O9. Chaos
Ara sudah 2 hari ini pulang ke kosannya kembali, Bunda juga udah pulang ke Jakarta sejak kemarin. Setiap malam bohong jika Ara bisa langsung terlelap tanpa memikirkan apapun, sejak putus dari Yuno setiap malam menjadi malam yang mengerikan untuknya.
Begitu semua teman-teman kosannya sudah masuk ke dalam kamar mereka, begitu suasana menjadi lebih sepi, begitu lampu kamarnya ia matikan dan hanya ada dirinya di atas ranjang, dengan denting jam dinding dan pendingin ruangan yang menjadi satu-satunya sumber suara.
Ara kembali menangis sembari menatap satu persatu fotonya dengan Yuno, memeluk boneka yang Yuno berikan untuknya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 16 dan kembali memikirkan bagaimana cara memperbaiki keadaan. Ara gak pernah bisa berbohong jika ia benar-benar merindukan Yuno.
Jika di depan teman-temannya ia akan bersikap seolah ia baik-baik saja, namun nyatanya tidak jika itu di depan Julian dan di kamarnya. Ara akan menunjukkan sisi rapuhnya, menangis dan menyesali tindakannya yang dia anggap gegabah.
Seperti saat ini, setelah melihat-lihat foto-fotonya dengan Yuno. Ara kembali membaca pesan-pesan yang Yuno kirimkan sebelum mereka mengakhiri hubungan. Kemudian melihat semua akun sosial media milik cowok itu, berharap Yuno mengunggah sesuatu di sana. Namun nyatanya, tidak ia dapati apa yang ia inginkan disana. Yuno tidak memposting apa-apa.
“Aku kangen kamu, Kak.” lirihnya. Ara mengusap air matanya dan kembali memeluk boneka kucing dari Yuno itu dengan erat.
Sampai di rasa matanya mulai lelah di jam 2 pagi, dan Ara mulai terlelap. Selalu seperti itu sejak ia putus dengan Yuno. Jika di tanya lelah, ya tentu saja ia lelah. Ara ingin hari-harinya kembali seperti dulu. Tidak ada ritual menangis sebelum memejamkan mata, dia sendiri enggak tahu ini berlangsung sampai kapan. Tapi ia harap, jika memang ia dan Yuno tidak bisa kembali bersama. Ara ingin perasaan itu segera menghilang bersamaan dengan setiap kenangan yang ia dan Yuno lalui berdua.
Paginya Ara terbangun karena dering alarm yang selalu ia pasang di ponselnya meski itu hari libur, sebelum turun ke lantai 1 Ara menyempatkan dulu untuk menyapu dan membuka jendela kamarnya dulu. Setelah itu barulah ia turun ke lantai 1 untuk membuat sarapan.
“Kesiangan, Ra?” tanya Echa yang sudah sarapan lebih dulu di meja makan, Echa sedang sarapan sereal berdua dengan Janu.
“Tadi beresin kamar dulu,” ucap Ara. Dia menuangkan air putih yang ada di teko meja makan sembari melirik ke arah dapur. Ada yang sedang memasak, biasanya itu Gita. “Yang lain kemana?”
“Chaka CFD sama Kevin, Julian lagi jemurin. Bang Ril belom dateng, kayanya tadi gue liat lagi nyuci motor bareng sama A Ari dah,” jelas Janu.
“Chaka berdua aja sama Kevin?” tanya Echa.
“Sama anak kosan sebelah juga, kenapa sih? Lu mau ngikut?” tanya Janu sewot ke Echa, akhir-akhir ini Janu suka merasa enggak nyaman kalau Echa berdua sama Chaka.
“Gue cuma nanya anjir. Sewot amat lo, lagi dateng bulan lo?”
“GUE LAKIK!” kata Janu bersungut-sungut.
Ara yang ngeliat Janu sama Echa saling sewot itu cuma bisa terkekeh, ia kemudian berjalam ke dapur niatnya ke dapur Ara hanya ingin mengambil mangkuk dan menjadikan sereal sebagai sarapan paginya hari ini. Namun siapa sangka jika Gita menyapanya, ngomong-ngomong Ara masih agak dongkol sama Gita. Dia masih menganggap Gita mencuri perhatian Kakak sepupunya itu.
“Lo mau bikin apa, Ra?” tanya Gita yang masih sibuk marinasi ayam. Cewek itu kelihatan mau bikin ayam goreng bawang putih, ada beberapa sayuran juga di sana.
Ara yang di tanya gitu hanya mengabaikan pertanyaan dari Gita saja, mood nya masih belum bagus dan hatinya masih kesal setiap kali melihat Gita. Tapi Gita yang tidak mendapati jawaban apapun dari Ara itu merasa heran, pasalnya bukan kali ini aja Ara kelihatan ngabain dia tapi dari kemarin juga.
Gita mikir awalnya mungkin Ara cuma sedang sakit aja dan ia maklumi itu, namun lama kelamaan Gita dongkol juga. Dia gak ngerasa bikin kesalahan apapun sama gadis itu sampai membuat Ara harus mengacuhkannya seperti ini.
Jadi Gita hampiri Ara dan ia tahan pintu kulkas itu waktu Ara hendak mengambil susu di sana. “Lo kenapa sih sama gue, Ra? Gue bikin salah sama lo?” tanya Gita to the point.
“Lo gak ngerasa sama sekali bikin salah?”
“Enggak,” jawab Gita enteng, karena kenyataanya memang begitu kan.
“Lo sadar gak sih kalo lo itu caper banget? Lo tuh juga punya Kakak. Masih aja ngerebut perhatian Mas gue!” sentak Ara yang bikin Gita agak sedikit kaget, selama ini Ara gak pernah ngomong sekencang itu sama dia.
“Ngerebut Arial maksud lo?”
Ara mengangguk, “gara-gara lo yah Mas Iyal udah enggak perhatian lagi sama gue, sibuk ngurusin lo sakit, nganter jemput lo, ngajak diskusi. Bahkan waktu gue pingsan di kampus dia gak ada tuh nyamperin gue ke klinik dan nungguin gue, dia justru nungguin elo semalaman suntuk!” bahu Ara sedikit naik turun menahan emosinya sendiri, rasanya uneg-uneg yang selama ini dia pendam bisa sedikit keluar perlahan-lahan.
Gak lama Janu dan Echa yang dengar suara Gita dan Ara yang mulai meninggi itu menghampiri keduanya. “Ada apaan sih ini ribut-ribut?” tanya Janu.
“Siapa yang ngerebut Arial sih? Gue gak ngerasa rebut dia yah, Mas lo tuh yang ke sini mulu buat nyamperin gue, dia juga yang sering nawarin gue buat pulang bareng,” Ara berhasil menyulut emosi Gita, gadis itu melipat kedua tanganya dan menaikan satu alisnya. Menampakan seringain yang menyebalkan di mata Ara itu.
“Ohh, lo takut Mas Arial lo ini gak perhatian lagi sama lo dan gak bisa nurutin mau Adeknya yang manja ini? Lo sadar dong kalo Arial juga punya kehidupan sendiri.”
“Lo tuh yang manja, nyusahin! Sana minta perhatian sama Kakak lo!” sentak Ara, matanya membulat menatap Gita tak kalah nyalang.
Echa dan Janu yang melihat itu jadi semakin senewen, Janu bahkan menaruh mangkuk berisi sereal miliknya demi menengahi Gita dan Ara itu.
“Eh udah, jangan ribut, Jir. Masih pagi lagian ngapain sih ngerebutin Bang Ril? Masih cakepan juga gue,” ucap Janu kepedean walau lagi senewen.
“Janu apaan sih!” kata Echa gak terima, geli juga tiap liat Janu kepedean walau dalam hati dia mengakui kalo Janu memang ganteng.
“Kalo gue maunya di manjain sama Arial gimana?” kata-kata Gita barusan benar-benar menyalakan alarm kemarahan di kepala Ara rasanya.
“Git, lo jangan bilang gitu. Itu Ara tambah kesel,” kata Echa menengahi.
“Biarin aja, emang sengaja. Biar dia sadar kalo hidup ini gak melulu berputar di dia, emang lo pikir lo tuh pusat dunia?!”
Ara mengepalkan kedua tanganya, dia nahan emosinya banget buat enggak jambak rambut Gita. Tapi rasanya setiap kali liat cengiran Gita dan wajah gadis itu yang di naikan beberapa senti membuat Ara menjadi semakin jengkel, Ara ngerasa Gita sama sekali enggak merasa bersalah dan minta maaf karena dia sudah menjadi penyebab dirinya dan Arial bertengkar.
“DASAR TUKANG CARI PERHATIAN!” teriak Ara.
“ELO TUH, DASAR MANJA. CHILDISH!” kata Gita enggak mau kalah. “MANJA, CHILDISH SADAR DONG ARIAL ITU UDAH MUAK MANJAIN ADEKNYA YANG KAYA ANAK KECIL INI!”
“GITAAAAAAA!!!” Ara teriak, bersamaan dengan itu dia juga mendorong Janu yang berdiri di tengah-tengah mereka hingga cowok itu tersungkur ke lantai.
Ara maju dan menjambak rambut Gita dengan kencang, merasa tidak mau kalah Gita juga melakukan hal yang sama ke rambut Ara. Mereka berdua jambak-jambakan dan menjatuhkan beberapa barang-barang di dapur, Echa yang lihat itu berusaha menarik Gita dan Ara secara bersamaan. Namun tenaga gadis itu kalah dengan tenaga Ara dan Gita yang sedang di kuasai emosi.
“Git, udah Git. Gita!” teriak Echa tanpa di hiraukan oleh Gita.
Kedua cewek itu justru semakin brutal menjambak, bahkan Ara mencakar wajah Gita dan Gita memukul lengan Ara lumayan kencang. Ara gak sengaja narik baju yang Gita pakai sampai baju itu sobek di bagian lengan dan menampakan tanktop yang Gita kenakan.
“DASAR CAPER, GATAU DIRI, NYUSAHIN!!” teriak Ara di sela-sela jambakannya di rambut Gita.
“ELO TUH CENGENG DASAR BOCAH LABIL!!”
“AAAAHHHHHHH!” Ara teriak waktu Gita nampar dia, gak mau kalah. Ara langsung melayangkan satu tamparan di wajah Gita sampai pipi kiri Gita memerah.
“CHA, PANGGIL IJUL SAMA BANG RIL, CHA. BURUAN!!” teriak Janu ke Echa.
Dengan sigap Echa langsung naik ke rooftop buat manggil Julian kemudian menelfon Arial agar segera datang ke kosan. Sementara itu Janu masih berusaha misahin Ara dan Gita yang lagi asik tendang-tendangan di dapur, Janu gak pernah tahu kalau misahin perempuan berantem kaya gini jauh lebih sulit dari pada misahin laki-laki berantem.
Janu berusaha narik Gita, tapi cowok itu malah berujung kena tamparan dari Ara dan tendangan nyasar dari Gita yang berakhir membuat Janu tersungkur ke lantai untuk kedua kalinya.
“DASAR CEWEK BAR-BAR!” teriak Ara.
Gita yang gak terima di sebut kaya gitu, kembali menarik rambut Ara dengan kencang sampai beberapa helainnya jatuh ke lantai. “LO TUH CENGENG! SUKURIN LO PUTUS SAMA KAK YUNO!”
“APA LO BILANG?!” teriak Ara naik pitam waktu Gita nyebut nama Yuno di sana.
“BAGUS KAKAK GUE GAK SAMA CEWEK MANJA KAYA LO!” teriak Gita semakin kesal apalagi waktu sadar sudut bibirnya berdarah.
“DASAR CEWEK GILAAA!!” Ara mendorong Gita hingga keduanya jatuh tersungkur, dia nampar wajah Gita dan Gita yang narik baju Ara sampai baju tidur yang gadis itu kenakan sobek. Bahkan saking besarnya sobekan itu, sampai menampakan pakaian dalam yang Ara kenakan.
Tidak lama kemudian Julian dan Arial datang bersamaan, keadaan dapur sudah kacau balau. Ayam yang tadi Gita marinasi juga sudah berjatuhan ke lantai terinjak-injak kaki Gita dan Ara.
Sementara kedua gadis itu masih saling menghajar satu sama lain dengan Gita yang berada di atas Ara, dan Ara yang menutupi wajahnya agar Gita tidak memukul wajahnya kembali. Gita juga lepas kendali karena ia pikir Ara duluan yang memulai perkelahian ini.
“Mas Ril, lo tarik Gita biar gue tarik Ara,” kata Julian ke Arial.
Arial mengangguk, dengan sigap Arial tarik Gita dan gendong cewek itu dengan mudahnya menjauh dari Ara. Sementara Julian, gadis itu menarik pinggang Ara dan membawa Ara menjauh dari Gita.
Wajah gadis itu sudah babak belur, sama babak belurnya seperti Gita. Apalagi saat tidak sengaja Julian lihat pakaian dalam yang Ara pakai karena baju tidur gadis itu sobek, Julian langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dan mengambil celemek dapur dan memakaikan celemek itu ke Ara agar tubuhnya tidak terlihat.
“JULIAN GUE BELUM SELESAI SAMA DIA KENAPA LO NARIK GUE!” sentak Ara yang malah memaki Julian.
“Lo mau ngapain lagi? Mau mukulin Gita lagi sampe puas?”
“Dia duluan!!”
Setelah luka-lukanya di obati, Arial ingin menyidang Ara dan Gita. Sejak tadi dia belum tau duduk permasalahan yang membuat Gita dan Ara bertengkar. Semua penghuni kosan berkumpul di lantai 2. Ada Kevin juga yang masih bingung kenapa Ara dan Gita bisa bertengkar sampai melukai tubuh mereka masing-masing.
Ada Janu juga yang wajahnya sedang Echa kompres dengan air dingin karena memar akibat tamparan nyasar dari Ara dan tendangan nyasar di perutnya dari Gita.
“Gak ada yang boleh ngomong, sampe gue selesai ngomong!” ucap Arial tegas.
Ara sama Gita masih saling melempar tatapan sinis satu sama lain, mereka duduk bersebrangan dengan Arial yang berada di tengah-tengah.
“Ini ngeributin apaan sih, Jul?” bisik Kevin ke Julian.
“Katanya Mas Ril,” balas Julian.
“Hah? Bang Ril?”
Julian mengangguk, dia celingak-celinguk nyari Chaka tapi baru ingat Chaka di lantai 1 sedang membersihkan dapur yang porak poranda.
“Ra, Mas Iyal gak pernah ngajarin kamu pakai kekerasan kaya gini loh, kata Janu kamu duluan yang jambak Gita. Benar itu?” tanya Arial. Cowok itu ngomong pakai nada biasa saja, tapi bagi Ara. Arial seperti tengah memojokkanya dan membela Gita.
“Mas Iyal belain Gita?!” sentak Ara.
“Mas tanya Arumi Naura Shalika..” Arial mengusap wajahnya frustasi.
“Gita ngatain aku manja, cengeng, childish duluan, wajar dong aku marah.”
“Heh! Lo duluan yang ngatain gue caper sama Arial, yang ada tuh Arial yang caper sama gue!” kata Gita enggak terima.
Arial memukul gulungan kertas yang sedari tadi dia bawa ke meja, membuat Gita dan Arial langsung terdiam.
“Gue lagi nanya Ara, Gita. Gue belum nanya elo.”
“Tapi emang Adek lo duluan yang ngatain gue, Ril.”
“kalian berdua tuh ngapain sih ngerebutin Mas? Mas juga kan udah bilang ke kamu, Ra. Mas kemarin jagain Gita di rumah sakit juga bentuk tanggung jawab Mas karna udah bikin dia begitu Ra” kata Arial ngejelasin.
“Kok lo ngerasa jadi di rebutin gitu sih, Ril?” Gita gak terima aja, karena dia sama sekali nggak ngerebutin Arial. Gita cuma ngerasa Ara aja yang mikir kalau dia ngerebut Arial dari Ara. Padahal kenyataanya kan enggak.
“Git,” Kevin menengahi.
“YAUDAH BELAIN AJA TERUS GITA, ANTAR JEMPUT AJA TERUS DIA. JAGAIN AJA TERUS CEWEK YANG SUKA CARI PERHATIAN ORANG LAIN INI!” kata Ara, dia nangis dan langsung pergi begitu aja masuk ke dalam kamarnya.
Ara sedikit membanting pintu kamarnya itu sampai membuat Echa dan Janu terkejut, di dalam kamar Ara luruh di depan pintu. Dia menangis bukan karena perih di wajahnya akibat tamparan dan cakaran dari Gita, melainkan karena Arial yang ia pikir tidak memihaknya.
Apalagi Ara teringat ucapan Gita kalau gadis itu bilang, dia pantas berakhir dengan Yuno karena dia adalah gadis yang manja. Benarkah begitu? Apa Yuno juga berpikiran yang sama dengan Gita? Pikir Ara.
“Ra?” panggil Julian di depan pintu kamar Ara.
“Pergi sana Jul. Gue gak mau ketemu siapa-siapa!” teriak Ara dari dalam kamar.
“Gak mau ketemu sama gue juga? Gue kan enggak salah, Ra.”
Mengabaikan ucapan Julian, Ara beranjak dari tempatnya duduk dan sembunyi di bawah selimut ranjangnya. Perutnya sudah tidak lagi lapar, yang terisisa kini hanya perasaan sedih, kesal serta nyeri dan perih di sekujur tubuhnya.