jeje terus”

“Ayo om Jendral, Jio mau bobok sambil dipeluk om Jendral” ucapnya semangat.

“Iya bayi, kita kekamar ya” ucap Jendral.

Jendral langsung berpamitan dan membawa Jio kelantai dua dimana kamarnya berada.

●●●

Jendral membaringkan badan Jio diatas kasur dan ia susul naik disisi sebelah Jio.

Jio langsung menyamping dan mendusalkan wajahnya mendekati leher Jendral yang terdapat wangi favoritnya disana.

“Kalau bayi posisi tidurnya gini nanti punggungnya sakit lagi, mas aja ya yang nyamping. Jio tidurnya lurus aja” ucap Jendral lembut agar Jio tak salah paham.

Jio langsung meluruskan badannya menghadap langit-langit kamar.

Jendral memeluk pinggang ramping Jio hati-hati takut meniban atau menyenggol perut Jio.

Perut rata suami kecilnya yang sudah ada nyawa lain didalam sana membuat Jendral lebih hati-hati saat memeluk Jio

“Dedek bayi jangan sering bikin punggung Yayah sakit ya” ucapnya mengelus perut rata Jio.

“Hihi om Jendral geli” kekehnya merasakan tangan Jendral yang mengusap kulit perutnya.

“Om Jendral kenapa Jio dipanggil Yayah? Kenapa engga daddy juga?” Tanyanya penasaran.

“Nanti kita bingung kalau sama-sama daddy. Nama panggilan kecil Jio kan Yoya jadi Yayah cantik kan” ucap Jendral mengecup pipi kiri Jio.

“Bagus Jio suka” ucapnya antusias.

“Udah yuk bayi bobok dulu besok mau kebandara kan anterin papa” ucap Jendral lembut.

“Eung..”

“Kenapa bayi? Mau minum lagi?” Tanya Jendral

“Pipi kanan Jio belum di kiss” ucapnya sambil memainkan jarinya.

Jendral langsung mengungkung Jio dan mengecup pipi kanan Jio dan kembali berbaring disamping Jio.

Jio menelan ludahnya susah payah setelah kaget melihat Jendral yang tiba-tiba ada diatas tubuhnya.

“Selamat istirahat ya cantik” ucap Jendral mengusap tangan dan perut Jio bergantian hingga Jio mulai tertidur.

Johan memarkirkan mobilnya setelah pulang dari mengurusi kasus Jio dan mempersiapkan perlengkapan kepulangannya besok.

Jio yang mendengar suara mobil langsung semangat hendak berlari ke pintu utama rumah mertuanya.

Tangan Jendral menahan Jio.

“Jangan lari-lari bayi, jalan aja ya kalau mau kedepan” ucapnya lembut.

Johan langsung lari masuk kedalam rumah dan memeluk anaknya yang berdiri disamping menantunya.

“Anak papa” senang Johan.

“Je duduk yuk kasihan adek berdiri lama-lama nanti capek” sambung Johan.

“Iya pa ini barusan Jio mau lari keluar jadi Jeje tahan supaya ga lari-larian anaknya” ucap Jendral.

Johan menggendong anaknya dan duduk disofa ruang TV memangku Jio.

“Gimana tadi ketemu dokter Tama?” Tanya Johan membelai rambut Jio.

Tangan Jendral memegangi tangan Jio dan ia usap pelan sambil mendengarkan Jio bercerita dengan papanya.

“Jio tadi di cek pakai alat gitu papa dia masuk kelubang Jio, geli Jio ga suka alatnya engga enak, enakan punya om Jendral yang masuk” ucap Jio santai

Wajah Jendral merah padam mendengar penuturan suami kecilnya yang terlalu jujur.

Johan hanya tertawa mendengar cerita anaknya yang sangat detail ini.

“Bentar dulu Jio belum selesai cerita. Jadi kan alatnya didalam lubang Jio tapi Jio ga paham kok bisa tau ada dedek bayi di dalam perut Jio. Terus Jio juga tanya kan dedek bayi bisa dilihat dilayar engga kayak di film-film kata om Tama belum bisa soalnya dedek bayinya masih kecil” ceritanya.

“Kecil kayak biji ketumbar katanya, apa itu alasan papa suka panggil Jio biji ketumbar?” Tanyanya.

“Iya ini biji ketumbar papa yang paling gemesin, cantik mau papa gigit pipinya” ucap Johan mengecup pipi anaknya.

“Terus anak papi tadi makan es krim dari mana sayang?” Tanya Doni

“Tadi daddy Jay yang bawain Jio, terus ya pi bubu potongin Jio buah enak seger Jio jadi engga mual-mual” senangnya.

“Anak papi pinter makan yang sehat-sehat”

Doni mengecup pipi Jio gemas.

“Om Jendral adek boleh bobo sama papa dan papi engga malam ini?” Tanyanya pelan sedikit ragu.

“Engga mau mas peluk sayang?” Tanya Jendral yang sebenarnya tak rela jauh dari Jio.

“Ehh engga bukan gitu om Jendral” ucap Jio panik

“Emangnya adek ngga nangis nanti ga di peluk Jeje pas tidur?” ledek Johan.

“Jio mau peluk papa malam ini, soalnya kita mau pisah lagi papa” ucap Jio sedih.

“Nanti nangis loh kalau jauh dari Jendral, adek tuh ga tahan jauh sama Jeje” ucap Doni.

“Ade engga nangis papi, boleh ya bobo sama papa papi” rengeknya.

Jendral yang tak tega melihat suami kecilnya sedih langsung mengiyakan ucapannya.

“Ya udah iya boleh jangan nangis ya sayang, tidurnya yang nyenyak, kalau ada apa-apa telpon mas” ucap Jendral mengecup pipi Jio.

“Yey ayo papa papi, Jio mau bobok ngantuk” ucap Jio mengajak orangtuanya segera tidur.

“Papaii om Jendral, Jio tidur dulu” lambai Jio pada Jendral dari gendongan Johan.

Karena keputusan Jio yang tidur dengan papa dan papi, Jendral jadi menginap dirumah orangtuanya jadi kalau ada apa-apa Jendral bisa dengan cepat datang untuk Jio.