Tiga —Tentang Dia
Setelah selesai pada kelas bahasanya, Yuno berniat untuk berjalan-jalan sebentar di sekitaran daerah sekolah bahasanya. Yuno sangat bersyukur ia bisa memiliki teman-teman yang baik. seperti saat ini, Yuno tengah duduk di taman bersama dengan Josep, Josep adalah siswa dari Thailand yang juga berkuliah di Jerman. Mereka satu kelas di kelas bahasa yang sama.
Sayangnya Josep tidak mengambil jurusan kedokteran seperti Yuno. Apartemen mereka pun hanya beda lantai saja, hari ini mereka sedang menunggu Rosseane atau yang kerap di sapa Ann. Ann ini berasal dari Indonesia juga, sama seperti Yuno.
Rencananya ketiga nya akan ke Mauerpark untuk duduk-duduk sembari menikmati hari menjelang weekend, setelah itu Yuno juga berencana untuk belanja karena stok makanannya sudah hampir habis.
Tanpa kedua laki-laki itu sadari, seorang perempuan mengendap-endap di belakang mereka. Perempuan dengan paras seperti blasteran Indo dan Jerman, itu Rosseane dengan rambut bloonde yang ia ikat asal.
“DOR!!!” pekiknya, yang berhasil membuat Yuno dan Josep terkesiap di kursi mereka.
Ann yang melihat reaksi kedua temannya itu yang terkejut akhirnya terkekeh, ia merangkul keduanya dengan gemas.
“It's so funny,” ucap Ann sembari memegangi perutnya.
“Kalo jantung gue copot lo gue salahin yah?” Yuno menggeser duduknya, memberikan isyarat pada Ann untuk duduk di sebelahnya.
“Watch out, I'll reply until you faint from shock,” balas Josep tidak terima, Ann hanya semakin tertawa apalagi saat melihat Josep mengusap-usap dada nya.
“Kita mau langsung jalan aja?” tanya Yuno.
“Iya sekarang aja gak sih?”
Setelah kedua cowok itu setuju, ketiganya langsung berjalan ke bus stop. Menunggu bus yang akan mengantarkan mereka ke Mauerpark. Di perjalanan mereka sempat bercerita tentang materi yang mereka pelajari hari ini, dan juga soal ujian minggu depan untuk kenaikan level bahasa mereka.
Sesekali Yuno memeriksa arloji miliknya, di Berlin hari ini sudah jam 4 sore. Itu artinya di Jakarta kini sudah jam 10 malam, Ara mungkin sudah tidur ketika Yuno pulang ke apartemen nya nanti. Jadi Yuno memutuskan untuk mengirimi Ara pesan dulu.
Mengatakan jika ia keluar sebentar dengan teman-temannya, dan Yuno akan menelfon Ara kembali jika cewek itu sudah pulang sekolah.
“Lo mau ke Asia mart, No?” tanya Ann yang duduk di kursi sebelah Yuno.
Yuno mengangguk, memperlihatkan daftar belanjaannya pada Ann. “Perut gue kalo gak makan-makanan Indo kaya ada yang kurang, lo mau belanja juga?”
“Kayanya sih, cuma mau beli bumbu aja. Sisa nya nanti gue bisa belanja di supermarket deket apart.”
“Lo udah bisa masak?” tanya Yuno, dia agak sedikit kaget karna terakhir kali Yuno dan Josep main ke apartemen Ann. Gadis itu membuatkan mie instan untuk Yuno dan Josep namun mie instan itu belum matang sempurna, makanya Yuno agak kaget waktu Ann bilang mau beli bumbu.
“Enggak, kebetulan sepupu gue lagi liburan. Jadi dia yang masak, terus ngirimin daftar bumbu apa aja yang harus gue beli, makanya bantuin yah.”
Yuno terkekeh, namun akhirnya ia mengangguk.
Begitu sampai di Manuerpark, ketiganya duduk di hamparan rerumputan, Josep sempat mentraktir Yuno dan Ann burger. dan Yuno mentraktir Josep dan Ann lemonade. Ann itu sudah biasa di Jerman, ia sering berlibur ke sini. Jadi Ann yang paling tahu jalanan-jalanan di Berlin.
Di antara Yuno dan Josep, Ann juga lah yang paling cepat naik level bahasa. Bahkan bulan depan Ann sudah bisa lulus dari sekolah bahasanya.
“Sorry guys, I have to answer the phone from my girlfriend. I'll come back later” Josep memamerkan panggilan dari pacarnya itu pada Yuno dan Ann.
Ann hanya tertawa, kemudian mengangguk pelan. Dan tidak lama kemudian Josep agak sedikit menjauh dari mereka. Dan kini tinggal Yuno dan Ann yang masih menikmati gigitan terakhir burger milik mereka.
“Ann?” panggil Yuno.
“Hm?”
“Selain tempat-tempat yang udah kita kunjungin, ada lagi gak tempat yang menurut lo harus di datengin buat berdua?” Yuno mau menambahkan daftar tempat yang harus ia kunjungi bersama Ara selama gadis itu di Jerman nanti.
“Ada sih, kenapa emang?”
“Kemana tuh?”
“Heidelberg, Heidelberg Palace. Kampus kedokteran lo di sana juga kan?”
Yuno menjentikkan jarinya, ia sampai lupa kalau Heidelberg Palace bahkan di tandai sebagai simbol romantisme di Jerman. Kebetulan tempat itu juga dekat dengan kampus kedokterannya, Yuno hanya sekolah bahasa di Berlin selama 1 tahun. Dan kemudian ia akan pindah ke Heidelberg dan menetap di sana sampai lulus dari kampus kedokterannya.
“Gue sampe lupa, bener juga yah. Bahkan Heidelberg Palace juga di julikin sebagai simbol romantisme di Jerman. Kenapa gak kepikiran.” Yuno heran pada dirinya sendiri, bisa-bisa nya ia melupakan tempat itu. Ia sudah pernah ke sana, waktu Papa mengajak Yuno berkunjung jauh sebelum ia kelas dua belas.
“Lo mau ngajak siapa?” Ann menoleh ke arah Yuno setelah ia menghabiskan burger miliknya.
“Cewek gue, dia mau liburan di Jerman setelah kelulusan nanti.”
Ketika mendengar jawaban Yuno itu, Ann terdiam. Ia sedikit meringis, jujur saja Ann memang mengagumi Yuno dan tidak pernah berpikir jika Yuno sudah memiliki kekasih.
“She is beautiful?” tanya Ann hati-hati.
Yuno mengangguk, cowok itu tersenyum dan matanya berbinar terang. Ann bahkan enggak pernah melihat pancaran kebahagiaan seperti itu sebelumnya dari wajah Yuno.
“Banget, dia baik, ceria dan paling mengerti gue, Ann. Ah, ngomongin dia gini jadi bikin gue tambah kangen. Bagi gue, dia itu kaya bunga mawar. Cantik, kadang kelihatan kasar dan menyeramkan karena ada duri di batanganya. Tapi itu justru cara dia melindungi diri,”
“Di mata gue dia kaya warna merah. Kelihatan elegan, berani dan jadi pusat perhatian. Meski dia suka warna pink,” Yuno terkekeh.
“Siapa namanya?”
“Arumi Naura Shalika, namanya bagus yah?”
Ann tidak menyahuti lagi, ia hanya mengangguk pelan dan membuang pandanganya ke arah lain. Dari pancaran matannya, dari bagaimana Yuno mendeskripsikan gadis itu. Semua menjelaskan betapa Yuno mencintai gadis bernama Arumi Naura Shalika itu.
Dalam hati Ann iri, ia juga ingin di cintai seperti itu oleh seorang laki-laki. Namun di sisi lain, gadis itu benar-benar beruntung bisa memiliki Yuno.
“Haiiii Kak Yuno!!” pekik Echa waktu Ara mengarahkan ponselnya ke Echa yang kebetulan lagi main di rumah Ara, ada Janu juga tapi cowok itu sedang ke kamar mandi.
“hai, Cha. Gimana pacaran sama Janu nya?” ledek Yuno.
“Ahh Janu gak jelas, Kak. Suka cemburu buta enggak jelas, masih suka centil juga. Makan hati gue nih.”
Ara jadi terkekeh, Janu memang masih suka genit ke cewek lain. Terutama ke adik kelas, walau cowok itu bilang hanya bercanda saja tapi tetap saja itu membuat Echa cemburu.
“getok aja kalo macem-macem mah. Di bilangin jangan mau sama Janu.“
Tidak lama kemudian terdengar pekikan suara Echa dan Ara, ponsel yang tadinya wajah keduanya juga berubah dan kini di gantikan wajah Janu di layar ponsel milik Ara.
“Dih, songong Bang Toyib. Heh kapan balik lu, Bang? Cewek lu nih kemarin nangis-nangis gara-gara kangen.”
“Janu apaan sih ember banget mulut lo!!” pekik Ara, gadis itu juga melempar Janu dengan cushion yang ada di sofabed kamarnya.
“Tuh kan liat tuh, kelakuan cewek lu brutal banget,” Janu mengadu.
“emang lo mah pantes buat di kasarin, eh mana Ara? Balikin HP nya gue mau ngomong sama cewek gue.“
Tidak lama kemudian Janu memberikan ponsel itu ke Ara, dan Ara menjauh dulu dari teman-temannya itu. Ia yakin ada yang ingin Yuno bicarakan dengannya, dari tadi Yuno sibuk menyapa Echa dan Janu, mereka belum sempat berbicara berdua.
“Kak Yuno udah makan?” tanya Ara begitu ia sampai di balkon kamarnya.
“udah kok, Sayang?“
“Iya, Kak?”
“yang di bilang Janu bener?“
Ara tidak menjawab, ia hanya melihat ke arah lain. Ia memang sempat menangis kemarin sewaktu keram perut, Ara juga enggak cerita apapun tentang keram perutnya pada Yuno. Tidak ingin membuat cowok itu khawatir, apalagi kemarin Yuno sedang banyak bercerita tentang hari-harinya.
“Ara?” panggil Yuno menintrupsi lamunan Ara akan harinya kemarin.
“Janu kok di percaya sih, Kak? Kaya gak tau aja dia kaya kompor bleduk,” sangkal Ara.
“beneran? Kamu gak lagi bohong kan?“
Ara hanya mengangguk, “aku kemarin keram perut, nangis nya karena itu kok. Tapi habis itu udah baikan, Echa yang beliin aku obat.”
Di sebrang sana Yuno menghela nafasnya pelan, Yuno tahu bagaimana Ara jika sedang datang bulan. Biasanya jika sedang merasakan keram perut, Yuno selalu membelikannya hot pack, jamu dan makanan-makanan yang Ara inginkan. Tapi karena jarak, kini ia tidak bisa melakukan itu untuk gadisnya.
“sekarang masih sakit?“
“Udah enggak kok, ini aku udah biasa aja malahan. Kak Yuno gak usah khawatir yah.”
“aku tetap khawatir, maaf yah aku gak ada di sana waktu kamu butuh aku.” katakan Yuno egois, ia tidak ingin peran dirinya di gantikan oleh siapapun dan hanya bisa berharap Ara akan selalu baik-baik saja di sana.
“Kak Yuno, disini aku kan gak sendirian. Ada Bunda, Papa, Mas Yuda, Reno, Echa, Janu. Ah iya, Gita. Aku rencana nya mau main sama Gita minggu depan.”
“kemana, sayang?“
“Cuma ke Jakarta Aquarium. Mau liat biota laut. Sama teman-teman dia juga kok.”
“have fun yah. Nanti pas aku pulang, kita ke sana berdua.“
“Bener yah?”
Yuno mengangguk.
“Aku tagih!! Yaudah, Kak Yuno lanjut belajar buat test hari ini, semangat yah! Aku juga mau belajar buat Try Out.”
Setelah menutup panggilan video dari Kak Yuno, Ara kembali ke kamarnya. Gadis itu langsung menjambak rambut Janu hingga cowok itu mengeluh kesakitan.
“Anjirrr lu mak lampir, sakitt banget!! Rambut gue rontok tuh!” pekik Janu sembari memperlihatkan 2 helai rambutnya yang rontok karena Ara jambak.
“Lo nih, bikin Kak Yuno overthinking tau gak, kasian tau dia jadi ngerasa bersalah banget karena dia gak ada waktu gue butuh.”
“Tau lo, Nu. Lo tuh kebiasaan deh suka jadi kompor,” ucap Echa.
“Lah, kan emang bener kalo kemarin lo nangis karena kangen juga sama Bang Yuno. Bagus itu gue kasih tau biar dia peka, lagian nih yah, Ra. Lo tuh udah LDR sama Bang Yuno, komunikasinya kudu di kencengin. Lo gak takut apa kalo Bang Yuno di sana mmmphhh—”
Sebelum mulut Janu bicara semakin melantur lebih baik Echa membekapnya saja. Bukan hanya Ara yang kesal kalo Janu udah jadi kompor begini, tapi Echa pun juga.
“Gausah di dengerin, Ra. Anggep aja orang gila,” tukas Echa.