Milbbang oneshoot
Content warning; boyslove, bxb/mxm,one sided love,hurt/comfort,a little bit uwu,kissing,skinship,rate 13+,harsh word
what if we say goodbye for safe and sound?
“Hoon buruan nanti telat”. Selamat pagi dunia, sapa Younghoon yang tengah mengikat tali sepatunya. Membiarkan sesosok pemuda sebayanya menunggu diatas motor maticnya. “Bentar elah!” Sungutnya. Younghoon sedikit berteriak berpamitan pada ibunya dan menutup pintu. Tangannya memasang helm dan mengaitkannya hingga bunyi klik.
“Motornya udah beres kan?”
“Harusnya hari ini bisa dijemput. Kenapa? Gak ikhlas ya bareng gue?”
Si pemuda berkulit putih diatas motor matic itu tertawa renyah, “ga gitu. Lusa motornya dibawa papa dinas”
Younghoon mendudukkan pantatnya diatas jok motor, membiarkan pemuda bersenyum manis ini melajukan kuda besinya menyusuri jalan. Membiarkan semilir angin sejuk di pagi hari pukul enam itu menyapa kulit masing-masing.
“Yaudah, lusa gua aja yang jemput lo” Younghoon menaruh dagunya diatas pundak kiri lawan bicaranya, sedikit mengusal sebab wangi parfum yang menguar begitu segar.
Tangannya terulur sedikit mengusap kepala Younghoon yang tertutup helm.
“Sarapan gak?”
“Lo aja, gue udah tadi sama ibu”
“Yaudah dibungkus aja nasi kuningnya dimakan dikelas” lalu setelahnya, pemuda itu menambah laju kecepatannya. Membelah jalanan yang masih sepi dibawah sinar matahari yang masih malu-malu untuk menyinari.
Namanya Lee Hyunjae. Teman sebaya Younghoon sejak dua belas tahun lalu. Teman sekelas sekaligus tetangga beda komplek. Teman sebangku saat SD. Teman nongkrong semasa bosan, teman curhat saat merasa kecewa dan sakit. Teman berbagi kasur saat orangtuanya pergi keluar kota.
Namanya Lee Hyunjae. Pemuda manis dan tampan dengan bisep besar, primadona sekolah,ketua geng slengean yang suka bikin berisik satu kantin saat jam makan siang. Pemuda tampan dengan sifat tengil dan mudah bergaul. Lee Hyunjae dengan tangan besarnya yang nakal sering merangkul dan memeluk pinggang Younghoon di beberapa kesempatan. Lee Hyunjae si manusia bawel dan ceria, yang memiliki energi tak terhingga. Pemuda September ini, Lee Hyunjae. Teman melewati hari-hari Younghoon selama dua belas tahun belakangan.
Kata orang, jika terlalu lama dekat dengan seseorang, wajah mereka terlihat mirip. Banyak orang yang bilang wajah keduanya mirip. Dan kala mendengar itu, Hyunjae dengan kurang ajar selalu menjawab, “iya jodoh soalnya”.
Awalnya bercandaan ini tidak pernah mengganggu Younghoon. Awalnya tidak ada gelenyar apapun yang ia rasakan. Hingga suatu hari, entah mengapa Younghoon menatapnya lain. Entah sejak kapan, Younghoon menatap Hyunjae lain, sedikit timbul rasa ingin memujanya. Rasa ingin selalu didekatnya, rasa ingin selalu bersamanya. Apalagi hyunjae yang menyukai skinship itu membuat Younghoon selalu ingin disentuhnya. Dipeluk, dirangkul, digandeng untuk bergenggaman tangan.
Younghoon, entah sejak kapan menaruh suka pada Hyunjaenya. Hyunjae teman sebayanya sejak dua belas tahun silam.
“Sarapan yang bener” Younghoon dan Hyunjae berjalan di koridor menuju kelas masing-masing, sejak kelas dua belas ini, mereka terpisah. Hyunjae harus berada dikelas Science-4 sedang Younghoon di kelas Science-1. Hyunjae tersenyum mengangguk, merangkul pinggang Younghoon sembari berjalan.
Membiarkan jantung Younghoon berdegup tak karuan sepanjang perjalanan
“Siang istirahat bareng ya? Gue jemput”
Younghoon mengangguk kecil, saat hendak memasuki kelasnya, Hyunjae dengan kurang ajar mengusak puncak kepalanya dan pergi begitu saja.
“Brengsek..” Younghoon memukul dadanya, merutuki degup jantung yang tak kunjung memelan.
“Kalau suka, bilang aja kali Hoon” itu Bae Jacob. Teman sebangkunya. Disela-sela break pelajaran matematika minat yang berlangsung, Jacob sedikit berbisik padanya. Jacob tau, Younghoon mulai menyukai sahabatnya.
“Males... Nanti gimana kalau cinta bertepuk sebelah tangan?”
“Ya dicoba aja dulu? Kita gak ada yang tahu hati manusia. Siapa tahu kan dia naksir balik?”
“Gak mungkin.. dia lihat gue ya sahabat kecilnya. Dia gapernah suka”
“Dicoba aja dulu. Coba bilang, biar lu lega juga ya kan?”
Younghoon menelungkupkan badannya. Menaruh kepala dilipatan tangan diatas meja. Sungguh perasaan ini sedikit menyiksa. Mungkin orang-orang akan menertawakannya.
Younghoon jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Benar-benar menggelikan. Harusnya ia bisa menempatkan diri. Tidak boleh mencampuri urusan hati diatas pertemanan yang telah lama terjalin ini.
Younghoon menjambak surainya sambil meraung kecil. Lalu kembali pada aktivitasnya mencatat.
Lee Hyunjae brengsek. Beraninya mengacak-acak hati Younghoon sebegininya. Kenapa Tuhan tidak menciptakan Lee Hyunjae jadi kerang dara saja?
Siang ini Younghoon menyeruput kuah baksonya bersama Jacob di kantin sekolah. Kantin yang ramai, makin ramai sejak Hyunjae dan gengnya memasuki area itu. Terdengar suara tawa yang menggelegar dengan candaan yang dibalas tawa renyah entah milik siapa saja.
Hyunjae berjalan mendekat ke mejanya, mencomot pangsit diatas meja milik Jacob,lalu mengunyahnya seperti tanpa dosa. Mingyu disampingnya menampar tangan kekar yang tak ada adab mencuri makanan orang, “eh si anjing”
“Hai Jacob Younghoon” terlihat teman-teman Hyunjae lainnya menaruh pantatnya di kursi panjang disamping mereka. Jacob dan Younghoon hanya tersenyum sambil melambai singkat menjawab sapaannya.
Hyunjae menaruh tangan dipinggang Younghoon,sengaja melendot menempatkan kepalanya diatas bahu Younghoon, lalu mendengarkan ocehan Seokmin dan Bambam yang terdengar sangat berisik. Tawa menggelar memenuhi kantin, terlihat dirinya dan Mingyu menepuk-nepuk meja makan dan tertawa lepas.
Younghoon dan Jacob ikut tersenyum melihat kerusuhan keempat orang itu dengan ekor matanya.
Hyunjae menengadah, hidungnya bersentuhan langsung dengan pipi putih milik Hoon. Sedikit mengecup pipi putih itu sambil mengusak puncak kepalanya gemas, “makan yang banyak ya bayi lucu”
Younghoon menginjak sepatu Hyunjae kencang dibawah meja sana membuat si Virgo meringis sambil tertawa kecil. “Sana pesen makan”
“Perhatian banget sayangku”
“Males. Sana ah jangan gelendotan mulu, berat”
Hyunjae berdiri mengabsen teman-temannya dan mulai memesan makanan.
Ah sialan Lee jaehyun. Bisa-bisanya membuat jantung Younghoon berdegup ga bener lagi. Bisa gak sih Hyunjae terlahir kembali jadi batu ginjal?
—
Saat bel pulang sekolah berbunyi, pintu kelas Younghoon sudah diketuk oleh si berandalan Virgo itu. Tersenyum menyapa guru kimianya yang hendak meninggalkan ruangan. Kaki Hyunjae terlihat ringan menapaki lantai kelas sedikit buru-buru mendekat pada Younghoon, “Yang. Ayo pulang. Mampir ga?”
Younghoon yang masih memasukkan buku kedalam ranselnya hanya menggelengkan kepalanya tanda takkan mampir kemana-mana. Younghoon berdiri lalu berpamitan pada Jacob yang masih membereskan barangnya, keduanya berjalan keluar sambil bergandengan tangan.
“Anter beli bakso malang ya? Laper nih. Mau gak?“
“Hm. Boleh deh”
Semilir angin sore itu rasanya sejuk. Menerpa wajah dan anak rambut juga poni kedua insan ini pelan. Hyunjae, pernah gak ya mikirin Younghoon? Pernah gak ya dia sayang sama Younghoon? Pernah gak ya dia jatuh hati sama Younghoon? Hyunjae kerap kali mencium pipi, dahi tentu juga bibirnya beberapa kali. Ya untuk bibir memang hanya baru dua kali itupun saat Younghoon sedang benar-benar dalam keadaan jatuh dan hancur. Tapi genggaman tangan Hyunjae, pelukan itu, usakan dipuncak kepalanya itu...apakah tidak pernah berarti apapun?
Selama ini, pernah gak sih Hyunjae memandang Younghoon lain? Lihat dia sebagai laki-laki misalnya? Apapun selain teman? Selama ini Hyunjae pernah gak sih punya perasaan lebih kepadanya?
Karena Younghoon berani sumpah selama bersama Hyunjae, dia selalu penuh. Afeksi dan kehadiran Hyunjae disampingnya selalu bisa mengisi sudut kosong dihidupnya. Di hatinya. Kosong yang hanya bisa Hyunjae saja yang penuhi.
“Pernah gak sih Jae?”
Hyunjae yang tengah menggigit bakso itu menoleh sambil mengunyah, “kenapa?”
“Sayang sama gue?”
“Kenapa gue harus gak sayang sama lo, Hoon?”
Ah sial! Bukan jawaban ini yang Younghoon mau
“Jangan bercanda mulu” decaknya sebal. Hyunjae tertawa lalu menyeruput kuah baksonya, “kenapa sih?Ada yang ganggu pikiran lo?”
“Gak. Lupain aja” Younghoon mengaduk es pisang ijo didepannya lalu menyuapkannya kedalam mulut.
Younghoon benci Hyunjae yang selalu bercanda padahal mereka selalu saling bicara, tapi dia tak pernah menangkapnya dengan serius
Ah, yang selalu bercanda
Padahal kita selalu saling bicara
Mengapa hari ini
Cinta tak abadi yang berputar jauh
Malam itu Younghoon yang benci hujan deras dan petir meringkuk dalam perasaan gusar. Ayah dan ibu terjebak hujan dan banjir jalanan. Dan Younghoon benci sendirian. Maka, Hyunjae datang. Membuat lelaki tinggi itu memeluknya kencang-kencang, tak peduli badannya ikut basah sebab memeluk si virgo yang tadi kehujanan.
“It's ok. Gue disini sekarang” katanya, dan ini kali ketiga. Kali ketiga dimana bibir manis itu mengecup ranumnya. Diatas kasur, dengan selimut tebal yang menggulung keduanya, Hyunjae mengecupnya.
Apa pernah Hyunjae melihatnya selain sebagai sahabat?
ㅡ
“Don't kiss me” lirihnya. Hyunjae yang sedang main game itu menggumam, “kenapa? Gak denger” jempolnya masih cekatan diatas layar handphone.
“Don't kiss me jae”
“Sekarang kalau gue cium lo, ada yang marah nih jadinya? Kok gak dikenalin?”
“Jae ah! Serius” Hyunjae mengernyit, saat tulisan You lose terpampang diatas layar, segera Hyunjae mengunci handphonenya. Hyunjae membenahi duduknya dan menatap Younghoon yang berbaring di kasur dengan heran.
“Kita udah dewasa Jae, stop kiss me tiba-tiba kayak tadi”
“Gua pikir lo suka?”
Suka! Emang suka bangsat suka banget sampai rasanya mau leleh
“Gak bilang gak suka, tapi kanㅡ”
“Hoon? Apa sih? Kok ribet banget? Kita nih udah temenan lama, dulu juga sering mandi bareng. Kenapa sekarang tiba-tiba gini?”
Ah, mungkin bagi Hyunjae Younghoon hanya teman sekelas saja yang jalan pulangnya searah, ya?
Gak pernah ya Jae lo liat gue sebagai gue? Bukan temen sejak kecil atau temen sekolah aja?
“Mau peluk gak? Petir sama hujannya masih gede nih”
Dan Younghoon tetap Younghoon yang bodoh. Merapatkan peluknya diatas badan Hyunjae sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang pemudanya. Menghirup dalam-dalam aroma parfum yang menguar.
Lee Hyunjae bodoh! Kenapa Younghoon gak terlahir di jaman megalitikum aja sih biar gak usah jatuh hati sama sahabatnya sendiri kayak sekarang?
Hyunjae memeluk prianya erat, mengusap punggung itu pelan-pelan, menggumamkan lullaby yang dapat membuatnya terdistraksi dari petir yang menggulung dilangit malam. Younghoon sejujurnya ingin sekali menangis dalam diam. Dadanya sesak, cukup tersiksa berada dalam zona seperti ini terlebih lagi ini sahabatnya. Akan lebih mudah gak sih kalau Younghoon jatuh cinta sama orang lain? Gak usah sama Hyunjae gitu? Semuanya jadi ribet karena Hyunjae disini bahkan tak pernah sekalipun lihat dia sebagai pria, hanya sahabat. Bagi Hyunjae Younghoon hanya sahabat. Hanya teman biasa, teman sejak kecil, teman berbagi popok dan mie instant aja. Gak pernah lebih.
Kalau di dunia ini hanahaki beneran ada, mungkin Younghoon besok udah tinggal nama kali ya?
“Hoon, bilang aja kalau misal ada yang marah ya pas gue peluk-peluk lo gini. Kalau gue cium lo dan ada yang marah, bilang aja. Soalnya mau gue cie-ciein orangnya” lalu tertawa. Hyunjae malam itu tertawa sambil mengaduh setelah Younghoon dengan kencang mencubit kulit perut sahabatnya itu. Younghoon hanya menggumam tak jelas.
Sebab memang takkan ada yang marah. Toh Younghoon terjebak dalam situasi memuakkan ini.
“Hoon” Younghoon menengadah, menatap manik Hyunjae yang dekat dengan wajahnya. Deru napas itu dapat ia rasakan diatas keningnya. Dan satu kecupan ringan mendarat diatas kening yang tadi diterpa nafas. “jangan takut, gue disini terus kok sama lo. Jangan takut petir sama hujan malam-malam lagi ya? Gue gak akan kemana-mana”
Younghoon tersenyum tipis, benar-benar bodoh orang yang tidak jatuh cinta pada pemuda Lee diatasnya ini. Kasian ya orang-orang, yang gak bisa dapat kecup dari Hyunjae secara gratis seperti ini. “Besok temenin beli bubur ayam ya?”
Hyunjae mengangguk, “gue bonceng ya kita pake sepeda ayah lo”
“Masing-masing aja ah”
“Eh biar romantis”
Younghoon merotasikan matanya sebal, “lagak lo romantis. Masing-masing aja ah”
“Gak gue bonceng artinya gak gue temenin beli bubur” lalu Younghoon menonjok bahu Hyunjae karena lagi-lagi dia yang kalah. Fuck Lee Hyunjae si Virgo pargoy
Younghoon membuka mata pagi ini. Jendela kamarnya yang terbuka membuat sinar matahari sedikit-sedikit menyinari dari celah jendela. Lee Hyunjae yang tertidur dengan sinar matahari yang menyorotnya, membuatnya tampak lebih bersinar. Lebih tampan dan lebih indah dari yang selama ini sering ia bayangkan.
Keduanya sudah tak dalam satu peluk yang sama, Hyunjae memilih memeluk guling abu yang menganggur. Juga Younghoon lebih memilih memunggunginya tadi malam.
Younghoon membawa tangannya mengusap pipi dan rahang sahabatnya. Dua hari belakangan Younghoon sebenarnya sudah ditampar kenyataan bahwa memang benar Hyunjae tidak pernah melihatnya lain. Tidak pernah memposisikannya dalam tahta lain selain sahabatnya. Younghoon harusnya sadar bahwa memang hanya dia yang terjebak. Terjebak dalam perasaan yang baginya tak seharusnya ada dalam hubungan ini.
Younghoon tidak ingin merusak. Juga tak ingin kehilangan Hyunjae yang selama ini selalu menemani. Younghoon siap. Siap jika harus belajar ikhlas. Karena begini saja rasanya cukup. Cukup penuh akan cinta dan sayang yang diberikan padanya. Meskipun tidak dalam bentuk romansa sepasang kekasih, tapi jujur Hyunjae sudah memberikan segalanya. Hyunjae selalu ada, selalu mengangkat telfonnya sejak dering pertama, selalu membalas pesan Younghoon secepat yang ia bisa. Hyunjae selalu disisinya, tak pernah sedikitpun meninggalkannya. Younghoon tidak mau. Dia tidak mau kehilangannya. Demi Tuhan, Younghoon tidak apa jika harus mengubur perasaannya dalam-dalam. Sebab eksistensi Hyunjae dalam hidupnya terlalu berharga.
Younghoon seharusnya siap untuk belajar. Belajar membuka diri untuk menyongsong masa depan yang mungkin takkan ada hyunjae didalamnya. Maka sampai hari itu tiba, Younghoon harus belajar. Belajar membuka hati, belajar menerima orang lain dalam hidupnya, belajar mencari dan memulai. Dan tentunya bukan dengan Hyunjae.
Tak apa. Younghoon tak apa jika harus berkorban sekarang. Karena Hyunjae bukan yang ia mudah lepaskan. Lebih baik ia berkorban perasaan, daripada sosok pemudanya hilang.
“Jadi beli bubur kan?”
Younghoon terkesiap mendengar suara serak Hyunjae menyapa gendang telinga sebab matanya masih menutup. Membiarkan Younghoon dan tangannya bermain sesukanya diatas wajah tampan yang ia punya.
“Jadi. Ayo bangun”
“Mau cium dulu gak?”
“Cium ayah mau gak? Kayaknya semalam udah pulang sama ibu”
Lalu Hyunjae tertawa sambil merenggangkan badan. Sedikit menepuk puncak kepala Younghoon dan beranjak menuju kamar mandi.
Pagi itu dengan semangat yang membara Hyunjae melajukan sepedanya. Membiarkan semilir angin subuh menerpa kemajanya. Di jok belakang sepeda, ada Younghoon yang asyik mengunyah fitbar. Sebelah tangannya melingkar di pinggang putih Hyunjae. Keduanya terdiam membiarkan angin dan kicauan burung yang meramaikan hari.
Pagi ini rasanya lain. Meskipun cerah rasanya cukup berat bagi Younghoon. Mungkin karena bertekad untuk belajar ikhlas, rela melepaskan segala perasaan yang tertanam pada
dadanya untuk sahabatnya yang selama dua belas tahun mengisi harinya.
Mungkin benar, Hyunjae hanya melihatnya sebagai teman sekelas, teman sejak kecil, sahabat sejak lama. Mungkin benar, hanya Younghoon yang mencinta dan mendamba. Mungkin benar hanya ia yang menaruh rasa. Tapi Younghoon harus belajar ikhlas dan puas. Sebab eksistensi Hyunjae ada diatas segalanya.
Younghoon bersyukur, karena Hyunjae takkan pernah meninggalkannya. Younghoon bersyukur karena Hyunjae akan selalu ada untuknya. Dan itu sudah lebih dari cukup kan seharusnya?
Juga Younghoon tak butuh perubahan status untuk mendapat kecup darinya,kan?
Setelah menghabiskan fitbar yang ia kunyah, kedua tangannya kini sukses melingkar di pinggang pemuda Virgo. Hyunjae menarik kedua tangan Younghoon guna mengeratkan pelukan.
Seharusnya, kehadiran Hyunjae sudah lebih dari cukup kan?
Fin