Wordsmith

Reader

Read the latest posts from Wordsmith.

from small medic mini-blog

I am weirdly verbose (at least online), despite not actually being that verbal. (I sometimes involuntarily speak really quietly at the end of a night when I'm shattered)

I think I'm wanting a debrief, or at least some sort of decompression for the rather eventful night.

 
Read more...

from Meaning Of Love ☑️

Hari ini Ara udah kembali ke kampus kaya biasanya, dia juga udah balik sama kegiatannya dan program kerjanya di HIMA. Dia enggak sama Julian hari ini, Julian ada rapat kerja sendiri terpisah sama divisi nya. Ara hari ini cuma berdua sama Sharen.

Selesai dengan rapat kerja nya, kedua gadis itu enggak langsung pulang. Sharen minta di anterin ke mall dulu buat nyari lip product sama beberapa potong baju untuknya kuliah, Ara sih cuma ngikut aja. Karena kosan juga masih sepi.

Gita belum kembali ke Bandung, Kevin juga biasanya pulang agak sedikit malam. Janu, Chaka dan Ersa kadang lebih malam lagi. Makanya dari pada dia cuma gabut di kosan, akhirnya dia ngikut kemana Sharen pergi. Yah walau sebenarnya, mood nya cuma kepengen rebahan aja di kamar.

“Mending shade 02 apa 03 ini, Ra?” Sharen ngasih dua pilihan warna foundation yang menurutnya cocok di skin tone nya, Ara dari tadi melamun sembari melihat beberapa brush yang di gantung di sana. “Ihhh, Ra. Kok ngalamun sih?”

Sharen yang nyolek bahu Ara itu berhasil membuyarkan lamunan Ara, gadis itu sedikit mengerjap. “Kenapa, Ren? sorry gue enggak nyimak tadi.”

“Ih, gue tuh nanya bagusan 02 atau 03? Pilihin,” rajuk Sharen.

Ara ngambil botol foundation di tangan Sharen dan ngamatin kedua warna foundation yang ada di tangannya, menurutnya warna nya enggak jauh beda cuma setingkat lebih cerah saja. Ngomong-ngomong Ara juga enggak begitu pandai sama make up kaya gini.

Dia juga belum pernah pakai foundation karna menurutnya formula nya terlalu berat, Ara lebih suka pakai BB cream atau cushion aja. Itu pun tipis-tipis, dia enggak mau di nyinyirin senior nya di kampus karna make nya terlalu bold.

“Yang 02 aja, Ren.”

“Oke!”

Setelah membayar make up dan 2 jam mengelilingi mall untuk membeli baju, Ara akhirnya mengajak Sharen untuk makan dulu. Perutnya agak lapar, jadilah mereka memilih restaurant ramen yang malam itu enggak begitu ramai.

Sharen memilih tempat di pojok, karena tadi Ara bilang mau cerita sama Sharen jadi mereka milih tempat yang gak banyak di lalui orang. Begitu makanannya datang keduanya langsung melahap ramen itu hingga separuhnya tandas, Sharen juga sempat menjajal lip product yang dia beli barusan.

“Eh, lo mau cerita apaan? Malah asik makan lagi,” tanya Sharen mengingatkan.

“Oh iya, sampe lupa gue.” Ara menyingkirkan mangkuk miliknya dulu ke meja sebelah yang kosong, supaya meja mereka sedikit lega. “Gue mau cerita soal mantan gue, Ren.”

“Mantan lo?” pekik nya. “Yang calon dokter itu bukan sih?”

Ara mengangguk pelan, “dia pulang, Ren.”

“Hah??!” pekik Sharen, suara gadis itu agak sedikit kencang hingga beberapa orang menoleh ke arah mereka.

“Ren..” Ara memperingati, malu di lihati orang seperti tadi.

sorry-sorry gue kan kaget, Ra.” Sharen menunduk ke beberapa orang di sana dan tersenyum kikuk tidak enak. “Terus-terus.”

“Gue kaget aja sih, dia emang janjinya mau pulang.”

“Terus lo langsung gamon?”

“Gamon?” Ara terkekeh, dari awal saja dia tidak pernah berniat untuk melupakan Yuno. “Gue bahkan gak pernah berusaha buat lupain dia, Ren.”

Sharen menunduk, dia jadi teringat rencana Julian yang mau jujur soal perasaanya ke Ara. Beberapa hari yang lalu Julian, Jonas dan Sharen sempat bertemu. Julian sempat jujur soal perasaanya ke Ara pada Sharen dan Jonas, dan keduanya memberi saran untuk Julian agar cepat memberi tahu soal perasaanya pada Ara.

Bahkan Julian sudah menyiapkan rencana dimana dia akan menyatakan perasaanya pada Ara lalu sekarang, Ara bilang kalau mantan pacarnya kembali. Bahkan Ara sendiri bilang dia enggak pernah berniat buat melupakan cowok itu. Lalu bagaimana dengan Julian nanti? Atau justru Julian sudah tahu soal ini, mengingat Ara dan Julian tinggal di rumah yang sama dan mereka sangat dekat.

“Lo cinta banget sama dia yah, Ra. Padahal lo tau kalau dia selingkuh?” tanya Sharen hati-hati.

“Gue gak tau dia selingkuh beneran atau gue nya aja salah paham, Ren. Ijul pernah bilang ke gue, kalo itu bisa jadi asumsi gue aja. Toh selama ini dia enggak pernah ngejelasin apa-apa.”

Julian tolol..” hardik Sharen dalam hati, Sharen cuma gak habis pikir bisa-bisa nya Julian ngajak Ara buat tetap berpikir positif, harusnya dia menjadikan ini kesempatan buat terus mendekati Ara kan?

“Yah tapi tetep aja, Ra. Dia aja udah sering ngilang-ngilang dan tiba-tiba jalan sama cewek yang katanya,” Sharen memberi isyarat tanda kutip pada kedua jari telunjuk dan tengah nya. “Temennya itu, lagi pula yah. Menurut gue cewek sama cowok tuh enggak bisa cuma temenan aja, pure temenan tuh enggak ada, pasti suatu saat salah satunya ada yang baper deh.”

“Ih sok tau lo ah, buktinya gue sama Julian baik-baik aja. Terus gue sama temen-teman kosan gue yang cowok juga biasa aja tuh.” Ara menepis tangannya, dia enggak percaya sama teori cowok dan cewek enggak akan pernah bisa berteman tanpa melibatkan perasaan.

“Siapa bilang? Lo yakin Ijul cuma anggap lo temen?”

“Yakin, gue udah pernah bilang ke dia kalo dia sampe naksir gue. Gue mau musuhin dia selamannya.”

“Serius lo ngomong kaya gitu ke dia?” pekik Sharen lagi, kali ini lebih heboh. Untung saja orang di sekitar meja mereka berangsur-angsur keluar dari restoran karena sudah selesai makan.

“Iya serius, kenapa sih emang?” Ara menaikan sebelah alisnya.

“Ra, lo gak bisa liat apa kalo Ijul itu gerak geriknya suka sama lo. Kan gue udah pernah bilang kaya gini.”

“Apa sih, Ren. Orang biasa aja ah, Ijul itu baik ke semua orang. Sama temen kosan gue yang cewek juga dia baik kok.”

“Ra, lo kayanya beneran gak peka deh. Kalo lo perhatiin lagi yah, semua yang Ijul lakuin itu bukan semata-mata dia anggap lo cuma teman dekatnya aja, dia itu lagi nunjukin perasaan suka sama lo, Ra. Lo gak bisa lihat matanya apa kalo dia lagi natap lo?”

Ucapan Sharen itu membuat Ara menunduk, Sharen sudah sering mengatakan ini dan Ara tetap denial jika semua perlakuan Julian padannya memang di landasi perasaan suka. Ara cuma tidak ingin kehilangan Julian sebagai temannya jika ada perasaan di antara mereka, dan lagi. Perasaanya dengan Yuno belum selesai.

Ia masih menganggap dirinya dan Yuno belum selesai, masih ada hal mengganjal yang ingin sekali Ara selesaikan dengan cowok itu.


Malamnya karena tidak kunjung bisa tidur, Julian akhirnya keluar dari kamarnya. Berjalan naik ke rooftop kosan dan siapa sangka kalau di sana ada Januar, Chaka dan Kevin yang sedang ngerokok dan minum di sana. Kevin juga membawa Gitar miliknya sembari sesekali ia hisap rokok yang di selipkan di sela jarinya.

“Wehhhh sini lo, Jul. Gabung. Tadi di ajakin gak mau,” panggil Januar, cowok itu udah agak teler.

“Lo pada maksiat disini, gue pikir di De Javu.” Julian duduk di antara Kevin dan Chaka, mengambil segelas wine milik Chaka di sana dan menenggaknya.

Kening Julian mengerenyit merasakan sensasi panas, pahit dan juga sedikit manis yang mendominasi lidahnya. Rasanya asing, namun lama kelamaan membuat Julian terbiasa dengan sensasi nya.

“Nyebat gak lo?” Chaka membuka sebungkus rokok milik Janu pada Julian.

“Kagak, ini aja udah.”

“Kenapa lo, Jul? Kusut amat tuh muka?” Kevin melirik Julian sebentar, setelahnya dia kembali memetik gitarnya lagi dan menyanyikan sebuah lagu yang Julian sendiri gak tau itu lagu milik siapa, ah. Mungkin Kevin hanya asal memainkan gitarnya saja.

“Lumayan, ada proker di HIMA. Ribet lah pokoknya.” sebenarnya bukan itu, Julian cuma kepikiran soal Ara dan kembalinya Yuno. Ya meski Julian tahu Yuno hanya kembali sebentar saja.

“Ah masa? Bukan karena Ara?” Ucap Janu asal-asalan, wajahnya sudah memerah namun cowok itu tertawa lepas saat memergoki Julian yang membulatkan matanya kaget.

“Apaan sih?” sangkal Julian.

“Santai aja kali, Jul. Anak-anak udah pada tau kalo lo naksir Ara,” Chaka membuang asap rokoknya ke udara, kemudian menyesap wine miliknya lagi.

Soal Julian ini memang satu kosan sudah tahu meski Julian sendiri enggak pernah cerita, yah siapa sih yang enggak tahu kalau gerak gerik Julian kelihatan banget, kayanya cuma Ara aja yang enggak sadar kalau Julian suka sama dia.

“Kelihatan banget yah?” Julian meringis.

“Yang gak sadar keknya cuma Ara doang, Jul.” imbuh Kevin, ia taruh gitar itu dan ia sesap wine miliknya lagi.

“Tapi kayanya gue udah kalah duluan sama masa lalunya,” Julian menunduk, sekarang ia bingung pada pilihannya untuk tetap maju mendekati Ara atau memilih melupakan perasaanya pada gadis itu.

“Perjuangin aja dulu, Bang Yuno juga belum gerak lagi kan?” menurut Chaka, selagi Ara sama Yuno belum balikan. Julian masih punya kesempatan untuk mendekati Ara, kalau menurutnya yang penting usaha saja dulu bagaimana pun hasilnya.

“Tapi yah, Jul. Kalo kata gue, kalo lo tetap mau maju kudu tau konsekuensi nya deh kalo nanti mereka ternyata balikan. Lo harus siap, apalagi kalo Ara nolak. Asal jangan jadi asing aja,” Kata Kevin.

“Lo sama Gita kalo putus kira-kira asing gak?” tanya Januar pada Kevin.

“Bangsat kok lu jadi ngomongin gue? Kan kita lagi bahas Ijul sama Ara.”

“Jawab aje dulu.”

“Nanti kalau udah putus baru gue jawab.” Kevin berhenti sebentar untuk menyesap rokok nya, kemudian ia hembuskan asapnya tepat di depan wajah Janu. “Itu pun kalo putus,” lanjutnya dengan seringain jahilnya.

Janu tidak menimpali lagi ucapan itu, ia justru menuang kembali wine ke gelas miliknya dan menenggaknya dalam sekali tenggakkan.

“Mungkin gue mau tetap coba maju, kalo pun Ara nolak gue. Gue gak masalah, asal dia bahagia sama pilihan dia.”

Chaka yang mendengar itu tertawa, namun ia tahan. “Klise banget lu Jul.. Jul.”

Paginya Julian bangun dengan kepala yang terasa berat dan rasa pengar akibat wine yang ia minum semalam, ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya beranjak dari ranjangnya dan berjalan keluar dari kamarnya.

Di meja makan ada Janu dan Echa yang sedang sarapan, ada Kevin juga yang sedang main HP di sana sementara matanya kini tertuju ke arah Chaka yang ada di pinggir kolam. Cowok itu berjongkok sembari menunjuk-nunjuk sisi kolam pada seseorang yang berada di sana, entah itu siapa mata Julian tidak melihatnya terlalu jelas.

“Chaka ngapain?” tanya Julian pada Kevin, cowok itu menuang air putih ke gelas miliknya dan menenggaknya.

“Bantuin Ara nyari kalungnya yang hilang di kolam.”

“Kalung?”

Kevin mengangguk, setelah mendengar itu Julian langsung berjalan ke arah kolam renang dan benar saja Ara sedang menyelam di sana. Tidak lama kemudian, gadis itu langsung muncul ke permukaan dengan wajah panik dan hidung yang memerah akibat kemasukan air.

“Ra, lo nyari kalung?” tanya Julian.

“Jul, lo liat? Kalung gue ilang, yang liontin nya angsa itu.”

Julian menggeleng, “gue gak liat, lo naik aja. Biar gue yang cari.”

“Tapi Jul—”

“Naik, Ra. Hidung lo udah merah banget.”

Ara akhirnya mengangguk, ia di bantu Chaka naik ke atas dan membiarkan Julian masuk ke dalam air. Mencari kalung miliknya ke setiap sudut kolam renang, namun tidak Julian dapati kalung itu. Di pinggir kolam, Ara nampak panik sekaligus menggigil meski Chaka sudah menyelimutinya dengan handuk. Ia takut kalung itu hilang, ternyata berenang di malam hari bukanlah ide yang bagus. Ara menyesal.

“Jul, ada gak?” tanyanya begitu Julian muncul ke permukaan.

“Gak ada, nanti gue beliin yang baru aja yah. Kaya gimana sih?”

Ara menggeleng, matanya yang sudah memerah akibat kelamaan menyelam itu akhirnya mengeluarkan bulir air mata. Ini bukan soal kalung itu, ini soal siapa yang memberi kalung itu sebenarnya. Ara bisa membelinya lagi jika ia mau, tapi itu artinya. Makna nya tidak akan sama lagi kan.

“Kalung kamu, Ra.”

Suara bariton itu tiba-tiba saja menginterupsi Ara, Chaka dan juga Julian di sana. Ketiganya menoleh ke arah sang pemilik suara, itu ternyata Yuno. Dengan hoodie merah yang Ara juga miliki, berdiri sembari memegang kalung yang sedari tadi Ara cari.

“Kak..” Ara buru-buru menghampiri cowok itu dan meraih kalung miliknya. “Kamu nemu ini dimana?”

“Di pinggir kolam subuh tadi.”

Ara mengusap air matanya, dia enggak tahu kalau Yuno ada di kosan. Sebenarnya subuh tadi Yuno dan Gita tiba di kosan, dan yang melihatnya datang hanya Januar dan Kevin.

Yuno juga memutuskan untuk menginap di kamar Kevin dulu sampai gudang yang menjadi kamarnya kelak selama di Bandung siap di pakai, siang nanti ada tukang yang akan mengubah gudang itu menjadi kamar siap pakai.

“Ma..kasih yah, Kak.”

Melihat itu, Julian yang masih berada di kolam mengepalkan tanganya kuat. Rasa dingin dari air kolam dan pengar di kepalanya sudah hilang di gantikan rasa sakit yang kini mendominasi dada nya.

 
Read more...

from small medic mini-blog

we joke about british-isms minimising disaster but, genuinely: * patient heading for a crash intubation: “in trouble” * horrendously unstable patient who's been mismanaged for their entire hospital stay: “in a heap”

#ICU

 
Read more...

from Meaning Of Love ☑️

Setelah 15 hari Gita di rawat di rumah sakit, akhirnya Gita di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Dokter yang menangani Gita bilang kalau Gita enggak perlu pengawasan lagi karena kondisinya sudah jauh lebih stabil, sayangnya ada kenyataan pahit lagi yang harus Gita terima.

Dia dan Mama nya enggak bisa pulang ke rumah yang dulu mereka tempati, keluarga Artedja menyita seluruh aset atas nama Papa nya. Dan itu membuat Gita dan Mama nya terpaksa harus tinggal sementara di rumah Yuno, jadi pagi ini Yuno dan Mama nya membantu Gita untuk memindahkan beberapa barang milik Gita ke kamar Gita yang ada di rumah Yuno.

Gita juga belum pulang ke Bandung, kemungkinan lusa dia akan kembali ke sana. Tentunya bersama Yuno, Yuno sudah libur kuliah lebih dulu. Dan dia memutuskan untuk berlibur di Bandung sekalian menjaga Gita juga disana. Yuno mau tahu bagaimana kehidupan Adiknya itu selama di Bandung.

“Si Kevin belum ke sini juga?” Yuno ikut bergabung duduk di ruang tamu bersama Januar dan Chaka yang baru saja tiba di rumahnya.

Gita hanya menggeleng, “libur gini dia ada acara keluarga.”

“Dia gak ngontak elo sama sekali, Nyil?” tanya Chaka sembari mengunyah kastangel yang dari tadi ada di pangkuannya.

“Masih kok, lewat Mama. HP gue kan masih di pegang Mama.” sejak masuk rumah sakit sampai sekarang, Gita masih belum di berikan HP nya. Makanya Kevin hanya bisa mengontaknya melalui Mama nya. “Tapi gue ngerasa ada yang ngeganjel, kenapa yah?”

Yuno menaikan sebelah alisnya, emang aneh menurutnya. Selama Gita berada di rumah sakit, Kevin hanya menjenguknya sekali. Dan setelahnya cowok itu enggak pernah kelihatan jenguk Gita lagi, malahan lebih banyak Arial, Janu dan Chaka yang bolak balik ke rumah sakit.

Ah, soal Arial. Jika biasanya Yuno dan Arial tampak akrab saat bertemu dan banyak membicarakan hal-hal apa saja, lain hal nya saat ini. Arial hanya mengajaknya bicara seperlu nya saja, itu pun dengan nada bicara yang dingin dan tatapan mata sinis.

Yuno merasa Arial berubah, mungkin sebagai Kakak sepupu dari Ara. Ada sisi Arial yang tidak terima jika nyatanya Yuno memang sudah menyakiti Adik sepupunya itu. Jadi, Yuno bisa maklumi perubahan sikap Arial padanya.

“Ganjel kenapa?” tanya Yuno.

“Ya gitu, gak tau deh.” Gita menggedikan bahu nya, bingung harus menjelaskannya bagaimana atau ini hanya perasaanya saja.

“Tapi kalo kata gue lo sama Kevin tuh gak cocok pacaran tau, Nyil,” samber Janu tiba-tiba.

“Kata gue juga,” balas Chaka. Yuno yang melihat itu hanya terkekeh dan menggeleng saja, dua teman Adiknya itu seperti pakar pasangan saja gayanya.

“Kalian ini emang tipe sohib spek monyet banget tau gak? Bukanya supportif kek sama temen sendiri,” hardik Gita pada Chaka dan Janu.

“Dih, emang iya. Yang selalu ada buat lo tuh malahan Bang Ril. Waktu lo di pukulin sama anak ILPOL siapa yang nolongin? Bang Ril kan, yang nungguin di rumah sakit juga Bang Ril.”

Mendengar itu Yuno mengerutkan keningnya, benarkah? Arial yang lebih banyak ada untuk Gita di banding Kevin? Karna setahu Yuno selama di Jakarta dulu, Kevin lebih banyak menemani Gita. Termasuk di masa-masa sulit Adiknya itu, lalu kenapa saat ini Kevin bahkan enggak ada di saat Gita sangat membutuhkan cowok itu?

“Serius?” Yuno menegapkan tubuhnya, tadinya dia bersandar di sofa.

“Janu bajingan...” Gita berbisik, ia memejamkan matanya kesal. Kalau udah enggak ada Yuno ia yakin Janu pasti sudah di hajarnya.

“Serius, Bang.” Janu mengangguk. “Makanya gue lebih setuju lo sama Bang Ril.”

“Gue juga!” imbuh Chaka ikut-ikutan.

“Eh jangan gitu nanti kalo dia baper beneran gimana?” Yuno terkekeh dan menendang kecil kaki Adik sepupunya itu, tenang aja enggak kencang kok Yuno masih sayang Gita.

“Dih, apaan sih! Mending lo tuh Kak cari pacar lagi sana udah move on belum?” Gita mengalihkan pembicaraan, agak sedikit salah tingkah dan bingung harus bersikap bagaimana saat kedua temannya sudah mulai menyinggung Arial.

“Lah? Bang Yuno sama Ara putus?” pekik Chaka kaget. “Seriusan?”

“Yeeeee kemana aja lo?” Janu menoyor kepala Chaka gemas. “Udah ada sebulan yang lalu kali mereka putusnya.”

“Dihhh, kok bisa?” Chaka menelan kastangel yang tadi dia kunyah dengan susah payah. “Maksudnya, kok bisa gue gak tau?”

“Yah lo sibuk gak karuan sih, lo balik dari kampus aja selalu malem. Terus sekalinya di kosan juga sibuk sama endorse lo itu.” karena jumlah followers Chaka yang melesat dan beberapa kali cowok itu bikin konten OOTD, ada beberapa brand fashion yang mulai menghubungi Chaka dan mengirimkan barang untuk Chaka promosikan di akun miliknya, gak cuma dari brand fashion bahkan Chaka juga di endorse parfum dan beberapa merk skincare.

“Lo jadi selebgram, Ka?” Yuno terkekeh, enggak nyangka kalau Chaka dapet endorse.

“Yoi, Bang. Lumayan buat nambah jajan, sisa nya mau gue tabung biar jadi crazy rich Chaka.”

“Lu mah kebagian crazy nya doang,” kata Janu sembari terkekeh pelan.

“Eh tapi seriusan Bang lo beneran putus sama Ara? Jangan-jangan yang waktu itu gue liat Ara lagi nangis di balkon lagi.” Chaka masih ingat banget Ara nangis di balkon kamar Julian dan Julian yang memeluknya. Dia mulai mikir apa mungkin hari itu Ara dan Yuno sepakat mengakhiri hubungannya? Pikir Chaka.

Yuno mengangguk, “dia pernah nangis?”

“Iya pernah waktu itu di balkon kamar—mmmpphhh.” belum sempat Chaka melanjutkan ucapannya Janu malah membekap mulut cowok itu dengan kedua tangannya meski Chaka terus meronta.

“Di balkon lantai 2, Bang.” ralat Janu, ia akhirnya melepaskan tangannya itu dari mulut Chaka karena cowok itu malah menjilat tangannya.

“Bajingan lu, asin banget tangan lu monyet!!” Pekik Chaka.

“Lu juga ngapain jilat tangan gue!”

“Berisik lu berdua, mendingan bantuin gue nih bikin portofolio buat Milkcocoa,” imbuh Gita menghentikan perdebatan Janu dan Chaka.

Sementara Yuno terdiam di kursinya, dia jadi mikirin gimana Ara nangis waktu itu meski Yuno sendiri gak tau hari yang Chaka maksud itu apa benar harinya dan Ara putus atau bukan. Pasalnya, Yuno ingat sekali keduanya sepakat mengakhiri hubungan saat Ara berada di Bogor. Lalu kenapa Chaka bilang dia pernah melihatnya menangis di balkon?


“Jadi lo bakalan nemenin Gita ke Bandung? Yakin kuat lo, No?” tanya Jo.

Siang itu Yuno sempat bertemu dengan Jo di cafe cowok itu, rencanannya sebelum ke Bandung dia mau ketemu sama teman-temannya dulu. Tio yang mengajak mereka bertemu untuk tanding futsal, rasanya sudah lama sekali Yuno enggak bermain futsal dengan mereka.

“Mau gimana lagi, gue juga ngerasa belum selesai, Bang.” Yuno melamun, melihat genangan air yang berada di bawah gelas berisi ice americano yang ia pesan barusan.

“Belum selesai?”

Yuno mengangguk, “masih banyak yang ngeganjel. Kaya gue belum nanya lebih jauh kenapa dia bisa nuduh gue selingkuh sama Ann, sama soal jepit rambut yang dia maksud.”

“Tapi lo gak selingkuh kan, No?” Jo memajukan kursinya, menelisik wajah kawan lamannya itu. Meski Jo yakin Yuno bukanlah tipe laki-laki seperti itu, tapi tidak ada salahnya dia bertanya lagi kan. Siapa tahu Jerman banyak mengubah Aryuno yang Jo kenal.

“Lo kenal gue, Bang. Buat deket sama cewek aja gue susah, Ara tuh cewek pertama gue.”

Jo mengangguk, agak lega mendengarnya. Yuno enggak berubah ternyata, masih menjadi Aryuno yang ia kenal. “Lo masih sayang tapi sama dia? Kenapa waktu itu lo mau-mau aja putus pas dia minta?”

Yuno menghela nafasnya pelan, katakan saat itu ia juga gegabah dalam mengambil keputusan. Namun, ada kalanya Yuno berpikir jika itu adalah keputusan yang tepat. Karena Ara merasa selalu tersakiti menjadi pihak yang selalu menunggu, dan Yuno enggak mau terus menerus menyakiti gadis itu tanpa ia sadari.

Jujur saja, jarak dan rentang waktu 5 sampai 6 jam membuat Yuno kalang kabut membagi waktu antara kuliah, menjadi asisten dosen, mengerjakan tugas dan waktunya untuk Ara. Belum lagi beberapa kali ia jatuh sakit.

“Gue pikir dengan udahan, gue gak akan bikin dia sakit lagi Bang. Gue gegabah jujur, waktu itu kondisi gue juga enggak stabil karena kepergian Ann.”

Jo menghela nafasnya pelan, dari cerita Yuno tentang Ara dan Ann sedikit banyaknya Jo bisa mengambil garis besarnya. “Lo ngerasa bersalah udah nolak Ann dan gak tau kalo hari itu jadi hari terakhir lo lihat dia?” tebak Jo.

Yuno mengangguk.

“Gini yah, No. Menurut gue gak ada salahnya lo nolak Ann, lo udah ada cewek dan itu bukan kesalahan lo juga. Lo gak perlu ngerasa bersalah, toh gak ada yang tahu kalo hari itu Ann juga bakalan kecelakaan.”

Yuno hanya diam, ucapan Jo benar. Tindakannya tidak ada yang salah, toh tidak ada yang tahu jika hari itu Ann akan kecelakaan. Ia juga yakin, Ann tidak ingin melihatnya terus merasa bersalah atas kesalahan yang tidak pernah Yuno lakukan.

“Kalo lo masih sayang sama Ara, kejar dia lagi, No.”

“Masalahnya ada cowok yang lagi deket sama dia, Bang. Gue juga takut kalo gue balik gue bakalan nyakitin dia lagi karena terus-terusan bikin dia nunggu.”

“Yaudah, terus lo maunya gimana?”

Yuno hanya menggeleng pelan, masih bingung maunya apa. Yuno hanya berencana untuk meluruskan kesalahpahaman Ara padannya, ada banyak hal yang ingin Yuno bicarakan pada Ara.

Tidak lama kemudian perhatian Yuno terintrupsi, ketika seorang gadis di ujung sana memanggil Jo. Wajahnya enggak asing, seperti Yuno pernah melihat gadis itu tapi ia lupa dimana.

“Siapa Bang?” tanya Yuno.

“Jenara,” Jo terkekeh, tadi Jenara memanggilnya untuk memberikan cake. untuk Yuno.

“Jenara Kim? Seriusan?” pekik Yuno kaget, ia melihat kembali wajah gadis yang berada di belakang showcase itu. Jenara sedang menyusun beberapa cake disana.

“Iya, liatinnya biasa aja kali, No.”

“Lo pacaran sama dia?”

Jo mengangguk malu-malu, dan itu membuat kedua mata Yuno membelalak kaget. “Kok selera nya Jenara jadi jatoh gini sih?”

“Sialan lu,” Jo terkekeh, kemudian menyenggol bahu Yuno. Menginsyarakatkan pada cowok itu untuk mencicipi cake nya. “Cobain nih, varian baru rasa pistacio kesukaan lo kan?”

 
Read more...

from Meaning Of Love ☑️

Dan di sinilah sepasang anak manusia itu sekarang, duduk di kafetaria rumah sakit dengan keadaan canggung setengah mati itu. Sudah terhitung 5 menit keduanya di sana, namun tidak ada satu pun dari keduanya yang berani memulai obrolan lebih dahulu.

Yuno yang sibuk menelisik gadis yang tengah duduk di sebelahnya itu, bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Apalagi saat ini Ara enggan memalingkan wajahnya untuk menghadap Yuno, Seperti ia adalah sesuatu yang membuat gadis itu alergi.

Ara justru lebih tertarik melihat air mancur yang berada di tengah taman, kebetulan kafetaria nya tidak jauh dari taman rumah sakit atau sesekali melihat pasien-pasien yang sedang duduk di lorong-lorong dari pada harus melihat ke arah Yuno apalagi memulai pembicaraan dengannya.

Yuno menarik nafasnya berat, ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk membahas hubungannya dengan Ara. Keluarganya kini masih dalam suasana berkabung, apalagi melihat kondisi Gita yang sekarang ini. Yuno mengajak Ara untuk duduk di taman selain ia menunggu hingga Arial keluar dari kamar rawat Gita, Yuno juga hanya ingin mengetahui kabar dari Ara, Itu saja sebenarnya.

“Ra?” panggil Yuno pada akhirnya.

Ara? nama nya sendiri yang sudah lama tidak Ara dengar dari bibir Yuno. semenjak mereka berpacaran, Yuno jarang sekali memanggil Ara dengan namanya, Yuno lebih sering memanggilnya dengan sebutan 'sayang' makanya mendengar Yuno menyebut namanya sekarang, benar-benar terasa asing di telinga Ara.

Gadis yang di panggil itu menoleh, melihat ke arah Yuno dengan pandangan tidak nyaman. Yuno tahu itu, meski hanya sekilas mata mereka bertemu karena pada detik berikutnya Ara memalingkan pandangannya ke arah lain.

“Apa kabar?” lanjut Yuno.

Ara mengangguk, “baik, Kak Yuno?”

“Um, baik.”

Pada detik berikutnya tidak ada obrolan lagi di antara mereka, Ara sibuk menunduk sementara Yuno memaksa otaknya untuk mencari topik obrolan lagi. Kabar sudah ia dapati meski Yuno tidak begitu yakin dengan jawaban Ara, lalu apa lagi yang ingin Yuno ketahui dari gadis itu?

“Ra?” panggil Julian dari depan pintu masuk kafetaria, panggilan itu sontak membuat atensi Ara dan Yuno teralihkan. Keduanya kini menoleh ke arah Julian.

“Mau jenguk Gita gak? Mas Ril udah selesai nih.”

Ara hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, kemudian ia menoleh ke arah Yuno lagi. Dan disitulah mata mereka kembali bertemu. “Kak, aku jenguk Gita duluan yah,” pamitnya.

“Um,” Yuno mengangguk.

“Duluan, Kak Yuno.”

Ara berdiri, kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Yuno yang masih setia di kursi kafetaria siang itu. Ia menghela nafasnya pelan, meremas tangannya ketika melihat Ara dan Julian keluar bersamaan dari kafetaria ke ruang rawat Gita.

Jujur saja, Yuno merindukan Ara. Tapi buat bicara banyak sama gadis itu juga Yuno enggak bisa, Yuno sadar Ara masih enggak nyaman dengan kehadirannya. Sementara itu, Ara sudah masuk ke ruangan Gita, tadinya dia masuk sama Julian. Tapi seorang suster menegur karena Gita baru boleh di jenguk oleh satu saja, jadi lah Julian menunggu di luar.

Di dalam sana, Gita enggak banyak bicara. Gadis itu baru bisa di ajak komunikasi tipis-tipis saja, jadi yang Ara lakukan hanya mengupasi Gita buah sembari menceritakan tentang boneka rajut yang Ara bawa untuknya. Dari dua hari yang lalu, Ara ngebut bikin boneka rajut untuk Gita. Ini juga jadi salah satu bentuk permintaan maafnya, sebenarnya Ara bikin 3, untuknya, Gita dan juga Echa.

Namun yang baru berhasil ia rampungkan hanya milik Gita saja, sisa nya masih berbentuk kepala yang belum Ara sambung ke badannya. Mungkin nanti jika ada waktu senggang lagi Ara akan melanjutkannya.

“Ini buat nemenin lo tidur, gue bikinnya agak kecil karna tadinya mau gue jadi gantungan kunci.” Ara menaruh boneka itu di samping Gita.

“Gue baru belajar bikinnya boneka bentuk panda, nanti gue belajar bentuk lain yah. Lo mau gue bikinin bentuk apa, Git?” tanya Ara.

Gita yang di tanya seperti itu hanya diam, dia masih memperhatikan boneka rajut yang Ara bawa. Menyentuhnya dan meraba wajah boneka itu dengan telunjuknya.

“Git?” panggil Ara.

Biarpun Ara pernah kesal dengan Gita, tapi melihat gadis itu tampak rapuh seperti ini membuat hatinya sakit juga. Gita yang selalu dia lihat di kosan dengan tawa dan ucapannya yang kadang ceplas ceplos itu menjadi Gita yang diam dengan pandangan kosong menyedihkan.

Ara gak pernah tahu hidup Gita semengerikan apa sampai-sampai ia harus mengalami hal seperti ini, tapi dari yang Ara tahu. Kepergian Papa nya cukup tragis, bahkan enggak ada yang menyangka kalau ada desas desus jika Papa nya Gita bukan mengalami kecelakaan tunggal namun sengaja bunuh diri, karena ketahuan menggelapkan dana perusahaan. Sampai detik ini pun Mama nya Gita masih mencari tahu kebenarannya.

Gita masih terdiam, memperhatikan boneka yang Ara berikan untuknya. Sampai akhirnya kedua mata gadis itu melihat ke arah Ara yang tengah menangis sesegukkan di depannya.

“Lo kenapa?” tanya Gita dengan suara parau nya. Gita bingung kenapa Ara tiba-tiba menangis, apa karena ia tidak menyahuti ucapannya barusan? Pikir nya.

Ara yang di tanya seperti itu hanya menggeleng pelan dan menghapus air matanya. “Gue kangen aja sama lo, maafin gue yah Git. Kemarin-kemarin gue udah jahat sama lo.”

Gita lagi-lagi hanya diam, namun gadis itu memperhatikan Ara yang sibuk mengusap air matanya sendiri dengan tangan dan lengan bajunya.

“Lo jangan ngerasa sendirian yah, Git. Hidup ini emang mengerikan banget, mungkin saat ini lebih mengerikan lagi buat lo. Tapi lo enggak sendirian Git, lo masih punya gue, Janu, Kevin, Mas Iyal, Julian, Echa sama Chaka. Kita temen lo, Git.”

Gita bingung menanggapinya seperti apa, jadi dia hanya diam sembari terus memperhatikan Ara. Gita bisa merasakan ketulusan dari permintaan maaf Ara, dia juga sudah melupakan kejadian itu.

Saat Ara pamit pulang pada Gita, gadis itu hanya mengangguk kecil tanpa mengucapkan apa-apa lagi, namun saat tangan Ara menyentuh gagang pintu dan hendak keluar dari ruang rawatnya, Ara menoleh ke arah Gita saat suara parau itu memanggil namanya.

“Ra?”

“Hm?”

“Makasih,” ucap Gita. Setelah mengucapkan itu, dia kembali meringkuk di ranjangnya memeluk boneka pemberian Ara tanpa melihat ke arahnya lagi.


Setelah menjenguk Gita, Ara gak langsung pulang ke Bandung. Kebetulan besok juga hari libur, jadi dia akan menginap di rumahnya dulu. Selama perjalanan pulang ke rumahnya di antar Julian. Ara banyak banget diam, ngomong-ngomong mereka naik angkutan umum karena motor Julian di tinggal di Bandung.

Biarpun begitu, Julian tetap ngotot buat ngantar Ara sampai rumahnya meski itu membuatnya lebih jauh pulang ke rumah. Rumah mereka enggak searah, dan Ara sudah mengatakan pada Julian jika ia tidak masalah pulang sendirian. Tapi tetap saja Julian ingin memastikan Ara pulang dengan selamat. Apalagi saat mereka pulang tadi sempat gerimis.

“Lo kenapa diam aja sih? Sakit gigi?” tanya Julian memecah hening di antara mereka, keduanya sedang berjalan kaki menunju rumah Ara, Bus yang mereka naiki tadi berhenti halte jadi mereka harus masuk lagi ke dalam kompleks perumahan.

“Gak kesambet kan abis ketemu mantan pacar?” ucap Julian asbun.

“Apaan sih,” Ara melirik Julian sinis, kemudian memukul perut cowok itu pelan. “Enggak lah. Cuma agak bingung aja, gue enggak nyangka dia beneran pulang terus ketemu di rumah sakit Itu aja.”

Julian mengangguk, ia sedang mempertimbangkan untuk menanyakan sesuatu pada Ara. Tapi ia takut gadis itu jadi sedih lagi kalau dia tanya-tanya soal perasaanya pada Yuno, jadi pada akhirnya Julian urungkan niat itu.

“Udah sampe, masuk gih.” Julian menunjuk pagar rumah Ara dengan dagu nya.

“Masuk yuk, gue kenalin sama Reno dan Mas Yuda.”

“Udah malam, Ra.”

Ara melihat ke jam tangan yang ia pakai di tangan kirinya, “apaan sih, baru jam 7 juga. Yuk?”

Julian tampak menimang-nimang ajakan itu, namun pada akhirnya ia mengangguk kecil dan mengikuti Ara masuk ke dalam rumahnya. Dari luar rumah itu nampak asri, ada buru-burung juga yang di gantung di dalam sangkar. Burung itu berkicau agak berisik ketika pagar rumahnya di buka.

Di teras rumah nya, Bunda banyak memelihara tanaman hias seperti bunga anggrek, bonsai dan juga kaktus. Benar-benar sangat nyaman meski ukuran rumah itu tidak begitu besar.

assalamualaikum, Bun? Ada Ijul nih, Bun.” panggil Ara.

Wa'alaikumsallam, udah pulang Kak?” Bunda keluar dari rumah, wanita itu tersenyum apalagi saat mendapati Julian mengantar putrinya itu. “Eh, nak Julian. Masuk sini. Sudah makan malam belum?”

Julian menyalami Bunda nya Ara, sudah bertemu dua kali dengan Bunda nya Ara tapi tetap saja Julian masih suka malu-malu.

“Udah, Tan—”

“Belum, Bun. Apaan udah sih lo, makan dulu sini.” sela Ara.

Julian hanya menyengir dan menggaruk tengkuknya malu-malu, ia memang belum makan malam. Tapi kalau makan malam di rumah Ara rasanya sungkan sekali, apalagi saat matanya bertemu dengan laki-laki gondrong yang sedang makan di meja makan itu.

Tatapannya tajam saat melihat Julian, dalam hati Julian menebak-nebak apa itu adalah Mas Yuda, Kakak pertama nya Ara?

“Makan sama-sama yuk, Tante masak semur daging. Enak deh, ada Reno adiknya Ara sama Mas Yuda juga. Kenalan dulu sini.”

Mau enggak mau akhirnya Julian mengangguk, enggak sopan rasanya menolak. Dan Ara yang melihat Julian tersenyum dengan kikuk itu malah tertawa, apalagi saat cowok itu merasa terintimidasi dengan tatapan tajam mata Mas Yuda. Julian enggak tahu aja Mas Yuda kalo udah ngomong ngeselin nya minta ampun, enggak ada lagi deh tuh aura galak kaya yang biasa orang-orang bilang saat pertama kali bertemu Mas Yuda.

 
Read more...

from kenanyildiz1

Boşanma Davalarında En Çok Merak Edilenler Konular

Boşanma avukatı seçimi, boşanma davalarında oldukça önemli bir dönemdir. Avukatla mı yola devam etmeli veya avukatsız boşanma davası üzerinden mi gidilmeli? Boşanma çiftlerin evlilik birliklerini yasal olarak sona erdirmesi işlemidir. Her ne olursa olsun boşanma süreci genel olarak yorucu ve yıpratıcı bir süreçtir. Boşanma öncesi edinilen mallar, çocukların velayeti, nafaka ve diğer konular bir araya geldiğinde oldukça önemli yönetilmesi gereken bir süreçtir. Bu bölümde boşanma süreci ele alınarak en çok merak edilen soruların cevapları bulunmaya çalışıp aynı zamanda avukat seçerken nelere dikkat edilmesi gerektiği konusu ele alınacaktır.

Dava Sürecince Avukat Bulundurmalı mıyım?

Boşanma davalarında aile hukuku ile alakalı anlaşmazlıkları çözüme kavuşturan avukatlar boşanma haricinde velayet, nafaka, mal paylaşımı ve benzer davalara girer. Bu avukatlara aile avukatı da denir. Evliliğin sonlandırılmasının istendiği hallerde profesyonel hukuki yardım almak tarafların daha fazla yıpranmasını önleyecektir. Boşanma avukatı bu tür anlaşmazlıklar konusunda size rehberlik edecektir.

Boşanma Avukatı Seçerken Nelere Dikkat Edilmelidir?

Boşanma avukatı seçimi gerçekten önemlidir. Evlilik birliğine son vermek isteyen herkes uzman bir ankara avukat ile çalışmak ister. Bu avukatı kısa sürede bulabilmek için bazı önemli hususlara dikkat etmek gerekir. Avukatla birlikte geleceğe dönük kararlar alınacağından bunu şansa bırakmamak ve seçici davranmak mühimdir. Boşanma esnasında taraflar çeşitli duygusal ve psikolojik sorunlar yaşayabildiğinden karar vermekte güçlük çekebilirler. Bu tür durumlarda sakin kalmaya çalışılıp avukat tercihi ihmal edilmemelidir. Her avukat farklı yetkinliklere sahip olup boşanmanın türüne uygun avukat seçilmelidir. Buna da halk arasında boşanma avukatı denilmektedir. Çekişmeli boşanma davaları ülkemizde yaygın görüldüğünden avukatın bu alanda tecrübesinin bulunması her zaman avantajdır.

Boşanma Süreci Nasıl İşler?

Boşanma süreci çiftlerin veya yukarıda izah ettiğimiz şekilde taraflardan birisinin boşanma kararı alması ile başlar. Ancak aile mahkemesine verilecek bir dilekçe ile süreç yasal olarak başlamış olur. Ardından mahkeme ön inceleme yapar, tahkikat aşaması, sözlü yargılama aşaması ve hüküm ile birlikte karar verilmiş olur. Eğer kararın temyizi söz konusu olur ise yüksek mahkemenin kararı incelemesi ile karar kesinleşmiş olur.

Boşanma Sürecinde Faturaları Kim Öder?

En çok merak edilen konulardan bir tanesi de budur? Boşanma sürecinde ev aidatı, elektrik, su v.b. gibi faturaları kim öder. Bunlar tedbir nafakası kapsamında değerlendirilebilir mi? Öncelikle belirtmek gerekir ki bu konunun tedbir nafakası ile bir ilgisi yoktur. Hukuki bir sorun yaşamamak adına bu ücretleri evin yasal sahibi olan kişinin ödemesi belki de en doğrusudur. Mahkeme yargılama sonrasında bu tür ve buna benzer giderleri kimin karşılayacağına karar verecektir. Ancak Yargıtay bu konuda genel olarak düzenli geliri olan eş lehine tedbir nafakası verilemeyeceği konusunda kararlar vermektedir. Bu arada yeri gelmişken bir alt başlıkta tedbir nafakasını izah edelim.

Boşanma Sürecinde Çocuklar Kimde Kalır?

Özellikle belirtmek gerekir ki, Medeni Kanunumuz çocuklar ve aile birliğinin korunması konusunda çok hasas yaklaşmakta ve Mahkemeler de bu konuda titiz davranmaktadırlar. Çocukların velayeti konusu önemli olmakla beraber genel olarak çocukların menfaatlerinin korunması temel konu olmaktadır. Bu anlamda boşanma sürecinde, Mahkemece çocukların menfaatlerine en uygun yerde kalmaları konusunda karar verilecektir.

Boşanma Davası Ne Kadar Sürer

Boşanma davaları, davanın açılması, ön inceleme, uyuşmazlıkların çözümü, duruşmalar ve temyiz sürecinden oluşmaktadır. Boşanma davası ne kadar sürer? Eğer bir anlaşmalı boşanma davası ise 1 ile 3 ay arasında, bazen tek celsede sonuçlanmaktadır. Eğer çekişmeli boşanma davası ise az önce saydığımız nedenlere bağlı olarak 2 ila 5 yıl arasında değişebilmektedir. Çekişmeli boşanma davalarında süreci, uyuşmazlıkların çözümü yaklaşık olarak belirleyebilmektedir. Bu konuda boşanma avukatı tarafından size verilen süreleri yaklaşık süreler olarak değerlendirebilirsiniz.

E — Devlet Üzerinden Boşanma Davası Açılır mı?

E-devlet üzerinden boşanma davası açmak mümkündür? Bunun için https://vatandas.uyap.gov.tr/main/vatandas/giris.jsp adresinden size uygun olan giriş seçenekleri ile girerek bir boşanma dava dilekçesi sunmak gerekir. Ancak bu dilekçe UYAP sisteminin kullanmış olduğu UDF formatında hazırlanmalıdır. Bunun için öncelikle Uyap Doküman Editörü uygulaması indirilerek bilgisayarınıza kurulması gerekmektedir. Ardından, yazmış olduğunuz dilekçeyi uyap döküman editörüne kopyalayarak kayıt altına almalı ve sonra da vatandaş uyap portal adresi üzerinden Mahkemeye sunmalısınız.

Boşanma Davası Yetkili Mahkeme

Türk Medeni Kanunu Madde 168 de boşanma davasında yetkili mahkeme tanımlanmıştır. Buna göre boşanma davasında yetkili mahkeme; boşanma veya ayrılık davalarında yetkili mahkeme, eşlerden birinin yerleşim yeri veya davadan önce son defa altı aydan beri birlikte oturdukları yer mahkemesidir.

Boşanma Davası Nerede Açılır?

Boşanma davası nerede açılır? Kanun gereği boşanma davaları aile mahkemelerinde açılır? Aile Mahkemelerinin olmadığı yerlerde ise aile mahkemesi sıfatıyla Asliye Hukuk Mahkemeleri görevli olur. Bu durumda boşanma davası yukarıda belirtilen Aile Mahkemesi veya Asliye Hukuk Mahkemelerinde açılır.

Bu yazı ile birlikte daha fazla bilgi için https://aslanduran.com/bosanma-avukati/ adresini ziyaret edebilirsiniz.

 
Devamını oku...

from Friends Near and Afar


An original suggestion was posted on Reddit

...by our reddit user ahhhhhhhchhoooooo in this topic.

Puzzle sets could be by region/theme, a mix of popular stamps, or customized to your personal SLOWLY stamp collection!

Avatars of your penpals could also appear next to the stamps you received from them.

And it is a good idea, as we have many nice stamp designs.


Slowly itself tried doing some merchandise before

...and it did not go too well. They had custom coffee mugs, which had to be shipped, were somewhat heavy and fragile. Eventually they closed that operation.

A pen pal friend did it better – her daughter created a custom printed mug, with mom's favourite Slowly stamps, and gave it to her as a Christmas gift. It was much nicer and more personal than the company article, and no shipping was required – just a trip to a local print shop which offered mug photo printing.


A nice idea?

Similarly, the idea of puzzles with favourite Slowly stamps is a good one, but the company is not likely to take it on. Never fear, there are companies that offer puzzle printing services.

A quick search and I found Vistaprint here in Canada does it. A medium size puzzle has 500 pieces, which is challenging already, and costs 42 Canadian dollars, or about 30 USD. (and a larger 1000 pieces one is not much more at 47 CAD)

Not exactly cheap, but it is a custom, one of a kind item. Other companies closer to people might offer similar services as well.


Large custom puzzle

The 500 piece puzzle is 21 in x 15.5 in, or 53 cm x 39 cm – a nice size. An example template from their catalog is attached.

The 1,000 pieces puzzles are harder to put together but have a larger size – 30.25 x 20.5 inches, or about 76 x 51 cm. And they only cost about 5 CAD more than the 500 pieces ones.

If people created and shared their designs, others could even pick up the finished artwork piece and have it printed at whichever service they chose.


Large stamp images for designs?

We have access to 1,000 pixel images for many (not all) Slowly stamps. These would be ideal for use in creating a high quality design for printing. In our Slowly Stamps Wiki pages, there are direct links to the larger 1,000 pixels images of each. ( Commemoratives, Regional Premium, Regional Stamp Sets)

Example : Lake Titicaca Reserve, Peru's new Premium stamp, is HERE.

(some earlier designs are only available at 320 pixels max).


Design ideas, notes

I would suggest creating a design with stamps sized at at least two different final, printed sizes, which would allow a more dynamic design result. Or go for 3 sizes. You need to work out a mosaic layout so they fit together in a rectangular shape for printing.

The image I am using as banner in this page is from an actual Dogs puzzle set, and I think it is very dynamic – we need that mix of sizes as all Slowly stamps are one single format/proportion.

They also have a lovely AirMail stamps set which illustrates well a dynamic design with different stamp sizes.


Some additional notes:

a. Stamp image sources: my Slowly API tracking spreadsheet has one tab showing the latest 300 stamps and links to their 1,000 pixel images – here.

b. The image server storage path is this : https://static.slowly.app/stamp/ plus the stamp_filename and the .png extension.

c. Stamp filenames can be found for all 2,000 Slowly stamps in this shared spreadsheet. See the filenames in Column B and use it with the format shown above, plus .png for extension.

example :

https://static.slowly.app/stamp/ + pe_titicaca + .png = https://static.slowly.app/stamp/pe_titicaca.png

d. For people considering a design of their own – maybe we could define 3 modules of stamp size, which allows for some dynamic placement.

Size 1 being the 1000 pixels images; size 2 we shrink it down to 666 pixels, and size 3 is 333 pixels.

Now we can compose them – size 2 + size 3 matches one size 1.

3 times size 3 also equals size 1.

2 size 3 equals dimension for a size 2. Example with these sizes:

(Click on image for larger size version.)

Each stamp has some white space around them, we could trim it down before we start composing puzzle.

Hope someone takes this idea and runs with it... 😎👍


Famous Last Words

Special Thank You to the folks behind this wonderful app — all the hard working people at Slowly Communications.

Letters we share, with pen pals all over the World, via the magic of the Slowly App. A modern day take in the traditional penpal experience.

Come and join us, if you are not yet using Slowly.


Follow Blog via your Fediverse/Mastodon account :

@friends-near-and-afar-letters-we-share@wordsmith.social

This page created entirely in MarkDown language. Thank you for reading, feel free to comment, via a direct message to my Twitter account – or the Reddit one.

You can also post a public comment in the Reddit thread for it here.

@yann2@koyu.space Top ▲

 
Read more...

from Meaning Of Love ☑️

Disini Arial sekarang, terpaku berdiri di depan taman rumah sakit sembari melihat punggung kecil yang tampak rapuh dari belakang itu. Arial menghela nafasnya pelan, seperti de javu Arial jadi ingat situasi seperti ini lagi saat ia bertemu dengan Gita di taman rumah sakit waktu itu.

Jauh sebelum Gita pindah ke Bandung, dan saat ini Arial harus di hadapkan pada situasi yang sama. Ah, tidak. Lebih memilukan kali ini karna Gita sama sekali tidak terlihat hidup. Sudah 2 hari sejak kejadian kecelakaan yang menimpa Papa nya itu, bahkan jasad nya sudah di kebumikan.

Gita masih merasa ini mimpi buruk yang kembali menimpa nya lagi, di kursi taman sana. Ada Kevin yang sedang menemani Gita, makanya Arial gak berani menghampiri gadis itu. Namun begitu Kevin menoleh ke arahnya, cowok itu seperti mengatakan sesuatu pada Gita kemudian menghampiri Arial.

“Masih diam aja?” tanya Arial begitu Kevin semakin dekat ke arahnya.

Kevin mengangguk, kedua laki-laki itu memandang punggung gadis rapuh itu dari kejauhan. “Masih, Bang. Semalam kata Suster yang jaga Gita sempat benturin kepalanya ke tembok dan jambak rambutnya. Karna udah gak ada benda yang bisa lukain diri dia lagi.”

Hati Arial mencelos, dia gak pernah tau kalau Gita akan menjadi serapuh itu. Jika disuruh memilih, lebih baik ia mendengar sumpah serapah dari gadis itu dari pada harus melihat Gita terlihat seperti saat ini.

“Gue balik yah, Bang.” ucap Kevin, sudah 3 jam dia di rumah sakit, Kevin pikir Arial ingin berbicara dengan Gita. Anggap Kevin ingin mencoba peruntungan, siapa tahu dengan kehadiran Arial, Gita mau berbicara. Yah, apapun itu. Asal gadis itu bersuara.

“Gita sendiri, Kev?”

“Mama nya lagi ngurus sesuatu sama Mama nya Bang Yuno, nanti ada Mbak Jesica yang datang buat jagain Gita kalo lo mau balik.”

“Mbak Jesica?” Arial mengerutkan keningnya bingung.

“Asisten nya Tante Masayu.” Kevin menepuk pundak Arial, kemudian berlalu dari sana.

Sebelum menghampiri Gita, Kevin sempat masuk ke kamar rawat gadis itu dulu. Mengambil cardigan yang di gantung di dekat ranjang Gita dan membawanya, di luar agak sedikit dingin karena bekas hujan semalam. Dia gak mau Gita kedinginan walau berkali-kali gadis itu pernah bilang kalau ia tahan dengan udara dingin.

Arial melangkah perlahan mendekati Gita, menaruh cardigan itu di pundak gadis yang tengah melamun di depan kolam ikan itu dan duduk di sebelahnya. Gita masih belum menyadari kehadirannya karena gadis itu melamun, walau tatapannya tertuju pada kolam ikan namun pandangannya sangat kosong.

“Git?” sapa Arial, siapa tahu Gita akan menyahut.

Arial meringis, tidak ada sahutan dari bibir Gita. Namun ia akan tetap berbicara, siapa tahu Gita menyimak ucapannya.

“Kaya de javu yah, Git.” ungkapnya.

Rasanya kaya de javu buat Arial, duduk di taman rumah sakit sembari mengobrol seperti ini. Walau saat ini hanya ia yang seperti bergumam sendirian. “Dunia terlalu jahat sama lo yah, Git.”

“Jahat,” lirih Gita, tatapannya tidak berpindah pada kolam ikan namun gadis itu menyahut. “Jahat banget.”

Dalam hati, Arial lega bukan main saat Gita menimpali ucapannya. Tidak apa hanya dua kata pun, itu sudah sebuah kemajuan bukan? Pikir Arial.

“Kak?” Gita menoleh, membuat Arial sedikit bingung karena gadis itu memanggilnya dengan sebutan 'Kak' alih-alih menyebut namanya saja seperti biasa. “Kenapa baru datang?”

“Hah?” Arial menelan salivanya susah payah, bingung harus menanggapi Gita seperti apa.

“Kak Yuno pasti sibuk,” lanjutnya lagi.

jadi dia anggap gue Yuno..” ucap Arial dalam hati.

“Git?”

“Gue takut disini.”

Arial masih dalam kebingungannya, namun ia tetap menimpali ucapan Gita itu. “Kenapa takut?”

“Jangan kemana-mana lagi, jangan pergi lagi.” Gita tiba-tiba memeluk Arial lebih dulu, walau bingung Arial tetap membalas pelukan itu dan mengusap punggung kecilnya.

“Gue enggak kemana-mana kok, gue disini sama lo.” Arial mengusap pucuk kepala Gita, walau mungkin Gita melihat dirinya sebagai Yuno. Tapi setidaknya gadis itu sudah mau memberikan respon. Itu tidak masalah bagi Arial, terserah Gita mau melihatnya sebagai siapa.

“Beneran yah?”

“Um,” Arial mengangguk.

Setelah itu Arial membawa Gita masuk ke dalam kamarnya, Jakarta di guyur hujan lagi pagi ini. Di dalam kamar, Gita hanya meringkuk sembari melihat ke arah jendela yang menunjukan hujan di luar sana serta kilatan petir yang sesekali muncul.

“Git?” panggil Arial lagi, ia tidak ingin Gita melamun. Gita tidak menyahut lagi, hujan di luar sama tampak seperti lebih menarik dari pada Arial menurutnya. “Apa gue udah masuk terlalu jauh ke hidup lo yah, Git?”

Arial hanya bergumam, namun gumam kecilnya tadi mampu membuat Gita menoleh ke arahnya. Kening gadis itu berkerut, namun sedetik kemudian Gita mengubah posisinya menjadi duduk dan menjauh dari Arial.

Seperti Gita kaget karena baru sadar ia mendapati seseorang masuk ke dalam kamarnya, padahal Arial lah yang dari tadi sudah menemaninya.

“Arial?!” pekik Gita.

“Kenapa, Git?” tanya Arial.

“Pergi!”

“Git, tapi gue—”

“KELUAR!” Gita teriak, dia nyaris kehilangan kendalinya lagi.

“Git, tapi.” Arial bingung, dia sudah biasa melihat kelakuan Gita yang menurutnya super random. Tapi enggak dengan sekarang ini.

“KELUAR!”

“Iya tapi kenapa, Git?”

“KALO GUE BILANG KELUAR YAH KELUAR!”

Dari pada Gita semakin parah, Arial bangkit dari kursinya dan hendak keluar untuk memanggil suster. Namun belum sempat ia menggapai gagang pintu, Gita tiba-tiba saja menangis dan memeluk dirinya sendiri di atas ranjang. Membuat langkah Arial tertahan di depan pintu sana.

ia ingin menghampiri Gita, tapi disisi lain Arial juga takut kalau Gita marah padannya lagi. Ia tidak ingin membuat suasana hati Gita kembali buruk hanya karena ia menghampirinya, jadi langkah itu terhenti di depan pintu sana.

“Gue enggak mau lo liat gue kaya gini, Ril.”

Rasanya seperti ada belati yang mencabik-cabik hati Arial untuk kesekian kalinya, alih-alih memanggil suster. Arial kembali mendekat ke arah Gita dengan hati-hati, merengkuh tubuh ringkih itu dan mendekapnya ke pelukannya meski beberapa kali Gita meronta meminta di lepaskan.

“Kalau gitu gue enggak akan kemana-mana.”

“Lepasin gue, Ril!!”

“Gue enggak mau pergi meski lo usir, Git.”

Gita lagi-lagi mencoba melepaskan Arial dari pelukannya meski itu berakhir nihil karena Arial memeluknya se erat mungkin. Seperti jika ia merenggangkan sedikit saja pelukan itu, akan ada sesuatu yang akan menyakiti Gita.

“Ril, lepasin!”

“Enggak, Git. Gue gak mau.”

Gita akhirnya pasrah, ia menangis dalam pelukan Arial meski tangis itu tidak bersuara. Bukan cuma Gita saja yang menangis, Arial bahkan menitihkan air matanya. Ini pertama kalinya ia menangis karena seorang gadis.

Tanpa keduanya sadari, ada Yuno yang baru saja tiba di rumah sakit. Cowok itu baru saja datang langsung dari bandara, bahkan Yuno masih menenteng ransel dan koper berukuran sedang miliknya. Yuno mengurungkan niatnya untuk masuk karena tampaknya Gita baru saja tenang meski dalam rengkuhan Arial.

Yuno gak menyangka kalau Gita akan berakhir seperti ini lagi, menghela nafasnya dengan berat. Yuno akhirnya berbalik, mencoba untuk menunggu Arial hingga selesai berbicara dengan Gita. Ia ingin ke kantin rumah sakit dulu, namun siapa sangka jika baru beberapa langkah ia pergi dari depan kamar rawat Gita, Yuno justru bertemu dengan Ara yang juga ingin menjenguk Gita.

Gadis itu enggak sendiri, dia berdua dengan seorang laki-laki tinggi yang berjalan tepat di sebelahnya. Sama hal nya dengan Yuno, Ara juga berhenti melangkah. Hatinya mencelos begitu melihat sosok yang sangat ia ingin hindari itu meski ia merindukannya.

Tidak ada sapaan di antara keduanya, keduanya hanya saling berdiam dan memandang. Sampai akhirnya, mata Yuno memandang ke arah laki-laki yang berdiri di sebelah Ara. Kedua mata mereka bertemu, jika Yuno memandang Julian dengan pandangan bertanya-tanya. Lain hal nya dengan Julian yang memandang Yuno dengan tatapan menelisik.

Seperti ada tatapan benci yang Julian lontarkan pada Yuno meski raut wajah cowok itu tampak begitu tenang, menurutnya Julian seperti air sungai yang tenang namun sangat dalam dan mematikan.

 
Read more...

from the Tulips

in a fleeting memory we lost our focus, blurring our lines, erasing our chalk. the wetness, bodies of our ancestors flooded onto us, drowning our last rites. the Godhead roared Eternal.

in a moonlit haze we crawled through thick and thin static layers of incoherence. soft targets melted into our flesh, as if a spliced branch looping into itself. the Godhead felt no pain.

he filled our village with ichor, tar, and oil, homes destroyed in passing viscous shockwaves. we had seen nothing but compassion, yet he took our trust, the sun as well. the Godhead bled no blood.

our worship was of our own hands, feeding from faceless fantasies of freedom. we were promised so much but we forgot how to counter clockwise motion. the Godhead held no power.

 
Read more...

from Meaning Of Love ☑️

Pagi ini Ara bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan dia bangun sebelum subuh dan langsung buru-buru ke dapur yang ada di lantai 1. Semalam setelah menyelesaikan tugasnya, Ara sibuk nyari resep pancake pisang yang enak di internet. Berbekal keberanian, akhirnya gadis itu langsung membuatnya pagi ini untuk sarapan.

Sembari bersenandung gadis itu mencampur berbagai bahan untuk membuat pancake nya ke wadan, kemudian menghaluskan pisang sembari sesekali ia memeriksa pan yang tadinya sudah ia olesi dengan butter.

Ara tersenyum, ia memang membuat pancake ini awalnya untuk Gita saja. Hingga hari ini Ara masih berusaha untuk merayu Gita agar memaafkannya, ya walau dia sendiri belum secara gamblang minta maaf langsung ke Gita sih. Tapi setidaknya dia mau mencairkan suasana dulu.

Sedang asik dengan adonan pancake nya yang hampir tandas, tiba-tiba aja ada suara derap kaki melangkah dari lantai dua. Ara sempat mengecilkan kompornya dulu untuk melihat siapa yang turun dari lantai dua, namun ternyata tidak ia dapati seseorang di sana.

“Gue gak salah denger kan? Tadi tuh beneran ada yang turun deh,” gumam nya.

Ara mengusap bahu hingga tengkuk nya, bulu kuduknya itu agak sedikit merinding. Namun ia halau pikiran buruk itu dan kembali melanjutkan masakannya pagi ini, hingga adzan subuh berkumandang. Ara masih sibuk berkutat di dapur, ia bukan hanya membuat pancake saja. Tapi Ara juga membuat roti bakar untuk bekal yang akan ia bawa.

“Bikin apaan lo, Ra? Kok pagi banget bangunnya?”

Ara tersentak kaget, pasalnya tidak ada derap kaki sama sekali namun tiba-tiba Echa sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu sampai harus mengusap-usap dada nya karena degup jantungnya menggila.

“Cha, sumpah yah. Lo bikin kaget gue tau gak!” hardik Ara.

“Ih padahal gue jalan juga gak mengendap-endap loh.”

“Ck!” Ara berdecak, ia kembali memanggang rotinya lagi yang sebentar lagi selesai itu. “Gue lagi bikin sarapan buat anak-anak, lo dari mana? Kok gue gak denger lo turun dari atas?”

Echa duduk di kursi yang ada di dapur, kemudian mencomot strawberry yang Ara hias di atas pancake itu. Tenang aja, Echa ngambil strawberry di piring miliknya kok. Ara memang sudah membagi pancake itu untuk penghuni kosan dan menaruhnya di piring mereka masing-masing.

“Gue gak dari atas,” jawab Echa enteng di sela-sela kunyahannya.

“Hah? Tidur dimana lo semalem?”

“Di kamar Jan—” kedua mata Echa membulat nyaris saja ia keceplosan kalau semalam ia tidur di kamar Janu, namun buru-buru ia ralat ucapan itu sebelum Ara menyadarinya. “Gue.. Ketiduran di ruang tamu bawah, abis ngerjain tugas terus ketiduran.”

“Hah? Masa sih? Kok gue gak liat?”

“Gue.. Tadi sempet mandi dulu di kamar mandi bawah, nih lo gak liat gue habis keramas?” Echa menunjukan rambut panjangnya itu yang masih terbalut oleh handuk.

Ara yang melihat handuk di kepala Echa itu justru mengerutkan keningnya bingung, handuknya sangat familiar seperti Ara pernah melihat cowok kosan memakai handuk itu tapi siapa?

“Tunggu deh, kaya nya gue kenal sama handuknya.” Ara berusaha mengingat-ingat, kalau tidak salah itu handuk milik Janu kan? Handuk biru itu pernah tidak sengaja terbawa ke keranjang jemuran Julian dan Janu mengambilnya di kamar Julian sambil misuh-misuh minggu lalu.

“Ini handuknya Janu gak sih?” tebak Ara.

Echa mengibaskan tangannya salah tingkah, “ngaco loh, mana ada handuknya Janu. Eh udah ah, kok jadi ngalor ngidul gini sih ngomongnya.”

Ara menghela nafasnya pelan, ia menyelesaikan masakannya kemudian menatanya di meja makan. Echa pun turut mengekori gadis itu sembari ia sarapan pagi lebih dulu.

“Itu buat siapa, Ra?” Echa menunjuk kotak bekal yang Ara taruh di dekat piring miliknya.

“Ohh, ini?” Ara menunjuk kotak bekal yang ada di sebelahnya. “Ini buat Julian, hari ini dia ada raker sama Divisi keuangan di HIMA makanya gue bawain bekal.”

Echa ngerasa gak nyaman dengar ucapan Ara itu, namun sebisa mungkin ia menjaga air wajahnya dan hanya mengangguk sekena nya. “Lo deket banget sama Julian semenjak putus sama Kak Yuno deh.”

Ara berhenti sebentar untuk menuangkan susu ke gelas-gelas teman-temannya itu waktu Echa dengan sengaja menyebutkan nama Yuno. Usahanya untuk setidaknya mengalihkan pikirannya dari Yuno itu seperti sia-sia ketika seseorang kembali mengingatkan nya dengan cowok itu.

“Em..ang iya yah? Perasaan gue deket sama Julian dari dulu deh.”

“Emang Kak Yuno gak cemburu apa? Bahkan lo lebih kelihatan kaya pacaran sama Julian dari pada sama Kak Yuno,” ucap Echa santai.

Ara menarik nafasnya berat, benarkah? Apa selama ini ia terlihat seperti itu? Lalu apa dia harus menjauhi Julian? Tapi kenapa? Julian baik padannya, dan ia hanya menganggap Julian sebagai sahabatnya tanpa ada perasaan lebih.

Echa yang tadinya duduk itu agak sedikit bangun dan membungkuk, melihat wajah Ara yang mendadak mendung karena ia menyebutkan nama Yuno barusan.

“Hati-hati nanti naksir sama Julian,” bisik Echa. “Eh tapi jangan cepet-cepet juga naksirnya, lo juga kan baru putus sama Kak Yuno masa secepat itu sih udah suka sama cowok lain.”

Ara hanya diam, matanya sedikit memanas. Hatinya sakit waktu Echa bicara seperti itu padanya, padahal jauh dari yang Echa ucapkan. Ara justru masih sering merindukan Yuno bahkan di setiap malam sebelum ia tidur. Echa gak tahu bagaimana ia berjuang mengalihkan pikirannya dari Yuno.

Dan dengan entengnya cewek itu bilang seolah Ara adalah gadis yang mudah jatuh cinta bahkan kurang dari sebulan setelah ia putus.

“Apaan sih lo, Cha.” Jawab Ara.

Echa tertawa, ia kembali duduk di kursinya lagi. “Gue bercanda lagi, Ra. Gitu aja baper. Lagian mana mungkin lo naksir Julian gak sih? Tipe lo aja yang kaya Kak Yuno gitu.”

Karena ngerasa enggak nyaman, Ara buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan langsung melesat ke lantai dua masuk ke dalam kamarnya. Kebetulan hari ini dia juga ada kelas pagi, namun bukannya buru-buru bersiap ke kampus. Ara justru menangis dulu di ranjangnya, memeluk boneka pemberian Yuno itu lagi.


Motor yang Julian kendarai itu berhenti di parkiran mahasiswa, ia membiarkan Ara turun lebih dulu dan membukakan helm milik gadis itu. Kaitannya agak sedikit keras, makanya Ara enggak bisa buka sendiri.

Bukan Julian enggak sadar kalau sedari tadi sejak sarapan Ara agak sedikit diam, wajahnya juga tampak murung dengan mata yang agak sedikit memerah. Julian sudah tanya kenapa mata gadis itu memerah, namun Ara hanya menjawab kalau ini akibat kering karena semalam Ara pakai softlens untuk belajar.

“Kenapa sih? Cemberut gitu muka lo,” tanya Julian waktu dia sudah berhasil melepaskan helm di kepala Ara.

“Gapapa, Jul.”

“Lo tuh gak biasanya kaya gitu tau.”

“Emang biasanya gue gimana?” Ara menaikan sebelah alisnya. Dia sadar kok kalau pagi ini dia memang lebih diam, apalagi wajahnya yang cemberut itu enggak bisa Ara sembunyikan. Biasanya kalau pergi ke kampus sama Julian, keduanya suka membicarakan hal-hal random sampai tidak sadar sudah sampai di parkiran kampus.

“Biasanya lo tuh bawel, di jalan ada aja yang lo ceritain.”

Keduanya berjalan menuju ruang kelas mereka di gedung A fakultas Psikologi. Ruang kelasnya ada di lantai 5, kebetulan juga mereka datang 30 menit sebelum kelas akan di mulai.

“Gapapa, lagi capek aja kayanya,” jawab Ara sekena nya.

“Kalau capek, lo gak mungkin bikin sarapan buat anak-anak sekalian.”

Ara mengulum bibirnya sendiri, sejujurnya enggak enak diamin Julian kaya gini. Julian enggak salah, cowok itu selama ini udah baik banget ke Ara. Justru bukannya aneh kalau Ara harus jaga jarak dengan Julian hanya karena ucapan Echa barusan? Pikirnya.

“Lo udah minta maaf ke Gita?” tanya Julian.

Ara memang sempat cerita kalau ia menyesali perbuatannya kemarin yang udah kasar ke Gita. Dan Julian dukung Ara buat minta maaf ke Gita karena Julian juga merasa kalau Ara yang salah, karena sudah memakai kekerasan lebih dulu, menurutnya Ara hanya salah paham. Biarpun suka dan sayang banget ke Ara, Julian enggak pernah menilainya secara objektif hanya karena di landasi perasaan sukanya saja.

Kalau menurutnya salah yah tetap saja salah, dan Julian enggak menyangkal hal itu apalagi harus membela nya.

“Belum, mungkin nanti. Pagi ini gue lagi gak mood.” tanpa Ara sadari ia jadi mengungkapkan perasaanya yang sedang tidak karuan itu, memang susah untuk menyembunyikan banyak hal dari Julian. Sejak di Bandung, Julian lebih sering jadi tempat Ara bercerita ketimbang Echa.

“Tuh, kan. Kenapa sih?” tanya Julian.

Keduanya menunggu lift terbuka, bersamaan dengan banyaknya mahasiswa lain yang juga ingin menuju ke lantai atas. Bahkan Julian juga sedikit menggeser tubuh Ara yang kurus itu menjadi lebih dekat dengannya agar tidak tertabrak mahasiswa lain.

“Nanti aja yah ceritanya, Jul. Pas mau balik aja.”

Julian mengangguk, keduanya pun masuk ke dalam lift yang pagi itu agak sedikit padat. Seperti biasanya, Julian selalu menempatkan Ara di belakangnya dan menggandeng cewek itu. Namun, Julian sedikit kaget ketika pautan tangannya di tangan gadis itu dengan sengaja Ara lepas.

Julian bahkan sampai menoleh ke belakang, namun saat ia menoleh. Ara hanya tertunduk dan mengulum bibirnya sendiri, sampai lift terbuka di lantai tempat kelas mereka berada. Ara tetap bungkam walau gadis itu mengekori Julian.

“Jul, sebentar.” Ara merogoh saku kemeja miliknya, Arial menelponnya. Tumben sekali, ada apa? Pikir Ara. “Hallo, Mas Iyal kenapa?”

dek, Papa nya Gita kecelakaan. Beliau meninggal dunia, sekarang anak-anak kosan mau bareng-bareng ke Jakarta buat nganterin Gita. Kamu gimana?

“APA?!” pekik Ara yang membuat Julian ikut kaget dan penasaran. “Yaudah, kalau gitu aku sama Julian pulang sekarang, Mas.”

Ara memutus panggilan itu dengan wajah paniknya. “Jul kita pulang sekarang yah.”

“Kenapa, Ra? Kelasnya bentar lagi mulai—”

“Papa nya Gita meninggal karena kecelakaan. Anak-anak yang lain mau anter Gita ke Jakarta, ayo Jul kita pulang kasian Gita...”

 
Read more...

from Friends Near and Afar

img


Recently, the Terms of Service have been revised

And as previously, they remain a one sided document intended to solely protect the company and award it any rights they seem fit to claim.

I think it is interesting to read them. It is a long, legalese, mind boggling read, but a careful analysis can give you insights on important points. You can see the current, latest version (revised as of Sept 13, 2024) HERE.

And I did read it briefly, and noticed some worthy points.


Company HQ moved to United Kingdom?

Kevin Wong, Slowly's creator and CEO, has moved to London UK about a year ago. I had not looked at the ToS but now it shows the company no longer being Hong Kong based, but located in the address shown above.

This has good points, there were some concerns from users over Slowly's ability to deny user data access requests in Hong Kong, as Chinese mainland laws clearly state all companies operating in the PRC must comply promptly with any official requests.


So, this is a good thing?

Well, they apparently are no longer under PRC's jurisdiction. BUT their data is stored in Amazon Web Services machines, physically located in the USA, which brings them under a jurisdiction where intelligence agencies DO act to get access to data they feel is needed. Not ideal, clearly, but convenient for Slowly as AWS is a major Cloud provider.


Make the ToS easier to digest, try our AI friends?

I used Microsoft's Copilot, and would encourage you to read the document and even experiment with it. My request:

I use a software called Slowly. Could you review the Terms of Service for it, and give me some notes regarding noticeable impositions it places on its users? The Terms of Service page is at https://slowly.app/terms/


Here is Copilot's response:

Sure, I reviewed the Terms of Service for Slowly. Here are some key points and noticeable impositions:

  1. Eligibility: Users must be at least 12 years old. If you’re a minor, your parent or guardian must agree to the terms on your behalf. ^(1).
  2. Account Restrictions: You can only have one account. If you’ve been previously removed from the service, you cannot create a new account without explicit permission. ^(1).
  3. Content and Conduct: Users must not engage in illegal activities, harassment, or any behavior that could harm others. Violations can lead to account termination without prior notice. ^(1).
  4. Modifications to Terms: Slowly reserves the right to change the terms at any time. Users are responsible for reviewing the terms periodically to stay informed of updates. ^(1).
  5. Termination of Service: Slowly can terminate or suspend your account at their discretion, without liability or prior notice. ^(1).
  6. User Content: By posting content, you grant Slowly a non-exclusive, royalty-free license to use, reproduce, and distribute your content. ^(1).

These points highlight some of the more restrictive aspects of the Terms of Service. If you have any specific concerns or need further clarification, feel free to ask!

Source: Conversation with Copilot, 03/10/2024

(1) Terms of Service – Slowly. https://slowly.app/terms/. (2) Privacy Policy – Slowly. https://slowly.app/privacy/. (3) Slowly's home page. https://slowly.app/.


Any follow-up questions?

is there any mention of their obligation under GDPR user data protection act ?

Yes, the Slowly Terms of Service do mention their obligations under the GDPR (General Data Protection Regulation). Here are some key points related to GDPR compliance:

  1. Data Collection and Use: Slowly outlines the types of personal data they collect and how they use it. This includes information provided by users during registration and data collected through the use of their services. [ 4 ].
  2. User Rights: Users have rights under GDPR, such as the right to access their data, the right to rectify incorrect data, the right to erasure (right to be forgotten), and the right to restrict or object to processing. [ 4 ].
  3. Data Security: Slowly commits to implementing appropriate technical and organizational measures to ensure a level of security appropriate to the risk of processing personal data. [ 4 ].
  4. Data Transfers: If personal data is transferred outside the European Economic Area (EEA), Slowly ensures that appropriate safeguards are in place to protect the data. [ 4 ].
  5. Data Retention: Personal data is retained only for as long as necessary to fulfill the purposes for which it was collected, or as required by law. [ 4 ].

[ 4 ] : The Data Protection Act, at gov.uk

These points highlight Slowly’s commitment to complying with GDPR and protecting user data. If you have specific concerns or need more detailed information, you might want to review their full Terms of Service or contact their support team directly.


Requesting copies of user data under GDPR?

Can I request a copy of my user data (letters and responses) for backup under GDPR ?

Yes, under GDPR, you have the right to request a copy of your personal data, which includes your letters and responses on Slowly. This is known as a data subject access request (DSAR). You can contact Slowly’s support team to make this request. They are obligated to provide you with a copy of your data within one month of your request. [ 4 ].

If you need help with how to phrase your request or any other details, feel free to ask!


How to request your user data?

How do I initiate a DSAR on Slowly?

To initiate a Data Subject Access Request (DSAR) on Slowly, follow these steps:

  1. Contact Support: Reach out to Slowly’s support team via their official contact methods. This is usually done through their website or app. Look for a “Contact Us” or “Support” section.
  2. Specify Your Request: Clearly state that you are making a DSAR under GDPR. Mention that you are requesting a copy of your personal data, including your letters and responses.
  3. Provide Necessary Details: Include any relevant information that might help them locate your data, such as your username, email address, and any specific data you are requesting.
  4. Verification: Be prepared to verify your identity. Slowly may ask for additional information to confirm that the request is coming from the account owner.
  5. Wait for Response: Slowly is required to respond to your request within one month. They may extend this period by an additional two months if the request is complex or if they have received numerous requests. [ 5 ].

Here’s a sample template for your request:

Subject: Data Subject Access Request (DSAR)

Dear Slowly Support Team,

I am writing to formally request access to my personal data under the General Data Protection Regulation (GDPR). Specifically, I am requesting a copy of all my letters and responses stored on your platform.

For verification purposes, my account details are as follows:

  • Username: [Your Username]
  • Email: [Your Email Address]

Please let me know if you require any further information to process this request. I look forward to your response within the statutory timeframe.

Thank you, [Your Name]

If you need further assistance, feel free to ask!


And there is a LOT more to explore

...in this latest revision of the Terms of Service. I enjoyed using Copilot and getting focused, simple answers to some of my questions. I think there is a lot more to read and investigate so we can better understand the document's meanings and implications.

I will stop here – getting backup copies of our user data was always a concern for me, and it seems there are ways we can act to request that, which Slowly is legally obligated to respond and fulfil.

Any other notable items in the page as you see it? (hint – there are notes regarding AI usage in the app, along with other meaningful paragraphs.


Famous Last Words

Special Thank You to the folks behind this wonderful app — all the hard working people at Slowly Communications.

Letters we share, with pen pals all over the World, via the magic of the Slowly App. A modern day take in the traditional penpal experience.

Come and join us, if you are not yet using Slowly.


Follow Blog via your Fediverse/Mastodon account :

@friends-near-and-afar-letters-we-share@wordsmith.social

This page created entirely in MarkDown language. Thank you for reading, feel free to comment, via a direct message to my Twitter account – or the Reddit one.

You can also post a public comment in the Reddit thread for it here.

@yann2@koyu.space Top ▲

 
Read more...