Hari ini Rachel memiliki waktu senggang untuk pulang ke rumahnya sebentar, ia berharap saat pulang setidaknya ada Mama di rumah. Namun saat Mas Elang mengantarnya pulang, yang ia dapati bukan Mama yang menyambutnya. Melainkan Bi Inah dan Pak Rahmat, keduanya adalah sepasang Suami Istri yang bekerja di rumah Rachel.
Bi Inah dan Suaminya sudah mengabdi pada Mama dan Papa saat mereka baru menikah, hingga sekarang, hingga Rachel menginjak usia 18 tahun. Bahkan Bi Inah yang mengurus Arial dan Rachel waktu bayi.
Bagi Arial dan Rachel keduanya terlihat seperti kedua orang tua untuk mereka, bahkan waktu sekolah dulu. Bi Inah lah yang sering ikut rapat wali murid dan mengambil rapot Arial dan Rachel.
“Non Rachel beneran nih gak mau tidur di rumah aja?” ucap Bi Inah setelah wanita itu selesai memasak untuk Rachel.
Bi Inah membuatkan makanan rumahan kesukaan Rachel seperti ayam goreng, sayur sop dan perkedel. Meskipun Rachel enggak pernah mencicipi masakan Mama dari ia kecil, tapi Rachel bersyukur masih memiliki Bi Inah yang bersedia memasak untuknya.
“Enggak deh, Bi. Gak ada Mama, Rachel pikir Mama pulang ke rumah.”
“Ibu udah 2 minggu gak pulang, Non.”
Bahu Rachel merosot, Mama memang maniak bekerja. Bahkan Rachel dengar dari Mbak Meta sekertaris Mama kalau Mama sedang memulai bisnis baru di Bali, Mama membuka resort yang di kelolanya sendiri.
“Gapapa, Bi. Mama memang sibuk,” ucap Rachel lirih.
“Non Rachel gimana kabarnya? Betah yah pasti ngekost di Bandung? Den Arial sehat kan, Non?”
Rachel meringis, walau tidak mendapat peran orang tua yang lengkap. Bi Inah dan Pak Rahmat seperti memberikan apa yang selama ini Rachel dan Arial inginkan. Mereka seperti sosok orang tua bagi Arial dan Rachel.
Dulu, Bi Inah pernah punya anak waktu usianya 23 tahun, tapi sayang. Anaknya meninggal di usianya yang baru 3 bulan, sejak itu Bi Inah tidak memiliki anak lagi. Dan merantau ke Jakarta, bertemu Mama dan mengabdi hingga saat ini. Jadi enggak heran kalau Arial dan Rachel sudah beliau anggap seperti anaknya sendiri.
“Mas Iyal sehat kok, Bi. Mas Iyal juga bilang kangen semur ayam buatan Bi Inah. Di Bandung tuh seru deh, Bi. Rachel sama Mas Iyal dapat teman-teman se rumah yang baik-baik banget.”
Sore itu Rachel banyak bercerita dengan Bi Inah tentang hidupnya di Bandung, tentang kuliahnya dan tentang Peony yang akan merilis album baru. Bi Inah dan Pak Rahmat mendengarkannya dengan antusias.
Setelah melepas rindu pada rumah yang selalu kosong, hampa dan dingin itu. Malamnya Rachel memutuskan untuk mampir ke rumah Papa dan Bunda nya Azka, ya, Papa menikah lagi dengan perempuan di masa lalunya. Rachel tahu itu karna beritanya sempat tersebar ke media.
Keluarga Prasojo itu adalah keluarga konglomerat di Indonesia, Eyang kakung memulai bisnis hotel, resort dan juga periklanannya sejak dulu. Jadi enggak heran, jika pernikahan diam-diam Papa itu tersebar begitu saja.
Bahkan pernikahan Papa dulu sempat berimbas pada penundaan debut Rachel bersama Peony. Dulu, banyak sekali orang yang membicarakan Rachel. Jika ia adalah putri dari laki-laki yang tukang selingkuh.
“Ke PIK yah, Mas El,” ucap Rachel pada Mas Elang.
Cowok 23 tahun itu menoleh ke arah Rachel di sampingnya, wajahnya murung dan Rachel terlihat tidak bersemangat seperti saat ia bilang ingin pulang ke rumah tadi.
“Lah? Katanya mau nginep di rumah? Ini kita ke PIK ke tempat siapa? Mau jalan-jalan kamu, Hel?” tanya Mas Elang panjang lebar.
Rachel hanya diam, gadis itu enggan menjawabnya. mood nya benar-benar tidak bagus.
“Hel? Dih, Mas Elang di cuekin.”
“Ke tempat Papa, Mas..” ucap Rachel lirih, dan sampai situ Elang paham maksud dari ucapan Rachel.
Laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya karena merasa tidak enak dengan Rachel, kemudian melajukan mobilnya membelah Jakarta malam itu.
Di mobil Mas Elang cuma nyetel radio aja yang malam itu sedang membicarakan Mas Kini dan Mbak Jenaka, DJ radio itu bilang kalau beberapa fansite Kino berakhir menutup akun mereka setelah berita kencan tersebut beredar.
“Tuh, Hel. Mas Kino sama Mbak Jenaka aja udah konfirm pacaran. Kamu kapan mau punya pacar?” ledek Mas Elang memecahkan hening di antara mereka. Menurut Mas Elang, aneh melihat Rachel diam seperti ini. Gadis itu biasanya terlihat cerewet dan ceria.
“Kaya aku punya waktu aja buat nyari pacar,” jawab Rachel sekena nya.
“Loh, kamu kan sering ketemu sama banyak cowok. Dari Boy Grup gitu, masa enggak ada yang kamu taksir? Member A To Boyz tuh ganteng-ganteng loh, kamu juga dekat kan sama mereka?”
“Tapi kan cuma teman, Mas.”
“Temanan dulu siapa tau nanti demen.”
Rachel diam aja, ia tidak menanggapi lagi guyonan Mas Elang. Andai ia bisa menceritakan tentang Dimas pada semua orang, mungkin ia akan dengan senang menceritakannya. Dimas adalah laki-laki yang manis, hangat dan penuh kasih sayang.
Dimas juga sabar, selain itu. Dimas di mata Rachel adalah sosok pekerja keras. Meski sekarang sudah hidup berkecukupan dengan Ayah angkatnya. Dimas masih mau mengambil kerja paruh waktunya di Langit Biru, Langit Biru itu adalah toko yang menjual beraneka ragam cookies dan cake milik Mbak Sola,
Mbak Sola ini adalah Kakaknya Juan.
Mereka akhirnya sampai di rumah Papa dan Bunda nya Azka, ini bukan pertama kalinya Rachel berkunjung ke sini. Dulu sewaktu ia pamit akan tinggal di Bandung, Papa pernah menyuruh Rachel untuk datang ke rumah itu.
“Rachel... Yuk, masuk sayang. Papa sudah menunggu kamu di meja makan, kita makan malam dulu yah.” itu adalah Bunda nya Azka, namanya Tante Kanigara Rahayu. Rachel biasanya memanggilnya dengan sebutan Tante Kani.
Rachel hanya mengangguk, ia mengikuti Tante Kani masuk ke rumahnya yang tidak begitu besar. Rumahnya minimalis, dengan taman yang cukup luas di bagian depannya. Rumah itu juga di dominasi dengan cat berwarna coklat kayu, di sisi depan nya, Ada kolam ikan dengan batu alam menghiasi. Ada lampu taman yang temaram namun hangat.
Rumah ini terasa hidup, lengkap dengan figur orang tua di dalamnya. Sungguh, Rachel sangat iri dengan Azka. Rachel tidak membenci Azka karena Bunda nya telah mengambil Papa dari hidupnya, Rachel tidak seperti itu. Rachel juga sayang dengan Azka karena Azka adalah Adiknya. Hanya saja... Rachel ingin hidup seperti dirinya.
“Kakak.....” pekik bocah laki-laki berusia 15 tahun itu. Itu Azka, bocah laki-laki dengan senyum manis dan menggemaskan.
“Kakak menginap kan?”
Rachel terdiam, dia masih terbelenggu dengan apa yang sedang ia rasakan di dalam rumah itu. Sementara itu Papa menatapnya dari meja makan, Papa yang Rachel rindukan. Papa tidak pernah berubah, matanya selalu tegas saat melihat orang lain.
Dan Rachel hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, sementara itu Azka dengan girang menyambutnya. Bocah itu bahkan tidak segan menarik tangan Rachel dan mengajaknya makan malam bersama.
“Bagaimana kuliah kamu dan Arial di Bandung Rachel? Lancar?” tanya Papa di sela-sela makan mereka.
“Mas, Rachel itu baru sampai. Lagi makan loh, kok di tanya kuliah.”
“Aku nonton Kakak kemarin loh, Kak. Di acara talk show itu. Kakak keren banget, Azka mau kaya Kak Rachel sama Mas Aril yang pintar.” pekik Azka.
“Bunda juga nonton, Rachel hebat banget bisa gabung ke KAD terus ikut kampanye soal Drugs.”
Kalau boleh jujur, hatinya menghangat. Mama dan Papa tidak pernah mengapresiasi apapun yang Rachel lakukan. Tapi di rumah ini, ia justru mendapatkan itu. Ia haus, Rachel haus akan kasih sayang dan hak nya sebagai seorang anak.
“Ma..kasih Tante..” jawab Rachel terbata-bata.
“Tante sudah siapkan kamar yang nyaman untuk Rachel, kata Papa Rachel suka warna pink yah? Jadi Tante belikan seprei dan barang-barang warna pink.”
“Tau gak, Kak. Bunda itu lagi enggak enak badan, tapi pas dengar Kakak mau menginap di sini. Bunda langsung sehat, langsung belanja beli barang-barang warna pink, terus masak makanan kesukaan Kakak juga. Ajaib yah, Kak,” jelas Azka. Yang membuat Rachel terperangah.
Ia menatap Tante Kanigara di depannya, benarkah? Benarkah begitu? Bagaimana bisa wanita yang ia pikir jahat karena sudah merebut Papa dari Mama, justru terlihat begitu baik memperlakukannya?
Rachel berusaha membenci Tante Kani, seperti yang Mas Arial lakukan pada wanita itu. Tapi tetap saja, menurut Rachel. Tante Kani enggak pantas untuk menerima kebencian.
“Bunda cuma mau Kak Rachel nyaman dan merasa seperti di rumahnya sendiri.”
Setelah selesai makan malam, Rachel sempat berbicara dengan Papa sebentar di taman rumah. Rachel benar-benar merindukan Papa, kalau di ingat-ingat. Mungkin sudah 1 bulan ia tidak melihat Papa.
“Papa kapan pulang ke rumah, Pah?” tanya Rachel to the point.
Papa tidak menjawab, pria itu hanya sibuk menghisap cerutu yang berada di sela bibirnya.
“Papa itu udah enggak sayang lagi sama Mama, Mas Iyal dan Rachel yah, Pah?”
“Kenapa Rachel ngomong kaya gitu? Mama yang bilang kaya gitu?” tanya Papa.
Rachel hanya menggeleng, tatapannya sedih. Papa di depannya dan di depan Azka sangat berbeda.
“Mas Arial sama Rachel bikin salah apa sampai Papa enggak mau pulang lagi ke rumah?”
Menghembuskan kepulan asap dari bibirnya, Papa kini menatap Rachel. Tatapannya masih sama dinginnya, namun Rachel bisa melihat sirat kasih sayang yang terbalut dengan sikap arogan yang selama ini hanya Papa tunjukan padanya dan Arial.
“Arial dan kamu enggak pernah salah. Berhenti menyalahkan diri kamu Rachel.” jawab Papa pada akhirnya.
“Terus kenapa, Pah?”
Papa menghela nafasnya berat, meski begitu. Rachel berhak tahu. Ia sudah besar, dan rasanya cukup baginya menjelaskan jika mereka memutuskan untuk berpisah.
“Mama dan Papa sudah berpisah, Rachel.”
“Pah—”
“Mama yang meminta.”
Bahu Rachel merosot, tenggorokannya terasa tercekat mendengarnya. Hatinya mencelos dan dunia seakan berhenti berputar, ia baru sadar ketika tangan besar milik Papa itu menyadarkannya.
“Tidur yah, Tante Kani sudah memanggil kamu.” tanpa menunggu jawaban dari Rachel, Papa pergi begitu saja. Meninggalkan Rachel yang masih mematung di tempatnya.
Malam itu Rachel menginap di sana, di dalam kamar yang Tante Kanigara persiapkan untuknya.
“Baca doa dulu sebelum tidur yah, kalau Rachel butuh apa-apa. Bilang sama Tante yah. Anggap ini rumah Rachel juga.”
“Tante?”
“Ya, sayang?”
Rachel menatap wanita di depannya itu, ia tersenyum kecil kemudian. “Terima kasih.”
“Sama-sama Rachel.”
Setelah itu Tante Kani keluar dari kamar Rachel, meninggalkan Rachel dengan sejuta tanda tanya seperti apa ia harus berdoa. Mama dan Papa tidak pernah mengajarinya berdoa, ah, tidak. Rachel dulu ikut ke agama Mama.
Namun saat ia berusia 13 tahun, Rachel pindah ke agama Papa. Arial hanya pernah mengajarinya beribadah, tapi Arial tidak pernah mengajarinya berdoa saat tidur. Jadi dari pada ia bingung, Rachel mengambil ponsel miliknya dan menekan kontak Dimas di sana. Dimas pasti bisa mengajarinya.
“iya sayang?“
“Dim!!” pekik Rachel.
“hm?“
“Ajarin aku berdoa yah, kamu bisa kan? Aku mau tidur, tapi kata Tante Kani aku harus berdoa dulu sebelum tidur.”
Di sebrang sana Dimas terkekeh kecil, di telinganya Rachel seperti gadis kecil yang merengek untuk di ajarkan berdoa.
“tangan kamu menengadah di depan dada yah, habis itu ikutin aku. Kamu dengerin dulu aku bicara, baru habis itu ikutin.“
Dan malam itu Rachel mendapatkan fakta menyakitkan, pelajaran baru sekaligus kasih sayang. Meski agak asing, tapi ia merasa nyaman tinggal di rumah itu.
Raka Aditama Prasojo
Kanigara Rahayu
Azkanio Geofani Prasojo