My First And Last✔

Jeong Jaehyun, Ruruhaokeai, Lee Jaehyun, Kim Jungwoo, Kevin Moon, Ji Changmin, Choi Yoonji

Waktu Ara di Jerman gak terasa udah memasuki dua bulan, besok kedua orang tua Yuno juga sudah terbang ke Jerman untuk menjenguk keadaan Yuno sekaligus menjemput Ara, jadi libur Yuno hari ini ingin Yuno dan Ara manfaatkan untuk jalan-jalan ke luar rumah, mereka sih niatnya enggak kepengen keluar jauh, selain udaranya cukup panas, besok pagi juga Yuno sudah harus kembali koas, Ara gak mau Suaminya itu kecapekan.

Pagi ini Ara udah sibuk banget di depan meja rias di kamar Yuno, sibuk memilih liptint mana yang cocok untuknya hari ini. dia cuma pakai midi dress berwarna putih dengan motif bunga sakura, di balut dengan cardigan berwarna kuning, ah enggak lupa Ara juga pakai bandana yang senada dengan cardigan miliknya.

Ara jarang banget dandan centil kaya gini, kalau kata Gita tuh. Dia lebih tertarik pakai pakaian yang simpel saja seperti jeans, hoodie, atau kaos biasa saja yang di balut dengan cardigan oversize. Tapi berhubung perutnya udah susah pakai jeans dan suasananya cocok untuk mengenakan midi dress jadilah Ara pakai midi dress.

“Sayang, udah belum?” tanya Yuno, Suaminya itu muncul dari balik pintu. tadi dia ada di ruang tengah sedang asik menonton televisi sembari makan sisa rujak yang kemarin Ara minta.

“Udah kok.” Ara senyum, dia puas banget sama hasil make up nya hari ini. Enggak menor dan enggak kelihatan kaya gak make up juga, pokoknya pas banget. Karena sering gabut di apartemen, Ara jadi banyak belajar teknik make up.

Ara berdiri dan memastikan penampilannya sudah rapih kemudian menghampiri Yuno, kalau Yuno sih cuma pakai kemeja dengan dalaman tanpa lengan, ia bahkan sengaja tidak mengancingi kemejanya dan celana pendek aja, toh mereka pergi enggak jauh hanya sepedahan kemudian memakan gelato di taman.

Begitu Ara menghampirinya Yuno senyum, agak sedikit salah tingkah karena Istrinya cantik banget ya walau hari-hari biasa Ara juga tetap cantik di mata Yuno kok.

“Kenapa kok senyum-senyum kaya gitu? ada yang aneh ya sama bajuku?” Ara mastiin penampilannya lagi, dia tuh kalau di liatin kaya gitu sama Yuno jadi mikir apa bajunya ada yang aneh atau berlebihan.

“Enggak papa, emang gak boleh senyum-senyum liatin Istri aku?” tanya Yuno.

“Ya boleh aja, aku pikir dandanan aku heboh banget padahal kita cuma mau sepedahan habis itu makan gelato.”

“Enggak kok, cantik, yuk jalan.” Yuno mengambil tangan Ara dan menggandengnya untuk keluar dari apartemen mereka.

keduanya turun dari lantai sepuluh apartemen Yuno berada, ada beberapa mahasiswa lain juga yang ikut turun di lift dan menyapa Yuno. teman-teman Yuno di apartemen ini emang kebanyakan orang asingnya lebih banyak berasal dari Asia Tenggara malahan, makanya enggak jarang Yuno suka bertegur sapa.

Kalau sama orang Jerman asli justru mereka jarang negur kalau enggak dekat-dekat banget. begitu sampai di parkiran sepeda, Ara senyum sumringah banget apalagi waktu liat sepeda yang boleh Yuno sewa itu. ada keranjang di depannya dan kursi penumpang di belakang yang tampak empuk sekali joknya.

Ah enggak lupa, Yuno membelikan Ara bunga yang sengaja ia taruh di keranjang sepedanya. Itu bunga lily yang indah dengan campuran warna kuning dan putih, Yuno sengaja membeli bunga lily meski Ara sangat menyukai bunga mawar. Menurutnya mawar lebih cocok di berikan saat mereka melakukan makan malam romantis.

“Untuk Istri aku yang paling cantik.” Yuno ngasih bucket berisi bunga lily itu ke Ara.

“Kok tumben beli lily?” Ara ambil bucket itu dan senyum, dia bukan enggak suka kok. Dia suka banget sama semua hal yang di kasih Yuno untuknya, dia cuma nanya gitu karena biasanya Yuno kasih bunga mawar ke dia.

“Ada artinya.”

“Apa?” Ara senyum, dia gak nyangka Yuno nyari tahu tentang arti bunga seperti ini.

“Bunga lily dengan warna putih dan kuning itu melambangkan kesucian, kepolosan, kegembiraan dan penuh syukur,” jelas Yuno. Dia nyari tahu banyak hal ini dari internet, meski lebih suka mengutarakan rasa sayangnya dengan perbuatan. Yuno juga ingin menunjukan rasa sayangnya melalui kata-kata.

Ara dulu itu pernah salah paham sama Yuno, dia pernah bilang sikap Yuno terkadang membuatnya bingung dan membuat Ara merasa jika Yuno tidak benar-benar mencintainya hanya karena Yuno jarang memberikan kata-kata yang manis untuknya, waktu itu Yuno cuma mikir, tanpa ia utarakan itu semua melalui kata-kata ia yakin Ara sudah tahu.

“Manis banget Suami aku, makasih yah, Mas.”

“Sama-sama sayangku.”

“Oh iya, Mas. kamu nyewa nya dimana sepedanya?, lucu warna nya pink gini.” bukanya naik Ara justru jalan mengitari sepedanya dulu, takjub banget karena sepedanya begitu manis karena berwana pink, warna kesukaan Ara banget kan.

“Aku bukan nyewa ke rental gitu sih sayang, aku nyewa punya pacarnya Josep inget gak teman sekolah bahasaku dulu?” Yuno berusaha ingatin Ara sama Josep, teman sekolah bahasanya dulu yang sekarang tinggal di Hamburg. cowok itu masuk salah satu universitas teknik yang ada di sana, sebelum pindah ke Heidelberg Yuno itu pernah sekolah bahasa di Berlin.

“Ingat, jadi ini punyanya Alice?” Ara pernah ketemu sekali sama Alice, pacarnya Josep itu emang orang Jerman asli dia enggak ketemu Josep di sekolah bahasa, melainkan Alice ini adalah tetangga Josep di apartemennya.

“Yup, dia sekarang ada di Heidelberg apartnya ada di dekat kampus aku. dia kebetulan lagi ambil S2 di kampus aku.”

“Kamu kok baru cerita?” biasanya Yuno tuh suka cerita tentang teman-temannya, waktu mereka LDR dan masih pacaran pun kaya gitu.

Makanya walau Ara enggak tahu banyak teman Yuno di Jerman secara langsung tapi dia tahu nama-namanya, ya Yuno juga gitu sih. tapi teman Ara di kampusnya juga kebanyakan teman dari SMA nya.

“Baru sempat sayang, yuk. nanti keburu panas.”

Mereka berdua naik sepeda mengelilingi jalanan Heidelberg yang pagi itu lumayan ramai, banyak orang-orang yang menikmati waktu musim panas dengan berjalan-jalan, di atas sepeda sembari berpegangan dengan pinggang Yuno, Ara sempat videoin jalanan sekitar, dia juga sempat videoin Yuno dengan ekspresi konyolnya itu.

Selama dua bulan di Jerman baru hari ini Ara dan Yuno keluar rumah berdua kaya gini, biasanya tuh lebih banyak Yuno yang keluar buat koas, belanja atau nyari makanan yang lagi Istrinya itu kepengin. ya walau kadang hal itu juga yang cukup bikin kepala Yuno berdenyut nyeri, karena kadang makanan yang Ara minta itu susah banget di dapatin. Ara tuh lebih banyak ngidam makanan Indonesia terutama rujak, sementara di Heidelberg itu makanan Indonesia jarang banget kalau pun ada itu pun cuma makanan sekelas soto ayam, bakso, pecel ayam, atau nasi Padang.

Yuno memberhentikan sepeda nya di depan sebuah kedai gelato yang cukup ramai, yup, antrean yang cukup panjang itu membuktikan kalau rasa gelato di kedai itu memang enak. Ini kedua kalinya Ara makan gelato di tempat itu, sebelumnya Ara pernah mencicipinya waktu mereka pacaran tapi saat musim dingin.

“Kamu duduk di sini sebentar ya, aku aja yang antre, kamu mau rasa apa?” Yuno narik salah satu kursi di sana buat Ara duduk, dia takut Ara capek karena duduk di kursi sepeda.

“Mau rasa strawberry aja kayanya, Mas.”

Yuno mengangguk, “udah itu aja?”

“Iya itu aja.”

baru saja Ara mau mengeluarkan ponselnya untuk foto-foto keadaan sekitar tapi Yuno yang tadinya sudah mengantre itu kembali lagi ke meja mereka dan bikin Ara bingung, “kenapa, Mas? ada yang ketinggalan?

“Enggak, sayang kaki kamu pegal gak? kalau pegal nanti kita naik taksi aja, aku takut kamu enggak nyaman atau pegal naik sepeda.”

mendengar ucapan itu hati Ara menghangat, Yuno kembali ke meja mereka hanya ingin memastikan jika ia baik-baik saja. Yuno benar-benar sayang dan seperduli itu dengan Istrinya, memang semenjak menikah Yuno selalu memprioritaskan Ara di banding dirinya sendiri. hal itu juga yang memberatkan Yuno ketika sadar dia enggak bisa selalu di samping Istrinya itu karena harus menyelesaikan study nya.

Ara terkekeh, lucu karena muka Yuno yang tampak khawatir tapi juga terdengar manis di telinganya, “enggak, Mas. aku gapapa kok, malahan sepedanya tuh nyaman banget jok nya juga empuk, aku tuh lagi nikmatin banget tau udaranya walau angin nya lumayan kencang.”

“Bener?” tanya Yuno memastikan lagi.

“Yup.”

Yuno mengangguk, “Yaudah kalau gitu aku antre lagi yah.” sebelum pergi mengantre, Yuno mengusap pucuk kepala Ara dengan gemas.

Ara yang nunggu Yuno antre gelato buat mereka berdua akhirnya cuma mainin ponselnya aja, dia juga sempat foto Suaminya itu dari jauh dan bikin story di akun sosial media miliknya.

Setelah mendapatkan dua gelato mereka berdua jalan pelan-pelan ke taman yang tidak jauh dari kedai gelato nya. dulu waktu Ara pertama kali ke Jerman dia gak di ajak Yuno ke taman Neckarwiese karena saat itu memang sedang musim dingin, jadi mereka cuma jalan-jalan ke sekitaran kastil dan sungi Neckar saja.

Di taman itu cukup ramai, banyak anak-anak sampai orang lansia yang menikmati indahnya cuaca hari itu, Ara baru tahu kalau disekitaran taman ada orang yang berjualan juga. mulai jualan roti, ice cream, pizza, hotdog sampai buah-buahan. tamannya indah dengan aliran sungai yang cukup tenang dan burung-burung yang berterbangan.

Ara dan Yuno memilih untuk duduk di hamparan rumput dengan alas seadanya yang Yuno bawa di keranjang sepeda mereka. Sembari memakan gelato, Yuno yang merasa gerah itu membuka kemeja yang ia pakai dan menyampirkannya di bahu nya saja.

“Mas, pakai bajunya ih.” Ara ambil kemeja milik Yuno itu dan memberikannya ke Suaminya itu untuk di pakai.

“Gerah sayang, nanti kalau udah pulang aku pakai lagi.”

“Ish kamu mah.” Ara cemberut. Sebel banget kalau Yuno udah pamer-pamer badan kaya gini.

“Sayang banget yah aku waktu ke sini malah pas winter, jadi enggak bisa main-main ke taman deh,” gumam Ara sembari makan gelato nya, main di taman dengan suasana seperti ini tuh bikin Ara ngerasa dia lagi ada di negeri dongeng deh. soalnya memang benar-benar terlihat fairytale banget.

“Tapi kan sekarang udah aku ajak sayang, bonus bertiga sama Hana pula.” Yuno terkekeh.

“Kalau nanti Hana udah lahir kita ke sini lagi yuk, Mas?” Ara menoleh ke arah Yuno bayangin mereka bisa piknik seperti ini lagi sama anak mereka kelak tuh bikin hati Ara menghangat banget rasanya.

“Pasti, nanti aku ajak kamu ke sini lagi ya. Nanti kita piknik yang lebih niat lagi, bawa makanan sama main layangan juga kayanya asik deh.” mereka tuh emang enggak niat buat piknik, cuma mau jalan-jalan keliling aja makan gelato dan makan siang di luar.

Ara mengangguk, mereka sempat mengambil foto berdua dan bergantian. sembari memotret Ara, Yuno diam-diam jadi kepikiran soal dirinya yang masih merintis karir dan menyelesaikan study nya, kadang ada dimana Yuno malu sama Ara karena Istrinya itu sudah punya penghasilan sendiri.

Ada lebih mandiri darinya, bahkan Ara sudah punya penghasilan sendiri sejak kuliah. Penghasilan yang dia dapat dari endorse dan menjadi model brand make up, selain itu Ara juga pandai mengelola keuangannya. Bahkan Ara daftar S2 kuliahnya itu pakai biayanya sendiri.

“Sayang?” panggil Yuno yang membuat Ara menoleh ke arahnya, tadi dia sedang melihat-lihat hasil foto mereka.

“Kenapa, Mas?”

“Kamu pernah malu gak karena aku belum punya penghasilan sendiri?” Yuno mengecilkan suaranya, andai dia di beri kesempatan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu mungkin Yuno enggak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

“Kok Mas nanya kaya gitu?” Ara cuma heran aja kenapa tiba-tiba Yuno nanya kaya gitu, ya Ara tahu kok Yuno belum punya penghasilan sendiri. dan Yuno menafkahinya juga dari orang tua nya, dari uang saku yang Yuno terima dan di bagi dua untuknya juga.

“Gapapa, aku kadang suka malu aja sama kamu. kamu Istri aku, udah punya penghasilan sendiri lebih besar dari aku pula. Aku kayanya lagi malu aja karna nafkahin kamu dari uang saku yang Papa dan Mama kasih ke aku. Aku bukan anak yang mandiri.” Yuno nunduk dan terkekeh menertawakan dirinya, Yuno ngerasa pecundang banget.

Ara senyum, dia naruh mangkuk gelato miliknya dan meluk Yuno dari samping, Suaminya itu sedang tidak merasa percaya diri sekarang. “Aku enggak pernah malu kok, aku paham kamu masih ngelanjutin study kamu, aku bisa ngerti itu. aku justru bangga sama kamu.”

“Bangga?”

Ara mengangguk, “iya bangga, soalnya kamu udah ngorbanin cita-cita kamu demi jadi dokter kaya yang orang tua kamu mau, kamu udah kuat banget bertahan sampai sekarang ini, yang aku tau pasti itu semua gak mudah, kamu sendirian di negeri orang, belajar keras banget sampai bisa kaya sekarang ini.”

“Mas, semua yang Papa dan Mama kasih untuk kamu itu nanti akan terbayarkan sama pengabdian kamu. Mereka naruh harapan besar di pundak kamu supaya kamu bisa mengelola rumah sakit kelak, aku mungkin kalau jadi kamu enggak sanggup deh.”

Ara gak pernah merasa malu sama sekali sama Suaminya itu, Ara tahu hidup sebagai Yuno itu enggak mudah, baginya rezeki itu bisa di cari sama-sama dan Ara pun sama sekali enggak merasa keberatan harus nemenin Yuno sampai jadi dokter. Dia mau jadi wanita yang ada di balik kesuksesan Suaminya.

Mendengar hal itu bikin perasaan gak percaya diri Yuno itu hilang, perasaanya lega dan enggak ada hentinya dia bersyukur karena bisa memiliki Ara yang nerima dia apa adanya. Ara udah banyak ngalah dan sabar buat hubungan mereka, kadang Yuno mikir, kalau bukan bersama Ara pasti perempuan lain pun enggak akan bertahan di situasi seperti ini.

“Makasih yah, sayang. Tuhan tuh beneran baik banget udah kasih kamu di hidup aku.” Yuno meluk Ara gemas dan cium kening Istrinya itu.

“Gombal yah kamu?”

“Enak aja, aku tuh serius tau!” karena gemas akhirnya Yuno maju buat nyium bibir Istrinya itu, namun Ara memilih menghindar karena dia malu banget ada beberapa lansia yang melihat ke arah mereka walau sambil tersenyum. Lagi pula banyak anak kecil juga, walau ada beberapa pasangan juga di sana.

“Mas, ih malu tau!!” pekik Ara.

“Biarin, orang kamu Istri aku juga.”

“Tapi kan mereka enggak tahu. Kalau kita di sangka pasangan mesum gimana?” Ara melirik ke sekitar dengan semburat merah di pipinya.

“She's my wife!!” teriak Yuno yang bikin Ara mencubit pinggang Suaminya itu dengan gemas.

“Mas!!” rajuk Ara.

“Itu sekarang mereka udah tahu kamu Istri aku.”

Sudah dua bulan sejak Ara kembali ke Indonesia, sejak itu juga Yuno hanya bisa berkabar dengan Istrinya melalui ponselnya saja. dokter Bagas sudah memberi tahu hari perkiraan Ara akan melahirkan, namun siapa sangka jika itu meleset dari perkiraan. Ara justru sudah kontraksi seminggu sebelum tanggal yang sudah di perkirakan.

Sejak semalam kedua orang tua Yuno membawa Ara ke rumah sakit setelah mengeluh sakit perut, begitu di bawa ke rumah sakit ternyata menantunya itu sudah memasuki pembukaan ke 3, bahkan Yuno sendiri yang di kabari kaget, pasalnya dia sudah mengajukan izin ke fakultasnya minggu depan. Dan hanya 4 hari saja, Yuno enggak bisa izin lama-lama karna itu akan berpengaruh ke masa koas nya yang nantinya akan lebih lama.

Pagi ini di temani Bunda, Ara jalan-jalan keliling kamar rawatnya supaya pembukaan nya lancar, kadang dia merintih dan menangis juga karena rasa sakit yang mendera nya. Hanya ada Bunda saja, tadi ada Papa nya tapi sekarang Papa pulang buat ambil baju Bunda, karena malam ini Bunda yang nemenin Ara di rumah sakit.

Karena besok pagi Mama Lastri masih harus praktik, makannya pagi ini kedua orang Yuno itu pulang dan kembali lagi setelah menyelesaikan praktiknya. Ara sudah memasuki pembukaan ke 7 nyeri perutnya juga semakin sering dan bikin dia cuma bisa duduk di ranjangnya.

“Bun..” Ara merintih, pegangin tangan Bunda nya sembari menahan rasa sakitnya.

“Minum yah? Dari tadi Kakak belum minum loh.”

Ara menggeleng, dia meringkuk di ranjangnya sembari memejamkan matanya. Enggak nyangka kalau melahirkan normal seperti ini akan sangat menguras tenaga nya, enggak lama kemudian ponsel Ara yang ia taruh di atas nakas berdering. Itu panggilan dari Yuno, Yuno baru pulang dari rumah sakit sepertinya.

Karena enggak tega liatin Ara merintih terus, akhirnya Bunda yang angkat telfon dari menantunya itu. “Hallo, No.”

Bun, Ara gimana? Yuno kepikiran banget. Maaf Yuno baru bisa telfon lagi, karena baru sampai di rumah.” di sebrang sana Yuno tampak gusar, dia belum ganti baju dengan wajah kusut dan sembabnya.

“Sudah pembukaan 7, No. Doain lancar yah, masih ngerintih aja dia.” Bunda ngarahin ponsel Ara itu ke Ara yang lagi meringkuk sembari merintih, dia memegangi perutnya.

sayang??” panggil Yuno, suaranya bergetar. Dia gak tega banget ngeliatin Ara kesakitan kaya gitu, rasanya tuh Yuno pengen langsung nyamperin Istrinya itu aja dan ngambil seluruh sakit yang di rasain. Yuno bersedia kalau memang dia bisa menggantikannya.

“Mas.. Kamu kapan pulang?”

Ara nangis, dia jadi super sensitif rasanya. Walau di temani orang tuanya tapi tetap saja yang Ara butuhkan itu Yuno, dia mau Yuno ada di sebelahnya nemenin dia sampai anak mereka lahir.

rabu depan aku pulang yah, kamu yang kuat ya. Aku doain kamu dari sini.

“Pulang Mas.. Pulang. Aku mau nya kamu disini sekarang.” tangis Ara semakin pecah, di benar-benar ngerasa cuma butuh Yuno aja.

“Kak.. Jangan ngomong gitu, kasian nanti Yuno jadi kepikiran di sana. Jadi enggak tenang dia,” Bunda menasihati sembari ngusap-ngusap pinggang putrinya itu.

Bunda tahu apa yang Ara rasain karena dulu Bunda juga pernah ngalamin, tapi di posisi seperti ini Bunda juga mikirin menantunya. Bunda takut Yuno kepikiran sampai berdampak sama pekerjaannya di rumah sakit, Makanya Bunda berusaha nenangin Ara sebisa mungkin.

iya, nanti aku pulang yah. Kamu mau di bawain apa?” Yuno ngalahin pembicaraan ke topik lain, liat Ara nangis dia juga jadi kepengen nangis rasanya.

“Aku maunya kamu! Kamu aja, gak usah bawa apa-apa lagi. Kamu pulang aja.”

iya, nanti aku pulang yah. Sabar ya sayang, aku juga kan maunya sama kamu. Mau nya juga nemenin kamu sampai Hana lahir.

Ara gak jawab lagi, dia masih nangis tapi dengar suara Yuno lumayan bikin hatinya tenang. “Perutku sakit.. Hana gerak terus di dalam, Mas. Sakit banget.”

Hana lagi cari jalan keluarnya, kan udah enggak sabar mau ketemu sama Ibu sama Papa nya juga. Kamu makan yah, biar punya tenaga. Nanti kalau aku udah sampai sana, aku yang jagain Hana. Ya?

Ara ngangguk, dia jadi enggak tega karena nyuruh Yuno cepat-cepat pulang. Tapi ngeliat Yuno di sebrang sana nangis dengan mata yang memerah, Ara jadi ngerasa bersalah banget.

“Mas jangan nangis..”

kepikiran kamu, kasian liat kamu kesakitan tapi aku enggak ada di sana, aku minta maaf yah, sayang.

Liat Yuno nangis Ara jadi ikutan nangis, Bunda pun juga nangis karena kasihan liat anak dan menantunya itu yang di pisahin sama jarak, Bunda cukup memaklumi Yuno. Dia enggak nyalahin Yuno karena sering ninggal-ninggalin Ara waktu hamil dan gak ada waktu Ara melahirkan.

Bunda tahu Yuno anak yang baik, Yuno juga sempat menyuruh Ara untuk melahirkan di Jerman supaya Yuno bisa nemenin Istrinya itu. Tapi ada banyak hal juga yang harus di pertimbangkan, terutama dari keluarga Yuno yang ingin Ara melahirkan di Indonesia saja. Bunda juga cukup memaklumi karena Hana menjadi cucu pertama di keluarga mereka, karena sepupu-sepupu Yuno yang lain juga belum menikah.

“Kamu jangan nangis.”

Yuno kelihatan ngusap air matanya habis itu senyum, dia harus semangatin Istrinya itu. “jelek yah?

“Masih ganteng kok.”

kalo Hana udah lahir nanti, liat yah dia ada lesung pipi nya atau enggak.” Yuno terkekeh, dia godain Ara kaya gitu supaya Ara enggak stress dan gak membuat persalinannya lebih lama.

“Kalo enggak ada gimana?”

kalo enggak ada lesung pipi nya, mau aku kasih punyaku.

“Kalau ada?”

berarti kamu punya dua orang yang kamu sayang, yang punya lesung pipi. Jadi kamu enggak nusukin pipi aku terus.” Jelas Yuno, keduanya terkekeh pelan. Ucapan Yuno barusan juga bikin hati Ara menghangat, membayangkan Hana besar nanti punya lesung pipi yang di warisi sama Papa nya.

Setelah sambungan telefon mereka terputus, waktu berlalu dengan sangat cepat bagi Ara. dokter Bagas juga sudah memberi tahu kalau air ketuban Ara sudah pecah, Ara juga sudah masuk ke ruang bersalin di temani sama Bunda dan Mama Lastri.

10 menit berlalu Ara masih berusaha mengejan sekuat tenaga nya, tentu nya di bantu sama oksigen karena dokter Bagas itu tahu soal riwayat penyakit Ara dari kecil.

“Mengejan lagi yah, Ra. 1.. 2..” dokter Bagas ngarahin Ara supaya bayi nya enggak masuk lagi, Ara enggak bisa istirahat lama-lama dia harus terus mengejan karena bayi nya sudah dekat.

“Mmmh.....” Ara mengejan sekuat tenaga yang dia bisa, beneran rasanya kaya tulang rusuknya lagi di patahin secara bersamaan dan nafasnya terasa pendek.

Di sampingnya Mama Lasri ngusap kening Ara pakai tissue karena keringatnya itu terus bercucuran, kalau tadi Ara nangis waktu nunggu pembukaan justru saat mengejan dia gak nangis sama sekali. Fokusnya adalah dia harus melahirkan bayi nya, bayi nya harus selamat.

“Sekali lagi yah, kepala nya sudah semakin dekat, Ra.”

“Mmmhh......”

Ara mengejan cukup panjang, sampai akhirnya suara bayi nya itu terdengar. Hana nangis kencang dengan darah yang masih berlumuran di tubuh mungilnya, mendengar suara bayi nya itu. Ara menitihkan air matanya, anaknya dan Yuno sudah lahir dan dia sudah menjadi seorang Ibu.

“Anak kamu sama Yuno sudah lahir, Ra..” bisik Mama Lastri.

“Hana udah lahir, Mah..”

“Iya, Hana.”

Ara berusaha mengatur nafasnya yang rasanya kaya di ujung lehernya saja. Dengan tubuh yang masih lemas, dia liatin bagaimana dokter Bagas motong tali pusar bayi nya itu sampai Hana di mandikan.

Begitu Hana sudah selesai di mandikan dan di balut dengan selimut barulah Ara bisa menggendongnya, Hana lahir dengan berat 4,0 kg dan panjangnya 51 cm. Pipinya tembam dengan sedikit kemerahan, rambutnya tebal dan kulitnya putih. Persis kaya Yuno waktu bayi kalo kata Mama Lastri.

“Hana..” panggil Ara, Hana masih tidur di gendongannya. Bibir mungilnya itu sedang sibuk meminum ASI pertama nya.

Enggak lama kemudian Bunda masuk kembali ke ruang bersalin, Bunda melakukan panggilan video dengan Yuno dan memberi tahu Yuno kalau anaknya sudah lahir. Di dalam gendongan Ara, walau jarak sangat jauh memisahkan mereka. Yuno mengadzani telinga anak mereka melalui panggilan video itu.

Ara yang masih lemas cuma bisa liatin aja, dari suaranya Yuno agak sedikit bergetar seperti sedang menahan tangisnya sendiri. Tangis karena haru karena anaknya sudah lahir. Setelah Yuno selesai mengadzani Hana, dia senyum waktu Bunda ngarahin ponselnya ke arah Hana yang ada di gendongan Ara.

Hana, tunggu Papa pulang yah..

“Mirip kamu banget, No. Sampai ke pipi nya pun kaya kamu banget,” ucap Bunda.

Ara enggak kebagian apa-apa yah, Bun?” di sebrang sana Yuno terkekeh, dari jauh pun Yuno bisa lihat Hana benar-benar mirip dengannya walau matanya lebih sipit seperti mata Ara. Kalau Yuno itu agak sedikit besar apalagi kalau lagi melotot.

“Kebagian hikmahnya aja,” sahut Ara.

Bun, maaf sebelumnya. Yuno boleh ngobrol sama Ara dulu gak, Bun?

“Iya, boleh kok, Nak.” Bunda memberikan ponselnya ke Ara dan beralih menggendong Hana, Hana sudah selesai menyusu dan tertidur pulas. Kebetulan sudah ada suster juga yang datang untuk membawa Hana ke ruang bayi.

sayang?” panggil Yuno.

“Iya, Mas?”

terima kasih yah.

Ara mengangguk. “Iya, Mas.”

“*terima kasih udah kuat, udah sabar dan ngelahirin anak kita. Aduh, aku sampai nangis lagi kan. Kenapa jadi cengeng gini,” Yuno ngusap mukanya sambil terkekeh. Rasanya perasaan dia tuh campur aduk banget, sedih, senang dan ingin cepat-cepat pulang buat nemenin Ara dan melihat anaknya.

“Mas juga udah jadi Suami yang baik buat aku, jadi Papa yang baik yah buat Hana juga.”

pasti, aku berusaha terus jadi Suami dan Papa yang baik buat Hana sama anak-anak kita nanti.

Ara ngangguk, lemas banget rasanya dia enggak punya tenaga lagi dan cuma bisa mandangin wajah Suaminya itu. “Sayangi aku terus yah, Mas.”

Sayang aku justru bertambah 50 kali lipat kayanya. Atau kurang yah?

Ara terkekeh pelan, hari itu rasanya dunia hanya milik Yuno dan Ara. Bahagia hanya milik mereka berdua karena lahirnya Hana.

Pasca melahirkan Ara sempat di rawat selama dua hari di rumah sakit, setelah itu karena Ara dan Hana kondisinya stabil dan baik-baik saja, dokter Bagas akhirnya memperbolehkan keduanya untuk pulang ke rumah. Yuno pun enggak sempat ke rumah sakit karena begitu ia tiba di Indonesia Ara dan Hana sudah ada di rumahnya.

Sudah dua hari Yuno berada di rumahnya, dia benar-benar menepati janjinya untuk merawat Istri dan menjaga bayi mereka. Terutama di malam hari, Yuno rela kurang tidur atau bahkan enggak tidur demi menyusui Hana dari botol ASI, menggantikan baju nya ketika anaknya itu muntah karena kekenyangan, mengganti popoknya waktu Hana pipis dan pup, bahkan ketika Hana nangis hanya karena ingin di gendong.

Kalau susu di botolnya masih ada Yuno enggan membangunkan Ara, dia gak tega kalau Ara harus kurang tidur. Padahal Ara sudah bilang kalau dia enggak masalah harus bangun karena menyusui Hana.

Di jam dua malam, Ara mengerjabkan matanya. Meraba ranjang sebelahnya yang tadinya ada Suaminya itu yang baru tidur, lampu kamar mereka masih menyala. biasanya kalau Yuno tidur agak di redupkan sedikit. Enggak sampai gelap kok, bahkan masih terlihat terang.

“Mas?” panggil Ara.

“Di kamar mandi, Sayang. Hana habis pup,” ucap Yuno dari dalam kamar mandi mereka.

Mendengar itu Ara senyum, dia menumpuk bantal yang ia pakai jadi satu agar bisa bersandar. Lagi-lagi Yuno yang harus bangun, Ara sebenarnya senang Suaminya itu membantunya merawat Hana. Tapi enggak tega juga, karena Yuno pasti lelah, begitu selesai koas dia langsung melakukan penerbangan panjang dan begitu sampai Yuno langsung di sibukkan untuk menjaga Hana ketika malam.

Begitu selesai menggantikan popok anaknya itu, Yuno keluar dari kamar mandi dan tersenyum melihat Istrinya yang sedang bersandar di headboard ranjang mereka.

“Ibu kebangun yah?” cicitnya menirukan suara anak kecil.

“Kebangun nyariin cantiknya Ibu sama gantengnya Ibu.”

Yuno duduk di ranjang mereka, memberikan Hana pada Ara untuk ia susui. Kebetulan stok ASI yang Ara pompa sudah menipis, jadi mau enggak mau Ara harus memberikan ASI ke Hana secara langsung.

“Haus banget yah sayangnya Ibu?” Ara ngusap-ngusap kepala Hana yang sedang menyusu itu, benar-benar kehausan ternyata.

“Dia rambutnya tebal banget yah, sayang.”

“Kata Mama kaya kamu waktu bayi, rambutku juga dulu tebal. Cuma enggak selebat punya Hana.” rambut bayi Hana tuh benar-benar tebal dan hitam untuk seukuran bayi baru lahir, Bunda bilang kalau Hana sudah lepas tali pusarnya nanti rambutnya bisa di cukur sedikit saja supaya enggak timbul ruam di area keningnya.

“Bulu matanya lentik kaya kamu,” ucap Yuno. Dia gak pernah gak senyum kalau lihat Hana, bahkan enggak ada rasa lelah karena penerbangan panjang dan kurang tidur hanya untuk merawat anaknya.

Yuno benar-benar sedang menikmati perannya sebagai seorang Ayah. Rasanya dia mau terus-terusan menjaga Hana dan menemani Istrinya itu saja tanpa harus kembali ke Jerman.

“Bulu mata kamu panjang tapi turun yah.” Ara merhatiin bulu mata Yuno itu, bulu matanya memang panjang tapi sayangnya turun, berbeda dengan Ara yang memang lentik alami. Makanya Ara jarang banget pakai maskara atau penjepit bulu mata.

“Alisnya mirip siapa?”

“Kamu.”

Keduanya terkekeh pelan, oh iya. Hana itu punya lesung pipi persis kaya Yuno tapi sayangnya cuma sebelah saja enggak ada di kedua pipinya, karena pipinya yang tembam kalau Hana tersenyum sedikit saya lesung pipinya sudah terlihat jelas.

“Kamu tidur, Mas. Istirahat kamu tuh capek. Gantian sama aku jagain Hana nya, kan aku juga udah tidur lumayan lama.” bagi Ara, semenjak Hana lahir tidur 3 jam itu udah lumayan banget buat dia. Apalagi sejak kehadiran Yuno, dia bisa tidur lebih lama dari itu.

“Enggak ngantuk sama sekali, sayang. Aku kalo ngantuk pasti tidur kok, kamu tau kan aku gampang banget tidur?”

“Paksain, aku takut kamu sakit karna kecapekan.”

“Enggak akan, aku kan jarang sakit.” Yuno senyum, imun tubuhnya memang bagus. Yuno dari kecil pun jarang sekali sakit, kalau sakit pun paling cuma batuk, demam dan pusing aja.

“Kamu lagi menyombongkan diri?” Ara menaikan satu alisnya.

“Kedengarannya kaya gitu?”

Ara mengangguk. “Tidur yah, sebentar aja gapapa. Hana juga udah mulai ngantuk kayanya, udah merem lagi dia walau masih minum.”

“Aku tidur yah.”

“Iya, Mas.”

Yuno akhirnya mencoba untuk tidur, dia berbaring di samping Istrinya itu tapi urung memejamkan matanya. Dia malah masih betah mandangin Ara yang masih menyusui Hana, tangan kurusnya itu beringsut menepuk-nepuk pelan punggung bayi mereka.

Pernah merasa bahagia sampai-sampai untuk tidur pun sulit karena perutmu terisi kupu-kupu? Nah itu dia yang di rasakan Yuno sekarang, rasanya seperti itu. Seperti semua susah, sedih dan semua pengorbanan Yuno terbayarkan dengan Tuhan memberikannya seorang putri yang benar-benar cantik.


“Ahh, ini mah Ara enggak kebagian apa-apa Bang Yuno banget ini sih,” pekik Chaka. Waktu pertama kali liat Hana, dia takjub banget sama bayi mungil itu.

“Ya namanya juga anaknya jir, masa mirip elu, si Ara juga ogah kalau anaknya mirip elu,” sahut Kevin.

“Dih, gue mah ganteng.”

Anak-anak kosan hari ini bersama-sama menjenguk Ara dan Hana, ada Gita, Arial, Januar, Elara, Kevin, Chaka dan juga Teh Niken. Mereka semua datang bersama dan memberi hadiah untuk Ara dan juga Hana, enggak cuma Hana aja kok yang dapat hadiah tapi Ara juga. Terutama barang-barang yang dia butuhin banget sebagai Ibu baru.

Gita yang sedang asik gendong Hana itu jadi kesal sendiri dengar perdebatan Kevin dan Chaka, kalau enggak ada si kembar sekarang. Pasti tangan Gita udah melayang buat nabok bibir Kevin sama Chaka biar diam.

“Ganteng tapi kaya dukun mah buat apa,” celetuk Gita karena kesal.

Chaka yang di bilang gitu cuma prengat prengut kesal aja, gak berani ngelawan Gita. Takut dia gak di bolehin menginap lagi atau gak di kasih kesempatan buat ngeluh tentang hubungannya lagi.

“Hana beratnya berapa, Ra?” tanya Elara, karena mau nikah tahun depan. Selain mengurus pernikahan, Elara juga jadi sedikit-sedikit nanya tentang merawat bayi, ya siapa tahu kan dia sama Januar di kasih anaknya cepat kaya Yuno dan Ara.

“Beratnya 4 kg, El. Tingginya 51 cm.”

“Pantes endut banget, gemes banget. Pengen punya yang kaya gini juga,” gumam Elara.

“Kan kita udah sering bikin, makanya jadiin!!” samber Janu yang langsung di hadiahi cubitan di pinggangnya, tangan Elara masuk ke dalam kaus yang Janu pakai supaya si kembar Elios dan Eloise enggak liat.

“Hehehe, jangan ngomong gitu ah,” ucap Elara di sela-sela cubitannya.

“Pasti proses nya panjang banget yah, Ra? Sakit gak sih melahirkan normal?” tanya Niken. Dia belum pernah melihat orang melahirkan langsung, tapi bayangin kepala bayi yang sebesar itu keluar dari dalam dirinya aja bulu kuduk Niken udah berdiri semua rasanya.

“Lumayan lama, Teh. Aku mulai kontraksi itu subuh gitu jam 3 an. Tapi udah ngerasa mulas dari jam 1, terus Hana lahir jam 10 pagi. Kalau di tanya sakit, yah sakit banget Cuma recovery nya cepat kok.”

“Tuh dengerin, makanya elu kalau udah pada punya bini tuh nanti di sayang bini nya jangan macem-macem tingkahnya, jadi Ibu tuh susah, hamil tuh enggak enak dan melahirkan tuh sakit. Minta maaf lu pada sama Nyokap,” Gita ceramah, yang bikin cowok-cowok jadi pada nunduk karena ngebayangin gimana perjuangan orang tua mereka dulu.

“Cil, lo kok jahat. Gue kan gak punya Mama..” gumam Chaka, Chaka udah berdamai sama keadaan kok tenang aja.

“Yaudah jadi anak yang bener biar Mama lo bangga liat lo sekarang. Jangan sibuk jadi dukun aja.”

“Itu sampingan,” Chaka ngeles.

“Tapi Bang Yuno keren loh, dia cekatan banget jadi Papa muda. Udah bisa mandiin Hana juga, gue aja kayanya takut buat gendong pun.” Kevin sebenarnya pengen banget gendong Hana, waktu Elios sama Eloise lahir pun Kevin kepengen banget gendong tapi dia enggak berani. Dia baru berani gendong si kembar anaknya Gita dan Arial waktu umur mereka sudah 11 bulan.

Di mata Kevin bayi tuh ringkih, takut banget dia salah-salah gendong dan bikin bayinya sakit atau ngerasa gak nyaman. Makanya dia cuma ngeliatin aja, lain hal nya sama Chaka yang sebenarnya berani. Tapi apesnya setiap kali ingin menggendong bayi, bayinya langsung menangis begitu dekat dengannya. Enggak tahu deh, aura Chaka emang jelek banget kayanya. Kebanyakan main sama setan kalau kata Januar mah.

“Mas Yuno banyak nanya juga sama Mas Ril, Kev. Waktu Hana belum lahir dia juga banyak baca-baca cara merawat bayi baru lahir, makanya lo kalo nanti nikah sama Yves juga gitu yah. Punya anak tuh di urusnya berdua.” oiya, selain menjenguk Ara dan Hana. Ini juga menjadi kumpul-kumpul sama Kevin sebelum cowok itu pergi ke London. Kevin akan melanjutkan S2 nya di sana bersama dengan Yves.

“Pasti lah.”

“Jangan mau bikinnya doang lu, Kev.” sambar Janu.

“Itu mah elu.” karena kesal, Kevin lempar Januar pakai cushion yang tadi ada di pangkuannya.

“Gak sia-sia lo, No. Berguru sama gue,” Arial menepuk pundak Yuno dengan bangga.

“Lo dulu gini juga gak sih, Ril?” tanya Yuno, matanya enggak berpidah dari Hana yang masih terlihat nyaman dalam gendongan Gita.

“Gini gimana? Repot?”

Yuno menggeleng, “gak bisa tidur saking senangnya dan nikmatin ngurus anak lo sendiri?”

“Gitu juga sih, tapi ya lo tau sendiri anak gue langsung dua. Tetap capek banget, apalagi kalau nangisnya barengan. Kepala gue pusing aja rasanya bisa sembuh sendiri, tapi yah benar kata lo. Justru nikmat nya di situ jadi orang tua baru.”

Waktu anaknya baru lahir, Arial dan Gita juga sempat kuwalahan kok, apalagi kalau si kembar nangisnya bersamaan dan dua-dua nya minta menyusu. Kadang buat Arial dan Gita tidur satu jam saja sudah sangat bersyukur, enggak jarang Arial suka mengantuk dan ketiduran di kantor kalau sedang jam istirahat.

“Ra, gue boleh nyium pipinya Hana gak?” kata Januar.

“Ihhh gak boyehh.. uncle bau kokok kata aunty El..” pekik Elois, bocah itu menghalangi Janu agar tidak mendekat ke Hana.

“Hahaha udah di jawab yah, Nu. Sama keponakan gue,” jawab Yuno sambil terkekeh.

kamu beneran gapapa nih pergi sendirian, sayang?

Yuno kembali meyakinkan Istrinya itu sekali lagi, hari ini adalah hari pernikahan Januar dan Elara. Tapi sayangnya Yuno harus membiarkan Istrinya itu pergi sendiri karena Yuno enggak bisa pulang ke Indonesia lagi, ia harus fokus pada koas nya sudah hampir setengah jalan.

“Iya gapapa, Mas. Lagian di sana aku kan enggak sendiri, ada Mas Iyal, Gita, Chaka, Teh Niken, Kevin sama Yves katanya juga datang terus ada Mas Yuda sama Mba Ola juga kok.”

Setelah selesai menggulung rambutnya, Ara memasang anting di kedua telinganya, memastikan dirinya sudah tampak rapih dengan riasan sederhana ala dirinya sendiri. Semenjak Hana lahir, Ara enggak pernah lagi bikin konten. dia juga sudah menyelesaikan semua kerja sama nya dengan brand-brand yang sudah bekerja dengannya.

Ara mau fokus merawat Hana, mungkin sebulan lagi Ara akan kembali ke kampus untuk menyelesaikan study S2 nya lagi. Selama ini Ara ngurus Hana enggak sendirian kok, Ara di bantu sama orang tua Yuno dan juga orang tua nya. Umur Hana pun sekarang sudah 4 bulan, bayi itu sekarang tidur nya sudah lebih lama saat malam, jadi Ara jarang terbangun saat tengah malah. Kecuali kalau Hana benar-benar haus atau buang air besar saja.

maaf yah,” gumam Yuno.

Hey, it's okey, Mas. Kok minta maaf sih?” Ara senyum, dia ambil ponselnya dan natap wajah Suaminya itu yang ada di layar ponselnya.

Yuno itu masih sama, masih suka merasa bersalah tiap kali enggak bisa nemenin Ara ke acara-acara yang memang biasanya di hadiri bersama pasangannya. Atau enggak bisa nemenin Ara check up kesehatan Hana.

Gapapa, ngerasa bersalah aja gak bisa nemenin kamu. Tapi sayang?

“Iya, Mas?”

kamu cantik banget. Itu dress yang waktu itu aku beliin pas hari ulang tahun kamu ya?” waktu mereka baru menikah, Yuno memang sempat membelikan Ara dress berwarna dusty pink yang agak kelonggaran di tubuhnya. Tapi sekarang Ara mengenakan dress itu yang tampak pas di tubuhnya, Ara jauh lebih berisi sekarang. Kalau dulu beratnya hanya 42 kg, sekarang beratnya sudah mencapai 47 kg.

“Iya, jadi bagus yah.” Ara berdiri, dia liatin keseluruhan dress itu pada Yuno.

banget, Istriku selalu cantik. Malah tambah cantik.

“Ra.. Udah selesai belum? Jadi bareng sama Mas Yud gak?” teriak Yuda dari luar kamar Ara, hari ini Ara lagi menginap di rumah orang tua nya. Kalau Yuda sih enggak menginap, dia memang datang buat menjemput Ara karena katanya Adiknya itu ingin pergi ke pernikahan Januar bareng dengannya.

“Iya jadi sebentar!” teriak Ara dari dalam kamarnya. “Yaudah, Mas. Aku jalan ke resepsinya Janu dulu yah, nanti aku kabarin lagi.”

hati-hati yah, sayang. Salam buat Januar dan Elara.

Ara mengangguk. “Iya, Mas.”

Setelah panggilan video itu terputus, Ara langsung turun dari lantai dua kamarnya berada. Hana juga sudah rapih dengan setelan baju berwarna pink, enggak lupa Ara juga masangin Hana bando berbentuk pita. Bayi berumur 4 bulan itu sedang terlelap di gendongan Mbak Ola.

“Cantik banget sih Adiknya, Mbak.” ucap Ola waktu Ara baru turun. Mbak Ola ini emang suka nya muji, beda banget sama Mas Yuda yang kalau muji enggak mau kelihatan muji, Namanya juga Mas Yuda orangnya gengsian.

“Makasih, Mbak juga cantik banget.”

aunty tadi dedek Hana bobo nya sambil senyum-senyum.” si kembar Alissa dan Alea ini emang senang banget sama anak kecil, kadang Mbak Ola sampai kuwalahan kalau si kembar merengek minta ketemu sama Hana, padahal mereka sedang persiapan untuk pindah ke Surabaya tahun ini.

“Oh, ya? Mimpi apa yah dia sampai senyum-senyum gitu?” Ara ngusap pucuk kepala keponakannya itu.

“Mimpi main sama Kakak Alea kali yah aunty.”

Ara tuh senang banget bisa punya keponakan kembar, sewaktu si kembar baru lahir. Ara tuh sering banget beliin baju dan mainan buat si kembar, apalagi mereka perempuan jadi banyak banget asesoris yang Ara beliin buat mereka, pokoknya Ara paling excited deh selain Bunda waktu itu.

Makanya waktu Mbak Ola tahu anak Ara dan Yuno juga perempuan, Mbak Ola gantian belanja banyak asesoris dan baju bayi buat Hana.

Di perjalanan menuju ballroom hotel tempat Januar melangsungkan resepsi, Ara sempat mengirimkan foto dirinya dan Hana di kursi belakang mobil ke Yuno. Yuno juga sempat membalasnya dengan rengekan dan emoticon menangis, dia bilang kalau dia mau teleportasi agar bisa tiba di Jakarta detik itu juga.

Yuno juga bilang kalau dia enggak tahan buat gak senyum-senyum sendiri karena Ara dan Hana terlihat cantik hari itu. Begitu sampai di ballroom hotelnya tamu-tamu sudah tampak memadati, Ara juga sempat lihat beberapa alumni SMA Bakti Mulya 400 mulai dari angkatannya, angkatan kakak kelas nya sampai angkatan adik kelasnya.

Ada anak-anak dari Universitas Narawangsa juga, tapi kebanyakan dari jurusan Teknik, ya tahu sendiri lah Januar ini memang terkenal banget di jurusannya. Kayanya tiap angkatan ada aja yang kenal Januar, kadang Ara heran tapi sekaligus salut sama Januar karena cowok itu pandai bergaul dengan siapa saja.

“El, Nu, congrats ya, langgeng-langgeng kalian berdua, bahagia terus pokoknya doa terbaik buat kalian berdua.” Ara menyalami kedua pengantin itu. Januar sama Elara tampak serasi, Ara diam-diam juga mengagumi konsep pernikahan mereka.

thank you, Ra. Makasih banyak udah datang.” Elara meluk Ara, gak lama setelahnya di juga nepuk-nepuk kecil kaki Hana, nyapa bayi itu yang masih tidur di gendongan Ibu nya. Sebenarnya Elara kepengen banget megang pipi Hana atau cium bayi itu, tapi dia enggak berani karena dia habis menyalami banyak orang.

“Bobo yah dia? Gemas banget sih, makin gembul pipinya.”

Ara mengangguk, “pules, kenyang dia, El. Sebelum kesini aku susuin dulu biar enggak rewel. Soalnya habis imunisasi.”

“Ahhh.” Elara mengangguk pelan. “Sehat-sehat terus ya sayang.”

“Doain gue juga dong biar cepet punya kaya gitu juga biar anak elu sama Bang Ril gak main bertiga doang nanti,” celetuk Januar asal.

“Iyaaa gue doain. Semoga kalian berdua cepat nyusul juga momongannya.” Ara terkekeh.

“Ah elu mah,” Elara mulai pengen misuh-misuh tapi dia tahan karena banyak orang yang mau menyalaminya.

Setelah selesai bersalaman dengan kedua mempelai, Ara duduk di meja yang sudah di sediakan khusus untuk anak-anak kosan Abah oleh Januar dan Elara. Ada teman-temannya yang lain juga sedang mengobrol, Ara sudah selesai makan, di sebelahnya juga ada Gita yang sedang sibuk membersihkan sela bibir Elios yang habis makan cake itu.

Bukan Gita enggak memperhatikan sedari tadi kalau Ara beberapa kali terlihat memendarkan pandangannya ke seluruh penjuru ballroom, dia tampak mencari seseorang.

“Dia enggak datang, Ra.” ucap Gita tiba-tiba, ucapan Gita juga lah yang berhasil membuat Ara menoleh ke arah wanita itu.

“Hah?” Ara terkesiap, dia kaget banget tiba-tiba Gita nyeletuk kaya gitu. Emang dia kelihatan banget kalau lagi nyariin orang yah? Pikir Ara.

“Ijul kan?” tanya Gita.

Ara enggak jawab, dia cuma nunduk aja sambil liatin Hana yang masih tidur di dalam stroller nya. Gita sadar ternyata kalau dia nyari Julian, Ara cuma merasa enggak enak saja karena dirinya persahabatan mereka jadi hancur dan Julian juga benar-benar menjauhi teman-temannya. Padahal Julian sama Januar itu dekat tapi Julian rela enggak datang ke acara pernikahan Januar, mungkin cowok itu benar-benar tidak ingin bertemu lagi dengannya, pikir Ara.

“Juleha udah bilang ke Janu kalau enggak bisa datang, dia sekarang kerja di luar kota. dia juga cuma titip salam aja.”

Sebelum hari resepsi Januar, Julian memang sudah menelfon Januar dan mengirimi hadiah untuk pernikahan Januar dan Elara. Karena pekerjaannya yang menumpuk, Julian memang enggak bisa pulang ke Jakarta dan menghadiri resepsi pernikahan Januar.

Januar awalnya agak kecewa karena dia sempat menduga kalau Julian memang benar-benar enggan bertemu Ara, dan memakai alasan itu untuk tidak menghadiri pernikahannya. Tapi Julian akhirnya menjelaskan bahwa dia benar-benar sibuk dan memang sedang berada di luar kota.

Julian sedang si tugaskan ke daerah Sulawesi, Julian itu kerja di sebuah perusahaan riset. Jadi kadang ada beberapa tugas yang mengharuskan Julian melakukan perjalanan keluar kota.

“Gue enggak nyariin Julian, Git.” Ara ngeles. Walau kenyataanya memang mencari Julian, tapi dia berusaha menutupi itu. Dia enggak mau Gita mikir yang enggak-enggak ya walaupun Ara tahu Gita bukan orang seperti itu, tapi tetap saja enggak enak. Biar bagaimana pun juga Gita adalah sepupu dari Suaminya.

“Nyariin juga gapapa, Ijul kan temen kita.”

“Gue paham selain mungkin karena kerja, Julian enggak mau datang juga karna gue. Gue sadar kok, Perasaan dia mungkin emang bukan tanggung jawab gue. Gue cuma ngerasa gak enak aja karena gue persahabatan kita jadi pecah gini.” Ara tersenyum miris.

“Julian lagi belajar berdamai sama keadaan, Ra. Gue yakin dia gak akan kaya gini selama nya, ada waktunya kok kita bisa balik kumpul-kumpul kaya dulu lagi.”


Di tempatnya Julian tersenyum waktu dia lagi buka sosial media miliknya dan mendapati foto-foto pernikahan Januar terdapat di beranda paling atas sosial media miliknya. Januar yang mengunggahnya, ada foto-foto teman-teman mereka juga.

Hari itu semuanya tampak tersenyum, membawa pasangan mereka masing-masing dan hanya kurang dirinya saja. Tapi yang membuat hati Julian menghangat adalah, ketika Chaka membawa tablet yang menampilkan foto Julian. Foto itu seolah-olah menggantikan ketidakhadiran Julian di sana, ternyata teman-temannya itu masih perduli dengannya dan tidak melupakannya meski sekarang Julian sedang kabur.

Di foto itu, Julian juga melihat Ara dan bayi perempuan yang di gendongnya. Ara sudah melahirkan teryata, Julian lega karena semua tampak baik-baik saja tanpa dirinya.

Jika di tanya Julian sudah berdamai dengan keadaan atau belum, tentu saja dia sedang berusaha untuk itu. Ada malam-malam berat dimana dia merindukan Jakarta, Bandung dan teman-temannya.

Tapi baginya, biar saja sekarang seperti ini. Hati nya lebih banyak tenang dan Julian merasa perlahan-lahan luka nya mulai mengering, ya. Julian harap akan ada hari dimana dia berani pulang ke Jakarta dan berkumpul bersama teman-temannya kembali.

Sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya, Julian menekan tanda hati di sana sebanyak dua kali. Dia menyukai unggahan Januar meski tidak ada dia di sana, Julian juga bisa ikut merasakan kebahagiaan mereka.

Semoga hari dimana dia bisa berdamai dengan semuanya bisa segera tiba.

Selesai