Waktu Ara di Jerman gak terasa udah memasuki dua bulan, besok kedua orang tua Yuno juga sudah terbang ke Jerman untuk menjenguk keadaan Yuno sekaligus menjemput Ara, jadi libur Yuno hari ini ingin Yuno dan Ara manfaatkan untuk jalan-jalan ke luar rumah, mereka sih niatnya enggak kepengen keluar jauh, selain udaranya cukup panas, besok pagi juga Yuno sudah harus kembali koas, Ara gak mau Suaminya itu kecapekan.
Pagi ini Ara udah sibuk banget di depan meja rias di kamar Yuno, sibuk memilih liptint mana yang cocok untuknya hari ini. dia cuma pakai midi dress berwarna putih dengan motif bunga sakura, di balut dengan cardigan berwarna kuning, ah enggak lupa Ara juga pakai bandana yang senada dengan cardigan miliknya.
Ara jarang banget dandan centil kaya gini, kalau kata Gita tuh. Dia lebih tertarik pakai pakaian yang simpel saja seperti jeans, hoodie, atau kaos biasa saja yang di balut dengan cardigan oversize. Tapi berhubung perutnya udah susah pakai jeans dan suasananya cocok untuk mengenakan midi dress jadilah Ara pakai midi dress.
“Sayang, udah belum?” tanya Yuno, Suaminya itu muncul dari balik pintu. tadi dia ada di ruang tengah sedang asik menonton televisi sembari makan sisa rujak yang kemarin Ara minta.
“Udah kok.” Ara senyum, dia puas banget sama hasil make up nya hari ini. Enggak menor dan enggak kelihatan kaya gak make up juga, pokoknya pas banget. Karena sering gabut di apartemen, Ara jadi banyak belajar teknik make up.
Ara berdiri dan memastikan penampilannya sudah rapih kemudian menghampiri Yuno, kalau Yuno sih cuma pakai kemeja dengan dalaman tanpa lengan, ia bahkan sengaja tidak mengancingi kemejanya dan celana pendek aja, toh mereka pergi enggak jauh hanya sepedahan kemudian memakan gelato di taman.
Begitu Ara menghampirinya Yuno senyum, agak sedikit salah tingkah karena Istrinya cantik banget ya walau hari-hari biasa Ara juga tetap cantik di mata Yuno kok.
“Kenapa kok senyum-senyum kaya gitu? ada yang aneh ya sama bajuku?” Ara mastiin penampilannya lagi, dia tuh kalau di liatin kaya gitu sama Yuno jadi mikir apa bajunya ada yang aneh atau berlebihan.
“Enggak papa, emang gak boleh senyum-senyum liatin Istri aku?” tanya Yuno.
“Ya boleh aja, aku pikir dandanan aku heboh banget padahal kita cuma mau sepedahan habis itu makan gelato.”
“Enggak kok, cantik, yuk jalan.” Yuno mengambil tangan Ara dan menggandengnya untuk keluar dari apartemen mereka.
keduanya turun dari lantai sepuluh apartemen Yuno berada, ada beberapa mahasiswa lain juga yang ikut turun di lift dan menyapa Yuno. teman-teman Yuno di apartemen ini emang kebanyakan orang asingnya lebih banyak berasal dari Asia Tenggara malahan, makanya enggak jarang Yuno suka bertegur sapa.
Kalau sama orang Jerman asli justru mereka jarang negur kalau enggak dekat-dekat banget. begitu sampai di parkiran sepeda, Ara senyum sumringah banget apalagi waktu liat sepeda yang boleh Yuno sewa itu. ada keranjang di depannya dan kursi penumpang di belakang yang tampak empuk sekali joknya.
Ah enggak lupa, Yuno membelikan Ara bunga yang sengaja ia taruh di keranjang sepedanya. Itu bunga lily yang indah dengan campuran warna kuning dan putih, Yuno sengaja membeli bunga lily meski Ara sangat menyukai bunga mawar. Menurutnya mawar lebih cocok di berikan saat mereka melakukan makan malam romantis.
“Untuk Istri aku yang paling cantik.” Yuno ngasih bucket berisi bunga lily itu ke Ara.
“Kok tumben beli lily?” Ara ambil bucket itu dan senyum, dia bukan enggak suka kok. Dia suka banget sama semua hal yang di kasih Yuno untuknya, dia cuma nanya gitu karena biasanya Yuno kasih bunga mawar ke dia.
“Ada artinya.”
“Apa?” Ara senyum, dia gak nyangka Yuno nyari tahu tentang arti bunga seperti ini.
“Bunga lily dengan warna putih dan kuning itu melambangkan kesucian, kepolosan, kegembiraan dan penuh syukur,” jelas Yuno. Dia nyari tahu banyak hal ini dari internet, meski lebih suka mengutarakan rasa sayangnya dengan perbuatan. Yuno juga ingin menunjukan rasa sayangnya melalui kata-kata.
Ara dulu itu pernah salah paham sama Yuno, dia pernah bilang sikap Yuno terkadang membuatnya bingung dan membuat Ara merasa jika Yuno tidak benar-benar mencintainya hanya karena Yuno jarang memberikan kata-kata yang manis untuknya, waktu itu Yuno cuma mikir, tanpa ia utarakan itu semua melalui kata-kata ia yakin Ara sudah tahu.
“Manis banget Suami aku, makasih yah, Mas.”
“Sama-sama sayangku.”
“Oh iya, Mas. kamu nyewa nya dimana sepedanya?, lucu warna nya pink gini.” bukanya naik Ara justru jalan mengitari sepedanya dulu, takjub banget karena sepedanya begitu manis karena berwana pink, warna kesukaan Ara banget kan.
“Aku bukan nyewa ke rental gitu sih sayang, aku nyewa punya pacarnya Josep inget gak teman sekolah bahasaku dulu?” Yuno berusaha ingatin Ara sama Josep, teman sekolah bahasanya dulu yang sekarang tinggal di Hamburg. cowok itu masuk salah satu universitas teknik yang ada di sana, sebelum pindah ke Heidelberg Yuno itu pernah sekolah bahasa di Berlin.
“Ingat, jadi ini punyanya Alice?” Ara pernah ketemu sekali sama Alice, pacarnya Josep itu emang orang Jerman asli dia enggak ketemu Josep di sekolah bahasa, melainkan Alice ini adalah tetangga Josep di apartemennya.
“Yup, dia sekarang ada di Heidelberg apartnya ada di dekat kampus aku. dia kebetulan lagi ambil S2 di kampus aku.”
“Kamu kok baru cerita?” biasanya Yuno tuh suka cerita tentang teman-temannya, waktu mereka LDR dan masih pacaran pun kaya gitu.
Makanya walau Ara enggak tahu banyak teman Yuno di Jerman secara langsung tapi dia tahu nama-namanya, ya Yuno juga gitu sih. tapi teman Ara di kampusnya juga kebanyakan teman dari SMA nya.
“Baru sempat sayang, yuk. nanti keburu panas.”
Mereka berdua naik sepeda mengelilingi jalanan Heidelberg yang pagi itu lumayan ramai, banyak orang-orang yang menikmati waktu musim panas dengan berjalan-jalan, di atas sepeda sembari berpegangan dengan pinggang Yuno, Ara sempat videoin jalanan sekitar, dia juga sempat videoin Yuno dengan ekspresi konyolnya itu.
Selama dua bulan di Jerman baru hari ini Ara dan Yuno keluar rumah berdua kaya gini, biasanya tuh lebih banyak Yuno yang keluar buat koas, belanja atau nyari makanan yang lagi Istrinya itu kepengin. ya walau kadang hal itu juga yang cukup bikin kepala Yuno berdenyut nyeri, karena kadang makanan yang Ara minta itu susah banget di dapatin. Ara tuh lebih banyak ngidam makanan Indonesia terutama rujak, sementara di Heidelberg itu makanan Indonesia jarang banget kalau pun ada itu pun cuma makanan sekelas soto ayam, bakso, pecel ayam, atau nasi Padang.
Yuno memberhentikan sepeda nya di depan sebuah kedai gelato yang cukup ramai, yup, antrean yang cukup panjang itu membuktikan kalau rasa gelato di kedai itu memang enak. Ini kedua kalinya Ara makan gelato di tempat itu, sebelumnya Ara pernah mencicipinya waktu mereka pacaran tapi saat musim dingin.
“Kamu duduk di sini sebentar ya, aku aja yang antre, kamu mau rasa apa?” Yuno narik salah satu kursi di sana buat Ara duduk, dia takut Ara capek karena duduk di kursi sepeda.
“Mau rasa strawberry aja kayanya, Mas.”
Yuno mengangguk, “udah itu aja?”
“Iya itu aja.”
baru saja Ara mau mengeluarkan ponselnya untuk foto-foto keadaan sekitar tapi Yuno yang tadinya sudah mengantre itu kembali lagi ke meja mereka dan bikin Ara bingung, “kenapa, Mas? ada yang ketinggalan?
“Enggak, sayang kaki kamu pegal gak? kalau pegal nanti kita naik taksi aja, aku takut kamu enggak nyaman atau pegal naik sepeda.”
mendengar ucapan itu hati Ara menghangat, Yuno kembali ke meja mereka hanya ingin memastikan jika ia baik-baik saja. Yuno benar-benar sayang dan seperduli itu dengan Istrinya, memang semenjak menikah Yuno selalu memprioritaskan Ara di banding dirinya sendiri. hal itu juga yang memberatkan Yuno ketika sadar dia enggak bisa selalu di samping Istrinya itu karena harus menyelesaikan study nya.
Ara terkekeh, lucu karena muka Yuno yang tampak khawatir tapi juga terdengar manis di telinganya, “enggak, Mas. aku gapapa kok, malahan sepedanya tuh nyaman banget jok nya juga empuk, aku tuh lagi nikmatin banget tau udaranya walau angin nya lumayan kencang.”
“Bener?” tanya Yuno memastikan lagi.
“Yup.”
Yuno mengangguk, “Yaudah kalau gitu aku antre lagi yah.” sebelum pergi mengantre, Yuno mengusap pucuk kepala Ara dengan gemas.
Ara yang nunggu Yuno antre gelato buat mereka berdua akhirnya cuma mainin ponselnya aja, dia juga sempat foto Suaminya itu dari jauh dan bikin story di akun sosial media miliknya.
Setelah mendapatkan dua gelato mereka berdua jalan pelan-pelan ke taman yang tidak jauh dari kedai gelato nya.
dulu waktu Ara pertama kali ke Jerman dia gak di ajak Yuno ke taman Neckarwiese karena saat itu memang sedang musim dingin, jadi mereka cuma jalan-jalan ke sekitaran kastil dan sungi Neckar saja.
Di taman itu cukup ramai, banyak anak-anak sampai orang lansia yang menikmati indahnya cuaca hari itu, Ara baru tahu kalau disekitaran taman ada orang yang berjualan juga. mulai jualan roti, ice cream, pizza, hotdog sampai buah-buahan. tamannya indah dengan aliran sungai yang cukup tenang dan burung-burung yang berterbangan.
Ara dan Yuno memilih untuk duduk di hamparan rumput dengan alas seadanya yang Yuno bawa di keranjang sepeda mereka. Sembari memakan gelato, Yuno yang merasa gerah itu membuka kemeja yang ia pakai dan menyampirkannya di bahu nya saja.
“Mas, pakai bajunya ih.” Ara ambil kemeja milik Yuno itu dan memberikannya ke Suaminya itu untuk di pakai.
“Gerah sayang, nanti kalau udah pulang aku pakai lagi.”
“Ish kamu mah.” Ara cemberut. Sebel banget kalau Yuno udah pamer-pamer badan kaya gini.
“Sayang banget yah aku waktu ke sini malah pas winter, jadi enggak bisa main-main ke taman deh,” gumam Ara sembari makan gelato nya, main di taman dengan suasana seperti ini tuh bikin Ara ngerasa dia lagi ada di negeri dongeng deh. soalnya memang benar-benar terlihat fairytale banget.
“Tapi kan sekarang udah aku ajak sayang, bonus bertiga sama Hana pula.” Yuno terkekeh.
“Kalau nanti Hana udah lahir kita ke sini lagi yuk, Mas?” Ara menoleh ke arah Yuno bayangin mereka bisa piknik seperti ini lagi sama anak mereka kelak tuh bikin hati Ara menghangat banget rasanya.
“Pasti, nanti aku ajak kamu ke sini lagi ya. Nanti kita piknik yang lebih niat lagi, bawa makanan sama main layangan juga kayanya asik deh.” mereka tuh emang enggak niat buat piknik, cuma mau jalan-jalan keliling aja makan gelato dan makan siang di luar.
Ara mengangguk, mereka sempat mengambil foto berdua dan bergantian. sembari memotret Ara, Yuno diam-diam jadi kepikiran soal dirinya yang masih merintis karir dan menyelesaikan study nya, kadang ada dimana Yuno malu sama Ara karena Istrinya itu sudah punya penghasilan sendiri.
Ada lebih mandiri darinya, bahkan Ara sudah punya penghasilan sendiri sejak kuliah. Penghasilan yang dia dapat dari endorse dan menjadi model brand make up, selain itu Ara juga pandai mengelola keuangannya. Bahkan Ara daftar S2 kuliahnya itu pakai biayanya sendiri.
“Sayang?” panggil Yuno yang membuat Ara menoleh ke arahnya, tadi dia sedang melihat-lihat hasil foto mereka.
“Kenapa, Mas?”
“Kamu pernah malu gak karena aku belum punya penghasilan sendiri?” Yuno mengecilkan suaranya, andai dia di beri kesempatan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu mungkin Yuno enggak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Kok Mas nanya kaya gitu?” Ara cuma heran aja kenapa tiba-tiba Yuno nanya kaya gitu, ya Ara tahu kok Yuno belum punya penghasilan sendiri. dan Yuno menafkahinya juga dari orang tua nya, dari uang saku yang Yuno terima dan di bagi dua untuknya juga.
“Gapapa, aku kadang suka malu aja sama kamu. kamu Istri aku, udah punya penghasilan sendiri lebih besar dari aku pula. Aku kayanya lagi malu aja karna nafkahin kamu dari uang saku yang Papa dan Mama kasih ke aku. Aku bukan anak yang mandiri.” Yuno nunduk dan terkekeh menertawakan dirinya, Yuno ngerasa pecundang banget.
Ara senyum, dia naruh mangkuk gelato miliknya dan meluk Yuno dari samping, Suaminya itu sedang tidak merasa percaya diri sekarang. “Aku enggak pernah malu kok, aku paham kamu masih ngelanjutin study kamu, aku bisa ngerti itu. aku justru bangga sama kamu.”
“Bangga?”
Ara mengangguk, “iya bangga, soalnya kamu udah ngorbanin cita-cita kamu demi jadi dokter kaya yang orang tua kamu mau, kamu udah kuat banget bertahan sampai sekarang ini, yang aku tau pasti itu semua gak mudah, kamu sendirian di negeri orang, belajar keras banget sampai bisa kaya sekarang ini.”
“Mas, semua yang Papa dan Mama kasih untuk kamu itu nanti akan terbayarkan sama pengabdian kamu. Mereka naruh harapan besar di pundak kamu supaya kamu bisa mengelola rumah sakit kelak, aku mungkin kalau jadi kamu enggak sanggup deh.”
Ara gak pernah merasa malu sama sekali sama Suaminya itu, Ara tahu hidup sebagai Yuno itu enggak mudah, baginya rezeki itu bisa di cari sama-sama dan Ara pun sama sekali enggak merasa keberatan harus nemenin Yuno sampai jadi dokter. Dia mau jadi wanita yang ada di balik kesuksesan Suaminya.
Mendengar hal itu bikin perasaan gak percaya diri Yuno itu hilang, perasaanya lega dan enggak ada hentinya dia bersyukur karena bisa memiliki Ara yang nerima dia apa adanya. Ara udah banyak ngalah dan sabar buat hubungan mereka, kadang Yuno mikir, kalau bukan bersama Ara pasti perempuan lain pun enggak akan bertahan di situasi seperti ini.
“Makasih yah, sayang. Tuhan tuh beneran baik banget udah kasih kamu di hidup aku.” Yuno meluk Ara gemas dan cium kening Istrinya itu.
“Gombal yah kamu?”
“Enak aja, aku tuh serius tau!” karena gemas akhirnya Yuno maju buat nyium bibir Istrinya itu, namun Ara memilih menghindar karena dia malu banget ada beberapa lansia yang melihat ke arah mereka walau sambil tersenyum. Lagi pula banyak anak kecil juga, walau ada beberapa pasangan juga di sana.
“Mas, ih malu tau!!” pekik Ara.
“Biarin, orang kamu Istri aku juga.”
“Tapi kan mereka enggak tahu. Kalau kita di sangka pasangan mesum gimana?” Ara melirik ke sekitar dengan semburat merah di pipinya.
“She's my wife!!” teriak Yuno yang bikin Ara mencubit pinggang Suaminya itu dengan gemas.
“Mas!!” rajuk Ara.
“Itu sekarang mereka udah tahu kamu Istri aku.”