Wordsmith

Reader

Read the latest posts from Wordsmith.

from small medic mini-blog

Whinges to follow.

I had no department induction because “I'm not new to the department”

tasked to do pre-op assessments, told I could do some e-learning, having had zero feedback I hope the day anaesthetists enjoyed my shitty assessments with loads of detail (apart from where teeth are, what's up with that)

wanting to be involved with cases, but not even knowing there were cases overnight until I stumbled across them... please. I will cannulate and art line whoever. Anyone.

and emergency medicine, ie my parent specialty, constantly being slated

I get it, my regs have to scope me out, as do I, but I was expecting more. to find things difficult because there were lots of new skills to learn and the intensity of the work, not the constant defense of my specialty and my place on the team and asking permission to do simple things

(my supervisor and I talked about belonging, early on this year. ED recognises (kinda) me as one of its own – that I'll be coming back to them eventually. the tendency on ICU and theatres is: anaesthetics trainees are a known quantity – the favourite children – and most of the seniors know exactly what they need from training. most of the seniors don't know what signoffs ED trainees need, don't think much of EM as a specialty anyway, and keep saying “you're not going to use it anyway”, as if that precluded actually training a trainee)

#anaesthetics

 
Read more...

from kenanyildiz1

Profesyonel ve Güvenilir Tercüme Bürosu Ankara

Ankara’da kaliteli tercüme hizmeti almak isteyenler için Metropol Tercüme Bürosu, deneyimli noter yeminli tercüman kadrosuyla en güvenilir çeviri hizmetlerini sunmaktadır. Resmî belgelerinizin yasal geçerliliğe sahip olması için noter onaylı tercüme bürosu olarak hizmet vermekteyiz. Çeşitli dillerde profesyonel çeviri çözümleri sunan tercüme şirketimiz, akademik, ticari, hukuki ve teknik çevirilerde en yüksek kalite standartlarını garanti etmektedir. Alanında uzman tercümanlarımız sayesinde, hızlı ve hatasız çeviri hizmeti alabilir, belgelerinizin uluslararası geçerliliğini güvence altına alabilirsiniz.

Yeminli ve Noter Onaylı Tercüme Hizmetleri

Resmî işlemler için gerekli olan yeminli tercüme hizmetleri, yalnızca noter yeminli tercümanlar tarafından sağlanabilir. Metropol Tercüme Bürosu, müşterilerine yeminli çeviri bürosu olarak noter onaylı ve resmi belgelerde geçerli tercümeler sunar. Tapu işlemleri, mahkeme evrakları, ticari sözleşmeler ve diğer yasal belgeleriniz için tercüme şirketleri arasında fark yaratıyoruz. Çeviri ofisimiz, güvenilirlik ve doğruluk ilkesini benimseyerek her sektöre özel çözümler üretmektedir. Ankara’da yeminli tercüme şirketi arayışında olanlar için en hızlı ve doğru çeviri hizmetlerini sağlıyoruz.

Çeviri Şirketleri Arasında Lider Konumdayız

Ankara’da tercüme firmaları arasında lider konumda bulunan Metropol Tercüme Bürosu, müşteri odaklı çalışma prensibi ile hareket eder. Akademik, tıbbi, teknik ve hukuki belgeleriniz için kaliteli tercüme hizmeti alabileceğiniz tercüme ofisleri arasında en iyi seçeneklerden biri olmaktan gurur duyuyoruz. Yeminli çeviri şirketi olarak geniş dil seçeneklerimiz ve uzman kadromuz sayesinde sizlere profesyonel destek sunuyoruz. Eğer tercüme bürosu Ankara lokasyonunda en iyi hizmeti almak istiyorsanız, bizimle iletişime geçerek ihtiyacınıza en uygun çeviri çözümlerini keşfedebilirsiniz.

 
Devamını oku...

from My First And Last ✅

“Berkas yang ini di foto copy yah, Mbak. Nanti kalau udah di foto copy. Mbak nya ke sini lagi kasihin berkas aslinya, sekalian nanti transfer nya ke nomer rekening ini.”

“Oke, sebentar yah, Mbak.”

Setelah ngomong sama bagian administrasi buat ngajuin cuti kuliahnya, Ara enggak langsung ke tukang foto copy buat copy semua berkasnya. Dia duduk dulu sebentar di gazebo yang dekat sama gedung dekan. Rasanya capek banget, padahal cuma nunggu sebentar dari gedung administrasi ke tukang foto copy an juga enggak jauh.

Ara ke kampus tadi di anter sama Arial, tapi setelah itu Arial pergi ke kantor nya. Mungkin nanti pulangnya Ara bakalan naik taksi online atau nanti dia telfon Chaka, Chaka emang tinggal di Bandung, selain lagi merintis karir nya di sini. Dia juga masih nungguin Niken pacarnya.

Katanya enggak sanggup kalau harus LDR dari Bandung ke Jakarta, oh iya, Chaka juga masih tinggal di kosan. Yup, cuma dia yang bertahan disana. Walau sekarang kosan juga isi nya mahasiswa baru semua.

Lagi asik kipas-kipas sambil scroll video, gak lama kemudian ada panggilan video dari Yuno. Wajah Ara langsung sumringah banget, dia langsung angkat telfon itu karena udah kangen banget sama Yuno. Sejak kemarin Yuno sibuk terus, mereka jadi enggak bisa telfonan atau melakukan panggilan video.

sayang? Lagi dimana?” Yuno mengerutkan alisnya, soalnya Ara pakai baju rapih dengan latar tempat yang asing buat Yuno.

“Lagi di kampus, Mas. Belum jalan ke rumah sakit?”

Yuno menggeleng, “baru bangun, mau makan dulu habis itu baru jalan. Kamu ngajuin cuti nya hari ini? Di temenin siapa?

“Tadi di anter sama Mas Iyal, tapi dia langsung ke kantor.”

pulangnya?

“Sama Chaka kayanya, atau gak nanti aku pesan taksi online.”

Yuno meringis, dia gak pernah gak enak dan gak tega kalau lihat Ara ngelakuin banyak hal sendirian, Kemana-mana sendirian, rasanya Yuno kaya gak berguna jadi Suami. Kaya cuma bisa nafkahin aja dari jarak jauh, nemenin ke dokter kandungan pun enggak.

“Mas kok muka nya gitu?” Ara nanya gini soalnya raut muka Yuno beda banget sama pertama kali dia angkat telfon, wajah Yuno jadi tampak gusar.

ngerasa bersalah aja sama kamu, aku cuma bisa ngasih uang doang tapi gak bisa ada di samping kamu. Maaf yah, Sayang.

Setiap malam atau saat ada waktu luang waktu dia berjaga, kadang Yuno mikir kalau Ara udah cukup jadi istri yang baik. Dia mandiri, punya penghasilan sendiri, cukup bisa mengerti Yuno dan keluarganya, selalu mendukung Yuno dan menghormati Yuno sebagai suaminya, Bahkan itu yang membuat Yuno kadang minder sama Istrinya sendiri, Yuno belum punya penghasilan tetap buat nafkahin Ara. Jujur saja, dia masih bergantung sama uang saku yang di kasih sama kedua orang tua nya.

Memang lebih dari cukup buat menghidupi dia dan Ara, tapi rasanya Yuno jadi enggak percaya diri karena dia nafkahin Ara bukan dari hasil kerja kerasnya. Yuno sebenarnya punya kok penghasilan sendiri dulu waktu awal-awal kuliah, dia pernah di tunjuk sebagai asisten dosen di kampusnya.

Gaji nya juga lumayan banget, Yuno enggak pernah pakai uang itu karena mau dia tabung buat beli rumah sama Ara. Dulu, Yuno juga pernah izin sama orang tua nya kalau dia mau ambil pekerjaan paruh waktu di Jerman. Dia mau kerja di kedai pizza, tapi sayangnya Papa dan Mama nya melarang Yuno.

Mereka bilang enggak mau waktu belajar Yuno terganggu dan mempengaruhi nilai nya di kampus, mereka bilang Yuno hanya perlu fokus belajar saja. Sebenarnya keputusan Yuno menikah sama Ara juga terkesan buru-buru, anggap Yuno egois. Dia cuma enggak mau kehilangan Ara lagi.

“Mas..” kedua bahu Ara merosot. “Tuh kan gitu lagi, kan aku udah bilang aku gapapa.”

tapi tetap aja aku enggak enak sama kamu, sayang.

“Kan cuma sementara, besok-besok kalau Mas udah pulang juga Mas sama aku terus kan.”

Yuno tersenyum kemudian mengangguk pelan, Ara emang paling bisa membuat perasaanya lega. “sayang?

“Ya, Mas?”

Kamu yakin enggak mau di antar siapa-siapa ke Heidelberg? Sama Reno ya? Atau sama Mbak Ola juga gapapa, aku gak masalah anak-anak nya di ajak juga.

“Ihhhh, Mas. Gak papa. Kan aku udah pernah nyamperin kamu sendirian ke sana waktu itu, kamu nih.”

tapi kan beda sayang, waktu itu kamu enggak lagi hamil. Sama Gita aja gimana? Atau sama Chaka juga gapapa, dia pengangguran kan?” kata Yuno sembarangan.

“Yah itu artinya kalau sekarang juga aku gak sendirian dong? Kan berdua sama baby. Lagian Mas, Gita tuh kasian. Dia di rumah aja udah repot sama si kembar, terus Chaka? Kamu nih sembarangan aja ngatain dia pengangguran, Chaka tuh kerja tau di firma arsitektur. Gitu-gitu dia lagi merintis karir nya.”

Yuno terkekeh, Ara enggak salah. Tapi ucapannya juga enggak bener juga, maksud Yuno kan bukan begitu. Yuno tau Ara berani ke Heidelberg sendirian tapi rasanya Yuno baru akan merasa lega kalau Ara ada yang nemenin.

Gak gitu dong.

“Ihhh, Mas-Mas. Minggu depan kan aku ke dokter Bagas lagi yah, kata dokter Bagas bayi kita udah bisa di lihat jenis kelamin nya, udah masuk 5 bulan juga kan. Kalau anak kita cewek Mas mau kasih nama siapa?” Ara ngalihin pembicaraan, dia gak mau di temenin siapa-siapa. Dia berani sendirian nyamperin Yuno, lagi pula ini waktunya dia bersama Yuno lagi dia enggak mau di ganggu siapapun.

Mendengar pertanyaan istrinya itu Yuno jadi senyum-senyum salah tingkah, dia baru kepikiran buat nyari nama buat anak mereka. Dari kemarin rasanya dia lupa karena saking sibuknya, Ara juga baru ingetin sekarang.

Hana?

cuma itu yang terlintas di kepala Yuno. Hana yang dalam bahasa Korea artinya satu, ini memang anak pertama mereka kan. Dan dalam bahasa Jepang artinya bunga di agama mereka juga Hana berarti keindahan dan kebahagiaan. Nama yang sederhana tapi punya makna yang baik dan indah.

“Hana?” pekik Ara “apa artinya, Mas?”

Dalam bahasa Korea artinya satu atau pertama, dalam bahasa Jepang artinya bunga. Hana juga punya makna yang bagus yang artinya keindahan dan kebahagiaan, bagus gak? Kamu ada nama lain?

“Bagus!! Aku suka nama nya. Aku sejauh ini belum ada nama, Mas. Tapi Papa minta nama keluarga kamu harus di taruh di belakang nama anak kita.” Ara mengulum bibirnya sendiri, Papa nya Yuno sudah mewanti-wanti ini sejak tahu Ara hamil. Ara baru cerita sama Yuno sekarang.

gak usah juga gapapa, lagi pula ini kan anak kita. Kita yang orang tua nya bukan Papa.” Yuno cuma enggak mau anaknya kelak akan menjadi seperti dia, terikat oleh tali tak kasat mata dan harus menerima fakta harus meninggalkan cita-cita nya demi meneruskan profesi keluarga. Yuno mau anaknya hidup sebagai dirinya sendiri, cukup dia yang jadi boneka orang tua nya.

“Ih gapapa, Mas. Lagi pula Wijaya kan juga nama belakang kamu.” Ara menaikan satu alisnya. “Nanti aku cari lagi ya nama lengkap nya buat baby.”

Yaudah, kamu hati-hati yah. Kabarin aku kalau udah sampai rumah Gita.

“Siap Papa sayang!!”

Apa?” pekik Yuno kaget.

“Hehe” Ara nyengir, dia malu banget dan akhirnya matiin sambungan panggilan video nya lebih dulu. Takut banget Yuno minta dia buat ngulang ucapannya barusan.


Sudah beberapa hari ini Bianca enggak keluar dari kamar kost nya, dia juga batalin check up kaki nya dan lebih milih di rumah. Setiap hari nya orang-orang dari pria yang mengaku Ayah kandungnya itu bolak balik ke kosan nya buat mastiin Bianca enggak kenapa-kenapa.

Orang-orang itu juga yang bawain makanan buat Bianca dan menaruh nya di depan pintu kamar Bianca, ya walau berakhir enggak Bianca ambil. Bianca masih bingung, dia masih sulit mencerna semua nya. Dia senang akhirnya dia tahu bagaimana asal usul dirinya, tapi lebih menyakitkan lagi ketika dia tahu kalau dia adalah anak dari selingkuhan dan Ibu nya sudah meninggal.

Wajah Bianca udah enggak karuan, apalagi kalau ingat fakta bahwa dia dan Damian adalah saudara satu Ayah. Rasanya dia jijik banget sama dirinya sendiri, Bianca ingin hilang ingatan aja rasanya.

“Mbak Bianca!!” gak lama kemudian terdengar suara Ibu-Ibu dari depan kamar kost Bianca, itu kayanya suara Ibu kost deh.

“Iya, sebentar.”

Mau enggak mau Bianca harus bukain pintu buat Ibu kost nya, waktu Bianca buka pintu. Wajah Ibu kost yang biasa nya ramah itu enggak kaya biasanya, liat Bianca pun sinis banget.

“Ada apa, Buk?”

“Duh, Mbak. Ini makanan-makanan yang di kasih sama orang udah ngalangin jalanan tau gak? Banyak yang udah basi juga dan bikin bau.”

“Maaf yah, Buk. Nanti saya bersihin.”

“Selain itu juga, Mbak. Orang-orang yang suka ke sini itu bikin gak nyaman penghuni lain, saya tiap hari dapat komplain terus. Yang tinggal di kosan saya kan bukan Mbak Bianca aja jadi tolong dong Mbak jaga kenyamanan bersama.”

Bianca mengangguk, dia jadi enggak enak sama Ibu kost dan penghuni lain yang terganggu sama masalah Bianca ini. Mungkin kalau orang-orang itu datang lagi Bianca akan usir dan bilang buat enggak datang ke kosan nya lagi. Meski rasanya Bianca enggak punya tenaga buat marahin mereka.

“Oh iya, satu lagi. Ini Mbak Bianca yah?” Ibu kost ngeluarin ponsel nya yang nunjukin foto-foto tanpa busana Bianca yang waktu itu tersebar, Bianca kaget dan dia enggak berucap sepatah kata pun. “Bener?”

“Maaf yah, Buk. Nanti saya beresin semua nya, maaf udah bikin Ibu sama penghuni lain nya enggak nyaman.”

Bianca langsung buru-buru nutup pintu kosan, dia tahu ini enggak sopan tapi Bianca bingung harus menjelaskannya bagaimana. Toh di jelaskan juga percuma, enggak ada yang percaya sama dia. Dan masyarakat sudah menyematkan nya sebagai 'cewek enggak bener' udah terlambat Bianca perbaiki, dan harapan Bianca sekarang semoga orang-orang cepat melupakan wajahnya.

Baru saja Bianca ingin merapihkan kamar kost nya, enggak lama kemudian pintu kamar nya di ketuk. Bianca sempat lihat dari jendela, Bianca pikir itu orang suruhan pria yang mengaku sebagai Ayah nya atau Ibu kost nya lagi. Tapi ternyata itu Julian, mau ngapain dia ke sini? Pikir Bianca.

Bianca akhirnya bukain pintu buat cowok itu, Bianca masih marah sama Julian. Tapi dia juga mau tau kenapa Julian baru muncul sekarang.

“Ngapain lo—”

“Lo yang bilang sama Ibu gue?” hardik Julian tiba-tiba, Bianca sama sekali enggak ngerti apa yang Julian bicarain.

“Maksudnya?”

“Gak usah pura-pura bego, Bi. Lo datang kan ke rumah gue dan ngomong tentang kita sama Ibu gue, lo bilang kan kalo gue udh tidur sama lo?”

Ucapan Julian semakin bikin hati Bianca sakit, dia tiba-tiba saja di tuduh seperti ini? “Gue gak pernah datang ke rumah lo, apalagi ngadu sama Ibu lo.”

“Terus kalau bukan lo siapa lagi? Lo marah sama gue karna gue ninggalin lo hari itu? Lo dendam sama gue kan, Bi? Atau lo hamil?” Julian naikin nada bicaranya, dia kelihatan marah dan sewot banget sama Bianca.

PLAK

Karena kesal sama ucapan Julian, tangan Bianca melayang menampar sisi wajah Julian sampai wajah cowok itu terhuyung ke samping. Dia gak ngerti Julian ngomong apa, dia juga enggak merasa datang ke rumah Julian apalagi ngadu sama Ibu nya.

“Gue gak pernah datang ke rumah lo apalagi ngadu sama Ibu lo! Gue bahkan enggak punya muka buat datang ke sana,” ucap Bianca penuh penekanan.

“Gue emang cewek murahan, Jul. Gue emang sakit dan marah banget lo udah ninggalin gue gitu aja, tapi buat kepikiran balas dendam aja enggak.”

Julian diam aja, kupingnya berdenging nyaring karna tamparan Bianca. Kalau bukan Bianca lalu siapa? Pikir Julian.

“Dan satu lagi, lo gak perlu takut gue hamil, Jul. Karna buat punya anak dari lo juga gue enggak sudi!!”

Bianca mundur, dia mau nutup pintu kamar nya. Rasanya sudah babak belur sekali dia seharian ini. Kepala nya pening, rasanya Bianca udah gak tahan buat hidup kalau begini cara nya. Masalahnya kenapa enggak ada yang selesai dan justru bertambah, bahkan orang yang akhir-akhir ini Bianca andalkan pun juga mengecewakannya.

“Jangan pernah munculin muka lo di depan gue lagi, Jul. Sekarang gue tau kenapa Ara nolak lo, karena cowok brengsek kaya lo. Emang gak pantes buat cewek sebaik dia,” ucap Bianca sebelum akhirnya dia nutup pintu kamar nya, meninggalkan Julian yang masih mematung di depan kamar Bianca. Cowok itu masih menyesali perbuatan dan ucapannya barusan.

 
Read more...

from My First And Last ✅

“Andra, angkat ini ke dalam, nak.”

Samar-samar Julian mendengar suara Ibu, matanya juga mengerjap karena sinar matahari yang masuk melalui celah-celah korden kamarnya. Ia ingin bangun namun tidak jadi, kepala nya terlalu sakit. Jadi yang Julian lakukan adalah meraba kantung celana nya untuk mencari ponsel nya.

Julian ingin tahu sekarang jam berapa, dan sial nya saat menemukan ponsel nya di kantung celana nya. Ponsel nya mati, Julian mendesah putus asa dan mengusap wajahnya, dia baru ingat kalau semalam ia mabuk dan Kian mengantarkannya pulang ke rumah alih-alih ke hotel. Itu artinya Ibu dan Andra tahu kalau dia mabuk parah semalam kan? Pikir Julian.

sialan Mas Kian.

Tanpa pikir panjang ia langsung bangun dari ranjangnya, Julian mengabaikan kepala nya yang sakit dan tubuhnya yang lengket bau minuman bercampur keringat. Dia membuka pintu kamarnya, mendapati Ibu dan Andra sedang menaruh belanjaan di dapur.

Ibu memang belanja untuk catering nya, biasanya kalau Julian libur, Julian yang mengantar Ibu tapi berhubung Julian semalam mabuk, akhirnya Ibu di antar oleh Andra. Begitu melihat Julian bangun, Ibu langsung membuang pandanganya ke arah lain. Ibu bahkan pergi ke dapur mengabaikan Julian yang terlihat merasa bersalah.

“Dra?” panggil Julian waktu Andra keluar dari dapur.

“Ibu kecewa banget sama lo, Mas.” itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Andra. Julian tahu itu, terlihat dari bagaimana raut wajah Ibu dan sikap nya pagi ini yang memang menyadarkan Julian bahwa Ibu sangat marah.

Julian diam aja, dia nunduk. Ngerasa bersalah banget sama Ibu dan enggak enak sama Andra. Karena dia mabuk Andra jadi harus mengambil alih pekerjaannya bantu Ibu, mereka itu udah bagi-bagi tugas buat bantu Ibu dari dulu.

“Biar gue aja yang bawa ke dapur, Dra.” Julian nahan tangan Andra waktu adiknya itu mau bawa karung kecil berisi bawang bombay yang di beli Ibu.

“Yaudah, gue tinggal yah. Gue mau pesen gas dulu.”

Julian mengangguk, dia mengambil alih pekerjaan itu dan berjalan ke dapur. Di dapur, Ibu sedang memeriksa catatan dan belanjaan yang dia beli sama Andra, namun begitu melihat Julian masuk Ibu langsung berdiri dan hendak keluar dari dapur.

“Buk?” panggil Julian setelah dia naruh karung berisi bawangnya.

“Mandi, sholat, habis itu makan.” hanya itu yang Ibu ucapkan setelah itu Ibu pergi mengabaikan Julian lagi.

Julian yang mendengar nada tegas dari suara Ibu nya itu mengusap wajahnya, dia nyesal. Julian sadar kok dia sudah lari terlalu jauh, dia juga sadar kalau dia banyak berubah. Bahkan Julian sadar dia seperti tidak mengenali dirinya sendiri lagi.

Karena enggak ingin bikin Ibu tambah marah, Julian akhirnya lakuin apa yang Ibu suruh. Dia mandi, sholat dan kemudian makan. Perut nya juga lapar karena seingatnya terakhir ia hanya makan siang di kantor.

Setelah makan, Julian sempat masuk ke dalam kamar nya. Dia belum sempat ngomong sama Ibu empat mata karena Ibu sedang sibuk di catering, jadi yang Julian lakukan adalah membuka MacBook miliknya untuk mencari lowongan pekerjaan. Julian mau berubah, dia juga mau menjauh dari semua hal yang menyakitinya, dia mau menjauhi orang-orang yang mengenalnya. Dan mencari suasana baru.

Beberapa plat form lowongan pekerjaan Julian jelajahi, ada beberapa perusahaan yang menjadi kandidat Julian. Enggak berada di Jakarta, tempatnya ada di Semarang. Julian ingin meninggalkan Jakarta dan tinggal di Semarang untuk sementara waktu, kebetulan di Semarang juga masih ada rumah peninggalan Bapak yang di tempati sama Pakle dan Bulek nya.

Sedang asik melihat-lihat lowongan pekerjaan, tiba-tiba saja pintu kamar Julian terbuka. Menampakan Ibu dengan wajah datar nya, Julian langsung berdiri

“Ibu mau ngomong sama, Mas. Ke depan, jangan di kamar terus!” ucap Ibu tegas.

“Iya, Buk.”

Ibu jalan ke ruang tamu di ekori Julian di belakangnya, kedua nya duduk di sofa yang sama. Julian hanya menunduk sementara Ibu menelisik wajah si sulung itu dengan rasa kesal sekaligus kecewa.

“Ijul minta maaf, Buk.” ucap Julian penuh penyesalan. “Ijul nyesal banget.”

“Sejak kapan anak Ibu banyak berubah begini? Sejak kapan, Jul...” suara Ibu berubah jadi lirih, Ibu menangis. Ibu kaget banget waktu tengah malam seseorang mengetuk rumahnya dan mengantarkan Julian dalam keadaan mabuk. Ibu enggak pernah liat Julian minum, aneh-aneh waktu jaman sekolah pun enggak bahkan waktu Julian kost di Bandung dan jauh dari Ibu pun Julian enggak pernah macam-macam, Makanya rasanya Ibu kecewa dan gagal banget mendidik Julian.

“Maafin Ijul, Buk.. Ijul janji gak akan kaya gitu lagi.”

Julian yang tadi nya duduk di sofa sekarang pindah duduk di lantai, dia bersimpuh di depan kaki Ibu nya. Memeluk kaki Ibu demi mendapatkan maaf dari wanita itu. Julian menyesal banget, selain itu dia juga marah tapi juga enggak bisa marah sama Kian, karna biar bagaimana pun Kian sudah ia repotkan untuk mengantarnya ke rumah.

“Kenapa kamu jadi begini, Jul.. Perasaan Bapakmu gak pernah kaya gitu.. Bapak gak pernah ngajarin kamu aneh-aneh.”

“Salahnya Ijul, Buk. Bapak sama Ibu enggak salah.”

Karena terlanjur kesal, Ibu menyingkirkan tangan Julian yang menggenggam tangannya. “Kamu tau gak salah mu apa?!”

“Ijul mabuk, Buk..”

“Bukan cuma mabuk!!” hardik Ibu naik pitam.

Mendengar suara Ibu membentaknya, Julian menengadahkan kepala nya. Matanya memerah karena dia menangis, kalau bukan hanya mabuk? Lalu salah apa lagi dia? Pikir Julian. Julian menggeleng pelan, dia memang enggak tahu kesalahan apa yang Ibu maksud.

“Kamu tidur sama perempuan bernama Bianca itu, Jul? Iya?”

Julian panik bukan main, dari mana Ibu tahu? Ia hanya bercerita hal ini pada Andra bahkan Kian pun enggak dia ceritain sama sekali, atau jangan-jangan Bianca ke rumahnya? Apa wanita itu hamil dan meminta pertanggung jawabannya? Pikiran Julian rasanya penuh banget, dia sampai enggak berani ngeluarin kata-kata sedikit pun. Otak nya kaya berhenti berpikir, yang di kepala Julian sekarang hanya dia merasa gagal karena sudah mengecewakan Ibu.

“Ibu kecewa banget sama kamu, Jul. Bapak selalu bilang buat jangan sampai berbuat seperti itu, sudah berapa kali kamu kaya gitu sama dia?”

“Buk—”

“BERAPA KALI JULIAN!!” teriak Ibu.

“Buk, nanti gas nya di antar sama Pak Kar—” tidak lama kemudian Andra datang, namun kata-katanya mengambang karena dia lihat Ibu dan Mas nya itu sedang menangis di ruang tamu.

“Ini ada apa sih?”

“JAWAB IBU JULIAN!!”

“Lo yah?!” Julian berdiri, Julian natap Andra nyalang dengan sorot mata kecewa sekaligus marah. Saat ini dia masih mencurigai Andra kalau Andra keceplosan ngomong sama Ibu.

“Apaan sih, Mas? Gue apa?”

“Lo yang cerita sama Ibu soal gue sama Bianca, iya?!” sentak Julian.

“Jadi Andra sudah tahu?” Ibu yang mendengar itu berdiri, beliau natap kedua anak laki-laki nya itu dengan kecewa. Bukan Andra yang ngomong, Ibu gak pernah tahu soal Julian dan Bianca dari Andra.

“Buk..”

“Benar apa yang di bilang Mas mu, Dra?”

Julian yang tadi nya menatap Andra dengan marah kini jadi tambah bingung, kalau bukan tahu dari Andra lalu Ibu tahu dari siapa? Dan saat ini dugaan paling kuatnya adalah Bianca, Bianca yang datang ke rumahnya lalu cerita sama Ibu, apa Bianca sakit hati karena di hari terakhir mereka bertemu, ia langsung meninggalkan Bianca tanpa berucap sedikit pun? Pikir Julian, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.

“Ya Allah,” Ibu memejamkan matanya. “Ibu benar-benar kecewa sama kalian! Sakit banget hati Ibu di bohongin sama kalian.” ucap Ibu sebelum beliau pergi masuk ke dalam kamarnya.

“Buk.. Ibu...” Julian ingin menyusul Ibu namun Andra menahan bahu nya.

“Gara-gara lo, Mas. Kalo sampe Ibu kenapa-kenapa, lo orang pertama yang gue hajar!! Asal lo tau yah, gue gak pernah sekalipun ngember tentang aib lo sama itu cewek!” Andra nunjuk-nunjuk bahu Mas nya itu dengan telunjuknya, sekalipun Andra enggak pernah ngerasa kurang ajar kaya gini, dia sangat menghormati Julian. Tapi kali ini rasanya Julian sudah kelewatan.

“Urus masalah lo sama itu cewek sendiri, jangan bawa-bawa gue!” setelah mengatakan itu, Andra pergi menyusul Ibu.

Meninggalkan Julian yang terduduk lemas di atas sofa sembari meremas rambut nya sendiri, jika benar ini semua karena Bianca. Dia enggak akan tinggal diam, dia akan nyamperin cewek itu dan nanya apa maksud nya dia sudah cerita tentang mereka ke Ibu, tapi bagaimana kalau ternyata Bianca hamil? Pikir Julian enggak karuan.

 
Read more...

from My First And Last ✅

Selama enggak bertemu lagi dan gak menghubungi Julian lagi, Bianca lebih banyak menghabiskan waktu di kosan nya. Mulai dari baca-baca buku, masak sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti poterry class. Bianca masih bingung mau bagaimana sama karir nya setelah keluar dari Ruby Jane, dia cuma mau menikmati hidupnya sebentar.

Setiap kali dia keluar, kadang Bianca juga masih suka di perhatikan orang-orang. Makanya dia sering pakai masker kalau mau keluar, hari ini Bianca pergi sendiri ke tempat poterry class nya. Dia gak punya siapa-siapa lagi buat di ajak ikut kelas seperti ini.

Waktu baru datang, Bianca di kasih berbagai macam barang seperti celemek, masker, buku panduan dan brosur dari tempatnya. Oh iya, Bianca masih pakai kruk dan dia masih belum terbiasa sama itu. Makanya buat bawa barang-barang yang di kasih sama kelas nya juga dia kerepotan. Sampai-sampai celemek yang nantinya akan dia pakai itu jatuh.

Di tempat menuju kelas nya agak ramai, tapi enggak ada satu orang pun yang membantu nya untuk mengambil celemek itu. Bianca juga enggak mau minta bantuan siapa-siapa, takut ada yang mengenali dia. Sampai akhirnya ada tangan kurus yang membantunya mengambil celemek itu.

“Makasih yah, Mbak—” ucapan Bianca tertahan, dia kaget karena ternyata Ara ada di kelas ini juga. “Mbak Ara? Kok bisa ada disini?”

Ara senyum, dia juga sama gak nyangka nya kalau akan ketemu sama Bianca. “Aku ikut kelas ini, Mbak. Kamu disini juga?”

Bianca mengangguk. “Iya.”

“Sendiri?”

Lagi-lagi Bianca mengangguk, Ara enggak nanya Julian kok. Dia cuma kasihan saja sama Bianca karena kaki nya masih sakit dan harus pakai kruk tapi justru wanita itu pergi sendirian, dia pasti kesusahan banget kalau mau ngapa-ngapain sendiri. Geraknya enggak sebebas biasanya.

“Sama aku aja yah, duduk di sebelah aku.”

“Boleh?”

“Boleh dong, sini aku bantuin bawa.” karena liat Bianca kerepotan, akhirnya Ara yang bawain barang-barang yang di bawa Bianca.

Mereka juga duduk bersebelahan waktu mengikuti kelasnya, tutor nya baik menurut Bianca, orangnya ramah dan peserta lain juga menyenangkan. Dia gak pernah menyangka ikut kelas seperti ini membuat kekosongan di hatinya sedikit terisi, tapi sejujurnya Bianca enggak begitu konsentrasi karena beberapa kali dia melirik Ara terus.

Ternyata cewek yang di sukai Julian sebaik itu, Ara bukan cuma cantik tapi juga baik dan perhatian. Kalau di liat dari akun-akun sosial media miliknya yang setiap malam Bianca stalk, Ara emang bukan tipe cewek banyak tingkah, reputasi nya bagus banget dan ternyata dia influencer yang suka mengedukasi tentang kesehatan mental.

Pantas saja Julian bisa sesayang itu sama Ara sampai-sampai melihat cewek itu nikah sama orang lain jadi patah hati terparahnya, kadang Bianca jadi suka membandingkan dirinya dan Ara. Kalau di bandingin rasanya dia bukan apa-apa, Bianca kaya cuma wanita dengan asal usul enggak jelas, suka dugem, pernah jadi selingkuhan dan sering kali mabuk.

Setelah selesai mengikuti kelas nya, Ara sempat ngajak Bianca makan sore dulu. Kebetulan Bianca juga belum makan dari siang, dia juga bosan makan sendirian jadi akhirnya dia ikut Ara saja.

“Nanti pas ambil hasil nya Mbak mau bareng sama aku?” tanya Ara di sela-sela makannya.

“Boleh, nanti kamu kabarin aku yah, Ra.”

Ara mengangguk, “punya Mbak tuh keren deh, aku suka banget. Padahal baru sekali ikut yah?”

“Aku pernah belajar dulu.”

“Oh yah?” pekik Ara kaget, pantas saja Bianca kelihatan telaten dan bagus banget buatannya. Kaya memang udah pernah buat atau pernah mengikuti kelas.

“Iya, dulu Ibu panti aku pengerajin tembikar. Aku pernah belajar, makanya aku lumayan bisa bikinnya.”

Waktu di panti, Bianca kecil itu banyak ingin mengetahui hal-hal baru. Termasuk ngelihatin Ibu pantinya bikin gelas dan guci, Bianca pernah di ajari. Makanya dia lumayan bisa. Bianca ikut kelas ini karena dia emang mau mengisi kekosongan aja sekaligus merindukan pantinya yang dulu.

Waktu dengar Bianca pernah belajar, Ara natap Bianca kagum. Dia sampai tepuk tangan nya kecil, tuh kan benar dugaannya gak mungkin Bianca bisa sejago itu kalau baru pertama kali.

“Pantesan jago banget.” Ara senyum “oh iya, selain ikut kelas ini Mbak mau ikut kelas apa lagi?”

Bianca jadi kepikiran kalau dia kayanya mau ikut kelas lagi, tapi dia masih bingung mau mengikuti kelas apa. “Pengen sih, kamu ada saran gak?”

“Ikut kelas baking mau gak, Mbak? Kebetulan aku udah daftar, tapi sayangnya minggu depan aku harus ke Bandung buat ngajuin cuti kuliah Makanya enggak bisa ikut kelas nya, kalau Mbak mau aku bisa kasih ke Mbak, jadi nanti Mbak yang gantiin aku, gimana?”

“Boleh, dimana tuh?”

“Di Senayan, nanti aku share alamatnya ke kamu yah, Mbak.”

Bianca mengangguk, sembari makan Bianca masih sesekali memperhatikan Ara, senyum cewek itu kelihatan tulus banget. Boleh Bianca jujur? Waktu dia berantem sama Julian soal bilang pacarnya, dia sempat membenci Ara, apalagi waktu Julian tiba-tiba pergi meninggalkannya tanpa kata sedikit pun Bianca juga membenci Ara.

Bianca cuma mikir kalau dia bertemu Julian lebih dulu, kalau saja dia Julian enggak ketemu Ara lagi. Dia dan Julian enggak akan berantem, Julian juga gak akan meninggalkannya seperti itu. Katakan Bianca sudah bergantung dan menggantungkan kebahagiaanya pada Julian, tapi apa dia salah? Dia cuma merasa nyaman sama cowok itu.

Tapi hari ini, untuk yang kedua kalinya dia ketemu sama Ara. Bianca jadi sadar kalau Ara sama sekali enggak pantas dia benci, cewek itu baik. Bianca justru rasanya ingin menjadi temannya, tapi ngeliat kehidupan Ara pun rasanya bikin Bianca iri, karena setelah pulang dari cafe, Bianca tahu kalau Ara di jemput Ibu mertua nya Bianca tahu itu mertua Ara karena Ara pernah memposting foto dia dan Ibu mertua nya di instagram.

Dia punya kehidupan yang baik, jauh di banding Bianca. Di perjalanan pulang pun Bianca menangis, dia mengasihani dirinya sendiri. Dia baru sadar kalau selama ini dia hanya punya dirinya sendiri. Namun saat sampai di depan kosan nya, Bianca justru sedikit kaget karena ada 2 orang pria duduk di teras kosannya.

Dua pria yang berbeda usia, yang satunya berusia sekitar 55 tahun dan yang satunya lagi terlihat seperti 30 an. Awalnya Bianca sempat mengira mereka adalah orang-orang suruhan Damian.

“siapa yah?” tanya Bianca. “Ada apa di depan kamar kost saya?”

“Bianca, bisa kita ngobrol sebentar?” tanya pria yang terlihat lebih tua itu.

Bianca mengangguk, pria itu mengajak Bianca untuk mengobrol di mobilnya. Sementara pria yang berdiri bersamanya tadi berdiri di luar mobil. Seperti nya itu pengawalnya? Tebak Bianca.

“Di kepala kamu pasti sekarang banyak pertanyaan yah? Tapi boleh saya tanya kabar kamu lebih dulu?” ucap pria itu sopan.

“Kabar saya baik, anda siapa yah?”

“Kenalkan Bianca, nama saya Dion Pratama Sijabat.”

Pria itu mengulurkan tangannya ke depan Bianca, tapi Bianca enggak menjabat tangan itu. Dia justru menatap pria itu dengan pandangan bingung, yang ada di kepala Bianca saat ini adalah kenapa nama belakang pria itu sama seperti nama nya?

“Kamu tambah bingung yah, Bianca?”

Bianca enggak menjawab, dia justru membuang pandanganya ke arah lain. Pria itu memang enggak menatapnya dengan kurang ajar, tapi Bianca enggak nyaman saja rasanya.

“Bianca, maaf kalau selama ini saya baru muncul.”

Bianca menoleh, kening nya berkerut menandakan kebingungannya. “Maksudnya?”

“Saya Ayah sekaligus wali kamu Bianca, saya yang mengadopsi kamu dari panti asuhan.” jawab pria itu dengan nada tenangnya.

Setelah mendengar itu, Bianca sempat terdiam. Namun sedetik kemudian ia tertawa hambar dan menggeleng kepalanya, ternyata selama ini pria itu adalah orang yang 'memeliharanya' kenapa baru muncul sekarang? Pikir Bianca.

“Jadi anda yang melihara saya? Wah...” Bianca menepuk-nepuk tangannya. “Dan sekarang anda sedang menjenguk peliharaanya?”

“Bianca—”

“Kenapa baru muncul sekarang?”

“Saya bisa jelaskan Bianca.”

Bianca menarik nafasnya, berusaha untuk tetap tenang agar pria di sampingnya itu bisa menjelaskan semuanya. Lagi pula ada banyak pertanyaan di kepala Bianca yang menuntut jawaban, dia harus sedikit bersabar.

“Maaf karena saya baru muncul di depan kamu sekarang Bianca, saya punya alasan untuk itu.” wajah pria bernama Dion itu penuh penyesalan, dia menunduk. Namun tidak lama kemudian menatap Bianca, cara melihat Bianca seperti cara seorang Ayah menatap anak perempuannya.

“Kamu itu anak kandung saya Bianca.” lanjutnya.

Bianca menoleh dengan cepat ke arah pria itu, matanya membulat dan kepalanya berusaha mencerna kata-kata pria itu. Kupingnya tidak salah dengar kan? Apa katanya? Anak kandung? Pikir Bianca.

“Ma..maksudnya?”

“Saya Papa kamu, boleh saya cerita dulu?” tanyanya yang membuat Bianca mengangguk. “Dewi, itu nama Ibu kamu. Kami itu dulu berpacaran, tapi sayangnya hubungan kami enggak di setujui oleh keluarga saya karen Dewi berasal dari keluarga tidak mampu. Saya di jodohin sama anak dari teman Ayah saya, tapi selama kami menikah. Saya masih berhubungan sama Dewi sampai akhirnya saya tau kami memiliki anak.”

“Dewi memilih untuk mempertahankan kandungannya, saat saya juga sudah memiliki anak dari Istri sah saya. Dia bilang dia hanya punya kamu, tapi saat kamu berumur 1 tahun, Dewi meninggal. Dia titipin kamu di panti asuhan itu. Saya tahu semuanya, saya enggak bisa bawa kamu ke rumah karena istri saya enggak suka. Makanya, saya cuma bisa jadi wali yang mengadopsi kamu dari panti. Menafkahi kamu tanpa saya berani muncul di depan kamu”

“Yang saya lakukan itu demi melindungi kamu, tapi sayangnya kamu bertemu sama Damian.”

“Damian?” tanya Bianca.

Pria itu mengangguk, “Bianca, Damian itu kakak kamu. Anak saya bersama istri sah saya, saya sudah tahu semua yang dia lakukan ke kamu walau terlambat, saya minta maaf Bianca.”

Mendengar semua penjelasan itu, hati Bianca rasanya seperti di remas. Matanya memanas dan tanpa sadar dia mengeluarkan air matanya, Bianca punya keluarga selama ini dan yang lebih menyedihkan lagi adalah ternyata Damian, si brengsek itu adalah Kakaknya.

“Omong kosong kan? Ini semua gak benar kan?” hardik Bianca, dia lepas kendali.

“Maafkan saya, Bianca. Maafkan saya.”

Bianca sudah tidak tahan mendengar semuanya, jadi buru-buru dia keluar dari mobil itu dan berusaha berlari kecil masuk ke dalam kamar kost nya sambil menangis, walau itu bikin kakinya tambah ngilu. Persetan dengan kruk miliknya yang jatuh di depan teras, yang penting Bianca bisa menjauhi laki-laki dengan omong kosong itu dulu.

Begitu sampai di dalam kamar kost nya, Bianca mengunci pintu nya dan merosot di belakang pintu. Dia memeluk dirinya sendiri, dia kecewa, dia marah tapi Bianca gak tahu harus menyalahkan siapa. Siapa yang harus di salahkan?

 
Read more...

from My First And Last ✅

Kediaman rumah keluarga Yuno hari ini tampak begitu ramai, semua keluarga besar Yuno dan Ara datang. Ada teman dan tetangga juga yang di undang sama orang tua Yuno buat datang ke pengajian acara 4 bulan menantu mereka.

Ara masih di kamar aja, di temenin Gita, Elara sama Teh Niken yang bela-belain dateng dari Bandung. Sementara teman-teman cowok nya bantu-bantu di lantai 1, sebenarnya orang tua Yuno udah ngelarang sih biar bagaimana pun juga mereka kan tamu, tapi mereka nya saja yang berinsiatif buat bantu.

Di kamar Yuno yang sekarang jadi kamar Ara itu, keempat perempuan itu saling bertukar cerita. Apa saja, mulai dari Gita dan kesibukannya mengurus si kembar, Ara yang cerita kalau dia ikut workshop, Elara yang cerita soal persiapan pernikahan dia sama Janu sampai soal Teh Niken yang cerita soal Chaka yang pengen juga menikah dalam waktu dekat.

“Aku tuh bingung, Chaka bilang siap nunggu sampai Aa aku nikah. Tapi hampir tiap bulan tuh kita ngeributinnya soal itu terus,” Teh Niken menghela nafasnya, dia akhir-akhir ini sering berantem sama Chaka karena kalau sudah menyinggung soal nikah Chaka pasti langsung nanya kira-kira kapan mereka bisa menikah juga, pasalnya Niken enggak bisa pastiin itu kapan karena Kakak nya pun masih menunggu sampai pacarnya itu lulus S2.

“Jadi pacar Aa nya Teh Niken tuh mau nikah setelah lulus S2?” tanya Elara, yang di jawab dengan anggukan.

“Berarti masih sekitar 1-2 tahun lagi yah, harusnya sih di umur segitu juga kalian lebih matang gak sih, Teh?” timpal Gita.

“Maksud aku juga gitu, Git. Sambil nunggu Aa ku, kan kita bisa sama-sama bangun karir dan explore banyak hal. Yah walau aku juga sebenarnya siap-siap aja nikah sekarang tuh, tapi ini tuh kesepakatan yang udah di buat sama keluarga aku. Gak boleh ngelangkahin Aa harus Aa duluan yang nikah.”

Orang tua Niken tuh udah bikin kesepakatan sama anak-anak mereka bahwa Niken enggak boleh mendahului Kakak tertua nya dulu, toh menunggu 1-2 tahun juga enggak lama kan? Yah walau Aa nya juga enggak masalah kalau Niken mau melangkahinya, Niken sudah bicarakan ini sama Chaka. Chaka hanya cukup meyakinkan Kakak dan orang tua nya saja.

Chaka sendiri bilang dia gak mau mendahului Kakak nya Niken tapi setiap kali bahas soal nikah, Chaka juga yang kadang sewot. Niken jadi bingung sendiri, yah walau ujung-ujungnya Chaka juga yang bakalan mengalah minta maaf.

“Susah juga ternyata yah ngomongin soal nikah tuh, gue juga kalo lagi ngobrol soal nikah sama Janu kadang suka ribut-ribut kecil,” Elara menghela nafasnya, dia tiduran di ranjang Ara. Gak nyangka nikah tuh bakalan serepot ini.

“Kamu mah enak yah, Ra. Kayanya Yuno juga gak neko-neko gak sih? Kelihatan jarang marah juga kan?” ucap Teh Niken, dari tadi Ara cuma nyimak aja soalnya kepala nya pusing. Tensi nya belum juga turun, mungkin besok dia bakalan balik lagi ke dokternya buat konsul soal ini.

“Mas Yuno emang jarang marah sih, kalau marah juga enggak pernah lama. Tapi yah gitu.”

Gita udah tau jawaban Ara, makanya dia cuma nyengir aja. Oh iya soal Gita yang mau bicara soal Julian, mereka sudah sempat ketemu lagi kemarin di Ruby Jane. Tapi sayangnya Julian enggak bisa di ajak bicara sebentar, cowok itu bilang lagi sibuk. Entah memang benar atau memang Julian yang menghindar.

“Kenapa-kenapa?” Elara bangun dari ranjang saking penasarannya.

“Di tinggal melulu..” gumam Ara, wajahnya jadi cemberut lagi. Semalaman ini Ara gak bisa tidur karena pinggangnya sakit, dia ngerasa semakin besar kandungannya semakin sering sakit pinggangnya.

Selain itu dia juga merindukan Yuno, Ara gak bisa telfon Yuno karena Yuno masih dalam waktu jaga nya. selain itu besok paginya Yuno juga harus menyiapkan presentasi ke konsulen nya agar dia bisa lanjut ke stase selanjutnya.

“Iya yah.. Baru nikah belum sebulan udah di tinggal aja, sabar yah, Ra. Kan dikit lagi ketemu, lo jadi cuti kan?” Gita mengusap-usap bahu Ara. Bulan depan itu Ara berniat buat cuti, sekaligus jenguk suaminya itu di Jerman. Mau baby moon itu pun kalau sempat.

“Jadi, udah nyiapin berkas nya kok. Mungkin minggu depan gue ke Bandung buat ngajuin cuti.”

Setelah ngobrol random mereka berempat turun, Mama nya Yuno udah manggil Ara buat turun karena Pak Ustad nya sudah datang. Acaranya juga akan segera di mulai, acaranya itu di ruang tamu rumah Yuno. Lesehan kaya acara pengajian pada umumnya kok, dan Ara duduk di antara Mama dan Bunda nya.

Di sebrang tempatnya duduk, Ara baru sadar kalau ada Ibu nya Julian juga. Dia memang pesan catering sama Ibu nya Julian, dan rasanya Ara senang Ibu nya Julian bisa nyempatin datang ke acara pengajiannya.

Setelah acara pengajian itu selesai, Ara baru sempat buat nyapa sama Ibu nya Julian. Soalnya dari tadi dia di ajak ngobrol sama keluarga dari pihak Papa nya Yuno terus.

“Buk,” Ara cium tangan Ibu nya Julian, beliau ada di teras tadi sedang duduk sambil ngobrol sama Gita dan Teh Niken. Tapi sekarang sendiri karena Gita balik ke kamar nya di rumah Yuno, si kembar bangun. Sementara Teh Niken pulang duluan sama Chaka.

“Gimana kabar kamu, Ra?” tanya Ibu.

“Sehat, Buk. Ibu gimana sehat?”

alhamdulillah, sehat. Andra juga sehat.”

Ara senyum, “senang dengarnya, Buk.”

“Kamu kapan mau main ke rumah Ibu, Ra? Kangen Ibu tuh sama kamu. Katanya mau belajar bikin lapis legit?” waktu main ke rumah Julian, Ara emang nyobain lapis legit buatan Ibu. setelah itu dia jadi tertarik buat belajar bikin lapis legit, tapi sayangnya waktu nya belum sempat.

“Kapan yah, Buk. Kepengen banget padahal.” Ara senyum canggung, dia juga enggak tahu kapan bisa main ke rumah Julian lagi. Melihat dia di rumahnya mungkin Julian enggak akan suka.

“Kapanpun, kalau kamu mau belajar bikin kue. Datang yah, Ra. Ibu senang banget kalo bisa ngajarin kamu.” tangan Ibu terulur, masukin anak rambut Ara yang keluar dari hijab yang hari ini dia pakai.

Ibu tuh suka dan sayang banget sama Ara, waktu Julian cerita Ara mau menikah. Ibu agak sedih, karena Ibu berharap Julian bisa melamar Ara untuk menjadi istrinya. Tapi walaupun begitu Ibu tetap berdoa demi kebahagiaan Ara.

“Kamu sehat kan, Ra?” Ibu nanya gini soalnya muka nya Ara pucat, Ara emang enggak pakai lip product apapun. Dia cuma make up tipis pakai foundation sama ngalis aja.

“Tensi Ara lagi agak tinggi, Buk.”

“Kenapa?”

Ara menggeleng, “kayanya kecapekan aja, Buk.”

“Nanti Ibu kirimin jus mau? Ibu punya resep jus yang bikin tensi cepat normal. Nanti Ibu suruh Andra yang anterin untukmu yah.”

Ara ngangguk, Ibu emang selalu perhatian sama Ara. Dulu, tiap kali Julian pulang dari Jakarta ke Bandung habis liburan, Ibu pasti nitipin makanan kesukaan Ara yang di titipkan Ibu ke Julian. Ara senang Ibu enggak berubah meski pertemanan Julian dan Ara renggang.

Setelah ngobrol sebentar sama Ibu, Ara antar Ibu sampai depan pagar rumah nya. Ibu pamitan mau pulang, kebetulan Andra sudah menjemputnya juga. Sebelum masuk ke mobil, Ibu sempat meluk Ara erat. Ibu kaya lagi ngeluarin rasa kangen nya lewat pelukan itu.

“Sehat-sehat yah, Ra. Ibu tuh sayang banget sama kamu, sudah Ibu anggap kaya anak Ibu.”

“Ibu juga yah.”

Sebelum Ibu masuk, Ara menimang-nimang pikirannya untuk menyampaikan ucapan terima kasih pada Julian. Dia rasa dia harus mengatakan itu, karna kalau tidak ada Julian kemarin. Ara mungkin bisa keguguran, lantai cafe nya licin. Dan Julian menahannya agar ia tidak jatuh.

“Buk?” panggil Ara, dia jalan ke arah Ibu. “Bilang sama Julian, terima kasih banyak yah, Buk.”

“Memang Julian kasih apa ke kamu, Ra? Kalian sudah ketemu yah?”

Ara meringis, dia menggeleng pelan. Enggak mau bahas Julian terlalu jauh karna itu hanya akan membuatnya teringat sama kata-kata Julian di parkiran rumah sakit.

“Ara masuk yah, Buk. Ibu hati-hati sama Andra.”


Malam itu Julian kembali menenggak segelas wine di tangannya, sudah 3 hari belakangan ini setelah lembur bekerja dia langsung pergi ke club sama Kian. Julian juga enggak berani pulang ke rumah kalau mabuk kaya gini, dia minta tolong ke Kian buat bawa dia ke penginapan terdekat.

Gak perduli sama kencangnya suara musik dan gelak tawa orang di club malam itu, serta beberapa tubuh yang berdansa sedikit menyenggolnya. Julian tetap fokus pada gelas kecil di tangannya, menuang cairan yang dapat menghilangkan akal sehatnya itu dan menenggaknya.

Cuma ini yang bisa Julian lakuin buat ngelupain kebodohannya kemarin, cuma dengan ke tempat ini, berada di keramaian dan mabuk sampai dia benar-benar bisa lupa semuanya. Julian tahu ini gak baik, tapi sebentar saja dia mau keluar dari zona nyamannya dulu.

“Jul, lo udah teler banget ini.” Kian ngambil gelas yang ada di tangan Julian dan menjauhkan botol wine dari tangan temannya itu. Untung saja Kian mau di repotin.

“Balikin, Mas. Gue masih haus, siniin.” Julian meracau, dia memegangi kepala nya yang udah mulai pusing itu.

“Haus minum air putih, udah yuk balik. Besok kita ada meeting anjrit!!”

“Lo balik duluan aja.. Sana sana hush hush!” Julian senyum, dia dorong-dorong punggung Kian biar menjauh darinya. Kemudian ambil gelas dan botol wine miliknya lagi.

“Sumpah deh, lo sekalinya bertingkah malah kelewatan begini!!”

Salah Kian memang yang ngajak Julian ke club, dia kan niatnya mau di temenin ketemu sama gebetannya aja. Dia gak tau Julian kemarin-kemarin justru mesan minuman dan berakhir teler, dan sialnya cowok itu memang seperti melampiaskan segala masalahnya di club. Apes banget Kian ini.

“Kelewatan kan bisa putar balik.” Julian cengengesan, dia muter-muter tangannya kemudian kembali menenggak wine miliknya.

“Pala lu muter balik, udah ayo pulang. Gue anterin elu balik.” karena kepalang kesal, Kian narik tangan Julian dan bopong cowok itu keluar dari club.

Julian itu tinggi, badan nya berisi. Kian yang tingginya hanya 176 itu dan agak kurus jadi kuwalahan buat bawa Julian sampai ke dalam mobilnya. Belum lagi Julian suka narik-narik orang di sekitarnya terus mau dia cium, kan Kian jadi tambah pening.

Dan sialnya saat di parkiran Julian muntah sampai akhirnya tertidur, untung saja security club malam itu mau membantunya masukin Julian ke dalam mobil. Kalau enggak kayanya Kian lebih baik ninggalin Julian di parkiran, persetan Julian di anggap gelandangan.

“Hadehhh, Jul.. Jul.. Masalah apa sih yang lu hadepin sampe jadi kaya begini?!” hardik Kian, dia baru masuk mobilnya. Nafasnya masih tersengal-sengal karena capek bopong Julian ke mobilnya.

“Ara..” Julian mulai meracau lagi. “Gue minta maaf..”

Gak lama kemudian Julian nangis, matanya masih terpejam tapi cowok itu menangis seperti anak kecil yang enggak di beliin mainan sama Ibu nya. Selain ngerasa bersalah sama Kian, sebenarnya Julian juga merasa bersalah sama Bianca. Sejak hari itu, Bianca dan Julian gak pernah ketemu lagi. Sudah terhitung 3 hari malahan, Bianca juga enggak pernah mengabarinya lagi.

“Ara Ara tiap mabuk yang lo panggil dia mulu, siape sih? Gue samperin juga lama-lama.”

“Gue udah brengsek banget..”

“Selain brengsek elu juga nyusahin,” timpal Kian.

 
Read more...

from My First And Last ✅

Setelah selesai meeting sama brand yang mau bekerja sama dengannya, Ara masih nunggu sampai pemilik dompet itu sampai di cafe tempat mereka bertemu. Kebetulan dia juga bawa tugas kuliahnya ke cafe itu, niatnya memang mau belajar di sana karena Ara ngerasa jenuh banget di rumah.

Kalau lagi ngerjain tugas gini, dia jadi kangen masa-masa waktu dia selesain S1 nya di Bandung. Terutama di tahun pertama nya kuliah, Ara masih rajin banget bangun pagi bikin bekal sarapan buat ke kampus. Ada kelas siang pun dia tetap bangun pagi dan datang satu jam sebelum kelasnya di mulai.

Sekarang juga dia masih rajin kok, tapi rasanya suasana waktu ngejalanin S1 dan S2 beda banget. Terutama di teman-temannya, dulu kebanyakan temannya itu seumuran dengannya. Kalau pun lebih tua kayanya cuma beda satu sampai dua tahun, tapi waktu S2 ini beda bahkan ada mahasiswa yang umur nya jauh banget sama Ara.

Makanya dia juga enggak punya banyak teman dekat, bukannya Ara enggak suka bergaul dengan orang yang lebih dewasa. Hanya saja rasanya canggung, ada beberapa candaan dan obrolan yang rasanya kurang relate buat dia.

“Mbak Ara yah?”

Begitu mendengar suara wanita memanggil nama nya, Ara mendongak dia tadi lagi fokus liat ke tab miliknya buat ngerjain tugas yang di kasih dosennya hari ini. Wanita itu tersenyum manis ke Ara, tapi enggak dengan Ara. Dia justru kaget bukan karena wanita yang berdiri dengan kruk dan gips di kaki kirinya, melainkan karena laki-laki yang berdiri di sebelah wanita itu.

Sama hal nya dengan Ara, laki-laki itu juga mematung. Ada sirat keterkejutannya samar namun wajah datarnya lebih mendominasi, mata mereka sempat bertemu sebelum akhirnya si laki-laki memalingkan wajahnya ke arah lain.

“Hallo, Mbak Ara bukan yah?” Bianca melambaikan tangannya karena Ara malah melamun.

“Aahhh, Iya. saya Ara, duduk Mbak. Ini Mbak Bianca yah?”

Bianca mengangguk, kedua nya duduk bersebrangan dengan Ara. Ada atmosfer kecanggungan yang tercipta di antara Ara dan Julian, namun Bianca berusaha mencairkannya. Dia juga berusaha buat pura-pura enggak tahu tentang Ara dan Julian yang memang sebenarnya kenal.

“Lama yah? Maaf yah tadi jalanan macet.” Bianca emang telat, Julian menjemputnya telat karena ada kerjaan yang harus laki-laki itu kerjakan lebih dulu.

Ara menggeleng, dia berusaha tersenyum seolah-olah tidak terjadi apa-apa. “Gapapa, Mbak.”

Gak lama Ara ngeluarin dompet milik Bianca dari tas nya dan memberikannya ke wanita itu. Ara gak berniat lama-lama, dia gak nyaman dekat Julian dan berpura-pura sebagai orang yang enggak saling mengenal. Ara yakin Julian juga merasakan hal yang sama, tapi siapa Bianca ini? Kenapa Julian mengantarnya? Pikir Ara.

Sebenarnya wajar saja mereka saling mengenal, toh kata Gita, Julian bekerja di Ruby Jane kan? Dan wanita yang bersama nya ini adalah divisi marketing di brand itu. Jadi, yang di maksud teman di parkiran rumah sakit oleh Julian itu adalah Bianca?

“Ahh, makasih banyak Mbak Ara, sumpah loh. Kalo enggak ada kamu aku gak tau harus gimana, takut banget ketemu nya sama orang jahat yang manfaatin identitas aku.”

“Sama-sama, Mbak.”

“Ah iya, ngomong-ngomong gak buru-buru kan?” Bianca cuma mau traktir Ara sebagai ucapan terima kasih sama cewek itu, enggak enak kan kalau langsung pulang. Meski Bianca tahu suasana di sekitarnya sangat tidak nyaman, mau ngasih uang ke Ara sebagai ucapan terima kasih pun Bianca yakin cewek itu enggak kekurangan.

“Eng—” Ara meringis, dia liat ke jam tangannya. Mau bikin alasan supaya dia bisa cepat-cepat pulang, rasanya udah enggak mood lagi buat ngerjain tugas di cafe. “Aku ada—”

“Enggak lah yah, sebentar aja yah kita ngobrol-ngobrol dulu. Aku mau traktir Mbak Ara sebagai ucapan terima kasih, boleh yah please... “ Bianca mengatupkan tangannya, sejujurnya selain mau mengucapkan terima kasih Bianca juga penasaran seperti apa cewek yang berhasil membuat Julian patah hati.

“Gak usah repot-repot, Mbak.”

“Gak repot kok, aku tuh seneng banget dompetnya ketemu. Sebentar yah, kamu mau pesan apa? Kopi atau Sangria? Disini ada juga ternyata.”

“Jangan dia lagi hamil!!” sela Julian tiba-tiba, dan itu juga yang membuat Bianca dan Ara melihat ke arah cowok itu secara bersamaan.

“Ohh...okey..” Bianca mengangguk-angguk, berusaha menyembunyikan senyum nya. “Maaf yah, Mbak. Aku gak tau kamu lagi hamil, by the way berapa bulan? Belum begitu kelihatan soalnya.”

“4 bulan.” jawab Ara singkat, mood nya benar-benar enggak baik siang itu. Tapi dia berusaha menahan itu semua karena enggak enak sama Bianca, biar bagaimana pun mereka baru kenal kan. “Mungkin gak kelihatan karena aku pakai baju over size.

Bianca senyum, dia emang enggak tahu kok kalau Ara lagi hamil. “Aahhh cute, selamat yah. Aku doain persalinannya lancar.”

“Makasih, Mbak.”

Mereka sempat ngobrol-ngobrol sebentar, walau yang ngobrol cuma Ara sama Bianca aja. Julian lebih banyak diam dan main ponsel nya aja, dari obrolan Ara dan Bianca, Julian baru tahu kalau Gita ternyata bekerja di Ruby Jane juga sebagai creative director.

Kalau sudah begini, itu artinya dia masih berkecimpung di lingkungan teman-teman kuliahnya juga. Atau lebih baik Julian mengundurkan diri? Tapi kenapa? Toh Gita enggak ke kantor setiap hari, cewek itu bekerja jarak jauh dari Bandung. Tapi entah kenapa rasanya Julian ingin menghindari itu semua, dan sial nya semesta seperti tidak mendukung usahanya.

“Jadi kamu S2 di Bandung, sementara suami kamu selesain koas di Jerman?” Bianca menggeleng, memandang Ara dengan tatapan kagum. “Wah, gila yah. Kamu kuat banget LDM.”

Ara cuma senyum aja, dia mau nyari waktu yang pas buat pamitan sama Bianca. Selain ngerasa gak nyaman, kepalanya juga agak berdenyut nyeri.

“Ah iya sampe lupa mau ngenalin dia nih,” Tiba-tiba saja Bianca menepuk pundak Julian. “Kenalin, Mbak Ara. Ini Julian cowokku.”

Raut wajah Ara enggak berubah, wajahnya masih datar walau sebenarnya dia agak sedikit terkejut. Pacar? Jadi Julian sudah punya pacar? Tapi syukurlah kalau begitu, Ara senang mendengarnya.

Tapi lain hal nya dengan raut wajah Julian, cowok itu membulatkan matanya ke Bianca walau Bianca justru menarik tangan Julian untuk menjabat tangan Ara.

“Ara..” ucap Ara mengambang waktu mereka berjabat tangan.

“Julian.”

“Ah, Mbak Bianca. Maaf aku gak bisa lama-lama, aku harus pulang karena masih ada kerjaan yang harus aku kerjain, gapapa?” Ara memasukan tab dan ponsel miliknya ke tasnya, dia berdiri dan hendak berpamitan dengan Bianca.

“Ah, gapapa dong Mbak Ara, sekali lagi terima kasih banyak yah.”

“Sama-sama, Mbak.”

Keduanya saling berjabat tangan, namun Ara hanya mengangguk kecil sama Julian. Dia langsung membawa tas nya dan hendak pergi dari sana, namun baru dua langkah ia meninggalkan kursi nya Ara enggak sengaja kepeleset. Dia pikir dia bakalan berakhir di lantai, namun justru ada seseorang yang menahan tubuhnya.

Itu tangan Julian, Ara buru-buru bangun dan nepis tangan Julian dengan kasar. Dia juga enggak bilang makasih ke Julian dan langsung pergi gitu aja, Julian masih berdiri di tempatnya. Dia menghela nafasnya pelan dan berbalik melihat Bianca yang kini menatapnya dengan mengangkat sebelah alisnya.

“Lo kenapa harus bilang kita pacaran sih?” Julian agak kesal karena Bianca seenaknya kaya gini.

“Biar lo gak ngenes-ngenes banget kelihatannya, lagi emang kenapa sih? Lo takut dia cemburu?” Bianca agak sewot, maksud dia kan baik biar Julian enggak kelihatan semenyedihkan itu setelah Ara tinggal nikah. Bianca cuma berniat menyelamatkan harga diri Julian.

“Bukan gitu, Bi. Itu nama nya bohong, kita kan emang gak pacaran.”

“Ya terus? Niat gue tuh baik yah.”

Julian mengusap wajahnya dengan gusar, dia udah gak punya tenaga buat berdebat rasanya. Pikiran dan hatinya enggak karuan, ternyata sesusah ini buat pura-pura saling tidak mengenal dengan Ara.

“Jul, lupain dia. Lo ngerep apa sih dari cewek yang udah nikah? Lo mau nungguin dia terus? Lo ngarep dia jadi janda secepatnya? Atau lo ngarep bisa jadi selingkuhannya?”

“Gak gitu!!” sentak Julian, dia jadi kehilangan kendalinya karena ucapan Bianca terdengar menyebalkan untuknya. “Gue gak pernah doain dia yang buruk-buruk. Gue gak segila itu, Bi.”

“Ya terus?” Bianca enggak kalah nyolot.

“Lo liat gak tadi dia gak nyaman? Lo gak bilang kalau orang yang nemuin dompet lo itu dia? Lo sengaja mau ketemuin gue sama dia?”

“Heh? Lo pikir gue tau kalo yang nemuin dompet gue itu Ara? Lo pikir yang namanya Ara dia doang?!”

Julian diam sebentar, dia nutupin muka nya pakai tangan buat meredam emosinya. Bianca enggak salah, dia emang gak tahu kalau yang nemuin dompetnya itu Ara yang Julian kenal. Ini memang Julian nya saja yang sensitif.

sorry, Bi. Gue lagi sensitif aja kayanya. Gue anterin lo balik ya.”

Di perjalanan pulang, baik Bianca maupun Julian diam saja. Satu-satunya sumber suara dari mobil yang Julian bawa itu cuma dari radio yang sedang menyiarkan seputar ramalan cuaca hari ini sampai seminggu ke depan.

Begitu sampai kosan Bianca, Julian sempat membantu Bianca masuk. Dia juga keluar-keluarin barang-barang Bianca yang ada di mobilnya dan menyusunnya di kamar kost wanita itu.

“Bi.” panggil Julian, dia jadi enggak enak sama wanita itu.

“Apaan?” jawab Bianca dengan helaan nafasnya.

“Gue minta maaf.”

“Lo udah minta maaf tadi.”

Julian diam aja, dia merhatiin Bianca yang sedang menyusun barang-barang dari kantor ke meja yang ada di dekat meja TV.

“Bi.”

Bianca menghela nafasnya lagi. “Apa lagi?”

“Bantuin gue lupain Ara,” ucap Julian dengan suara parau nya.

Bianca yang mendengar itu sontak menoleh ke arah Julian, dia lihat wajah cowok itu yang tambah gusar, ada raut merasa bersalah dengan mata berkaca-kaca. Bianca mendekat, dia udah gak perduli lagi sama kakinya yang masih di gips. Dia usap wajah dan rahang Julian, sampai akhirnya Bianca memberanikan diri mencium laki-laki itu lebih dulu.

Awalnya Julian kaget, dia diam saja waktu Bianca melumat bibirnya. Namun sedetik kemudian Julian memejamkan matanya, menarik pinggang Bianca untuk duduk di pangkuannya. Julian tahu dia brengsek, dia akui itu. Namun biarkan kali ini saja dia menjadi laki-laki jahat di cerita wanita lain.

Siang itu Bianca kembali memejamkan matanya, merasakan tangan besar itu menanggalkan baju nya satu persatu dan menyentuh setiap jengkal kulitnya.

“Aahh..”

You're so damn hot..” bisik Julian tepat di telinga Bianca.

Kecupan yang tadinya hanya bermula di bibir ranum nya itu kini turun ke pipi, rahang dan kini leher jenjangnya. Bulu kuduk Bianca berdiri, tubuhnya meremang dan kepalanya di buat pening karena bibir Julian.

Mati-matian Bianca menahan dirinya untuk tidak meloloskan desahan, namun seketika usahanya gagal ketika kedua lengan besar itu membawa tubuhnya ke atas ranjang dan menguncinya. Bibir Bianca terbuka sempurna saat sentuhan tangan Julian di dadanya itu mampu menerbangkannya.

Tell, me if you want me too.” bisik Julian, dia menahan bobot tubuhnya dengan kedua lengannya.

I want you.. I want you right now please..” Bianca sadar dia bukan lagi meminta, namun ucapannya itu terdengar seperti memohon.

Dan semua semakin tidak terkendali, tidak peduli pada hujan di luar atau bahkan pada ponsel Julian yang bergetar di atas meja rias Bianca, keduanya saling di banjiri oleh peluh. Suara di kamar Bianca itu tidak lagi di dominasi oleh suara pendingin ruangan dan hujan, namun juga kecupan-kecupan yang berasal dari bibir keduanya.

“Ahhh....”

“Mmhh..”

Setelah pelepasan, gak ada lagi obrolan di antara keduanya. Julian justru buru-buru memakai baju nya dan pergi meninggalkan Bianca, dia gak perduli pada hujan siang itu karena dia harus secepatnya kembali ke kantor.

Sementara Bianca, dia masih terdiam di ranjangnya. Meringkuk dengan selimut tebal menutupi tubuh polos nya, tidak lama kemudian dia menangis. Katakan dia juga menginginkannya, tapi apa perlu Julian meninggalkannya setelah keduanya selesai? Bahkan tanpa kata-kata sedikit pun.

 
Read more...

from small medic mini-blog

There's something rather satisfying about being one of the many sets of hands to stabilise someone really unwell on ICU.

“Did you save any lives this week?” my parents often ask. Well, not directly. It's unlikely any one thing I do directly saves someone's life definitively. The seniors might, by spotting a pattern in a critically unwell patient and acting promptly. The nurses might, by actually giving the treatments and – well, good nursing care goes a long, long way.

Did I save any lives this week? Not directly. Not dramatically. But I did put in the lines to allow for lifesaving renal replacement and vasopressors, I guess. I did keep things safe as much as I could (prescribing, handovers, making sure there were good senior plans for important things). And if that sounds like working on a regular medical ward, then yes, it is! The stakes tend to be a little higher (if you don't fix the problem, that's it – you can't escalate to anyone else. (Transfers don't count)

It's changeover week, and I leave having learned so much, done quite a lot, and received overwhelming kindness from unexpected corners.

#ICU #reflections

 
Read more...

from JazzyExpert

1XBET eSports Betting: How to Get Started

1XBET is one of the major on the web betting tools, offering a wide variety of activities betting, casino activities, and electronic betting options. Established in 2007, the program has acquired global recognition for the extensive betting areas,

aggressive odds, and lucrative promotions. In this informative article, we will discover why is 1XBET a premier selection for bettors, how to get started, and the best techniques to maximize your profits.

1XBET stands out because diverse betting choices, user-friendly interface, and beautiful bonuses. Some of the major causes people choose 1XBET contain:

From baseball and hockey to esports and electronic activities, 1XBET presents a thorough selection of betting options.The program gives some of the greatest chances in the market, raising your potential winnings.

1XBET enables customers to put bets on live fits, putting pleasure and more proper betting opportunities.Apart from activities betting, customers may enjoy slots, poker, blackjack, and different casino games.1XBET presents delightful bonuses, cashback, and free bets to enhance your experience.

Getting to grips with 1XBET is simple. Follow these steps:Head to the 1XBET web site or download the cellular app.Click on the subscription key and pick your chosen strategy (phone, email, or cultural media).

Give your individual information and pick your chosen currency.Choose from various payment strategies, including charge cards, e-wallets, and cryptocurrencies.Once your account is financed, browse through the available sports or casino activities and position your bets.

1XBET is known for its good bonuses, including:New users receive a 100% advantage on the first deposit.Earn free bets by participating in several promotions.Frequent consumers may take advantage of cashback offers and VIP programs.

To increase your likelihood of earning, contemplate these strategies:Before placing bets, study group data, player kind, and famous performance.

Accumulator bets and program bets may increase your winnings.Use free bets and bonuses 1xbet فارسی to maximize your profits.Set a budget and stick to it to avoid losses.

1XBET is a reliable and fascinating betting program with something for everyone. Whether you're in to sports betting or casino games, it provides numerous possibilities to win.

But, bear in mind to bet reliably and use techniques to boost your chances of success.Would you like me to add more details or focus on a certain facet of 1XBET betting?

 
Read more...

from JazzyExpert

spada demon slayer

https://www.anticaportadeltitano.com/it/demon-slayer/c2808

Demon Slayer: Kimetsu number Yaiba” has taken the planet by surprise, getting among the most popular and significant anime and manga group of recent years. Created by Koyoharu Gotouge, the series has fascinated audiences using its convincing heroes, spectacular movement, and emotionally resounding storytelling. But what is it about “Devil Slayer” that has managed to get this kind of global phenomenon?

 
Read more...

from JazzyExpert

Slot Online Free Spins Guide: How to Get and Use Them

In today's electronic age, the entire world of gaming has transcended the limits of old-fashioned brick-and-mortar casinos. With the development of the web, various on line gaming options has surfaced, offering fanatics the chance to see the enjoyment of the casino from the comfort of their very own homes.

Among these virtual options, Slot On the web has appeared as one of the most used and interesting kinds of on the web gambling. In this short article, we shall discover the intriguing world of Slot On line, delving into its history, technicians, recognition, and the causes behind their enduring appeal.

The roots of slot products, or “one-armed bandits” as they were when affectionately named, could be followed back again to the late 19th century. The first mechanical slot equipment was created by Charles Fey in 1895,

presenting three rotating reels and a limited quantity of symbols. Through the years, slot products developed, incorporating various styles, icons, and improvements to improve the player experience.

The change to the electronic region happened in the 1970s, when the very first video slot machines were introduced. That critical time noted the start of a new era for slots, because they began to gain recognition both in conventional casinos and on the growing online gambling platforms.

At its key, Slot On the web remains loyal to the fundamental maxims of their physical predecessor. It contains a set of spinning reels, each adorned with numerous symbols. People position bets and rotate the reels,

looking to land earning mixtures of representations on predefined paylines. The end result of each spin is determined by a Arbitrary Quantity Turbine (RNG), ensuring that the overall game remains good and unpredictable.

The wonder of Slot On line lies in their simplicity. People don't need sophisticated strategies or complicated principles to take pleasure from the game; it's accessible to equally beginners and experienced gamblers alike.

The excitement of anticipation while the reels spin and the pleasure of reaching a profitable combination are common, creating slots an enduring favorite among casino enthusiasts.

One of the major reasons for the enduring reputation of Slot Online is their accessibility. Unlike table activities such as for example poker or blackjack, slots need no special skills or knowledge. Players may merely choose their preferred sport,

modify their guess measurement, and begin spinning the reels. This availability makes slots an attractive selection for those seeking to unwind and have a blast minus the pressure of understanding complex strategies.

Moreover, the wide variety of slot subjects and styles keeps players employed and entertained. Whether you're in to historical civilizations, mythology, pop culture, or traditional fresh fruit representations, there's a slot game tailored to your interests. That range ensures that people may always find a game that resonates making use of their preferences.

The possibility of considerable payouts is yet another attractive aspect of Slot Online. Progressive jackpot slots, in particular, offer the opportunity to gain life-changing sums of income with an individual spin. That tantalizing probability maintains people finding its way back for more, wanting which they would be the fortunate one going to the jackpot.

While gaming is often seen as a solitary task, Slot On the web has integrated cultural elements to improve the gamer experience. Many on the web casinos today present talk characteristics and multiplayer choices,

letting participants to interact with each other and reveal their excitement all through 먹튀폴리스 . This cultural aspect assists reproduce some of the camaraderie present in standard casinos, even yet in the virtual world.

In the ever-evolving landscape of online gaming, Slot On the web remains to be noticeable as a favorite and enduring type of entertainment. Its simplicity, supply, varied themes, and possibility of big benefits have solidified their devote the spirits of gamblers worldwide.

Whether you're a professional participant or even a newcomer trying to soak your feet in to the planet of online gaming, Slot On line provides an exhilarating and fascinating experience that will captivate you from the initial rotate of the reels.

 
Read more...

from Drado, the Hobbit

Me fazendo de advogado do diabo aqui nessa rede, mas vamos lá... Isso não é necessariamente uma resposta ao conteúdo que eu li nesse post aqui: https://alineonline.bearblog.dev/eu-queria-uma-nova-rede-soci-ah-nao/, mas vamos tentar nos basear nele para tirarmos algumas conclusões.

Primeiramente: qual o objetivo de uma rede social? De verdade, destrinchando o termo, é encontrar pessoas através de uma rede, ou seja, se conectar com elas, se conectar com os seus interesses e com as coisas que estas mesmas pessoas gostam. Isso é o intuito de uma rede social, em essência.

Convenhamos que, o fediverso em geral, é uma plataforma muito útil, cheia de propósitos lindos, mas falha na questão da usabilidade e, justamente, na questão de conectar pessoas. Tomemos a instância do mastodon.social como exemplo. Nela, podemos encontrar muitas pessoas, de muitos lugares e montar, minimamente, uma rede de contatos. É divertido conhecer outras culturas e tentar se aventurar num inglês ou coreano. Uma das coisas que as redes não federadas não nos estimula, dado seus algoritmos super restritivos. Mas e as pessoas conhecidas? E a sua tia, seu primo, seu colega da escola, da faculdade, um artista famoso? Não se acha nem um pseudônimo tamanho o desconhecimento das pessoas com relação a ela (a rede).

Isso porque estou falando de uma plataforma “conhecida”, com vários contatos entre outras instâncias, mas e aquelas mais nichadas? Com propósitos e ferramentas tão próprias entre elas, que nem deixam as pessoas entrarem, nem dão a possibilidade das pessoas conhecerem outras. É um inferno! Não me lembro quantas vezes já desfiz algumas contas justamente porque ficou tão enjoativo, só um mesmo tema, com as mesmas pessoas... Enfim, não quero me alongar mais nessa parte.

Essa complexidade entre os temas, entre as redes, afasta e deixa mais difícil ainda a adaptação dos novos usuários à ferramenta. Imagine você ter que explicar para sua mãe, uma senhora, que terá de fazer uma conta numa rede “a”, mas o artista que ela gosta está na rede “b” e que, agora, para ela se conectar com ele, terá de fazer uma migração, exportando os dados de uma rede para outra. No mínimo, ela vai perguntar: “Mas não é tudo Mastodon?”. E você terá de responder: “Não, mas são instâncias diferentes...”. Até lá, ela já voltou para o X.

Entendem como é complicado? Ainda mais para o grande público que não tem afinidade com tecnologia. Não importa você falar que “é igual ao e-mail, com várias contas diferentes”. No primeiro momento que a pessoa não conseguir achar alguém, seja porque não está na mesma rede que ela ou porque os nomes de usuário parecem grandes demais, elas irão partir. A natureza tende ao menor ponto de energia.

Aí está o sucesso das grandes corporações. Das nazistas às fascistas. Elas tem o poder da grande massa. E, aliás, todo o poder para chamar mais pessoas. Mas e a privacidade? Mas e a venda de dados? Amigos, se considere sortudo se encontrar alguém que saiba, minimamente, o que é um dado. E a importância dele.

 
Leia mais...

from Drado, the Hobbit

As postagens abaixo, do dia 23 de janeiro de 2025, são referentes ao blog que tenho no Tumblr e pretendo descontinuar. As datas não são precisas, mas são postagens dentre os anos de 2023 e 2024. Nada mais a compartilhar sobre elas. Estarei postando só aqui, agora.

 
Leia mais...

from Drado, the Hobbit

Hoje, teremos apenas sentimentos sobre o que eu vejo por aqui. Hoje, serei direto e falarei para aqueles que amam, que sofrem por amor, que amam amar...

Gente, uma mensagem: amar é difícil. Amar é complicado e exige tempo, exige respeito, exige um monte de coisa além do simples sentimento de amar. Amar, por amar, é fácil. Amar, por completo, e dificílimo.

Suas palavras são válidas. Seus amores doem e isso é algo que vocês devem saber. Antes de ir no profundo lago do amor, saibam que vocês precisaram de oxigênio.

 
Leia mais...