My First And Last✔

Jeong Jaehyun, Ruruhaokeai, Lee Jaehyun, Kim Jungwoo, Kevin Moon, Ji Changmin, Choi Yoonji

Setelah membalas bubble chat terakhir yang di kirimkan oleh Janu di grup, Ara menghela nafasnya pelan. Dia jadi kepikiran sama Julian yang memang akhir-akhir ini berubah, ah enggak. Julian mulai berubah sejak Ara bercerita untuk menikah dengan Yuno.

Atau ini hanya perasaanya saja? Tapi bukan hanya Ara yang merasa begitu, bahkan teman-temannya yang lain juga. Kevin pernah bilang kalau beberapa hari ini Julian juga sulit di hubungi, bahkan cowok itu sudah pindah ke Jakarta tanpa berpamitan pada penghuni kost yang lain.

Padahal yang masih kost di kosan Abah itu ada Chaka, Kevin dan Januar. Apa ini semua ada sangkut pautnya dengan dirinya? Maksud nya, anggap Julian kecewa atau patah hati mengetahui ia dan Yuno memutuskan untuk menikah, tapi kenapa? Kenapa Julian harus menjauhi teman-teman yang lain.

“Sayang?” panggil Yuno.

Mereka dari tadi hanya menghabiskan waktu untuk menonton TV di apartemen, dan barusan Yuno mengajaknya bicara. Tapi sepertinya Ara enggak menyimak apa yang di bicarakan oleh Yuno, entah apa yang sedang cewek itu pikirkan karna raut wajahnya pun berubah seperti orang sedang kalut.

“Hm?” sahut Ara.

“Lagi mikirin apa? Aku dari tadi ngomong tau.”

Ara menggeleng kecil, biar dia simpan asumsi ini dulu saja. Persoalan Julian agak sensitif, ini tentang perasaan dan Ara enggak mau Suaminya itu cemburu kalau dia cerita bagaimana dulu Julian mengakui perasaanya pada Ara.

Ara yang tadinya bersandar ke sofa itu kini beringsut untuk memeluk Yuno, mengusap-usap hidung mancung nya di dada bidang Suaminya itu dengan posesif.

“Gapapa.”

“Kok mukanya kaya orang bingung gitu sih?”

“Mas?”

“Hm?”

“Abis magrib anterin aku ke rumah Gita yuk.”

“Ada apa emangnya? Kok tiba-tiba mau ke sana?” Yuno mengambil remote TV yang ada di sebelahnya, mengecilkan volume TV agar bisa mendengar suara Ara lebih jelas.

“Janu nyuruh anak-anak ngumpul, katanya ada yang mau dia omongin.”

“Tumben banget.”

“Katanya mau ngasih tau hal penting.”

Ara mengedikkan bahu nya, kemudian kepalanya itu mendongak menatap Yuno yang kini tengah memakan pistachio yang ada di toples meja dekat TV.

“Mas, mau..”

Ara mengulum bibirnya sendiri, matanya berkedip seperti anak kucing yang meminta makan. Dan itu membuat Yuno tidak tahan untuk tidak mencium nya, jadi, dengan cepat Yuno kecup bibir itu kemudian ia melanjutkan lagi memakan pistachio yang ada di tangannya.

“Ihhh Mas.. Bukan itu!” Ara yang kesal malah mencubit pinggang Yuno sampai cowok itu bergedik kegelian.

“Mau apa? Biasanya kan cium,” tanya Yuno polos.

“Mau pistachio nya ih!” rajuk Ara.

“Ohh, kamu ngomong dong yang benar. Aku kan gak tau, biasanya kalo ngomong mau-mau gitu kan kamu minta ciuman.” Yuno mengambil satu pistachio yang ada di tangannya, baru saja ingin menyuapi Ara tapi cewek itu malah melepas pelukannya dan bergeser jauh dari nya.

“Gak jadi, udah gak mood.

“Sayang, masa gitu?”

“Abisan kamu nya!!”

“Ohhh aku suapin dari mulut aku yah? Mau?” Yuno menaik turunkan alisnya, membuat Ara jadi menahan tawanya, dia kan lagi ngambek.

“Gak mau!”

“Aku suapin sambil di pangku?”

“Gak!”

“Sambil kelonan?”

“GAK MAU!”

“Sayang... Maunya apa dong?” kali ini malah jadi Yuno yang merengek.

“Gak, gak mau apa-apa.” dari pada salah tingkah sendiri liat Yuno yang ngerengek biar Ara gak ngambek gini, lebih baik Ara ke dapur.

Cewek itu mau buat pasta saus mushroom buat makan malam mereka, setelah itu baru lah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Gita. Yah, walau rumah Gita sama Arial gak jauh dari apartemen mereka sih, jaraknya kalau menggunakan mobil hanya berkisar 10 sampai 15 menit saja.

Baru saja ingin mengambil bahan-bahan masakan di kulkas, Yuno malah menghalangi jalannya. Cowok itu malah berdiri di depan kulkas, dengan sebelah tangan ia taruh di lehernya dan alis tebal itu terangkat satu, benar-benar pose yang nyebelin di mata Ara.

Dia yakin, kalau saja penggemar-penggemar Yuno di kampus dan di sekolah dulu tau kelakuan cowok ganteng yang mereka gandrungi ini di rumah, pasti udah pada kabur semua.

“Kamu ngapain?” tanya Ara.

“Sayang, jangan galak-galak kenapa sih. Kamu kok jadi galak gini sih.”

Ara menahan nafasnya sebentar, kemudian memasang senyum yang ia paksakan. Membuat Yuno yang melihat itu juga tersenyum.

“Mas, mau ngapain?” tanyanya lagi dengan suara yang jauh lebih lembut.

“Jangan ngambek.”

“Aku gak ngambek, aku mau masak.”

“Aku aja yang masak yah, kamu duduk aja.” dengan sigap, Yuno menggendong Ara dan mendudukkan Istrinya itu di kursi meja pantry.

“Kamu terus yang masak ih, gak suka masakan aku yah?” tanya Ara, pure nanya saja kok. Dia juga seneng-seneng aja di masakin terus sama Yuno.

nope! aku suka masakan kamu, tapi kan dikit lagi aku balik ke Jerman. Aku cuma mau masakin kamu aja, bikin kamu puas makan masakan aku sebelum nanti aku tinggal.”

“Ihhh kamu mah.”

“Nanti kalau liburan, nyusul aku ya? Kita belum sempat honeymoon bahkan.” sembari menimpali ucapan Istrinya itu, Yuno mulai mengumpulkan bahan-bahan di meja dapur dan menyalakan kompor untuk merebus pasta nya. Ah, ada sisa udang juga mungkin Yuno akan memasaknya juga sebagai toping pasta nya.

“Pasti lah, aku belum di tinggal kamu aja udah kangen terus.”

“Emang aku ini sebenarnya ngangenin, tapi Istriku yang cantik ini hobi baru nya sekarang ngambekin aku.”

“Abisan kamu ngeselin kadang.” Ara tersenyum, apalagi saat Yuno mulai memotong-motong jamur dan bawang bombai, benar-benar terlihat seperti seorang chef profesional.

“Tapi bikin kamu kangen terus kan?” Yuno melirik ke arah Ara, Ara sih enggak jawab soalnya Yuno pasti sudah tahu jawabannya.

Oh iya, ngomong-ngomong soal perbedaan mereka saat tidur. Yuno udah enggak mendengkur sekencang kemarin-kemarin, alasan dia mendengkur sekencang itu karena Yuno kecapekan. Ya maklum, mereka habis mengadakan resepsi kemudian belanja kebutuhan untuk di apartemen.

Kalau soal Ara yang enggak bisa tidur pas gelap, Yuno memutuskan untuk tidur belakangan. Saat Ara sudah tidur, lampu kamar akan di padamkan. Dengan begitu semua nya kan adil.


Satu persatu penghuni kosan Abah akhirnya tiba di rumah Gita dan Arial, untung nya anak kembar Gita dan Arial sudah tidur, yah acaranya agak sedikit ngaret karena Janu yang menyuruh mereka berkumpul justru datang terlambat.

Hal itu pun enggak luput dari sumpah serapah teman-temannya, dan siapa yang enggak kaget walau beberapa dari mereka juga enggak kaget dengan siapa Janu datang.

“Jadi gini, Guys. Gue sebenernya mau nikah!” pekik Janu excited.

“Jir, tiba-tiba banget?” sahut Chaka heran, ya emang sih Janu sama Elara sudah pacaran tapi yah bisa di bilang belum lama juga.

“Ya, gue sama Januar juga udah cocok, kita juga udah kenal lama, nunggu apaan lagi coba? Ya kan, Nu?” jawab Elara.

Janu hanya mengangguk. “Ini gak mendadak kok, Guys.”

“Bilang aja lo fomo kan?” Kevin menendang kaki Januar pelan, dia senang kok dengar nya tapi enggak nyangka juga kalau Januar dan Elara akan memutuskan menikah secepat ini.

“Maksud lo fomo gara-gara gue liat Bang Yuno sama Bang Ril nikah?” Janu menaikan satu alisnya, kemudian mengangguk pelan. “Sebenernya itu juga, tapi beneran gue serius kok bukan karna fomo doang.”

Gita yang dengar sih cuma bisa senyum-senyum aja sebentar, enggak heran sama kelakuan dua temannya itu yang kadang suka di luar dugaanya. Sebenarnya, waktu resepsi pernikahan Yuno dan Ara, Janu sempat menggoda Elara untuk mengajaknya menikah, yah waktu itu Gita sih mikirnya Janu cuma bercanda aja, gak nyangka kalau cowok itu benar-benar realisasikan ucapannya.

“Tapi lo serius mau nikah sama teripang ini, El?” tanya Gita sekali lagi, siapa tau Elara waktu di ajak nikah Janu separuh sadar dan manggut-manggut aja.

“Serius, Git. Gue udah pikirin ini mateng-mateng, kita juga udah ngomong ke keluarga masing-masing. Bahkan minggu depan udah mau ngobrolin tanggal nya.”

“Tapi gue seneng dengernya deh, El. Congrats yah. Apa ini juga karna bunga yang waktu itu di lempar Ara terus yang dapet Janu yah?” waktu pernikahan Yuno dan Ara, Janu memang mendapatkan bunga yang Ara dan Yuno lempar. Mitosnya orang yang mendapatkan bunga dari pernikahan ini akan segera menikah.

“Nah, itu. Sejak dapet bunga di nikahan lo sama Bang Yuno, baliknya Janu ngajak gue nikah, agak sinting emang tapi yah yaudah emang begini kali akhirnya gue sama Janu.”

“Ohhh jadi gara-gara nikahan gue.” Yuno senyum-senyum sendiri.

“Gue pikir Elara hamil,” ucap Chaka enteng yang bibirnya langsung di tepuk oleh Elara.

“Sembarangan lo kalo ngomong!”

Arial sih cuma ketawa-ketawa aja, gak lama bel rumah Gita dan Arial bunyi, itu kurir yang mengantar pizza yang Arial pesan, jadi Arial dan Yuno mengambil pesanan-pesanan mereka dan membawanya ke ruang tamu.

“Sekarang tugas elu pada bantuin gue sama El cari vendor,” ucap Janu di sela-sela makannya.

“Gue ada kenalan beberapa vendor yang di kasih tau sama Bang Jo. Nanti gue kasih kontaknya ke lo, Nu.” kata Yuno.

“Sekalian sumbangan nya, Bang.”

“Sumbang lagu, tenang aja nanti gue nyanyi.”

“Yaelah, Bang.”

Sedang asik-asik makan, tiba-tiba saja kepala Ara berdenyut nyeri. Agak sedikit pusing, padahal tadi nya baik-baik aja kok, jadi ia sandarkan kepalanya itu di bahu Yuno.

“Kenapa, hm?” tanya Yuno, dia mau nyuapin Ara pizza tapi Ara justru menggeleng.

“Pusing.”

“Mau pulang?”

Belum sempat menjawab, Chaka justru memekik sampai beberapa chesee ball yang sedang ia makan itu berhamburan keluar dari mulutnya.

“Gilaaa! Ijul lagi di Rinjani anjir, ini orang berkelana kemana-mana dah!”

“Mana-mana?” Janu yang duduk di sebelah Chaka itu menarik ponsel Chaka demi melihat story dari Julian itu. “Pantes susah di hubungin.”

“Eh iya, dari tadi gue mikir kaya ada yang kurang, ternyata bener, gak ada Julian,” ucap Elara.

“Ijul udah balik ke Jakarta, El.” jawab Kevin.

“Julian yang tinggi itu bukan sih? Yang satu fakultas sama Ara kan?” tanya Yuno.

“Iya, Bang. Yang itu.”

“Kayanya dia juga gak datang ke acara gue kemarin yah?”

Waktu Yuno ngomong kaya gitu, yang lain enggak ada yang jawab. Bingung harus menanggapinya seperti apa, Yuno saat ini cuma tau kalau Julian teman dekat Ara, dia enggak tahu kalau Julian menyimpan perasaan sama Istrinya.

“Ijul lagi sibuk kali, Kak.”

Di kursi Ara duduk, cewek itu menghela nafasnya pelan. Gita yang menjawab pertanyaan itu, dan setelahnya gak ada lagi yang bahas-bahas Julian sampai akhirnya acara ngobrol-ngobrol itu selesai.

Malam nya Ara belum bisa tidur, selain karena kepalanya yang sakit. di luar sana juga hujan. Ia hanya memeluk Yuno yang sedang sibuk mengisi beberapa data untuk keperluannya coass.

“Masih pusing yah? Minum obat aja ya?” tanya Yuno khawatir.

Ara hanya menggeleng pelan. “Udah gak sepusing tadi sih, Mas.”

“Beneran?”

“Um..” Ara mengangguk.

“Aku mau tinggal gini malah sakit, Istri aku.” Yuno menaruh ponselnya, memeluk tubuh mungil Istrinya itu dengan gemas sembari tangannya memijat pelan kening Ara.

“Makanya jangan pergi.”

“Kalo aku enggak pergi, aku gak coass dong? Kalo enggak coass aku gak bisa jadi dokter gimana?” bisik Yuno.

Ara enggak jawab apa-apa lagi, dia cuma menyembunyikan wajahnya di dada bidang Yuno sembari menikmati pijatan tangan Suaminya itu di keningnya.

“Sayang?” panggil Yuno khawatir.

“Aku takut, petir nya kenceng banget, Mas.” gak tau kenapa rasanya malam itu Ara agak sedikit takut, hujan di luar deras dengan petir yang lumayan bikin dia kaget. Ara jadi kepikiran gimana kalau nanti di saat seperti ini dia malah sendirian?

“Aku disini.” Yuno mengusap-usap punggung Ara dan menarik selimut untuk menutupi mereka hingga bahu.

“Eloise sama Elios ikut, Paman aja yuk?” ucap Yuno, dia masih asik memangku keponakan-keponakanya itu dan mengajaknya bermain.

Selama Ara kuliah, yang Yuno lakukan hanya datang ke rumah Gita dan mengajak keponakan-keponakannya itu bermain. Kadang juga Yuno suka mengajak mereka jalan-jalan, tapi sekarang ini Yuno memutuskan untuk mengajaknya main di rumah saja karena Bandung sedang di guyur hujan.

“Gemes banget deh, jadi pengen gigit. Paman gigit boleh yah pipinya sekali?” Yuno mengatupkan tangannya seperti memohon, gemes banget liat pipi bulat dan chubby milik Elios.

“Ga boyeh.” bayi yang baru berumur 2 tahun itu menggeleng, alih-alih marah. Bocah laki-laki itu justru memberi Yuno 1 biskuit miliknya yang ada di tangannya itu. Yuno yang di beri biskuit itu akhirnya membuka mulutnya dan memakan biskuit nya, dalam hati dia agak sedikit takjub sama rasa biskuit bayi yang ternyata enak juga. Agak konyol emang tapi beneran seenak itu.

“Kita makan siang dulu yuk.”

Tidak lama kemudian Gita datang, membawa 2 mangkuk berisi makanan pendamping ASI untuk anak kembarnya itu. Yuno yang melihat itu, langsung bantuin Gita buat naruh Elios dan Eloise di kursi baby. Kadang juga Yuno memperhatikan cara Gita membantu kedua anaknya itu makan.

“Gemes banget sih,” gumam Yuno.

Gita yang mendengar itu sedikit terkekeh, Kakak sepupunya itu benar-benar melihat ke arah Eloise dan Elios dengan pandangan takjub. Yuno emang menyukai anak kecil, gak heran dia selalu merasa excited setiap kali main sama anak kecil.

“Makanya cepet-cepet punya anak biar ada mainan,” ucap Gita sombong.

“Maunya juga gitu, tapi gue kan baru nikah 3 minggu.”

“Usaha nya lebih keras lagi dong Kak Yuno..”

Yuno yang dengar itu jadi menghela nafasnya pelan, melihat Gita dan Arial yang sudah menjadi orang tua. Yuno jadi ingin cepat-cepat memiliki anak juga, kadang melihat Eloise dan Elios, Yuno jadi bayangin gimana kalau dia punya anak nanti, apa bakalan mirip sama dirinya atau sama Ara? Atau justru anak mereka nanti adalah perpaduan dari paras keduanya.

“Minggu depan gue balik ke Jerman, gimana mau punya anak cepet.” Yuno mengambil tissue basah dan mengusap pipi keponakannya itu yang sedikit belepotan karena makanan yang sedang di makan.

“Ya, masih ada beberapa hari lagi. Pasti bisa lah.”

“Belajar sama gue, No.” tiba-tiba saja Arial muncul, tadi cowok itu sedang ke mini market. Ada bahan makanan yang kurang dan Gita menyuruhnya untuk membeli.

“Gaya amat belajar-belajar,” ucap Yuno prengat prengut.

“Tapi kalau Ara hamil nanti dia bakalan sendiri dong, Kak? Atau Mama Lastri yang jagain?” tanya Gita, dia jadi kepikiran kalau Ara hamil gimana, ya maksudnya gak ada Yuno di sisinya. Dulu waktu dia hamil si kembar saja Arial masih ada untuknya Gita masih suka kerepotan apa lagi kalau sudah mendekati hari lahir.

“Mungkin, gue belum bicarain ini sama dia sih.” Gita benar juga, Yuno rasa ia harus bicarakan soal ini sama Ara. Selama ini mereka cuma ngobrolin masalah tabungan keduanya untuk membeli rumah.

Meski bisa di bilang berasal dari keluarga yang berkecukupan, Yuno gak mau bergantung ke kedua orang tua nya terus untuk urusan membeli rumah. Dia nabung kok, dan uang tabungannya itu di pegang oleh Ara. Yuno juga bilang ke Ara kalau enggak perlu bantuin dia untuk menabung membeli rumah, Yuno masih bisa mengusahakan itu sendiri. Jadi uang hasil kerja Ara sebagai beauty influencer bisa ia tabung sendiri, Yuno memberi kebebasan untuk apa uang itu Ara pakai.

“Ya obrolin lah, No. Nikah tuh harus banyak ngobrol. Jangan lagi deh lo mikir dan bikin keputusan sendiri, karena hidup lo sekarang kan bukan tentang lo aja,” ucap Arial memberi wejangan ke Yuno.

Cowok itu hanya mengangguk pelan. “Selama gue gak ada dan Ara masih selesain S2 nya di Bandung, gue titip Ara yah.”

“Yaelah, Kak. Kaya sama siapa aja. Palingan kalo gabut di apart juga dia kesini.”

Setelah hampir seharian di rumah Gita dan Arial, sorenya Yuno menjemput Ara di kampus nya. Yuno sengaja gak turun dari mobil dan lebih memilih untuk menunggu istrinya itu di depan kampus, dia hanya pakai kaos oblong dan celana pendek aja soalnya.

Gak perlu nunggu lama karena akhirnya Ara keluar dari pintu masuk fakultasnya, cewek itu tampak berseri melihat Yuno. Begitu ia masuk ke mobilnya, Ara dengan cepat mengecup pipi Yuno singkat.

“Mas habis dari mana? Kok bau bayi?” tanya Ara.

“Dari mana lagi, habis dari rumah Gita sama Arial. Aku tadi main sama anak-anak mereka,” jawab Yuno, ia mulai menjalankan mobilnya membelah Bandung sore itu. Mereka enggak langsung pulang, mau mampir ke supermarket dulu untuk membeli beberapa kebutuhan dan makanan instan untuk Yuno bawa ke Jerman.

“Aku kira kemana.”

“Sayang?”

“Ya, Mas?”

Yuno mengulum bibirnya sendiri, tadinya dia mau ngomong langsung ke Ara soal bagaimana jika Ara hamil, mereka berencana ingin memiliki anak berapa sampai soal panggilan untuk anak-anak mereka kelak, tapi Yuno mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk membicarakannya nanti saja jika mereka sudah sampai di rumah.

“Hmm.. Itu daftar belanjanya udah kamu bawa?” tanya Yuno.

Ara mengangguk, “udah kok, nanti aku masakin rendang juga biar sampai di Heidelberg nanti kamu panasin dan bisa langsung di makan. Enaknya masak berapa kilo yah, Mas?”

“2 kilo aja kali ya?”

“Boleh. Terus, Mas hari ini mau aku masakin apa?”

“Hari ini aku yang mau masakin kamu boleh kan?”

Begitu mendengar Yuno bicara seperti itu, senyum di wajah Ara mengembang. Dia seneng banget kalau Yuno yang masak, kadang Ara jadi ngerasa gak percaya diri sama masakannya karena ia suka merasa masakan Yuno lebih enak darinya.

Ya walaupun begitu, Yuno enggak suka protes yang macam-macam kok. Kalau ada masakan Ara yang di rasa kurang, Yuno akan bantu koreksi rasanya biar di masa depan Ara lebih pintar lagi masaknya.

Di supermarket mereka berkeliling dari lorong ke lorong untuk membeli beberapa kebutuhan pokok mereka, oh iya. Sewa appartement Yuno dan Ara ini sudah di lengkapi dengan fasilitas barang-barang, jadi untuk sementara ini mereka enggak beli perabotan apa-apa dulu.

Setelah selesai membayar belanjaan mereka, Ara sempat mengajak Yuno dulu untuk makan ice cream vanilla yang terkenal enak banget di sana, letaknya masih di dalam supermarketnya juga kok. Ada di area food court yang selalu ramai itu.

“Ini punya kamu.” setelah 5 menit mengantre akhirnya Yuno datang dengan membawa 2 cone ice cream berukuran sedang rasa vanilla itu.

“Aaah makasih, Suamiku,” ucap Ara girang, ia langsung melahap ice cream miliknya.

Mereka masih duduk di area food court gak berniat untuk makan sore apalagi makan malam di sana. Mereka hanya makan ice cream kemudian pulang.

“Mas, liat deh.” Ara agak berbisik ke Yuno, memalingkan wajah Yuno ke arah yang ia tunjuk dengan ibu jarinya. Di sana ada anak perempuan, umurnya kira-kira 3 tahun. Sangat cantik dengan rambut panjang hitam dan tebal, memakai bando strawberry sedang berusaha untuk menghabiskan makanannya. “Lucu yah, Mas.”

“Iya, lucu.” Yuno tersenyum, hatinya selalu menghangat setiap kali melihat anak kecil.

Dengan hati-hati Yuno melirik Istrinya itu, Ara masih melihat ke arah bocah tadi, matanya berbinar dan sesekali ia tersenyum. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk membicarakan hal ini, pikir Yuno.

“Sayang?”

“Ya, Mas?”

“Kita belum ngomongin soal ini deh.”

“Soal apa tuh?” Ara menoleh ke arah Yuno.

“Soal, kita mau punya anak berapa.” jawab Yuno, matanya berkedip. Namun sedetik kemudian kuping dan pipinya terasa panas, sial, hanya membicarakannya saja membuat Yuno jadi salah tingkah.

“Hhmm.. Mas maunya berapa?”

“Kok nanya aku?”

“Nanya aja.”

“Kan kamu yang hamil, sayang.”

“Ihhhh jawab aja,” rajuk Ara sembari melahap ice cream vanilla miliknya dalam sekali suapan. Ice cream milik Ara tandas lebih dulu.

“Kalo kamu mengizinkan, aku sebenarnya mau punya anak lebih dari satu. Aku gak mau anak kita jadi anak tunggal, rasanya kesepian tau.” Yuno sudah mengalaminya sendiri, apalagi kedua orang tua nya sibuk bekerja. Alhasil, Yuno jika di rumah hanya di temani oleh Budhe yang bekerja di rumahnya.

Terkadang, Yuno merasa iri dengan Ara dan keluarganya. Ara memiliki saudara yang hangat dan orang tua yang hangat, tapi disisi lain Yuno juga beruntung. Saat mengenal Ara dan menikahi cewek itu ia jadi bisa merasakan memiliki saudara dan mertua yang hangat.

“Dua?” tebak Ara.

Yuno mengangguk, “boleh.”

“Kalau tiga?”

Yuno jadi terkekeh sedikit, apalagi saat melihat jari Ara yang malah menunjukan angka empat. “Sayang, itu jari kamu empat loh.”

Saat Yuno membenarkan jari Ara menjadi angka tiga, Ara terkekeh. Padahal ia hanya meledek Suaminya itu. “Dua atau tiga yah, Mas?”

Yuno mengangguk kecil, “aku selalu bayangin kita punya anak kembar kaya anaknya Arial sama Gita kayanya lucu yah.”

“Bisa jadi, kan anaknya Mas Yuda juga kembar. Kita bisa punya peluang punya anak kembar juga, Mas. Dari pihak Papaku tuh Eyang kembar tau. Yah, walau kembarannya meninggal waktu umur 2 tahun.”

“Dari pihak Papakku juga ada.”

Membayangkan manis nya memiliki anak, bikin Ara jadi senyum-senyum sendiri. Bayangin aja, bagaimana suatu hari nanti ia akan di panggil dengan sebutan 'Ibu' dan ada sosok kecil yang menjadi perpaduan antara dirinya dan Yuno.

“Mas?”

“Hm?”

“Kalau kita punya anak nanti, Mas maunya di panggil apa?” Ara melipat kedua tangannya di atas meja, matanya tak lekat menatap Yuno. Tidak sabar menunggu jawaban dari Suaminya itu.

“Papa, kalau kamu?”

Ara tersenyum, ia pikir juga Yuno sangat cocok dengan sebutan itu. “Ibu.”

“Kenapa?”

“Hm?” Ara menaikan satu alisnya bingung.

“Kenapa mau di panggil dengan sebutan Ibu?”

“Karena, indah aja di dengar dan sederhana.”

Selepas menaruh beberapa belanjaan untuk pesanan Ibu nya pagi ini, Julian langsung masuk ke kamarnya. Cowok itu sempat melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya, sekarang sudah pukul 9, jam 11 nanti dia masih harus membantu Ibu nya mengirim beberapa pesanan catering ke kantor yang sudah bekerja sama dengan Ibu.

Julian duduk di ranjangnya, ia ingin bersantai sebentar. Namun matanya justru bertemu dengan undangan pernikahan yang beberapa minggu lalu ia dapatkan. Belum sempat Julian baca, melihatnya saja tidak sanggup. Namun pada akhirnya ia ambil undangan itu dan ia baca nama cewek yang ia sayangi disana.

Julian tersenyum miris, nama cewek itu bersanding dengan nama laki-laki yang pernah menyakitinya. Sudah sering kali ia dengar nasihat dari teman-temannya jika ia harus ikhlas, yup. Memang harus begitu, tapi memangnya semudah itu? Julian memang menyukai Ara, dia juga menghargai keputusan cewek itu untuk menolak perasaanya dan memutuskan untuk tetap berteman.

Hanya saja, Julian tidak bisa terima ketika Ara memutuskan untuk kembali bahkan menikah dengan laki-laki yang pernah membuatnya sakit. Selama ini Julian berusaha untuk menjadi obat bagi luka cewek itu, namun Ara justru memberikan kesempatan pada laki-laki itu untuk menyakitinya lagi, ya, Julian tidak berharap Ara sakit hati lagi sebenarnya, hanya saja ia tidak bisa begitu percaya pada Yuno.

“Mas Ijul!!” pekik Andra dari ruang tamu. Membuat Julian sedikit terkejut dan segera menaruh undangan itu kembali ke laci yang ada di nakasnya.

“Kenapa?”

Dari pada Andra yang ke kamarnya, lebih baik Julian saja yang menghampiri bocah itu. Oh iya, Andra sudah lulus SMA anak itu juga sudah berkuliah sekarang namun berbeda dengan Julian. Andra mendapatkan perguruan tinggi di daerah Depok, ia juga memutuskan untuk tidak merantau. Andra tetap tinggal sama Ibu dan memilih pulang pergi dari Jakarta ke Depok, lagi pula tidak jauh juga kan jika mengenakan kereta.

“Jalan yok? Temenin gue beli sepatu di Taman Anggrek,” kata Andra dengan cengiran, bocah itu sedang makan mie rupanya.

“Kapan?” Julian duduk di sebrang meja makan tempat Andra dan menuangkan segelas air ke mug miliknya.

“Habis lo anter pesanan Ibu.”

“Lo bantuin gue sekalian lah. Biar langsung jalan.” Julian malas banget kalau harus mundar mandir jemput Andra di rumah. Lebih baik Andra sekalian ikut kan.

“Yaudeh.” jawabnya setuju.

“Lagian tumben amat minta temenin gue, biasanya kemana-mana juga sendiri Manja amat dah.” Julian cuma heran aja, pasalnya Andra dari SMP pun terbiasa beli apa-apa sendiri. Yah sebenarnya semua anak Ibu sudah mandiri sejak SD bahkan. Bapak dan Ibu menyayangi anak-anak mereka, namun tidak memanjakannya juga.

“Disuruh Ibu ngajak elu,” Jawab Andra enteng.

“Lah, tumben. Kenapa?” tanya Julian heran.

“Yah, kata Ibu kasian aja liat elo keseringan bengong di kamar gara-gara di tinggal nikah Mbak Ara. Lagian udah kenapa sih, Mas. move on dong masa lo masih galauin Istri orang? Gak baik loh, kalo Bapak tau pasti kepala lo udah di keplak,” ceramah Andra panjang lebar.

Julian cuma bisa menghela nafasnya dengan berat, kalau boleh jujur Julian memang masih sering mikirin Ara. Katakan ia brengsek, namun mengikhlaskan gadis itu menikah dengan laki-laki yang sudah menyakitinya juga tidak semudah itu untuk Julian.

“Anak kecil tau apa sih, kaya lo udah pernah di tinggal nikah aja.”

“Yeeeee, batu kalo di kasih tau. Ya gue gak mau lah di tinggal nikah, tapi mikirin bini orang juga gak baik kali, Mas.”

“Mungkin ceritanya bakal beda kalo Ara bukan nikah sama orang itu, Dra.”

“Ya tapi takdir kan berencana lain? Mereka emang berjodoh, Mas.” Julian agak sebal dengar ceramah Andra. Sok tua banget, tapi juga Julian gak bisa denial sama ucapan Adiknya itu karena yang di katakan Andra benar. Bisa apa dia kalau yang di lawan itu takdir?

“Haaa..” Julian enggak menjawab, ia hanya menghela nafasnya untuk yang kesekian kalinya. Kemudian menyandarkan punggungnya di kursi sembari menatap air yang ada di mug bening miliknya.

“Lo gak bakalan nungguin janda nya Mbak Ara kan, Mas? Beneran sinting sih kalo kaya begitu.” ucap Andra asal-asalan.

Tapi itu justru membuat Julian terkekeh, “kayanya ide bagus, gue tungguin aja Ara sampai jadi janda kali ya?”

Andra yang dengar itu sampai-sampai tersedak mie instan yang sedari tadi ia makan, namun itu justru mengundang gelak tawa Julian mengudara walau tetap saja ia menuangkan air ke gelas milik Andra dan memberikannya ke bocah itu.

“Bangke lu, Mas. Jangan gila ah!!” hardik Andra setelah batuknya itu mereda.

“Lo yang kasih gue ide.”

“Gak anjir!! Gue cuma nebak-nebak aja.”

“Tapi tebakan lo bener.”

Andra melotot, “Mas serius?”

Dari pada menjawab Andra yang kepo, Julian justru kembali ke kamarnya. Ia akan bersiap untuk segera mengantar pesanan-pesanan catering Ibu, Membiarkan Andra panik dengan jawabannya barusan.

“Mas!! Mas Ijul!” panggil Andra dari meja makan walau Julian tidak menggubrisnya. “IBUUUU MAS JULIAN UDAH GILAAAAA NIH,” teriak Andra panik.


Tok tok tok tok

Bunyi dari suara yang berasal dari balkon dekat ruang tamu apartement Yuno dan Ara itu membuat Ara mengerjapkan matanya, kepalanya jadi pusing gara-gara kebangun tapi udah dengar suara bising kaya gini.

“Suara apa sih?” gerutu Ara, ia meraba ranjang di sebelahnya untuk membangunkan Yuno, namun tidak lama kemudian matanya yang agak sayu karena baru bangun tidur itu membulat setelah ia sadari tidak ada Yuno di sebelahnya.

“Mas Yuno kemana?” gumam nya.

Ara bangun sembari mengucak matanya sendiri, menjepit rambutnya dengan asal karena beberapa helai masih berjatuhan mengenai leher jenjangnya, kemudian membenarkan baju tidur yang ia kenakan. Agak sedikit menggerutu ketika ia sadar kalau bra yang ia kenakan kaitannya terlepas, ini pasti ulah Suaminya itu.

Setelah itu ia keluar dari kamarnya dan mendapati Yuno sedang bergulat dengan papan-papan serta beberapa paku dan palu yang ada di sana.

“Mas Yuno lagi ngapain?” tanya Ara heran.

Yuno menoleh, kemudian secercah senyum hadir di wajahnya yang sekarang tampak lebih gembul itu. “Enggg, Istri aku udah bangun.” ucapnya.

“Karena berisik, kamu ngapain sih? Berisik tau, kalo tetangga dari unit lain komplain ke management gimana?”

“Berisik banget?”

Ara memutar bola matanya malas, ia kemudian duduk di dekat suaminya itu yang masih sibuk sama peralatan tukang nya.

“Mas mau buat rak?” tanya Ara.

“Iya, mau bikin rak buat naruh sepatu. Tapi dari tadi gak jadi-jadi, padahal udah ngikutin instruksinya.” Yuno mengambil selembar kertas berisi gambar serta instruksi merangkai rak sepatu kayu, cowok itu juga mendesah putus asa.

“Nyuruh tukang aja lah, kamu gak bisa bikinnya deh kayanya.”

“Ah masa gampang gini nyuruh tukang?”

“Ya tapi dari pada enggak jadi-jadi?”

“Kamu bantuin aja sini,” Yuno mengambil beberapa papan dan memberikannya ke Ara.

“Ihh gak mau, aku mau mandi terus bikin sarapan. Jam 10 nanti aku ada kelas.” Ara melenggang dari sana, namun sedetik kemudian langkahnya terhenti karena Yuno menghalangi langkahnya.

“Mas Yuno mau ngapain?”

“Mandi,” jawab Yuno enteng.

“Ihhh, dari tadi bukannya mandi. Aku mau mandi duluan.”

“Yaudah ayo bareng aja.”

“Gak mau!!” pekik Ara.

“Ihhh kenapa sih sayang?” rengek Yuno, Ara udah sebel banget liatnya. Gak nyangka juga setelah menikah Yuno jadi lebih clingy kaya gini.

“Ihhh malu, Mas.”

“Malu apanya? Kan udah biasa.”

“Ya tapi gak mau, pasti lama kalo mandinya berdua.” Ara mau menghindari Yuno namun cowok itu masih mengekorinya, Ara jadi kesel sendiri lama-lama. Belum aja dia aduin kelakuan Yuno ini ke Mama Lastri.

“Gak lama suerrrrr,” Yuno menunjukan jari nya membentuk peace. “sayangggg, beneran gak lama.”

Ara menahan nafasnya pelan, sebel banget kalo liat Yuno udah minta-minta begini. “Awas yah lama, nanti aku telat ke kampus gimana?”

“Iya janji.”

“Yaudah ayo!!” kata Ara, ia langsung menyambar handuk yang tergantung di depan kamar mandi dan masuk ke dalamnya. Begitu pula dengan Yuno, dia udah gak perduli sama rak yang mau dia buat tadi begitu permintaanya ia kabulkan.

Di dalam kamar mandi, keduanya benar-benar mandi kok. Enggak ada aktifitas lain selain saling menggosok tubuh satu sama lain. Walau kadang Yuno suka iseng megang-megang yang lain juga.

“Mas?”

dalem sayangku?”

Ara jadi senyum sendiri, masih suka salting kalau Yuno ngomong gitu. Tadinya dia cuma mau bahas soal tiket pesawat yang sudah ia pesan semalam, minggu depan Yuno akan kembali ke Jerman. Ia harus bersiap untuk masa koas nya, dan mereka akan kembali menjalin hubungan jarak jauh.

Ara udah mikirin ini kok, mereka juga sudah membicarakan hal ini sebelum menikah. Setelah pendidikan Yuno di Jerman selesai, cowok itu akan pulang dan mengabdi di negaranya sendiri. Ah, lebih tepatnya akan mengambdi di rumah sakit milik Eyang nya.

“Aku udah pesanin tiket pesawatnya semalam,” lanjut Ara.

“Makasih yah.” Yuno tersenyum, ia melanjutkan menggosok punggung istrinya itu.

“Kok aku jadi sedih yah, Mas?”

“Kenapa um?” Yuno menghentikan gerakkanya, ia justru beringsut memeluk pinggang ramping istrinya itu dan mengecup singkat pipinya.

“Gapapa, sedih aja. Nanti gak bisa makan masakan kamu lagi, terus juga gak ada yang nemenin aku di apart lagi, gak bisa manja-manja lagi.”

“Kamu ikut aku aja yuk?” ucap Yuno.

“Ihhh, Mas. S2 ku aja belum selesai.”

Yuno menghela nafasnya pelan, ia juga berat meninggalkan Ara lagi. Apalagi mereka baru saja menikah, rasanya ia ingin membawa Ara kemanapun ia pergi. Dengan sekali gerakan, Yuno memutar tubuh mungil itu dan mengusap pipinya, walau ada busa yang berasal dari tanganya itu menempel di wajah Ara.

“Aku janji bakalan selesain koas nya dengan cepat, terus selesai study aku di sana biar bisa cepat pulang ke sini. Nanti kalau kamu libur, kan kamu bisa nyamperin aku.” Yuno berusaha menghibur Ara, gak pernah tega liat wajah cantik kesayanganya itu terlihat sendu setiap kali mereka harus kembali di pisahkan oleh jarak.

“Tapi lama...” gak tau kenapa tapi rasanya sedih banget, dan mata Ara berkaca-kaca. Rasanya dia pengen banget ikut Yuno.

“Sayang...” Yuno yang sadar Ara menangis itu langsung menarik tubuh istrinya itu kepelukannya. Membiarkan Ara menenggelamkan wajahnya di dada bidangnya itu. “sabar yah, aku janji ini gak akan lama. Aku bakalan lebih semangat lagi selesainnya.”

“Janji yah, Mas?”

“Janji dong. Jangan nangis ah, kan aku masih di sini masa udah di tangisin.” Yuno terkekeh, melepaskan pelukan itu dan mengusap mata Ara dengan jemarinya. Namun bukanya berhenti menangis, Ara justru semakin kejar. “Sayang udah dong nangis nya, nanti kalo telat dan gak sempat sarapan gimana?”

“Mass..... Aku bukan nangisin kamu lagi, mata aku perih ihhh tangan kamu masih ada sabun nya..” rengek Ara.

“Astagaaaa!!” pekik Yuno, dia baru sadar tangannya masih wangi sabun, bahkan saat Yuno membasuhnya di keran pun busa masih keluar dari sela-sela jarinya.

Bandung, 10 Febuari 2021

“Aaaaaahhhh.”

Januar, Kevin, Chaka saling melirik ke arah Gita saat Ara mulai mengerang dan mengacak-acak rambutnya untuk kesekian kalinya. Mereka kebetulan lagi kumpul di rumah Gita dan Arial yang ada di Bandung, lagi main sekalian jengukin Gita dan anak-anaknya.

Gita yang di lirik kaya gitu sama teman-temannya cuma bisa menghela nafas pelan, Ara datang lebih dulu dari Kevin, Januar dan Chaka. Dengan kondisi kantung mata dan rambut yang ia ikat asal-asalan.

Ara itu baru menikah sekitar 2 minggu yang lalu, cewek itu juga memutuskan untuk menyewa apartemen di Bandung yang tidak jauh dari kampus mereka. Ara bukan belum lulus dari psikologi kok, dia memang masih melanjutkan kuliahnya untuk menjadi psikolog klinis.

Sementara Yuno, masih harus bolak balik ke Jerman. Apa lagi minggu depan ia akan melakukan jadwal koass nya, yah itu artinya Ara dan Yuno akan mengalami hubungan jarak jauh lagi.

“Hiks..hiks..”

Tidak lama kemudian terdengar tangisan dari bibir kecil Ara, gadis itu masih duduk di kursi meja makan sembari sesekali memakan toast yang di buat Gita sedikit demi sedikit.

“Ara kenapa sih? Abis nikah jadi stress begitu, di KDRT in Bang Yuno?” tanya Janu asal-asalan. Yah wajar sih sebenernya, soalnya Ara beneran kelihatan frustasi banget.

“Ngaco lu!!” Gita yang kesal cuma bisa mukul bibir Janu aja sampe cowok itu merengut.

“Hamil kali yah?” celetuk Kevin.

“Lah? Nikahnya baru 2 minggu jir, Ara ama Bang Yuno gak mungkin pergaulan bebas kaya elu. Kalo pun hamil, ya masa tokcer banget Bang Yuno,” ucap Chaka, yah gimana mau pergaulan bebas mereka aja LDR selama pacaran, sempat putus pula sebelum akhirnya balikan dan memutuskan untuk langsung menikah.

“Biasalah, pengantin baru masih banyak kagetnya, entar lu juga kalo pada nikah paham deh.” kata Gita, memang bukan masalah besar yang di hadapin Ara kok, cuma masalah kecil aja yang sebenarnya Ara cuma masih kaget sama kebiasaan-kebiasaan Yuno.

Tidak lama kemudian Ara mengadahkan kepalanya, ia mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air mata itu dan menatap teman-temannya.

“Git?” panggil Ara.

“Kenapa?”

Cewek itu kemudian menghampiri Gita, membuat Janu, Kevin dan Chaka agak bergeser dan lebih memilih menimang-nimang anak kembar Gita yang sedang tidur di ranjang bayi. Liat kondisi Ara yang lagi enggak jelas begitu bikin Janu, Kevin sama Chaka agak takut. Ya takut aja, siapa tau Ara ngelampiasin kekesalannya sama mereka.

“Malam ini kalo Mas Yuno masih ngedengkur juga gue mau tidur di ruang tamu!” pekik Ara bersemangat. Kantung matanya terlihat jelas karna cewek itu ngadu ke Gita kalau dia belum tidur 4 hari gara-gara suara dengkuran Yuno.

Yuno bukannya ngedengkur terus tiao tidur kok, dia ngedengkur cuma kalau lagi benar-benar capek aja. Ya wajar kan? Lagi pula ngedengkur pas tidur juga di luar kendalinya, ya walau hal itu juga yang ngeganggu orang yang tidur sama dia.

“Lo bilang sama laki lo, kok bilang sama gue?”

“Tapi gue keterlaluan gak?” Ara berkedip-kedip nunggu jawaban Gita.

“Makanya lo bilang ke Kak Yuno, Ara. Mana tau ngedengkurnya ilang pas lo udah ngomong.”

Ara menggeleng pelan, “kayanya gue ilfeel deh, Git.”

“Heh jangan ngaco lo ah.”

“Git, lo bayangin. Dia suka ngedengkur kenceng banget, terus lampu kamar juga dia matiin Git kalo tidur, terus yang bikin gue murka adalah. Dia suka naruh handuk basah di atas kasur Gitaaaa...” lagi-lagi Ara merengek.

Di tempat lain, Arial juga sedang mendengar rajukan Yuno akan tingkah Ara yang menurut Yuno berubah drastis setelah menikah. Ara yang Yuno kenal sebagai cewek yang manis itu sekarang berubah segalak harimau pas dia udah nikahin.

Kadang Yuno mikir, apa cewek-cewek bakalan lebih galak setelah menikah?

“Lo bayangin dong, Ril. Masa cuma gara-gara gue naruh handuk basah di atas kasur bekas gue mandi aja dia ngambek sama gue, dan yang lebih bikin gue kesel lagi, kaos gue dia jadiin keset, Ril. shock gak lo kalo jadi gue?” rajuk Yuno sembari memakan batagor yang Arial pesan barusan.

Arial dan Yuno memang sengaja bertemu di luar, Yuno bilangnya cuma mau minta di temenin nyari tempat makan enak Bandung sebentar siapa sangka kalau jadinya Yuno banyak cerita begini sama Arial.

Mendengar keluhan sepupunya Gita itu, Arial jadi terkekeh pelan, membuat Yuno yang lagi cerita dengan perasaan sedikit kesal itu jadi tambah kesal liat Arial ketawa. Arial sih udah enggak kaget sama hal kaya gini, soalnya waktu dia awal-awal nikah sama Gita pun mereka berdua masih suka kaget sama kebiasaan satu sama lain.

Terutama Gita yang udah pasti ngomel kalo Arial ngacak-ngacak baju di lemari, apalagi kalo ngambil nya di tarik dan bikin baju yang di atas dan di bawahnya jadi ikutan kusut karena lipatannya berantankan.

“Yeee, lo kok malah jadi ketawa sih, Ril?” protes Yuno.

“Gapapa sih, lucu aja waktu lo bilang kaos lo di jadiin keset sama Ara.” jawab Arial di sela-sela ketawanya.

“Kampret lo,” hardik Yuno. Arial ini gak ngerti perasaanya banget.

“Ya gimana enggak di jadiin keset, No. Mungkin Ara ngiranya kaos lo udah gak layak pake kali? Ya lo liat aja, yang lo pake sekarang aja belel begini.” Arial masukin satu jari telunjuknya ke bagian bolong kaos yang Yuno pake. Modelnya emang begitu, bolong-bolong kaya baju gak layak pake gak heran sih kalo Ara jadiin keset.

“Kampret lu, bukanya sombong yah. Tapi ini kaos harganya juga bisa buat bayar kosan Abah 2 bulan.”

Arial menggeleng, masih dengan kekehannya itu. “Makanya lo beli baju yang bener kek modelnya, No. Duit banyak beli baju belel mulu.”

Yuno enggak menjawab lagi, cowok itu cuma mendesah pelan sembarin nenggak es teh yang ada di meja hingga isinya tandas. Agak nyesel cerita sama Arial, dia ini gak ngasih solusi. Mau cerita sama Yuda pun, Yuda lagi dinas di luar kota.

“Tapi yah, ngomong-ngomong ini bukan masalah gede sih, No. Gue dulu juga sama Gita gitu, yah intinya sih elu sama Ara masih beradaptasi aja karna kebiasaan satu sama lain. Lagian, pengantin baru harusnya masih manis-manis kan?” Arial menaik turunkan alisnya menggoda Yuno.

Yuno mengangguk, kalau di bilang udah gak harmonis apalagi manis-manis sih enggak. Yuno sama Ara masih manis-manis aja kok, Ara juga masih manja walaupun sering banget ngambekin dia. Tapi kalau lagi jauhan gini cewek itu juga pasti nelfon Yuno buat jangan pergi lama-lama dengan alasan kangen.

Yah kaya gini nih, sekarang Yuno melirik ke ponselnya yang berdering menampakan kontak Istrinya disana.

“Angkat tuh, kasian Adek gue,” ucap Arial.

Yuno menghela nafasnya pelan, kemudian mengangkat panggilan dari Istrinya itu. “Hallo, sayang?”

Mas Yuno dimana?

“Masih di luar terus ketemuan sama Arial deket kantornya dia nih, terus di ajak makan batagor, kenapa?”

Jemput yah, Mas. Kangen..” rajuk Ara di sebrang sana itu berhasil membuat telinga Yuno memerah, secercah senyum juga hadir di wajahnya membuat Arial yang melihat itu jadi bergedik geli.

“Iya, aku jemput yah. Mau titip apa?”

pancong lumer deket Lengkong yah, Mas. Yang rasa matcha aja, terus sama takoyaki juga.

“Udah?”

um

“Yaudah, aku OTW yah.”

Mas hati-hati.

Setelah sambungan telfonnya terputus, Yuno cuma nyengir aja waktu Arial ngelirik ke arah dia. Yuno ngerasa ucapan Arial benar, kayanya dia sama Ara cuma lagi beradaptasi sama kebiasaan-kebiasaan mereka aja.

“Lo mau balik ke kantor, Ril?” tanya Yuno.

“Iyalah, jam istirahat gue udah kelar.”

“Yaudah, balik sono. Gue mau ke Lengkong. Ara nitip makanan.”

Arial yang ngeliat Yuno udah senyum cerah lagi cuma bisa menggeleng pelan, beneran aneh. Pasangan aneh, padahal dulu Ara dan Yuno enggak seabsurd itu menurut Arial.