How To Stay ✔️

Jung Jaehyun, Ruruhaokeai, Lee Juyeon, Lee Sangyeon, Lee Naeun, Kang Hyewon

Setelah mengirimkan pesan singkat untuk Jeff, Ara kembali mengawasi anaknya itu yang sedang berlarian. Kadang Hana mengambil beberapa daun dan memberi makan domba yang ada di sekitar kebun.

Pagi tadi setelah Jeff berangkat ke rumah sakit, Ara mengajak Hana untuk setidaknya berlibur sebentar. Ara juga ingin lari untuk menyembuhkan luka-lukanya, dia gak pergi jauh-jauh kok. Cuma ke puncak dan menginap di hotel untuk beberapa hari.

Ara hanya berharap setelah ini ia bisa berdamai dengan keadaan, sejujurnya Ara juga sedikit merasa bersalah karena sudah memukul Jeff. Tapi waktu itu dia benar-benar emosi karena penjelasan laki-laki itu.

Katakanlah Jeff memang brengsek karena menjadikan Shanin sebagai senjata pelampiasan kecemburuannya, tapi tidak sesederhana itu memainkan perasaan seorang perempuan. Shanin mungkin tidak tahu apa niat Jeff mendekatinya, akan lebih baik begitu, Tapi Ara yang mengetahui semuanya benar-benar marah. Jeff bukan cuma menyakiti hatinya dan Hana, tapi juga menyakiti hati Shanin.

“Ibu!! Liat ke siniii!! Ada anak domba,” pekik Hana, dari jauh anak itu melambaikan tangannya, menyuruh Ibunya untuk menghampirinya dan melihat anak domba yang Hana tunjuk.

Ara berdiri, ia menghampiri anaknya itu dan ikut berjongkok di dekat Hana. “Lucu yah, makannya lahap banget. Hana gak takut di seruduk domba nya, nak?”

Hana menggeleng, “enggak, domba nya baik kok. Lucu yah, Buk. Domba nya ikutin induknya terus.”

“Habis kasih makan domba nya, Kakak cuci tangan yah?”

“Kita mau ke mana lagi, Buk?”

“Kita pergi memancing di sebelah sana, mau?“Ara menunjuk sebuah tempat pemancingan tidak jauh dari kebun tempat mereka memberi makan domba sekarang.

“MAUUUU!!!” pekik Hana girang.

Ara tersenyum, lega melihat Hana sudah kembali ceria seperti ini lagi. Bagi Ara sekarang, ia hanya ingin membahagiakan Hana. Ara masih belum tahu setelah ini ia mau melakukan apa, masih terlalu gamang memikirkan rencana yang sudah ia tata rapih jauh sebelum kehilangan itu datang dan kini kembali berantakan, entah lah Ara mau memulai membenahiny dari mana.

“Ibu?” panggil Hana.

“Ya, sayang?”

“Ibu udah enggak sedih lagi kan?” tanya Hana, Hana tahu ketika Ibunya merasa sedih dan kosong kemarin.

Kalau boleh jujur, rasa sedih itu belum hilang. Selain sedih, Ara juga kecewa dan menyesal karena keegoisannya. Nathan yang harus menjadi korbannya, tapi untuk saat ini ia tidak bisa jujur menampakan kesedihannya di depan Hana, Ara gak ingin hal ini membebani anaknya. Biar perasaan itu ia simpan sendiri.

Ara menggeleng, ia mengusap-usap wajah cantik kesayangannya itu. Satu-satunya sumber kekuatan untuk Ara sekarang.

“Udah enggak, Nak. Hana gimana? Masih sedih gak, Um?”

Hana menghela nafasnya pelan, sembari memegangi rumput bekasnya memberi makan domba. Anak itu duduk di hamparan rerumputan di sebelah Ibunya.

“Hana sebenarnya masih sedih, Buk. Tapi kata Budhe Ani, Kakak harus ikhlasin Adik. Karena Adik udah bahagia di surga.” jawabnya. “Tapi, Buk.”

“Hm? Kenapa, nak?”

“Ibu masih sayang sama Papa kan?”

Mendengar pertanyaan itu, Ara hanya bisa meringis. Seharusnya sesederhana pertanyaan anaknya itu bisa Ara jawab kan? Toh ia sendiri tahu jawabannya jika ia sangat mencintai Yuno, tapi rasanya pertanyaan sederhana itu sulit Ara jawab, Ini terlalu rumit. Seperti ada orang ketiga di antara rumah tangga nya dan Yuno yang menjadi penghalang bagi mereka saat ini.

“Sayang, Ibu sayang sama Papa,” jawab Ara pada akhirnya. “Kenapa, Kakak kok nanya gitu?”

Hana mengangguk, “habisnya Ibu sekarang bobo sama Hana terus, Papa juga suka bobo di kamar Adik Nathan.”

Ara gak pernah tahu kalau sesederhana melihat kedua orang tua nya tidur di tempat terpisah saja bisa mendatangkan pertanyaan seperti itu bagi Hana. Kali ini, Ara tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu. Hana masih terlalu kecil untuk tahu apa yang terjadi di antara kedua orang tuannya.

“Kalau kita pulang nanti, Hana mau bobo di kamar Ibu sama Papa boleh yah? Hana mau bobo bertiga.”

Ara tersenyum, ia mengangguk pelan. “Boleh sayang, boleh.”

“Kemarin, waktu Ibu pergi ke rumah Omah. Hana banyak cerita sama Papa.”

“Cerita apa sayang?”

“Hana bilang ke Papa, kalau Hana kangen Papa. Hana juga bilang kalau Papa menyakiti Ibu, itu sama saja Papa juga menyakiti Hana. Papa juga minta maaf sama Hana, So, he apologized to you too?

Jeff selalu meminta maaf pada Ara meski Ara tidak memberikan jawaban atas permintaan maaf itu, bahkan enggak ada 1 hari pun tanpa Ara mendengar Jeff meminta maaf padanya ketika ia akan hendak tidur.

Ara bisa melihat perubahan drastis pada laki-laki itu setelah kehilangan Nathan, Jeff yang kasar padanya berubah. Jeff lebih lembut, lebih pendiam dan untuk pertama kalinya Ara melihat Jeff menangis.

“Papa has apologized,” jawab Ara.

So have you forgiven, Papa?” kedua mata Hana berkedip menunggu jawaban dari Ibunya itu.

“Um,” Ara mengangguk, “Ibu selalu memaafkan Papa, Hana juga sudah memaafkan Papa kan?”

Hana mengangguk, “But what Papa did to Ibu makes me love Papa a little bit less.” Hana menunduk, anak itu tidak bisa menyembunyikan perasaanya.

“Hana..” Ara memangku Hana, ia menggeleng kepalanya pelan dan mengusap wajah anaknya itu penuh kasih sayang.

“Hana harus sayang sama Papa, Ibu dan Papa memang pernah bertengkar. Tapi, walupun begitu, we still love each other. Hana tau gak, bertengkar itu bukan hanya tentang kemarahan aja, sayang.”

“Terus apa, Buk?”

“Karena Ibu dan Papa masih saling perduli. Kalau Papa salah, Ibu marah. Ibu kasih tau kesalahan Papa biar Papa gak mengulangi kesalahannya lagi, itu artinya Ibu masih perduli dan sayang sama Papa, nak.”

Setelah banyak bercerita dan jalan-jalan bersama Hana di sekitaran hotel, malamnya saat Hana sudah tidur. Ara membuka lembar demi lembar album foto miliknya dan Yuno. Semua momen bahagia ada di sana, ada foto saat mereka SMA, saat mereka memutuskan untuk kembali bersama, ketika Yuno melamar Ara, menikah dan ketika Hana lahir.

Ara tersenyum, mengusap foto Yuno yang ada di sana ketika Suaminya itu sudah selesai melakukan sumpah dokter. Hatinya menghangat, sekaligus perih. Membayangkan bagaimana jika ia akan berpisah dengan Yuno.

Apa Ara sanggup hidup tanpa laki-laki itu? Tanyanya pada dirinya sendiri.


untuk Yuno

setelah baca surat ini, gue yakin lo pasti bakalan marah sama gue, No. Gue pantes dapat makian dari lo tentang apa yang gue lakukan sama Ara dan Hana. Gue menyesal, No. Maaf atas sikap kasar dan arogan gue selama ini sampai menyakiti hati keluarga kecil yang lo bangun. No, andai saat itu gue bisa memilih siapa yang pantas mati, gue pasti bakalan milih diri gue sendiri sebagai orang yang pantas mati dari pada Nathan.

Maaf, maaf karena kehadiran gue harus ngebuat Nathan pergi. Gue emang pantas mati, No. Gue menyesal, dan ini penyesalan pertama dalam hidup gue. No, semua masalah di rumah sakit udah gue selesain sebagai permintaan maaf gue ke lo, gue jamin gak akan ada yang berani ngeremehin lo lagi, gue tau ini mungkin gak cukup sebagai ucapan permintaan maaf. Tapi maaf cuma ini yang bisa gue lakuin buat lo. No, maaf. Gue mencintai Ara tanpa sepengetahuan lo, kita mencintai wanita yang sama.

Tapi gue sadar Ara cuma cinta sama lo, Untuk yang terakhir kalinya, gue buat janji yang gak akan gue ingkari kalau suatu hari gue muncul kembali, gue gak akan muncul sebagai diri gue sendiri. Gue akan berpura-pura jadi lo. Sekali lagi, maaf.

Setelah membaca surat yang Jeff tulis dengan tulisan tangannya itu, Yuno meremas suratnya dengan sangat kencang. Hari ini Yuno telah kembali menjadi dirinya sendiri, dia membaca semua yang Jeff tulis di buku penghubung mereka, termasuk surat yang laki-laki itu tulis.

Yuno baru mengetahui jika Nathan meninggal hari ini, dia marah, sedih sekaligus kecewa dengan dirinya sendiri. Di kamarnya Yuno menangis menyesakan disana, ia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Ara kehilangan anak mereka tanpa ia di sampingnya.

“AAAAAARGHHHHH!!!” teriak Yuno, ia meninju lantai yang ada di rumah mereka sangat kencang.

“Bajingannn!! Brengsek lo, Jeff!!”

Karena kemarahannya yang meledak-ledak, Yuno merasa ia butuh pelampiasan. Ia bangun dari tempatnya duduk dan meninju dinding kamarnya dengan sangat keras, membayangkan jika yang ia pukul adalah Jeff.

“BAJINGANN!! BAJINGANNN!!!”

Yuno sudah tidak perduli pada tangannya yang memar dan sudah mengeluarkan banyak darah, setelah puas meninju dinding kamarnya. Yuno jatuh merosot, hatinya sakit mengetahui Nathan tidak selamat dan pernikahannya nyaris kandas karena Jeff.

Nafas laki-laki itu terengah-engah, Yuno merasa ia seperti seorang pecundang yang menyedihkan saat ini. Masih dengan tangisnya yang menyesakkan, Yuno keluar dari kamarnya dan berlari masuk ke kamar bayi.

Di sana ia jatuh, dan kemarahan Yuno semakin memuncak karena ranjang bayi yang kemarin belum selesai ia rakit itu kini sudah berdiri tegap sempurna dan siap pakai, Yuno tahu jika itu Jeff yang membuatnya.

Tidak memperdulikan tangannya yang sudah berdenyut nyeri dan terus mengeluarkan darah, Yuno bangkit dari sana dan melempar kelambu serta hiasan yang ada di atas ranjang bayi itu.

“BRENGSEKKK BERANI-BERANINYA LO SENTUH RANJANG NYA NATHAN!!” teriak Yuno.

Teriakannya sangat kencang, bahkan Budhe Ani yang berada di lantai 1 juga mendengarnya. Namun Budhe Ani tidak berani naik ke atas untuk memastikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada Yuno.

Masih dengan kemarahannya, Yuno menendang ranjang itu sekuat tenaga hingga bagian samping ranjang rusak, bahkan ada bagian yang patah karena tendangan itu.

Tidak lama kemudian Ara tiba di rumah, Budhe Ani langsung buru-buru menghampiri Ara dan Hana yang baru saja keluar dari mobil. Budhe Ani yang nampak terlihat panik itu, membuat Ara jadi bertanya-tanya ada apa sebenarnya.

“Buk, anu,” ucap Budhe Ani terbata-bata.

“Kenapa, Budhe?” tanya Ara.

“Bapak, Buk.” Budhe Ani menunjuk jendela kamar bayi yang terlihat dari teras rumah. “Kayanya lagi ada masalah, Buk. Budhe mau periksa, tapi gak berani.”

Mendengar penjelasan Budhe Ani masih membuat Ara bingung, namun ia juga mengkhawatirkan Suaminya itu.

“Budhe tolongin saya, di dalam ada oleh-oleh sama koper belum saya keluarin, tolong keluarin yah.”

“Baik, Buk.”

“Kak?” Ara berjongkok di depan Hana demi menyamai tinggi badannya dengan anak itu. “Looks like there's a little problem, Ibu wants to check on Papa upstairs and maybe talk a little about our problem, jadi tugas Kakak adalah bantuin Budhe Ani buka oleh-oleh yang kita beli yah.”

Hana mengangguk, “um.”

“Pintar, Ibu ke atas dulu yah.”

Setelah mengatakan itu, Ara langsung bergegas ke lantai 2 rumahnya. Awalnya ia memeriksa kamar nya dan Yuno dahulu, tapi tidak ia dapati Suaminya di sana. Dan saat mendengar sedikit suara tangisan dari kamar bayi, akhirnya Ara melangkahkan kakinya di sana.

Dan benar saja, Yuno sedang menangis di sana sembari memeluk guling bayi dengan kondisi ranjang bayi yang sudah hancur lebur.

“Mas?” panggil Ara, membuat Yuno yang sedang menangis menyesakkan itu menoleh ke arahnya.

Dan air mata Ara ikut menetes ketika ia sadar itu adalah Aryuno Suaminya, ia masuk ke kamar bayi itu dan memeluk Yuno yang masih menangis terduduk di lantai dengan tangan kanan yang berlumuran darah.

“Aku udah bunuh Nathan, sayang... Aku bunuh anak aku sendiri..” ucap Yuno lirih.

“Gak, Mas. Gak.. Bukan kamu.”

Keduanya saling terisak menyakitkan di sana, saling memeluk, mengutarakan rasa sedih dan kehilangan bercampur dengan perasaan rindu yang selama ini keduanya pendam.

“Aku belum sempat gendong Nathan, aku belum sempat liat muka dia, sayang maafin aku...” Yuno luruh, ia memeluk tubuh Istrinya itu cukup erat bertumpu pada tubuh mungil yang sangat ia rindukan itu.

Setelah keadaan Yuno cukup tenang, Ara mengobati luka-luka di tangan Suaminya itu dan memakaikannya perban. Yuno masih diam aja, memandangi ranjang bayi yang sudah ia rusak itu.

“Aku rusakin ranjang bayinya..” ucap Yuno setelah Ara selesai memakaikannya perban.

“Nanti kita benerin lagi yah.”

Yuno mengangguk, “Sayang... Aku minta maaf.”

Ara diam, dia gak tau harus memaafkan siapa. Toh Yuno tidak ingat apa saja yang di perbuatanya saat Jeff menguasai dirinya. Yuno meminta maaf untuk kesalahan yang tidak ia ketahui.

“Bukan salah kamu, Mas.” Ara menggeleng kepalanya.

“Harusnya aku gak biarin bajingan itu datang kan..”

“Itu di luar kendali kamu,” Ara mengusap wajah Yuno dengan ibu jarinya. Sungguh, Ara sangat merindukan Suaminya itu.

“Aku takut nyakitin kamu tanpa aku sadari lagi, sayang.” Yuno memegang tangan Ara yang berada di wajahnya dan ia usap punggung tangan itu dengan ibu jarinya.

“Aku udah tahu kamu berencana pisah sama aku, kalau kamu sudah yakin. Lakuin, aku gak bisa menjamin dia gak kembali lagi dan gak nyakitin kamu.”

“Mas...”

“Kalau berpisah sama aku adalah jalan terbaik buat gak bikin kamu sakit lagi, tolong lakukan, sayang.”

Setelah banyaknya cobaan akhir-akhir ini, malam ini Ara baru bisa sedikit bernafas lega setelah Suaminya itu telah kembali. Suasana yang selalu ia rindukan sebelum tidur, melihat Yuno sedang membaca beberapa jurnal di ranjang dan ia yang akan diam-diam memperhatikannya dari kaca meja rias.

Setelah memakai skincare routine nya, Ara akan bergegas tidur. Tapi tidak lama kemudian pintu kamar mereka terbuka dan menampakan Hana di sana, anak itu tersenyum melihat kedua orang tua nya berada dalam satu kamar lagi.

“Heyy.. Kak, sini sayang Bobo sama Papa dan Ibu,” Yuno menepuk ranjang di sebelahnya.

Hana dengan sigap langsung berlari ke atas ranjang dan memeluk Papa nya itu, pemandangan di depannya membuat hati Ara menghangat. Ia sangat merindukan hari-hari biasa yang ia dan Yuno lakukan bersama seperti ini.

Setelah meredupkan lampu kamar, Ara bergabung dengan Suami dan anaknya itu. Menjadikan Hana tidur di antara mereka, baik Yuno maupun Ara. Mereka sama-sama memeluk Hana, membuat anak itu tersenyum bahagia.

“Ibu? Papa?” panggilnya.

“Ya, Kak?” ucap Ara dan Yuno bersamaan.

“Malam ini Kakak senang sekali, bisa bobo bertiga lagi. Sama Ibu dan Papa,” Hana menoleh ke arah kedua orang tua nya secara bergantian dan tersenyum.

Yuno dan Ara juga tersenyum, keduanya mencium pipi Hana secara bersamaan. Membuat anak itu tekekeh geli. Setelahnya, Hana mengambil tangan Yuno dan kemudian tangan Ara, menyatukan tangan kedua orang tua nya untuk sama-sama memeluknya.

“Hana harap, Hana bisa bobo bertiga sama Papa dan Ibu kaya gini selama-lamanya.”

Mendengar ucapan Hana barusan, membuat Ara melirik ke arah Yuno. Suaminya itu juga menatapnya sekarang, bagaimana bisa Yuno dan Ara berpisah ketika Hana mengharapkan suasana seperti ini untuk waktu yang lama.

Sejak Yuno kembali lagi dan melihat betapa hancurnya Yuno setelah mengetahui Nathan meninggal, Ara jadi berpikir untuk mengurungkan niatnya menggugat cerai Suaminya itu. Yuno sudah sangat terpukul, Ara gak bisa membayangkan bagaimana jika ia juga meninggalkan laki-laki itu.

Namun berbeda dari harapan Ara untuk tetap mempertahankan rumah tangganya, Yuno justru seperti pasrah untuk di gugat cerai. Laki-laki itu bahkan tidak berusaha untuk menahannya padahal Ara tahu seberapa besar Yuno mencintainya.

“Papa sayang sekali sama Hana,” ucap Yuno.

“Hana juga sayang sekali sama Papa.” Hana mencium pipi Papa nya itu.

“Mau Papa dongengin apa?”

Hana menggeleng, tidur sembari di peluk kedua orang tua nya itu sudah cukup baginya saat ini. Hana tidak ingin meminta apa-apa lagi selain keutuhan kedua orang tua nya.

“Hana mau di peluk aja.”

Ara dan Yuno tersenyum mendengarnya, keduanya pun akhirnya memeluk Hana hingga anak itu tertidur lelap. Saat Hana tertidur, Yuno menarik tangannya dari atas tangan Ara yang tadi Hana satukan, membuat hati Ara sedikit di cubit karena hal itu.

Baik Ara maupun Yuno, masih memperhatikan wajah tenang Hana. Sampai akhirnya Ara terkekeh, membuat Yuno bingung karena Istrinya itu tertawa tiba-tiba.

“Kenapa, sayang?” bisik Yuno.

Ara masih terkekeh, kepalanya menggeleng pelan. “Gapapa, lucu aja. Hana tuh benar-benar mirip kamu waktu kecil, rasanya kaya liat kamu pake wig.”

“Tapi manja nya mirip kamu tau.”

“Aku cuma kebagian itu.” telunjuknya itu mengusap kening Hana, kemudian beralih ke alis mata tebal gadis kecil itu dan bulu matanya. Kemudian, bergantian mengusap alis milik Yuno. “Alisnya tebal, persis kaya alis kamu. Bulu matanya lentik, mirip aku.”

“Hana perpaduan kita ya.” Yuno mengusap punggung tangan Ara yang masih berada di keningnya itu. Mata mereka saling beradu sampai akhirnya ada hal yang menurut Ara harus ia tanyakan pada Yuno.

“Mas?” panggilnya.

“Kenapa sayang?”

“Mas masih sayang aku kan?”

Yuno diam, namun pada akhirnya ia mengangguk. “i always love you, bahkan setelah kita berpisah nanti.”

“Mas...” Ara menggelengkan kepalanya.

“Kalau nanti kamu bertemu sama laki-laki yang lebih baik dari aku, tolong beri tahu aku ya, sayang. Aku berharap dia gak akan nyakitin kamu, dan akan sayang sama Hana.”

Ara yang mendengar itu menggeleng kepalanya. Bukan hal itu yang ia ingin dengar dari mulut Suaminya.

“Aku bahkan gak pernah kepikiran untuk menikah lagi kalau pun kita pisah.”

Yuno tersenyum getir, ia mengusap kepala Istrinya itu dengan lembut. “Tidur yah, aku capek banget.”

Setelah mengatakan itu, Yuno kembali memeluk Hana dan memejamkan matanya. Hari ini sungguh hari yang melelahkan bagi Yuno sepanjang hidupnya, selama ia menjadi dirinya dan tidak ada campur tangan Jeff di sana. Baru kali ini Yuno bisa semarah itu, makanya tubuhnya lelah karena mengeluarkan banyak energi hanya untuk melampiaskan kemarahannya.

Sementara Ara belum bisa tidur di tempatnya, ia sibuk memperhatikan Hana dan Yuno yang tertidur di sebelahnya. Ia sangat mencintai keduanya, Ara ingin bertahan. Ingin memulai sekali lagi hanya bersama dengan Yuno.

Ara bahkan gak pernah memikirkan jika perceraian itu benar-benar terjadi, Ara gak bisa membayangkan akan sehancur apa Hana. Meski ia yakin, Yuno dan dirinya akan tetap berhubungan baik dan tetap menjadi orang tua untuk Hana.

Sebelum tidur, Ara mencium pipi Suami dan anaknya itu secara bergantian. Kemudian menyelimuti keduanya lalu memejamkan matanya. Biarlah hal itu ia bicarakan dengan Yuno nanti setelah semuanya membaik. Toh Ara belum berkabar lagi dengan pengacara yang Yves kenalkan padanya.


“Jadi Dokter Yuno mau cuti nih?” ucap Dokter Alice.

Pagi ini Yuno pergi ke rumah sakit nya bekerja, Yuno mengajukan semua total cutinya selama 1 tahun. Ia pikir ia perlu beristirahat dan menenangkan dirinya atas kejadian pahit yang menimpanya akhir-akhir ini, selama cuti. Yuno ingin menghabiskan waktunya bersama dengan Ara dan Hana.

Bahkan Yuno sudah memesan tiket liburan dan tiket ke taman bermain, ia ingin kencan dengan anak dan Istrinya itu besok. Dan syukurnya Papa setuju akan hal itu, tadi Yuno sempat bertemu Papa sebelum ke ruang istirahat para dokter dan perawat.

Papa bilang, Yuno boleh mundur dari studinya dulu. Papa juga bilang kalau Papa tidak masalah jika Yuno pada akhirnya memutuskan untuk tetap menjadi dokter umum tanpa mengambil gelar spesialis.

Awalnya Yuno kaget, namun ia teringat pesan yang Jeff tulis tempo hari. Mungkin ini salah satu hasil dari bentuk pemberontakan Jeff terhadap orang tuannya, dan sekarang ini Yuno akan pamitan kepada rekannya itu karena dalam 2 minggu ke depan ia tidak akan bekerja.

“Iya, saya mau ngabisin jatah cuti saya semuanya,” ucap Yuno.

“Mau liburan, dok?” tanya salah satu perawat di sana.

Yuno mengangguk, “mau menghibur Hana juga. Dia pasti terpukul atas kehilangan adiknya kemarin.”

Dokter Reza yang sangat akrab dengan Yuno itu menepuk pundak Yuno, berita tentang kepergian anak Yuno itu sudah di ketahui oleh semua dokter di rumah sakit Harta Wijaya. Saat itu, mereka juga bergantian melayat dan mengucapkan bela sungkawa pada Yuno yang saat itu masih di ambil alih oleh Jeff.

have fun, No. Kita senang kalau lo juga senang, salam buat istri sama anak lo yah,” kata Dokter Reza.

thanks, Za.”

Setelah berpamitan dengan teman-teman sesama dokternya, Yuno enggak langsung pulang. Tio dan Jo mengajaknya bertemu di sebuah cafe siang ini, Tio itu tinggal di luar kota. Dan saat ini laki-laki itu sedang berlibur ke Jakarta lagi. Makanya Jo dan Tio mengajak Yuno untuk bertemu untuk sekedar ngobrol-ngobrol sebentar dan bertukar kabar.

“Jadi lo cuti, No?” tanya Jo, laki-laki itu menyesap kopinya yang baru saja datang.

“Iya, Bang. Mau rehat dulu, sembari mikirin gimana gue kedepannya.” Yuno menghela nafasnya pelan, mengusap wajahnya dengan gusar. Benar-benar kelihatan sefrustasi itu dia sampai berhasil membuat Tio menggeleng heran.

“No.. No.. Helaan nafas lu udah kaya laki yang mau di gugat cerai bini nya aja.” ledek Tio, Yuno tahu Tio hanya bercanda tapi siapa sangka jika yang Tio ucapkan adalah sebuah kenyataan.

Ngomong-ngomong, kedua teman Yuno itu enggak tahu kalau anak kedua Yuno meninggal. Waktu itu Jeff enggak sempat memberi tahu kerabat Yuno yang lain, jadi Tio dan Jo tahunya rumah tangga dan keadaan Yuno baik-baik saja.

“Emang mau di gugat cerai, Bang.” ucap Yuno pasrah.

Tio yang baru saja menyesap ice americano miliknya itu sampai tersedak mendengar ucapan Yuno barusan, bahkan Jo yang duduk di sebelahnya itu sampai harus menepuk-nepuk punggung Tio agar batuknya mereda.

“No, sumpah gue cuma bercanda,” ucap Tio.

“Tapi serius Ara mau gugat cerai gue.”

Jo dan Tio saling tatap, suasana ketika menjadi agak sedikit canggung karena ucapan Tio barusan.

“No, sorry gue beneran gak tau, No.” karena merasa tidak enak, akhirnya Tio meminta maaf pada Yuno.

“Gapapa, Bang.”

“Tapi, serius No? Kenapa? Setahu gue bukanya lo sama Adiknya Yuda baik-baik aja yah? Kok tiba-tiba Ara mau gugat cerai lo?” tanya Jo.

Ara dan Jo memang berteman di sosial media, Jo kadang masih suka aktif di sosmed untuk memantau kabar teman-temannya. Dan belum lama ini Ara mengunggah sebuah foto dan video kalau mereka melangsungkan sesi foto keluarga di sebuah studio. Yah, kira-kira 6 bulan yang lalu. Jo juga sempat melihat unggahan Ara di sosial media miliknya, yang memberi tahu kalau ia sedang hamil anak kedua.

Bahkan Ara sempat mengunggah video Yuno dan Hana putrinya sedang berenang di rumah mereka, Jo pikir rumah tangga Yuno baik-baik saja. Tapi siapa sangka Yuno justru bercerita bahwa Ara akan segera menggugat cerai nya.

“Ceritanya panjang, Bang. Yang jelas gue ngelakuin kesalahan besar banget, sampe nyakitin hati Ara dan anak gue.” Yuno menunduk, kedua temannya itu bisa melihat sorot mata dan raut wajah penyesalan dari Yuno.

“Lo gak selingkuh kan, No?” tanya Tio, kemungkinan hal fatal yang Tio tebak dari Yuno adalah selingkuh. Tapi setahunnya, Yuno bukan tipe laki-laki yang mudah jatuh cinta pada perempuan, buktinya saja Yuno berhasil menikahi cinta pertamanya. Itu artinya selama hidupnya Yuno baru jatuh cinta dengan Ara saja kan? Bahkan saat mereka putus dulu Yuno enggak pernah menjalin hubungan lagi dengan gadis lain selain Ara.

“Enggak, Bang.”

Joh yang berada di sebelah Tio itu menyenggol lengan Tio untuk memperingati temannya itu, “mana mungkin, gue kenal Yuno. Dia bukan tipe orang kaya begitu, Yo.”

“Ada hal yang gak bisa gue ceritain, tapi ini semua salah gue. Bahkan karena gue, anak kedua gue sampai meninggal, Bang.”

inalillahi..” ucap Jo dan Tio bersamaan, pantas saja saat baru datang tadi wajah Yuno tampak tidak seperti biasanya.

Yuno itu lumayan ceria jika sudah berkumpul bersama teman-temannya, namun saat ia datang tadi, Yuno hanya senyum sedikit dan wajahnya seperti orang yang sedang memiliki banyak masalah.

Tapi waktu itu Jo dan Tio hanya berpikir, mungkin ini karena Yuno hanya kelelahan saja bekerja di rumah sakit dengan posisi dokter umum yang masih sering berjaga di UGD. Itu artinya jam kerja Yuno lebih panjang dari pada Jo dan Tio, tapi siapa sangka jika Yuno justru sedang tertimpa masalah serius seperti ini.

“No, kenapa lo gak ngabarin gue sama yang lain?” tanya Jo.

“Gue enggak kepikiran, Bang. Waktu itu udah terpukul banget. Ara juga sempat enggak stabil kondisinya,” jelas Yuno.

“Seserius itu, No. Sampai lo gak mau coba mempertahankan lagi? Gue sama bini gue juga sempat mau pisah kok, tapi gue pikir-pikir lagi, gue gak mau anak-anak kami jadi korban emosi sesaat. Waktu itu gue obrolin lagi sama bini gue, dan kami sepakat mau memperbaiki semuanya,” jelas Tio.

Di sebelahnya, Joh mengangguk setuju. Setiap rumah tangga pasti ada saja cobaannya, tapi justru disitu letak dimana sebuah pasangan di uji. Apakah mampu bertahan atau tidak, gak ada rumah tangga yang sempurna. Pasti setiap pasangan pernah membuat kesalahan bahkan yang terlihat harmonis sekalipun, sekarang tergantung bagaimana seseorang mampu bertahan atau tidak dan menyelesaikan masalah. Kecuali jika salah satunya sudah melakukan kesalahan fatal, mungkin berpisah bisa menjadi pilihan terbaik.

“Kalau lo butuh konselor pernikahan, gue punya kenalan nih,” ucap Joh. saat ini yang muncul di kepala Jo hanyalah memberi saran penasihat pernikahan. Mungkin dengan begitu Ara dan Yuno bisa berkonsultasi tentang masalah yang menimpa rumah tangga mereka dengan ahlinya.

“Nah, bener tuh. Ke konselor pernikahan, No.”

Yuno menghela nafasnya pelan, Yuno juga berat untuk melepaskan Ara. Ia juga ingin mempertahankan rumah tangganya, Yuno tidak ingin membuat Hana sedih dan kecewa lagi karena harus menerima kenyataan orang tua nya berpisah.

Tapi Yuno juga takut pada dirinya sendiri, takut jika Jeff kembali datang, laki-laki itu akan menyakiti Ara lagi. Yuno tidak mau menyakiti Ara lebih dalam lagi karena dirinya yang lain. Yuno pikir, dengan berpisah Ara mungkin gak akan sakit lagi dengan segala perbuatan Jeff.

Hana juga tidak akan melihat bagaimana Jeff memperlakukan Ara dengan buruk, Yuno pikir akan lebih banyak hal-hal yang bisa di cegah jika Jeff datang lagi. Laki-laki itu memang sudah berjanji tidak akan menyakiti Ara lagi, tapi tetap saja Yuno tidak bisa percaya begitu saja. Yuno bahkan sudah memberinya peringatan di buku penghubung mereka, tapi tetap saja Jeff mengabaikan permohonannya itu.

Ara is a perfect wife, She respect me as a husband, she can understand me. Not everything though, but as wife, she is perfect. She can handle everything. Can you imagine that?” ucap Yuno.

she is perfect as a wife, not many men are lucky to have a good wife, so why did you let her go?” Joh menyela ucapan Yuno, membuat Yuno kembali berpikir akan keputusannya melepas Ara tanpa mencoba membuatnya bertahan.

“Lo masih sayang dia kan, No?” tanya Jo sekali lagi, ia mencoba untuk meyakinkan Yuno pada keputusannya, ia yakin Yuno juga masih sangat mencintai Istrinya itu.

Dengan cepat Yuno mengangguk mengiyakan, tentu saja ia masih sangat menyayangi Ara. Dan Karena alasan itulah Yuno mau melepaskan Ara demi kebahagiaanya.

“Itu alasannya, Bang. Karena gue sayang sama dia. Gue mau menjauhkan diri gue yang gak pantas ini buat dia,” jawab Yuno frustasi, ia mengusap wajahnya dengan kasar dan menunduk.

“Minta maaf kalau salah, No. Setiap kesalahan pantas mendapatkan maaf, perlakuin Ara lebih baik lagi. Lo masih bisa berubah jadi lebih baik lagi, kalau pada akhirnya keputusan Ara bulat tetap minta cerai, setidaknya lo ada usaha untuk pertahanin rumah tangga kalian.”

“Kok pakai seragam sekolah sih, Mas?” tanya Ara, dia terkekeh karena Yuno tiba-tiba saja memberi seragam SMA mereka dulu.

Pagi ini, Yuno mengajak Ara dan Hana untuk pergi bersama ke taman bermain. Tapi saat Ara sudah memilih baju untuk ia pakai ke taman bermain hari ini, Yuno justru datang dari lantai 1 dan membawa seragam SMA merek, Ara tentu saja kaget tapi dia pikir ini juga terkesan unik.

“Kamu ingat gak waktu terakhir aku ajak ke taman bermain sebelum aku berangkat ke Jerman dulu?”

Ara mengangguk, mana mungkin ia lupa. Itu untuk pertama kalinya ia bolos sekolah, waktu itu Gita datang ke BM400 dan mengajaknya pergi dan mereka menunggu seseorang di halte. Tiba-tiba saja Yuno datang, membawa jaket couple untuk mereka berdua dan pergi ke taman bermain.

“Ingat, yang habis itu kamu pergi dan gak pamit sama aku kan?”

Yuno tersenyum, “mau ngulang waktu itu lagi? Tapi versi bertiga sama Hana?”

Tiba-tiba saja senyum di wajah Ara menghilang, apa maksudnya setelah ini Yuno mau pergi darinya tanpa berpamitan juga?

“Sayang?” panggil Yuno begitu ia menyadari perubahan di raut wajah Istrinya.

“Kamu mau pergi lagi?”

Yuno yang di tanya begitu malah terkekeh, padahal Ara udah takut banget kalau Yuno akan pergi lagi setelah ini tanpa berpamitan lagi. Kenangan itu memang indah, tapi Ara tidak suka hari selanjutnya setelah mereka berkencan ke taman bermain. Karena keesokannya Yuno langsung pergi ke Jerman, dan ia tidak sempat mengantar cowok itu ke bandara karena kelelahan.

“Sayang, mau pergi ke mana lagi aku kalo disini rumah aku.” Yuni menjawil hidung mancung Istrinya itu dengan gemas.

“Kirain, awas yah kamu kaya gitu lagi.”

“Kayanya Ara yang manja waktu SMA udah kembali lagi deh gara-gara aku bawa seragam sekolah kita?” Yuno menyeringai, ia membawa kedua lengannya untuk memeluk pinggang ramping Istrinya itu dan menyatukan hidung mereka.

“Emang kalau sekarang udah gak manja lagi?” Ara menaikan satu alisnya, menaruh kedua tangannya di bahu Yuno.

i think, kamu jauh lebih dewasa setelah jadi Ibu.”

“Kak Yuno suka aku versi yang mana?” Ara berkedip-kedip menggoda Suaminya itu, tapi itu justru membuat Yuno bertambah gemas dengannya. Apalagi mendengar Ara memanggilnya dengan sebutan 'Kak Yuno'

“Dua-duanya?”

Keduanya terkekeh, wajah mereka yang semakin dekat itu membuat nafas Yuno menyapu wajah Ara. Membuat wanita itu memejamkan matanya sampai ia bisa merasakan ada benda kenyal di atas bibirnya, Yuno mengecup bibir ranum itu dengan gerakan yang sangat pelan, seperti ia tengah mengatakan bahwa ia sangat merindukan wanitanya.

Tidak ada gerakan tergesa-gesa, sesekali keduanya mengubah posisi dengan memiringkan sedikit kepala, kemudian kembali melumat bibir satu sama lain. Tangan Ara yang tadinya berada di bahu Suaminya itu kini beringsut mengusap belakang kepala Yuno.

Saat di rasa sudah cukup mengutarakan perasaanya melalui ciuman itu, Yuno melepaskannya lebih dulu. Membuka kedua matanya dan menatap wajah cantik kesayangannya, yang selalu ia lihat setiap pagi. Jika di teruskan, mereka bisa kesiangan ke taman bermain.

“Aku sayang kamu,” bisiknya di telinga Ara.

“Mas?”

“Hm?”

“Maaf yah.”

for what, um?

Ara diam, ia mengusap wajah yang kemarin sempat ia pukul itu. Meski itu Jeff tapi tetap saja Ara memukul wajah Yuno.

“Aku sempat mukul kamu,” jawabnya.

“Gapapa.” Suaminya itu tersenyum, ia tidak ingat kapan Ara memukulnya. Yuno juga enggak tahu seberapa sakit Istrinya itu memukulnya. “Kita siap-siap yuk?”

“Um.”

Hari itu mereka bertiga benar-benar pergi berkencan, Yuno dan Ara mengenakan seragam SMA mereka dan Hana yang juga mengenakan seragam sekolahnya. Saat mereka masuk ke taman bermain, Yuno sempat membelikan bando yang akan mereka pakai saat seharian ini.

Yuno memakai bando dengan kuping Micky Mouse, Ara yang memakai bando dengan kuping Minnie Mouse dan Hana yang mengenakan bando Daisy Duck. Ketiganya sempat berfoto bersama, hari itu Hana benar-benar senang. Anak itu berlarian di ikuti dengan Yuno dan Ara di belakangnya.

“Hana mau naik itu, Pah!!!” pekik bocah itu, Hana menunjuk Camelot Carousel, sebuah wahana sederhana. Kuda yang berputar mengeliling itu, banyak anak-anak yang menaiki wahana itu dulu karena tempatnya berada di depan saat mereka masuk ke wahana bermain.

let's go!!!” ucap Yuno.

Yuno menggendong Hana dan berlari menuju Camelot Carousel, sementara Ara menyusul di belakangnya sambil sesekali tersenyum. Yuno selalu memiliki 1001 cara untuk membuatnya dan Hana bahagia, mereka bertiga naik Camelot Carousel. Sesekali Yuno merekam dan memotret Istri dan anaknya itu.

Hana itu kalau sudah melihat kamera langsung berubah menjadi gadis centil, anak itu akan berpose dengan percaya dirinya. Kalau ini sih bukan nurunin Ara atau pun Yuno, sifat alamiah anak itu yang senang bergaya di depan kamera.

“Mau naik apa lagi kita princess?” tanya Yuno setelah mereka turun dari Camelot Carousel.

“World Monorail!!” pekik Hana.

“Yang itu, Kak?” Ara menunjuk sebuah kereta yang berada di atas mereka, kereta itu yang akan membawa mereka berkeliling mengitari seluruh wahana bermain.

“Yup!!”

“Boleh dong, ayo kita naik World Monorail!!” ucap Yuno, kali ini dia tidak menggendong Hana, Hana berada di tengah-tengah dengan tangan saling terpaut.

Menaiki World Monorail Hana banyak bertanya pada Yuno tentang nama-nama wahana yang ada di taman bermain itu, Hana juga banyak bercerita tentang karakter-karakter Disney kesukaannya.

“Kalau naik Monorail gini harusnya tuh sambil nyanyi, siapa yang setuju kalau Papa harus nyanyi?” pekik Ara.

Hana dan dirinya sendiri langsung tunjuk tangan, keduanya tertawa saat Yuno menunjukan wajah cemberutnya. Namun sedetik kemudian laki-laki itu tersenyum hingga bolongan di pipinya terlihat.

“Mau nyanyi apa princess-princess nya Papa?”

under sea!!!” pekik Hana girang, Hana dan Yuno itu gemar sekali bernyanyi lagu-lagu princess dari Disney land. Dan under sea adalah lagu kesukaan keduanya.

under sea, again?” tanya Yuno, ia menyipitkan matanya melihat ke arah Hana.

“Yup!! please Papa Hana yang paling ganteng.” Hana mengatupkan kedua tangannya di depan dada, seperti anak itu tengah membuat sebuah permohonan.

“Mas, anak kamu bisa ngerayu kaya gini nih siapa yang ngajarin?” Ara ketawa sampai memegangi perutnya, karena ini untuk pertama kalinya Hana merayu Papa nya seperti itu. Biasanya Hana kalau menginginkan sesuatu itu pasti hanya merajuk manja saja, persis seperti Ara waktu kecil.

“Kebanyakan main sama aunty nya ini sih, tapi baiklah princess Hana. prince Yuno akan mengabulkan permintaanmu,” Ucap Yuno, bahkan ia terkekeh saat selesai mengatakan itu.

The seaweed is always greener In somebody else's lake, You dream about going up there But that is a big mistake Just look at the world around you Right here on the ocean floor Such wonderful things surround you What more are you lookin' for?

Under the sea!! Under the sea!! Darling it's better, Down where it's wetter Take it from me. Up on the shore they work all day, Out in the sun they slave away. While we devotin' Full time to floatin' Under the sea!” Ara dan Hana bernyanyi bersama. Saking seringnya Yuno dan Hana bernyanyi lagu itu, Ara sampai jadi ikutan hapal.

Mereka sempat makan siang dulu di sana, hari ini benar-benar seperti hari terbahagia mereka. Hana bahkan tidak mengenal lelah untuk terus berlarian mengelilingi taman bermain itu.

“Kita photo booth yuk?” Yuno menunjuk sebuah photo booth yang tidak jauh dari tempat mereka membeli corn dog.

“Mukaku udah dekil gini, kamu ngajakin aku photo booth, Mas. Harusnya tuh dari tadi tau,” Ara cemberut.

“Papa ayo foto!!” Hana yang sedang makan corn dog hingga saus nya itu sedikit mengotori sela-sela bibir nya langsung berjalan ke area photo booth lebih dulu. Anak itu terlalu bersemangat hari ini.

“Anaknya juga minta tuh. yuk?”

“Mas...” Ara merengek, membuat Yuno jadi gemas sendiri.

“Masih cantik kok.”

“Bohong!!” Ara cemberut, namun sedetik kemudian ia tersenyum waktu Yuno berdiri di depannya dan merapihkan rambut panjangnya itu.

“Dah, kalau sekarang jadi tambah cantik.”

“Kamu ih,” Ara yang salting, hanya bisa mencubit pinggang Yuno dan berjalan lebih dulu menyusul Hana ke area photo booth.

Mereka masuk ke area photo booth itu, Yuno juga sempat mengambil beberapa properti untuk mereka foto nanti. Seperti kacamata, bando-bando lucu, wig dan kumis yang terlihat nyeleneh ketika ia yang memakainya.

“Mas, jangan pakai kumis yang itu ih, ngeselin, aku sebel liatnya!!” rengek Ara, waktu Yuno menempelkan kumis palsu yang dia ambil tadi.

Hana yang melihat kedua orang tua nya kembali rukun itu jadi tertawa, apalagi saat Papa nya itu memakai kumis yang membuat Ibu nya kesal.

“Mas, jangan pakai kumis yang itu ih, ngeselin, aku sebel liatnya!!” Hana meniru ucapan Ibu nya ia kemudian tertawa.

“Hana!!!” Yuno dan Ara memperingati anak itu bersamaan.

Hanya yang di tegur begitu hanya tertawa, bahkan anak itu sampai memegangi perutnya sendiri.

“Habisnya Ibu sama Papa lucu, Hana mau panggil Papa pakai sebutan Mas juga ahhh”

“Kakak, gak boleh,” Ara menggeleng, sepertinya ini sudah saatnya ia mengubah panggilan untuk Yuno jika di depan Hana.

“Papa... Ibu galak nihhh,” ledek Hana, anak itu memeluk Papa nya seperti tengah mengadu.

Yuno yang melihat Ara dan Hana yang merajuk bersamaan itu jadi gemas sendiri, namun ia tetap memeluk Hana dan memangku anaknya itu.

“Gak boleh dong, Kak. Hana tetap manggil Papa pakai sebutan Papa, yah?” ucap Yuno memberi tahu Hana.

“Tapi kenapa Ibu panggil Papa pakai sebutan Mas? Memangnya Papa, Kakaknya Ibu yah?” Yuno pernah mengajari Hana memanggil Elios dengan sebutan Mas, yang artinya sama saja dengan Kakak. Mungkin sejak itu Hana menganggap jika panggilan itu di gunakan untuk Kakak beradik saja.

“Bukan dong sayang, itu karena...” Yuno melirik Ara, ia juga menyenggol lengan Istrinya itu, berharap Ara membantunya untuk menjawab pertanyaan Hana. Namun Ara hanya bergeming, membiarkan Yuno menjawab pertanyaan-pertanyaan Hana.

“Itu karena Papa lebih tua dari Ibu makanya Ibu manggilnya kaya gitu, ya kan, Buk? Kan panggilan Mas bukan cuma untuk saudara saja, tapi untuk orang lain yang lebih tua juga boleh.” Yuno menyenggol lengan Ara lagi, dan wanita itu mengangguk mengiyakan.

“Besok-besok Ibu panggilnya pakai sebutan Papa yah.”

“Ayay siap captain!!” pekik Ara.

Mereka foto bertiga di dalam photo booth itu dengan berbagai pose, begitu hasilnya keluar, Hana tersenyum. Anak itu suka sekali dengan hasil fotonya.

“Nanti mau Hana kasih lihat ini ke teman-teman Hana waktu sekolah.” Ucap Hana, ia masih memandangi foto itu. Itu untuk pertama kalinya Hana photo booth.

“Kakak suka banget sama hasilnya yah, nak?” Ara menoleh ke arah anaknya itu yang duduk di kursi belakang, mereka sudah pulang dari taman bermain dan sekarang sedang di perjalanan pulang.

Hana mengangguk, “suka sekaliiiii, Hana mau sering-sering di foto!”

Yuno yang sedang menyetir itu tertawa, ia melihat Hana dari kaca yang ada di atas nya untuk melihat ke kursi belakang. “Nanti kita foto lagi yah, kita harus sering-sering foto nih kayanya.”

“Setiap pergi bertiga yah, Pah? Kapan lagi Pah?” tanya Hana.

“Lusa?”

“Mau kemana lagi, Mas?” tanya Ara.

“Ada deh, masih rahasia. Papa kan cuti kerja, Papa mau jalan-jalan sama Ibu dan Hana.”

“Asikkk!!!” Hana menepuk-nepuk tangannya.

Setelah pulang dari taman bermain, anak itu tidur lebih dulu. Hana kelelahan karena terus berlarian dan tertawa seharian ini, jadi tanpa Yuno mendongengkannya lagi. Anak itu sudah tertidur pulas di kamarnya, setelah meredupkan lampu kamar anaknya itu. Yuno masuk ke dalam kamarnya dan Ara.

Istrinya itu sedang memakai rangkaian skincare nya, melihat Yuno yang masuk ke kamar mereka. Ara tersenyum dari depan kaca meja riasnya, Yuno lega hari ini hanya ada senyuman dan tawa di wajah anak dan Istrinya itu.

Kakinya melangka mendekati Ara dan memeluk tubuh mungil itu dari belakang, mencium bahu telanjang Istrinya itu kemudian berangsur ke pipi tirusnya.

“Kamu happy gak hari ini hm?” tanya Yuno. Ia ingin memastikan bahwa Ara benar-benar bahagia hari ini, setidaknya itu yang bisa membuat perasaanya lega.

“Um,” Ara mengangguk, “makasih yah, Mas.”

Tangan kurusnya itu mengusap punggung tangan Yuno yang berada di atas perutnya, Ara juga menciumi rambut tebal suaminya itu. Ia benar-benar bahagia hari ini, seperti luka-luka yang ia dapatkan itu berangsur sembuh.

Ara membalikan tubuhnya, mengusap wajah tampan Suaminya itu. Kedua mata mereka saling bertemu, iris kecoklatan yang selalu teduh saat memandangnya. Membuat Ara selalu terbuai dan jatuh lebih dalam pada laki-laki yang selalu mencintainya.

Bibir yang terbentuk dengan indahnya itu ia sentuh, malam itu baik Yuno dan Ara saling menginginkan satu sama lain. Wajah mereka yang hanya berjarak beberapa inci saja itu Yuno kikis kembali hingga kini benda pink dan kenyal itu saling bersentuhan.

Ada decapan ketika Yuno membungkam bibir Ara dengan bibirnya, membawanya kepada satu ciumannya yang masih selalu memabukkan bagi wanita itu. Tidak seperti tadi pagi keduanya seling berciuman bagai mengutarakan perasaan masing-masing, malam ini Yuno mencium Istrinya itu seperti orang kehausan.

Meninggalkan sisa-sisa kewarasan Ara di setiap ciumannya, pinggang Ara di gamit dan bibir nya di pungut habis. Tangan Ara yang semula berada di bahu Suaminya itu kini berpindah, membelai dada bidang Suaminya itu pelan. Meraba nya dan hingga ia bisa merasakan betapa debaran jantung Yuno itu berdegup sangat kencang.

Tangan Yuno yang semula ada di pinggang ramping istrinya itu, kini berpindah membelai turun hingga ke bokongnya, membelainya perlahan hingga kini satu kaki Ara ia naikan dan ia taruh di pinggangnya, membawa tubuh mungil itu untuk ia gendong. Dengan hanya satu gerakan saja, Yuno berhasil membawa tubuh mungil itu ke tubuhnya, membiarkan kedua siku Ara berada di bahu nya.

Ada luapan kerinduan, ego serta nafsu dalam kecupan demi kecupan yang mampu menerbangkan kewarasan keduanya. Dengan langkah perlahan, Yuno berjalan menuju ranjang mereka menidurkan istrinya disana tanpa melepaskan ciuman di antara mereka.

Ruangan yang semula sejuk karena pendingin ruangan itu kini terasa panas, masih dengan bibir mereka yang saling mengecup, tangan Ara berpindah membelai bahu Yuno dan membuka satu persatu kancing piyama yang di kenakan suaminya itu, kemudian membuka piyama itu dan melemparnya sembarangan.

“Mmhh..” ketika Ara mulai mengerang, disitulah Yuno semakin jatuh dalam pesona wanita itu. Tidak memperdulikan tubuhnya yang sedikit lelah hari ini, malam itu mereka kembali memulai malam panjang penuh cinta, selanjutnya, hanya Yuno dan Ara yang tahu apa yang terjadi pada malam itu.

I wanna be where the people are I wanna see Wanna see 'em dancin' Walkin' around on those Whad'ya call 'em? oh – feet Flippin' your fins you don't get too far Legs are required for jumpin', dancin' Strollin' along down a What's that word again? street

Hana tersenyum, ia ikut bernyanyi dan menari bersama dengan Papa nya. Pagi itu setelah selesai mandi pagi dan sarapan, Hana dan Yuno menonton Little Mermaid yang sudah mereka tonton puluhan kali.

Kadang-kadang saat Yuno bernyanyi. Hana akan ikut bernyanyi dan menari juga, suara Yuno itu bagus. Makanya tiap kali Papa nya itu bernyanyi, Hana akan sangat kegirangan. Saat lagu yang di nyanyikan Yuno itu sudah habis, Hana bertepuk tangan dengan bangga kemudian kembali memakan strawberry sunday nya lagi.

“Papa sing again!!!” pekik Hana.

Yuno merenggangkan punggungnya yang terasa agak pegal itu, ini sudah hampir jam 8 dan Ara belum turun ke lantai 1 juga, bahkan Yuno sudah selesai membuat sarapan untuk Istri dan anaknya itu.

“Papa bangunin Ibu dulu yah, nanti kita nyanyi sama-sama lagi.”

Hana mengangguk, ia kembali duduk di sofa dan memakan strawberry sunday nya lagi. Sementara itu, Yuno naik ke lantai 2 dan masuk ke kamarnya dan Ara, Yuno pikir Ara belum bangun ternyata Istrinya itu sudah rapih dan nampak cantik pagi ini.

“Aku pikir belum bangun, sayang.” ucap Yuno, ia duduk di sebelah Ara yang kebetulan sedang duduk di sofa kamar mereka sembari memakai body lotion.

“Udah wangi aku, Mas.”

maybe you can kiss me so I believe it?” Yuno menaik turunkan alisnya dengan genitnya.

Ara yang melihat Suaminya itu meledeknya justru jadi tertawa geli, pasalnya Yuno kalau sedang menggodanya itu bukan terlihat sexy, tapi malah seperti Bapak-Bapak genit apalagi saat ini ia hanya mengenakan kaus putih polos dan celana pendek khas rumahan.

“Apasih, kamu kaya Bapak-Bapak genit yang suka di depan komplek tau gak?” Ara terkekeh, dan ucapan nya itu membuat Yuno juga tertawa, walau dia sedikit enggak terima sih di sama-samain sama Bapak-Bapak komplek yang genit itu.

“Sayang, masa aku di samain sama Bapak-Bapak genit itu? Aku kan genitnya sama kamu aja.”

“Tapi muka kamu kaya tadi tuh nyebelin tahu.”

“Bukanya harusnya sexy yah?” Yuno mendekatkan wajahnya, ia ingin mencium Istrinya itu tapi Ara sedikit menghindar karena wanita itu benar-benar sebal dengan ekspresi yang Yuno tunjukan.

“Mas.. Nyebelin ih, genit banget. Genit nya kaya gitu lagi.

Ara yang sebal akhirnya menutupi wajah Suaminya itu dengan majalah yang ada di meja dekat sofa mereka duduk. Sebenarnya Ara cukup salah tingkah, Yuno yang genit pagi ini memang membuatnya gemas sekaligus sebal. Tapi harus Ara akui jika pagi itu Suaminya nampak begitu tampan walau setiap hari pun selalu tampan baginya.

Atau mungkin juga Ara salah tingkah atas malam panjangnya bersama Yuno semalam.

“Mukaku di tutupin gini, padahal kalo aku lagi tidur kamu sering pandang-pandang.”

“Yah soalnya kalau lagi tidur gemas,” jawab Ara ngeles.

Yuno menyingkirkan majalah yang menutupi wajahnya itu, “jadi kalau bangun enggak?” protesnya.

Ara tersenyum, ia menusuk pipi Yuno itu dengan telunjuknya gemas. “Gemas juga kok.”

Keduanya saling tersenyum, setelah apa yang mereka lakukan kemarin seharian. Cinta di antara keduanya kembali bermekaran, membuat Ara semakin berat pada keputusan yang pernah ia ambil.

“Sayang?” panggil Yuno.

“Apa, Mas?”

“kayanya kamu harus panggil aku pakai sebutan Papa sekarang deh,” pikirnya, Yuno gak mau Hana ikut-ikutan memanggilnya dengan sebutan 'Mas' juga seperti Ara memanggilnya.

“Tapi kamu kan bukan Papaku,” jawab Ara ngeles.

“Ya aku kan Suami kamu, tapi aku kan Papa nya Hana. Kamu ingat gak kata pertama yang Hana ucapin waktu dia bisa ngomong apa?”

Ara tertawa, bagaimana Ara bisa lupa dengan kata pertama yang Hana ucapkan dulu? Kata-kata itu bukan hanya membuat Yuno dan Ara kaget, tapi juga kedua orang tua mereka. Pasalnya Hana mengatakannya saat mereka sedang kumpul keluarga.

“Mas Yuno,” jawab Ara membuat Yuno mendengus.

“Nah itu, kebanyakan dengar kamu manggil aku pakai sebutan Mas Yuno tuh, sampai dia manggil Papa nya sendiri Mas Yuno.”

Ara masih tertawa, dia masih ingat kejadian itu. Dan cukup sulit membujuk Hana untuk memanggil Yuno dengan sebutan Papa, sejak itu lah Ara mulai sering memanggil Yuno dengan sebutan Papa agar Hana menirunya. Tapi semenjak Hana sudah besar, Ara kembali memanggil Suaminya itu dengan sebutan Mas Yuno kembali.

Saking gemasnya, Ara sampai harus memeluk Yuno. Tapi masih sembari tertawa sampai Yuno jadi bad mood sendiri mengingat kejadian itu.

“Iya, iya. Aduh astaga, aku gak bisa gak ketawa kalo ingat itu,” ucap Ara.

“Makanya panggil aku Papa sekarang, yah.”

Meski masih merasa aneh dengan panggilan itu, Ara tetap mengangguk setuju. Kali ini ia akan memanggil Yuno dengan sebutan itu.

“Iya Papa,” cicit Ara.

“Gak kedengaran,” protes Yuno.

“Papa.”

“Apa?”

“Papa....” pekik Ara.

Keduanya tertawa, meski masih agak asing di telinganya mendengar Ara memanggilnya dengan sebutan itu. Tapi Yuno lebih senang dengan panggilan itu, namun tawa Ara tiba-tiba berhenti, di gantikan dengan rintihan. Istrinya itu memegangi perutnya sendiri sembari meringis.

“Sayang, kenapa?” tanya Yuno sedikit panik.

“Bekas operasi aku kemarin agak ngilu.”

“Aku periksa yah?”

Ara mengangguk, setelah di beri persetujuan oleh Istrinya itu. Yuno menyingkap baju yang Ara pakai, ia memeriksa jahitan yang ada di perut Istrinya itu. Untungnya tidak ada yang serius, mungkin kemarin Ara terlalu banyak beraktifitas hingga bekas sayatan akan mudah terasa ngilu.

“Gak kenapa-kenapa, Sayang. Kayanya kamu cuma kecapekan aja karena kemarin abis ngelakuin banyak aktifitas. Nanti di kompres aja yah.”

Dulu waktu melahirkan Hana, Ara melahirkannya secara normal walau dalam proses yang sangat panjang. Dan ini adalah operasi caesar pertamanya, melihat luka sayatan di perut Istrinya itu membuat yuno mengingat kembali tentang kepergian Nathan.

Setelah memastikan lukanya tidak kenapa-kenapa, Yuno kembali merapihkan baju yang Ara pakai. Suasana yang tadinya mencair dan penuh tawa itu tiba-tiba saja menjadi sedikit canggung, bahkan Ara bisa merasakan perubahan dari raut wajah Suaminya itu yang berubah drastis.

“Mas?” Ara menyentuh pundak Suaminya itu. “Kenapa?”

Yuno menggeleng, “aku cuma keinget Nathan aja.”

Yuno tersenyum getir, sejujurnya Yuno masih belum bisa menerima kepergian Nathan. Yuno pernah bilang ke Ara, kalau Ara mengizinkan. Yuno enggak mau hanya memiliki 1 orang anak, dia gak mau Hana merasakan kesepian seperti dirinya.

Yuno mau Hana memiliki saudara kandung, makanya waktu tahu Istrinya itu hamil lagi. Yuno benar-benar senang dan sangat bersyukur, tapi siapa sangka jika harapannya itu pupus. Kehilangan Nathan menjadi luka yang sangat dalam untuk Yuno, meski terlihat sudah sedikit berdamai tapi setiap malam Yuno masih suka bergelut dengan rasa bersalah dan menangis di kamar Nathan.

“Nathan udah pergi ke tempat yang lebih baik, Mas.”

“Um,” Yuno mengangguk. “Dan itu karena aku.”

“Mas...”

“Persidangan kita mulai kapan?” tanya Yuno tanpa di sangka-sangka.

Sungguh, rasanya seperti Ara habis di ajak terbang tinggi dan kemudian di hempaskan sampai ke dasar bumi. Hatinya sakit, Yuno masih menginginkan perpisahan itu di saat Ara bahkan sudah ingin mengurungkan niatnya.

“Kamu setuju kalau kita berpisah?” tanya Ara. Hening beberapa saat, Yuno hanya menunduk sembari memperhatikan pola yang ada di sofa yang diduduki Ara, sementara Ara sibuk memperhatikan Yuno. Berusaha membaca isi kepala suaminya itu walau ia tidak mampu.

“Mas nyerah sama diri Mas sendiri yah? Termasuk sama pernikahan kita?

“Mungkin itu pilihan terbaik, aku takut sama diri aku sendiri. Aku takut nyakitin kamu, memangnya kamu enggak takut sama aku?” Yuno benar-benar menyerah pada dirinya sendiri, ia ingin mempertahankan pernikahannya namun disisi lain ia juga tidak mampu melindungi Ara dan Hana dari dirinya sendiri.

Ara menunduk, Ara masih mengingat rasa sakitnya. Semua yang Jeff lakukan padanya, tapi bagaimana bisa ia meninggalkan Yuno di saat ia masih terus menyalahkan dirinya sendiri? Bahkan di saat Yuno terlihat seperti memperbaiki semuanya.

“Aku mau kita mediasi dulu, sebelum aku benar-benar yakin mau gugat kamu, Mas.”

“Kamu belum yakin?”

Ara mengangguk, “aku masih sayang kamu. Aku mau bertahan bukan cuma karena ada Hana di antara kita, tapi karena aku sayang sama kamu. Aku gak bisa bayangin gimana hidup aku nanti tanpa kamu.”


“Kak Yuno, disini!!” Gita mengangkat tangannya begitu melihat Yuno yang datang dari pintu masuk cafe.

Begitu melihat Gita, Yuno langsung menghampiri Adik sepupunya itu dan duduk di sana. Tadi Yuno sempat keluar rumah sebentar untuk membeli beberapa kebutuhan yang akan ia bawa untuk pergi berlibur besok.

Dan kebetulan Gita mengajaknya bertemu, jadi sekalian saja ia bertemu dengan Gita. Kebetulan tempat mereka bertemu juga satu arah dengan super market tempat Yuno belanja kebutuhan.

“Kok tumben gak ngajak Eloise sama Elios?” tanya Yuno, padahal Yuno merindukan keponakan-keponakannya itu, ada cake juga yang ia beli untuk keponakannya itu, tapi Gita malah tidak mengajak anak-anaknya.

“Mereka lagi main di rumah Januar.”

Yuno memberikan paper bag berisi cake yang ia beli barusan, “buat si kembar.”

“Awww thank you Pakdhe Yuno,” ledek Gita.

Yuno mengangguk, “mau ngomong apa? Pake ketemuan di cafe segala, bukannya ke rumah aja.”

“Orang gue abis dari kantornya Arial, jadi sekalian aja disini. Lo juga lagi di luar kan.”

“Ngeles aja,” Yuno terkekeh.

Gita menghela nafasnya pelan, “Kak, gue mau nanya sama lo deh.”

“Nanya apa?”

“Soal lo sama Ara, hubungan kalian.”

Begitu Gita menyinggung tentang pernikahannya, wajah Yuno yang tadinya berseri saat memasuki cafe itu jadi mendadak mendung.

“Ara pasti cerita ke lo yah, Git?” tebak Yuno, Ara dan Gita dekat banget. Ara sering banget cerita ke Gita, jadi sudah bisa Yuno pastikan jika Istrinya mungkin menceritakan tentang pernikahannya yang sedang tidak baik-baik saja pada Adik sepupunya itu.

“Lo masih sayang Ara gak sih, Kak?”

“Ara bahkan yang bikin gue bertahan, Git. Gimana bisa lo masih nanya gue sayang sama dia apa enggak,” Yuno mendengus.

“Ara tuh mau pertahanin rumah tangga kalian loh, ya.. Gue tau mungkin kemarin dia lagi emosi aja karena masalah yang bertubi-tubi, yah lo bayangin dong Kak. Rumah tangganya yang tadi nya adem ayem tiba-tiba jadi retak gini, terus dia mikir mau pisah aja, sebenernya itu juga gara-gara kata-katanya Jeff sih.”

Begitu mendengar nama Jeff di sebut, Yuno yang tadinya bersandar itu jadi menenggapkan tubuhnya.

“Jeff bilang apa?”

Gita menunduk, dia ngerasa salah ngomong. Dia takut kalau jujur Yuno malah akan tetap setuju pada keputusan Ara untuk bercerai, yang di maksud Gita adalah soal Jeff yang bilang kalau Jeff tidak akan membiarkan Yuno kembali.

“Ga Usah di bahas lagi lah.”

“Git..”

“Kak, menurut gue. Lo harus bicarain ini lagi sama Ara deh, semuanya. Jangan sampai ada yang gak di bicarain, gue yakin kalian masih terkesan nutup-nutupin kejadian kemarin kaya seolah-olah enggak pernah terjadi kan?”

Yuno setuju dengan itu, ia dan Ara saat ini belum pernah benar-benar membahas tentang apa yang terjadi kemarin, keduanya justru terkesan mencoba untuk melupakan kejadian kemarin dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Dan berusaha baik-baik saja dengan semuanya, padahal Yuno dan Ara tahu masih ada hal yang mengganjal di antara mereka.

“Lo pikirin lagi, Kak. Kalian masih punya banyak waktu buat ngobrol berdua, nikmatin quality time lo sama Ara dan Hana. Dan pikir-pikir lagi, apa lo udah siap kehilangan mereka?” ucap Gita.

To Be Continue

“Lo pikirin lagi, Kak. Kalian masih punya banyak waktu buat ngobrol berdua, nikmatin quality time lo sama Ara dan Hana. Dan pikir-pikir lagi, apa lo udah siap kehilangan mereka?”

“she is perfect as a wife, not many men are lucky to have a good wife, so why did you let her go?”

“aku masih sayang kamu. Aku mau bertahan bukan cuma karena ada Hana di antara kita, tapi karena aku sayang sama kamu.

Mas nyerah sama diri Mas sendiri yah? Termasuk sama pernikahan kita?

Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala Yuno hingga saat ini, pagi itu ketiganya berakhir di sebuah carvan yang Yuno sewa. Ia memilih pantai sebagai tempat carvan mereka singgahi, ini masih terlalu pagi, bahkan di luar masih gelap. Namun Yuno sudah terbangun, ia melihat Istri dan anaknya itu yang sedang tidur di sebelahnya, yup Yuno berada di tengah dengan dua perempuan yang sangat ia sayangi itu mengapitnya.

Ia memperhatikan setiap lekuk wajah Istrinya yang selalu ia lihat ketika menutup mata dan membuka mata keesokan harinya, ia sudah banyak melewati suka dan duka bersama Ara, wanita itu yang membuatnya jauh lebih kuat. Di tambah dengan kehadiran malaikat kecil di hidup keduanya, sekali lagi Yuno bertanya pada dirinya sendiri.

Apa ia sudah siap untuk kehilangan keduanya? Bercerai dengan cara baik-baik demi kebaikan bersama? Memang itu ada? Meskipun terbilang baik-baik, tapi tetap saja ada masalah di rumah tangga mereka. Meski terdengar remeh, tapi bagi Yuno ini bukan suatu hal yang remeh, ini soal Jeff. Tentang dirinya, dirinya yang lain yang selalu berusaha untuk menyakiti Istrinya.

Yuno memejamkan matanya, mengusap wajahnya itu. Di sebelahnya Ara menggeliat, Istrinya itu masih tertidur, namun tangannya memeluk tubuh Yuno dan mengusapkan wajahnya di lengannya, Membuat Yuno menoleh ke arah Istrinya itu.

Tanpa ia sadari, sebuah senyuman terbit di wajahnya. Tangan besarnya itu mengusap wajah Ara sangat pelan, apa ia sudah siap tidak melihat wanitanya ketika ia membuka mata di pagi hari nanti?

Ketika sedang larut dalam pikirannya sendiri sambil menatap wajah cantik kesayangannya, kedua mata yang selalu Yuno sukai itu terbuka. Iris hitam legam itu menatapnya, ia sedikit mengucek matanya yang terasa perih. Kemudian tersenyum, senyuman yang selalu berhasil membuat Yuno tergila-gila pada wanitanya itu.

Yuno tidak perduli dulu Jeff pernah bilang kalau Ara adalah gadis yang manja, yang Yuno suka memang gadis yang manja. Yuno suka memanjakan Ara, semua rajukan yang keluar dari bibir ranum itu tidak tahan membuat Yuno untuk ingin selalu mengabulkan permintaanya.

good morning, Papa..” sapaan itu keluar dari bibirnya, ia kemudian tersenyum.

morning Too.” Yuno menyingkirkan anak rambut yang berada di wajah Istrinya itu dan mengecup keningnya.

“Hngg..” bibirnya cemberut, “bukan di situ kayanya deh.”

“Apanya?” Yuno mengerutkan keningnya bingung.

“Ciumnya!!”

“Terus dimana?”

Ara mengerucutkan bibirnya, sungguh Yuno berani bersumpah. Ara yang terlihat kekanakan pagi ini dan mengerucutkan bibirnya itu mirip sekali dengan Hana, kelakuan manja Istrinya di pagi hari itu membuat Yuno tertawa dan tidak tahan untuk tidak menciumnya.

Dengan cepat ia layangkan 1 kecupan di bibir Istrinya itu, keduanya saling tertawa. Namun rasanya Ara masih belum cukup jika hanya di kecup saja, jadi wanita itu mendekatkan dirinya dan mencium Yuno lebih dulu.

Ara itu masih agak kaku, ia jarang sekali mencium Yuno duluan. Bahkan Yuno masih bisa menghitung berapa kali Ara menciumnya dengan kedua jari tangannya, ciuman itu terlalu manis bagi Yuno, bagaimana bisa bibir mungil itu mengecup bibirnya, melumat dan dan menggigitnya kecil.

Yuno masih terlalu terkejut, namun pada akhirnya ia memejamkan matanya. Menikmati setiap kuluman dan kecupan bibir mungil itu di atas bibirnya, tangan Yuno yang semula diam itu kini berpindah memegangi pinggang ramping istrinya itu.

Rambut panjang Ara yang terurai itu, menutupi wajah keduanya dari samping. Pertemuan antara bibir itu membuat keduanya terbuai dan masih terus mencacapi satu sama lain, sungguh, Ara rasanya di buat mabuk kepayang hanya dengan ciuman di pagi mereka yang tidak biasa ini.

Namun ciuman itu tidak berlangsung lama, karena Hana menggeliat dan mengubah posisinya menjadi menghadap kedua orang tua nya. Ara buru-buru menjauhkan tubuhnya dari tubuh Suaminya itu, walau Hana masih memejamkan matanya. Tapi tetap saja Ara dan Yuno terkejut, keduanya tidak ingin Hana memergoki apa yang kedua orang tua nya lakukan.

“Mau sarapan apa sayang?” tanya Yuno.

Keduanya bangun dan masih duduk di ranjang, Ara juga mematikan AC mobil yang ada di carvan dan menggantinya dengan membuka jendela yang berada di dekat ranjang mereka. Begitu jendelanya di buka, semilir angin laut di pagi hari itu langsung masuk ke dalam carvan mereka.

“Chef Yuno yang mau masak yah?”

yes, Istriku ini mau makan apa?”

“Mas?”

“Tuh kan manggil itu lagi.” protes Yuno, Ara masih sering kali salah memanggilnya.

“Hana belum bangun, janji deh kalau Hana bangun aku panggil Papa.”

Yuno menghela nafasnya pelan, namun pada akhirnya ia mengangguk setuju.

“Yaudah, kamu mau makan apa hm?”

Rasanya pagi ini Yuno ingin sekali bermesraan dengan Ara, jadi, ia peluk tubuh itu dari belakang dan ia kecupi bahu Ara.

“Mau pasta deh, Mas.”

“Selain pasta, sayang. Aku gak bawa pasta.”

“Hmm.. Apa yah,” Ara masih mikir-mikir ingin di masakan apa, Yuno itu pandai sekali memasak. Ara bisa minta di masakan apa saja oleh Suaminya itu karena Yuno selalu bisa membuatnya.

“Mas, apa dong kasih saran gitu.”

“Apa yah? Aku lagi sibuk nyiumin rambut kamu,” Yuno terkekeh. “Ini loh wangi nya enak banget.”

“Ishhh aku gak minta kamu review wangi rambut aku, bantuin aku mikir mau sarapan apa Mas Yuno...” rengek Ara dan itu semakin membuat Yuno tertawa melihatnya.

“Avocado toast, hm? Or corn sup?”

“Semuanya aja deh, Mas. Tapi nanti siang kita jadi makan seafood kan?” Ara menoleh ke arahnya, kedua matanya berkedip seperti memohon. Terlihat seperti anak kucing yang sedang memohon untuk di rawat.

“Iya sayang.”

Begitu Yuno mengiyakan, Ara tersenyum. Keduanya langsung mengarah ke mini kitchen yang ada di carvan itu. Biarpun mini kitchen, tapi hampir semua perlengkapan dapurnya itu lengkap, ada pemanggang roti, microwave, oven dan mixer.

Sembari memperhatikan Yuno membuat toast, Ara juga membuat adonan cloud bread untuk Hana. Anaknya itu suka sekali makan cloud bread, dan tadi Ara mengintip anak itu belum bangun. Semalam Hana tidur agak sedikit larut karena terlalu banyak bercanda bersama Papa nya itu.

“Aku yang nerusin bikin cloud bread nya gapapa sayang, kamu bangunin Hana aja gih. Udah jam 7 juga, di luar segar banget udaranya loh,” ucap Yuno.

“Beneran gapapa?”

“Yup, nanti kalau udah jadi sarapannya aku panggil, tapi main di pantainya tunggu aku yah.”

“Ih Mas tapi di luar angin nya kencang, nanti masuk angin gimana?”

“Gak ada masuk angin, emang kamu makan angin?”

Ara mengangguk, ia meninggalkan adonan cloud bread nya itu. Sebelum membangunkan Hana, Ara sempat mengecup pipi Suaminya itu, kebetulan Yuno juga sedang sedikit membungkuk, dan itu memudahkan Ara untuk menciumnya. Karena jika Yuno tidak membungkuk, itu artinya Ara harus sedikit berjinjit agar bisa mencium pipinya.

Setelah itu Ara langsung melenggang untuk membangunkan Hana, anak itu masih tidur jadi Ara akan membangunkannya pelan-pelan. Ia naik ke ranjang, dan mengecup pipi Hana.

princess nya Ibu, bangun yuk sayang. Katanya Kakak mau belajar naik sepeda, um?” bisik Ara di telinga putrinya itu.

Hana menggeliat, mata kecilnya yang terpejam itu terbuka. Ia tersenyum melihat Ibu nya di depannya itu, dan memeluk Ibunya.

“Ibu...”

“Ya, sayang?”

“Papa kemana?”

“Lagi buat sarapan, kenapa um?”

“Hana mau main di pantai aja yah, Buk?”

“Main di pantainya nunggu Papa yah? Kan Papa lagi masak, nanti habis sarapan baru kita main-main di pantai.”

Hana mengangguk, ia melepaskan pelukan Ibu nya itu dan mengubah posisinya menjadi duduk.

“Tapi Ibu pegangin Hana yah waktu naik sepeda?” tanya Hana.

sure Ibu di belakang Kakak kok.”

“Kakak mandi dulu terus kita main sepeda di luar yah?”

Hana mengangguk pelan, namun pagi itu bocah itu terlihat agak sedikit manja. Hana merentangkan tangannya ke arah Ibu nya itu. “Ibu, gendong.”

Ara yang liat itu terkekeh pelan, jarang sekali Hana terlihat manja seperti ini. Jadi akhirnya Ara menggendong anak itu dan membawanya ke kamar mandi, setelah itu keduanya asik bermain sepeda di luar carvan.

Di dalam caravan sembari menunggu cloud bread nya matang, Yuno memperhatikan Hana yang sedang belajar naik sepeda dengan Ara yang berada di belakangnya. Mereka hidup Yuno, melihat keduanya tertawa membuat hati Yuno menghangat. Dan sekali lagi ia bertanya pada dirinya sendiri, apa ia siap kehilangan saat-saat seperti ini?

Ketika sudah selesai sarapan, ketiganya bermain-main di pantai. Mereka berenang, membuat istana pasir, perang bola pasir sampai Hana dan Ara berakhir mengubur Yuno di dalam pasir. Hanya ada tawa hari itu tanpa mengenal lelah, saat siang tiba. Yuno membuatkan aneka macam seafood dan tidak ketinggalan dengan es kelapa.

Keduanya makan dengan sangat lahap, mereka juga sempat melihat anak penyu di pinggiran pantai. Rasanya Yuno ingin menghentikan waktu saat ini, agar hanya berhenti di saat-saat indah seperti ini saja.

Gita benar, meski sudah nampak terlihat baik-baik saja. Yuno dan Ara seperti berusaha mengubur masalah kemarin, membuat masalah itu seolah-olah tidak pernah terjadi. Padahal Yuno tahu, kalau masih ada yang tampak mengganjal di antara mereka.

Malamnya, saat Hana sudah terlelap tidur. Yuno dan Ara memutuskan untuk berbicara tentang mereka, pernikahan mereka dan masalah kemarin di depan carvan. Di temani secangkir coklat panas, api unggun dan deburan ombak yang menjadi saksi bisu keduanya.

“Aku rasa emang kita perlu ngobrol banyak hal, Mas.”

Matanya menatap deburan ombak, sembari sesekali ia sesap coklat panas itu yang berada di tangannya.

“Boleh mulai dari aku?” tanya Yuno, yang di jawab anggukan kecil oleh Ara.

Sebelum memulai ceritanya, Yuno menarik nafasnya dahulu. Ini akan menjadi obrolan yang panjang bagi keduanya.

“Di rumah sakit aku memang enggak baik-baik aja, Sayang. Maaf aku gak pernah cerita, aku cuma enggak mau bikin kamu kepikiran dan bahayain kamu dan Nathan waktu itu”

Ara sepertinya tahu ara pembicaraan Yuno kemana, yup. Jeff sudah menceritakannya, namun tetap saja ia ingin mendengar cerita ini dari sudut pandang Suaminya.

“Aku sering dengar teman-teman sesama dokter dan perawat bilang aku gak kompeten, mereka bilang itu di belakang aku,” Yuno meringis, ia sempat bertanya-tanya. Apa ia memang tidak kompeten sebagai seorang dokter?

“Mereka bilang aku anak yang manja dan cuma bisa mengandalkan orang tua, nepotisme dan masih banyak hal-hal menyakitkan yang aku gak sengaja dengar dari mereka. Aku ngerasa semua orang yang ada di sana makai topeng kalau di depan aku”

“Apalagi waktu Papa memutuskan untuk daftarin aku studi lagi dan ambil spesialis jantung. Jujur, aku belum siap. Aku masih mau nikmatin waktu-waktu aku sama kamu dan Hana. Aku bahkan berniat untuk jadi dokter umum aja, aku gak mau Hana gak ngerasain adanya sosok Papa di hidupnya karena waktu aku lebih lama di rumah sakit di banding di rumah.”

Yuno menunduk, sejak kecil Yuno sering di tinggal kedua orang tua nya untuk bekerja. Bahkan Yuno pernah di ajak ke rumah sakit dan melihat kedua orang tua nya bekerja, sejak umurnya masih terlalu muda. Kedua orang tua nya sudah mendoktrin Yuno kelak besar ia harus menjadi dokter demi meneruskan profesi keluarga.

Bahkan sejak Yuno baru menginjak sekolah dasar, orang tua nya sudah mendaftarkan Yuno ke berbagai bimbel, jika nilai Yuno turun pun, Papa akan memarahinya habis-habisan dan tidak mengizinkan Yuno untuk bermain. Sejak itu Yuno mulai menggilai belajar, bahkan Yuno mengurangi jam tidurnya demi bisa belajar sampai materi yang tidak ia kuasai berakhir ia kuasai.

Sebuah keharusan yang Yuno wajib wujudkan karena ia adalah satu-satunya anak di keluarga itu. Dan yang semakin membuat Yuno tertekan adalah sepupu dari pihak Papa adalah calon dokter semua, dan Papa yang memiliki jiwa kompetitif kuat itu tidak ingin Yuno tersaingi oleh keponakan-keponakannya. Apalagi, Yuno satu-satunya cucu laki-laki di keluarga Wijaya.

“Aku juga ngerasa bersalah, sering ninggalin kamu waktu kamu hamil Hana karna waktu itu aku masih coas. Bahkan waktu kamu melahirkan, aku datang terlambat. Aku enggak ada di samping kamu, aku ngerasa gak becus jadi Suami waktu itu. Aku ada untuk orang lain yang membutuhkan aku, tapi aku gak pernah ada buat Istri aku sendiri”

“Mungkin beban-beban di pundak aku terlalu banyak sampai akhirnya Jeff datang dan ngehancurin semuanya,” Yuno meringis.

Ara lega mendengarnya, semua cerita Yuno dan kejujurannya. Ara sangat menghargai itu, ia tidak suka melihat Suaminya sedih dan merasa buruk, jadi ia genggam tangan yang terasa sedikit dingin itu.

“Waktu aku memutuskan mau menikah sama kamu, aku udah tahu semua konsekuensi nya kalau nantinya kamu bakalan sering ninggalin aku, Mas. Dan aku enggak masalah sama itu, tapi yang penting kamu selalu nyempatin waktu singkat kamu buat sekedar ngobrol sama aku dan main sama Hana. Aku bisa memaklumi kamu dan pekerjaan kamu.”

Ara sudah menerima konsekuensi itu, yah meski sering kali ia merasa kesepian. Tapi rasa kesepian itu selalu Yuno tebus dengan rasa bangga ketika Yuno berhasil menjadi seorang dokter, ketika Ara mengantarkan makanan ke rumah sakit dan melihat Yuno sedang memeriksa pasien-pasiennya, Ara selalu bangga dengan Yuno.

“Jeff benar, Mas. Sampai saat ini aku masih sulit menerima sisi dari diri kamu yang lain,” Ara menunduk. “Aku terlalu mencintai kamu sebagai Aryuno, aku gak bisa mencintai Jeff dengan dirinya sendiri”

“Mungkin itu juga yang membuat Jeff benci sama aku, waktu dia datang. Aku berusaha keras untuk menerima dia pelan-pelan, bahkan aku berpikir buat bikin dia sayang sama aku juga. Tapi terlalu banyak sikap Jeff dan kata-katanya yang membuat aku sakit”

“Aku salah waktu itu, aku bahayain Nathan dengan nekat keluar buat ke super market, padahal Jeff bilang kalau aku enggak boleh kemana-kemana karna tekanan darah aku tinggi. Tapi aku mikirnya waktu itu aku cuma butuh refreshing karena terlalu sesak, aku selalu nunggu kamu kembali tapi yang aku dapati setiap hari cuma tatapan dingin dari mata kamu, Aku drop, aku pingsan sampai berakhir Jeff marah besar ke aku.”

Ara masih ingat bagaimana Jeff benar-benar marah waktu itu. Jeff memang tidak pernah memukulnya, tapi tetap saja laki-laki itu sering menarik tangannya dengan kasar dan meneriakkannya.

“Waktu itu aku ikutin kemana Jeff pergi, dia ternyata nonton konser sama perempuan yang aku kenal, dia Shanin. Klien aku di rumah sakit dulu, waktu itu aku ketemuan sama Shanin dan jelasin semuanya ke dia tentang kamu dan Jeff, aku lega banget waktu itu karena Shanin paham dan dia mau jauhi Jeff”

“Aku marah banget ke Jeff, aku bukan cemburu karena dia dekat sama perempuan lain. Tapi karena dia pakai tubuh kamu buat dekat sama perempuan itu, dia bikin seolah-olah kamu selingkuh dan bikin aku cemburu.” Ara tersenyum miris, masih sakit rasanya kalau mengingat hal itu. Rasanya seperti ia tengah di selingkuhi

“Yah, dia berhasil. Tapi waktu itu dia balik marah, dia jelasin kalau dia cuma jadiin Shanin senjata balas dendam dia”

Ara menoleh ke arah Yuno, mata mereka berdua saling bertemu saat ini. Yuno tetap kaget mengetahui fakta ini dari Ara sendiri meski Jeff sudah menuliskannya di buku.

“Jeff jujur ke aku, kalau dia sayang sama aku, Mas. Selama ini sikap kasar nya dia ke aku, cuma sebagai bentuk kalau dia cemburu karena aku hanya mencintai kamu. Dia ingin aku mencintai dia sama besarnya kaya aku mencintai kamu, termasuk soal Shanin. Dia mau aku ngerasain cemburu yang selama ini dia rasain.”

Air mata Ara menetes, ia masih benci dengan alasan Jeff untuk satu hal itu. Rasanya saat ini ia tidak ingin lagi melihat tatapan tajam dan dingin itu lagi di kedua netra kecoklatan milik Suaminya. Ia tidak ingin Jeff hadir di antara ia dan Yuno lagi.

“Aku marah banget, aku kelepasan waktu itu dan itu awal mula Nathan pergi.”

Yuno menghela nafasnya kasar, ia mengusap matanya sebelum air matanya itu turun membasahi.

“Maaf aku kepikiran soal pisah, karena waktu itu Jeff bilang kalau dia gak akan biarin kamu kembali, aku gak mau pisah, Mas. Aku gak sanggup tanpa kamu.”

Ara menangis, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis seperti orang frustasi.

“Bukan pisah sama kamu yang aku inginkan, tapi Jeff. Aku enggak mau dia hadir di antara kita lagi.”

Yuno memeluk Istrinya itu, ia sendiri gak punya jaminan apa-apa untuk mengatakan Jeff tidak akan kembali. Malam itu keduanya menangis dengan saling memeluk, keduanya sudah meluapkan apa yang selama ini mengganjal di hati mereka.

“Aku juga minta maaf, maaf karena bikin kamu berpikir aku menyerah sama pernikahan kita. Aku cuma ngerasa gak pantas buat dapat kesempatan kedua setiap kali aku keingetan Nathan,” bisik Yuno di sela-sela isaknya.

Yuno memang tidak punya jaminan jika Jeff tidak akan pernah kembali, tapi ia memikirkan untuk membuat kesepakatan kembali pada laki-laki itu. Apalagi saat ini Yuno tahu jika Jeff juga mencintai Istrinya, meski sedikit cemburu. Namun logikanya masih berkata jika Jeff juga dirinya sendiri.

Jadi saat Ara sudah tidur di dalam carvan, Yuno tulis sebuah surat untuk Jeff. Dan ia taruh di buku penghubung mereka, berharap Jeff tidak akan mengingkari kesepakatan mereka seperti saat keduanya membuat kesepakatan untuk menjadi dokter dahulu.

Hari itu adalah hari ke 3 Yuno dan Ara masih berada di carvan dan menyinggahi pantai sebagai tempat mereka beristirahat, langit yang kala itu berwarna jingga dengan desiran ombak dan suara burung yang berterbangan, Ara memperhatikan Hana yang masih sibuk membuat istana pasir.

Hana enggak pernah bosan bermain di pantai, anak itu enggak mengenal kata lelah. Dari dalam carvan mereka tiba-tiba saja Yuno datang, laki-laki itu tadi bilang ingin membuatkan layangan untuk bermain dengan Hana mumpung anginya kencang. Dan benar saja, ia kembali dengan layangan berbentuk kupu-kupu buatannya sendiri, yang menurut Ara bentuknya jauh dari bentuk asli kupu-kupu.

“Kakak, layang-layang nya udah jadi nih!” teriak Yuno, membuat Hana menoleh dan meninggalkan istana pasir yang sedang ia bangun itu.

Tubuhnya penuh dengan pasir, bahkan rambut panjang anak itu juga di penuhi pasir. Membuat Ara harus berjongkok dan membersihkan pasir-pasir pantai di tubuh dan rambut anaknya itu.

“Kakak main kotor terus, udah mandi juga,” ucap Ara sembari membersihkan pasir di tubuh anaknya.

“Biarin aja, Buk. Papanya dokter ini, kalau sakit kan Hana bisa Papa sembuhin yah.” Yuno mengedipkan satu matanya ke anaknya itu dan membuat Hana tertawa.

Ara hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian kembali duduk dan memperhatikan Hana dan Suaminya itu bermain layangan. Setelah obrolan malam hari itu, Yuno belum memutuskan apa-apa, namun Ara benar-benar mengurungkan niatnya untuk bercerai.

Berkas-berkas yang kemarin sudah di pegang oleh pengacaranya itu, Ara tarik kembali. Ia sudah mantap pada keputusannya untuk bertahan dengan Yuno, seberapa besar masalah yang Jeff berikan pada rumah tangganya. Ara enggak mau menjadikan hal itu alasan untuk meninggalkan Yuno.

“Kakak bisa pegang layangannya? Bisa mainin nya gak?” tanya Yuno, Hana sudah bisa memainkan layangannya sendiri, jadi Yuno berniat untuk melepaskannya dan ingin berbicara dengan Ara sebentar.

“Bisa, Pah.” mata anak itu masih fokus pada layangan yang sedang ia terbangkan itu.

“Papa duduk di sana sama Ibu yah, jangan jauh-jauh mainnya yah, udah mau gelap.”

“Ayay captain!!” pekik Hana.

Setelah memberi tahu Hana, Yuno kembali menghampiri Istrinya itu yang sedang duduk di depan carvan mereka. Yuno duduk di sebelahnya, semalaman ini Yuno banyak merenung dan ia sudah mempunyai keputusan untuk rumah tangga nya dan Ara.

“Semalam, aku banyak merenung.”

Keduanya memperhatikan api unggun yang baru saja Yuno nyalakan tadi sebelum mengajak Hana bermain layangan.

“Aku udah punya keputusan soal rumah tangga kita,” lanjutnya.

Ara yang semula melihat ke arah api unggun itu kini menoleh ke arah Suaminya itu, ia melihat sepasang mata teduh itu menatap api unggun. Seolah-oalah di depan sana ada jawaban akan keputusan yang akan ia ambil.

“Aku mau pertahanin semuanya,” Yuno menoleh ke arah Ara, kedua mata mereka saling bertemu. “Aku mau kamu dan Hana selamanya, Sayang.”

Mereka hening beberapa saat sampai akhirnya Yuno ingin memastikan lagi akan keputusan Ara mengurungkan niatnya untuk bercerai.

“Tapi, aku mau tanya sekali lagi sama kamu. Apa kamu yakin?”

Jawaban Yuno adalah jawaban yang selalu ingin Ara dengar, ia ingin Yuno mempertahankannya. Ia juga masih ingin bertahan, enggak ada keraguan lagi. Kalau pun nantinya Jeff akan kembali, Ara masih akan selalu bisa memakluminya. Ia akan selalu menunggu Yuno kembali padanya.

“Um,” Ara mengangguk. “Kamu selalu jadi rumah buat aku pulang, Mas.”

“Sayang?”

“Hm?”

“Kalau suatu hari aku enggak pulang ke rumah, apa kamu tetap mau nunggu aku pulang?” tanya Yuno, ini adalah salah satu kesepakatan yang ia dan Jeff buat.

“Aku dan Hana selalu nunggu kamu pulang, seberapa lamanya kamu pergi. Tapi tolong janji kamu harus pulang dalam keadaan baik-baik aja ya, pulang sebagai diri kamu sendiri.”

Yuno mengangguk, ia beringsut membawa Ara ke dalam dekapannya. Mencium pucuk kepala wanita yang menjadi cinta pertama dan terakhir di hidupnya.

“Papa Ibu!!!” pekik Hana, anak itu berlari meninggalkan layanannya yang terbang di tiup angin.

Teriakan Hana itu membuat Yuno dan Ara melepaskan pelukan mereka dan bergantian memeluk Hana, hari itu di bawah matahari terbenam dan deburan ombak. Yuno dan Ara memutuskan untuk memulai kembali perjalanan mereka, seberapa sulitnya hal yang ia akan hadapi nanti, Ara memutuskan untuk tetap bertahan.


2 tahun kemudian

Ara melajukan mobilnya membelah Jakarta sore itu yang agak sedikit padat, mobil-mobil di depannya berjalan lambat untuk tetap sampai ke tujuan mereka, ia sudah kembali bekerja sejak 1 tahun yang lalu. Tidak ada yang berubah di rumah tangganya dan Yuno selama 2 tahun belakangan ini, Yuno masih bekerja di rumah sakit milik Papa nya sampai saat ini. Tahun depan, Yuno rencananya mau membuka klinik sendiri.

Masih ada beberapa hal yang harus ia urus dulu untuk membuka kliniknya sendiri, ngomong-ngomong soal studinya, Yuno memutuskan untuk fokus pada karir sebagai dokter umum lebih dulu. Papa juga menyetujui Yuno untuk menunda studinya, Papa udah enggak mau atur hidup Yuno lagi.

Papa bilang, Yuno sudah menjadi anak yang baik untuknya. jadi saat ini Yuno boleh melakukan apa saja yang ia mau. Saat mobilnya sedang terjebak di kemacetan, Ara menoleh ke arah gantungan yang ada di mobilnya.

Fotonya dengan Yuno dan Hana saat mereka di taman bermain 2 tahun yang lalu, Ara tersenyum. Anak itu sekarang ini sudah masuk sekolah dasar, Hana semakin dewasa. Putri kecilnya itu bahkan sudah bertekad untuk meneruskan profesi Yuno sebagai seorang dokter.

Baik Yuno maupun Ara, mereka enggak pernah memaksa Hana untuk menjadi dokter. Hana yang menginginkannya sendiri, menurutnya menjadi seorang dokter itu adalah pekerjaan yang keren dan mulia. Apalagi saat Hana melihat Yuno bekerja di rumah sakit, Yuno benar-benar di cintai oleh pasien-pasien dan rekannya saat ini.

Bicara soal Yuno, Ara jadi merindukan laki-laki itu. Sudah terhitung 2 minggu ini Yuno enggak pulang, Ara tahu kemana laki-laki itu pergi. Dan Ara membiarkannya, karena ini untuk pertama kalinya Yuno tidak pulang ke rumah lagi sejak 2 tahun yang lalu.

Mobil yang ia kendarai akhirnya sampai di kompleks perumahan nya, saat Ara akan memarkirkan mobilnya di pekarangan rumahnya. Sudah ada mobil milik Yuno di sana, sungguh senyum di wajahnya langsung cerah begitu mengetahui Suaminya itu pulang.

Ara langsung bergegas masuk, kebetulan di meja makan ada Budhe Ani dan Mbak Ulfa yang sedang bersih-bersih. Jadi Ara tanya pada mereka lebih dulu apakah Suaminya benar-benar pulang.

“Budhe, Bapak pulang?” tanya Ara.

“Iya, Buk. Bapak juga nanyain Ibu.”

“Sekarang dimana?”

“Di atas, Buk. Tadi habis anterin Kakak ke tempat bimbelnya, langsung naik ke atas, Buk.”

Ara mengangguk, “yaudah, makasih yah, Budhe.”

Ara langsung menaiki tangga ke lantai 2 rumahnya, begitu ia masuk ke dalam kamar. Suaminya itu ada di balkon kamar mereka ternyata, sedang menikmati matahari sore hari itu.

“Mas?” panggil Ara.

Saat Yuno berbalik badan, senyum di wajah Ara semakin mengembang. Apalagi saat Yuno merentangkan tangannya menyuruh Ara untuk berlari ke pelukannya. Dan tanpa menunggu lama, Ara langsung berlari ke pelukan Yuno. Memeluk Suaminya dan menumpahkan segala rindu yang ia tahan selama 2 minggu tidak bertemu.

“Aku kangen kamu, Mas.” ucap Ara, ia banyak-banyak menghirup aroma tubuh Yuno yang sangat candu baginya.

“Baik-baik aja di rumah kan?”

Ara mengangguk.

Yuno pernah bilang ke Ara, jika suatu hari nanti dia enggak pulang ke rumah mereka. Itu artinya Jeff sedang menguasainya lagi, Yuno dan Jeff membuat kesepakatan itu. Yuno bilang pada Jeff jika sedang menguasainya, Jeff tidak boleh pulang ke rumahnya.

Maka dari itu, Jeff akan pulang ke apartemen milik Yuno yang tidak jauh dari rumah sakit. Jeff benar-benar menepati janjinya untuk tidak menemui Ara dan Hana lagi, itu semua Jeff lakukan untuk menebus semua rasa bersalahnya karena sudah menyakiti Ara dan Hana serta membuat Nathan pergi.

Jika sedang menguasainya, Jeff akan selalu mampir ke makam Nathan setiap ia pulang bekerja. Di rumah sakit, Jeff juga enggak banyak bicara. ini agar tidak ada orang yang mengetahui jika Yuno memiliki alter ego karena cara berbicara mereka sangatlah berbeda.

Meski rasanya Jeff juga merindukan Ara tapi ia lebih baik tidak menunjukan dirinya di depan wanita itu, Jeff hanya melihat foto-foto Ara di ponsel Yuno. Kemudian akan merasa lega mengetahui wanita yang juga ia cintai itu baik-baik saja.

Sore itu, Yuno dan Ara menikmati matahari terbenam di balkon rumah mereka sembari bercerita dan menikmati secangkir teh. Yuno bahkan enggak melepaskan pelukannya di pinggang ramping Istrinya itu, ia ingin menebus waktu-waktu saat tidak bisa memeluk wanitanya.

“Mas?”

“Hm?”

Ara menarik nafasnya, tangan Yuno yang berada di atas perutnya itu. Ia usap, Ara juga mengusap-usap cincin nikah mereka yang melingkar di jari manis Yuno, ia ingin menanyakan Jeff. Ia juga ingin tahu kabar laki-laki itu bagaimana, mungkin sulit melupakan kejadian 2 tahun lalu di hidupnya. Namun Ara sudah memaafkan laki-laki itu.

Apalagi jika mengingat sorot mata kesedihan dan penyesalan saat yang terakhir Ara lihat. Apa Jeff saat ini baik-baik saja? Ngomong-ngomong, Jeff muncul memang karena Yuno membiarkannya datang, Yuno juga ingin tahu kabar Jeff. Selama 2 tahun ini Yuno tidak membiarkan Jeff muncul dan Jeff juga tidak memaksa Yuno untuk itu.

Jeff lebih mudah di kendalikan sekarang, biarpun sikap dingin dan emosinya memang susah untuk hilang.

“Mau ngomong apa sih?” Yuno mengecup pipi Ara dari belakang, kemudian kembali mengeratkan pelukannya lagi.

“Jeff, gimana kabarnya Mas?”

Yuno tersenyum, Ara masih perduli pada alter ego nya itu. Yuno agak sedikit lega, setidaknya Ara tidak menyimpan dendam apa-apa pada Jeff meski mungkin memaafkan Jeff masih terlalu sulit untuknya, Pikir Yuno.

“Dia baik-baik aja, sangat baik-baik aja.”

Ara mengangguk, “syukur deh. Aku lega dengarnya.”

“Sayang?”

“Ya?”

“Jeff titip sesuatu yang dia buat sendiri ke aku, untuk kamu. Tapi aku agak sedikit—” Yuno menarik nafasnya dengan kasar. “Cemburu,” cicitnya.

what?” Ara terkekeh, ia melepaskan pelukan Suaminya itu dan menghadap ke arahnya. “why? dia titip apa ke kamu?”

“Karena dia lebih suka bikin sesuatu untuk kamu, dan semua buatanya bagus. Sedangkan aku cuma bisa beli. Tangan aku kayanya lebih pandai ngerusak deh.” Yuno terkekeh.

Yuno kemudian merogoh saku celana yang ia pakai dan mengeluarkan kotak berudu merah di sana. Seperti sebuah kotak perhiasan, mungkin sebuah kalung atau gelang, pikir Ara.

“Ini apa?” tanya Ara.

“Enggak tahu, aku gak di bolehin buka karena kata dia itu bukan buatku.”

Ara terkekeh, Suaminya itu benar-benar cemburu. “Aku buka yah?”

Yuno mengangguk.

Begitu Ara membukanya, ternyata Jeff memberinya hadiah sebuah kalung cantik dengan pendant sebuah resin art yang di dalamnya ada bunga dandelion dan insial namanya. Sebuah kalung yang sangat cantik pikirnya, dan Jeff bilang membuatnya sendiri.

Ara tahu, Jeff itu terampil sekali. Laki-laki itu pandai membuat sesuatu sendiri. Seperti Jeff bisa melakukan pottery untuk membuat mug dan piring-piring lucu, bisa membuat enchanted rose, melukis dan menyulam. Jeff banyak mempelajari hal-hal itu dengan cepat.

Berbeda dengan Yuno yang enggak terampil melakukan hal-hal seperti itu, Yuno lebih pandai memasak dan menyembuhkan pasiennya dari pada membuat kerajinan tangan. Tangan Yuno enggak seterampil itu, bahkan untuk memasang lemari kayu sendiri aja ia kesulitan dan berakhir memanggil tukang.

“Dandelion, punya makna mendalam sama kehidupan. Mungkin itu yang Jeff gambarin dari kamu.”

Entah kenapa sore itu Ara sedikit sensitif, matanya berkaca-kaca saat ia melihat kalung yang di berikan Jeff untuknya.

“Kenapa aku jadi nangis yah?” keluh Ara, dia mengusap kedua matanya dan terkekeh.

“Mau aku pakein sayang?”

Ara mengangguk dengan cepat, memberikan kalung itu pada Yuno dan membawa rambutnya ke depan dadanya agar tidak menghalangi Yuno untuk memakaikan kalungnya nanti. Saat kalung itu sudah terpasang, Ara berkaca pada pintu kaca yang memisahkan antara kamarnya dan balkon. Dan kalung buatan Jeff benar-benar cantik di leher jenjangnya.

“Cantik,” ucap Ara.

“Dia bilang dia akan terus tepati janjinya sama kamu, buat enggak muncul lagi di depan kamu, sayang. Aku harap itu lebih baik.”

“Mas?”

“Hm?”

“Ini untuk pertama kalinya Jeff muncul lagi, waktu di hari pertama kamu enggak pulang. Aku sempat takut, takut kalau kamu enggak akan pulang ke rumah sebagai diri kamu sendiri. Aku takut Jeff ambil alih diri kamu seluruhnya, tapi aku nyesel banget mikir gitu karena ternyata Jeff benar-benar menepati janjinya.”

Ara memang mengkhawatirkan hal itu, karena ada beberapa kasus alter yang mengubur karakter asli seseorang dan tidak membiarkan karakter asli itu muncul, dengan kata lain tubuh nya justru di kuasai oleh alter nya saja. Dan Ara enggak ingin itu terjadi, tapi siapa sangka justru Jeff kini jauh lebih baik dan terkendali.

“Jeff masih merasa bersalah sama kamu, dia bilang dia akan selalu ingat hal itu sebagai hukuman untuk dirinya sendiri. Jeff cerita ke aku, kalau selama dia ngambil alih aku, dia gak pernah absen ke makam Nathan.”

Ara mengangguk, selain ingin mendengar kabar Jeff dari Suaminya. Ara juga punya kejutan untuk Yuno, hadiah yang Ara sangat ingin memberitahunya pada Yuno langsung.

“ah, iya, Mas. Aku punya sesuatu buat kamu.”

“Apa?” Yuno mengerutkan keningnya.

“Tunggu sebentar yah.” Ara masuk ke dalam kamar mereka, ia mengambil hadiah untuk Yuno itu di laci meja riasnya dan kemudian kembali lagi ke balkon.“Tutup mata kamu.”

“Sayang, hadiah apa sih? Aku pake nutup mata segala,” protesnya.

“Udah ih, tutup mata aja.”

“Yaudah-yaudah.” Yuno pasrah, ia menutup matanya dan membiarkan Ara mengambil tangannya dan meletakan sesuatu di atas telapak tangannya.

“Sekarang, buka mata kamu deh.”

Begitu Yuno membuka kedua matanya, senyum di wajah tampannya itu langsung muncul. Saking senang dan suka nya dengan hadiah itu, bahkan Yuno sampai enggak bisa berkata-kata lagi.

“Sayang ini beneran?” tanya Yuno tidak percaya dengan apa yang baru saja Ara berikan.

Ara mengangguk, “udah masuk 8 minggu.”

Saking senangnya, Yuno sampai menitihkan air matanya dan menarik Ara ke dalam pelukannya. Ya, Ara hamil. Dan usia kandungannya sudah 8 minggu, waktu tahu ia hamil, Ara ingin sekali memberi tahu pada Yuno namun saat itu Jeff sedang mengambil alih Suaminya. Jadilah hari ini Ara baru memberi tahu Yuno.

“Sayang.. Aku bahagia banget, aduh aku sampai nangis gini.” Yuno mengusap matanya, ini benar-benar tangisan kebahagiaanya.

“Utututu sini aku elapin air matanya,” Ara mengusap wajah Yuno yang basah dengan air matanya itu.

“Sayang, i'm the happiest husband ever,” Yuno mengecup kening Ara.

no, i'm the happiest wife ever.” Ara tersenyum bahagia.

Keduanya terkekeh.

“Kakak udah tahu kalau mau punya Adik lagi?”

Ara menggeleng, “kamu yang pertama tahu.”

Yuno tersenyum, ia melayangkan satu kecupan singkat di bibir Istrinya itu. Sekarang kebahagiaan mereka telah lengkap, mungkin enggak akan selamanya selalu bahagia. Tapi setidaknya keduanya sudah berjanji akan tetap bersama saat suatu hari badai menerpa lagi, mereka akan melaluinya bersama sampai hari kembali cerah.

Dan kebahagiaan ini telah lengkap setelah Yuno mengetahui Ara mengandung lagi, anak ketiga mereka yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan.

selesai

Tangisan dari suara bayi di box bayi sebelah Yuno itu membuat Yuno mengerjapkan matanya, rasanya baru 1 jam yang lalu ia tidur dan sekarang ia harus kembali terbangun karena suara tangisan anaknya itu.

Yuno melihat ke ranjang tempat sebelah Istrinya itu tidur, namun Ara tidak ada di sana dan itu membuat Yuno harus kembali bangun dan menggendong si bungsu itu.

“Aksara, Haus yah sayang?” Yuno menimang-nimang anaknya itu. Ketika sudah berada di gendongan nya, anaknya yang bernama Aksara Kalundra putra Wijaya itu berhenti menangis.

Ia malah melihat wajah Ayahnya yang tersenyum menatapnya, tidak lama kemudian pintu kamarnya terbuka. Menampak Ara yang masuk sembari menggendong Askara.

“Bu, Aksa nangis nih. Kayanya dia haus deh, kamu susuin dulu yah. Sini gantian aku yang jagain Aska,” ucap Yuno.

Ara mengangguk, ia menidurkan Askara di ranjang mereka dan bergantian menggendong Aksara untuk kemudian ia susui. 1 bulan yang lalu, Ara melahirkan anak kembar laki-laki. Yang Yuno dan Ara beri nama Askara Kanaka Putra Wijaya dan Aksara Kalundra Putra Wijaya.

Aksara lahir lebih dulu 7 menit dari pada Askara. Dan proses melahirkan keduanya waktu itu begitu haru, apalagi saat Yuno menemani Ara di ruang bersalin. Itu untuk pertama kalinya Yuno melihat Istrinya berjuang melahirkan buah cinta mereka.

“Ngantuk yah?” tanya Yuno, dia melihat Ara menyusui Aksara sembari bersandar di head board ranjang mereka dengan mata terpejam.

“Banget, Mas. Tadi aku habis gantiin celana nya Askara karena dia pup.”

Yuno tersenyum, tangannya yang lain mengusap wajah Istrinya itu dan mengecup nya singkat. Sungguh, Yuno berani bersumpah jika ia tidak akan pernah menyakiti Istrinya.

Yuno sudah melihat Ara bertaruh nyawa dan mengorbankan banyak hal demi anak-anak mereka. Dan Yuno ingin selalu memastikan jika Ara akan lebih banyak bahagia dengannya, ya. Yuno akan selalu memastikan itu.

“Besok pagi mau massage sayang? Biar pegal-pegal nya hilang?”

Ara menghela nafasnya pelan, tubuhnya memang lelah dan pegal karena mengurus si kembar walau Yuno banyak membantunya, tapi tetap saja mereka harus berbagi perhatian pada Hana. Apalagi si kembar yang sering bangun tengah malam dan masih menyusu pada Ara.

“Nanti yang jagain si kembar siapa?” tanya Ara.

“Aku lah, aku kan Papa nya.”

“Ihh.. Mas.” Ara mencubit pipi Suaminya itu dengan gemas.

“Kamu massage di rumah aja, nanti aku panggil orangnya ke rumah. Besok kan Mama sama Bunda mau ke sini juga, aku gak tega liat kamu pegal-pegal begini. Pasti capek kan sayang?”

Ara mengangguk, “kamu gak capek emangnya? Kan kamu juga ikut jagain.”

“Capek, tapi aku tau kamu pasti lebih capek karena kamu udah bawa-bawa mereka selama 9 bulan, terus nyusuin mereka juga. Hormon kamu tuh pasti berantakan banget, aku gak mau kamu kena baby blues.

Setelah kedua anak mereka tertidur, sembari menunggu mata mereka kembali mengantuk, Yuno memijat-mijat lengan Istrinya itu yang bersandar di dadanya. Mata keduanya tak luput dari si kembar yang sedang pulas di dalam box bayi sebelah ranjang mereka.

“Sayang?”

“Hm?”

“Makasih yah.”

“Untuk?”

for everything, untuk sayang sama aku, bertahan sama aku, anak-anak yang lucu dan untuk segala kesabaran kamu.” Yuno menciumi pucuk kepala Istrinya itu, setiap pagi yang selalu Yuno ucapkan setelah bangun tidur adalah rasa syukur yang tiada hentinya karena semesta telah menemukanya dengan Ara. Wanita yang paling mengertinya, memberikanya bahagia, keluarga dan tempatnya mengadu.

“Makasi juga, Mas. Karena gak pernah menyerah sama diri kamu sendiri. Dan menjadi Suami sekaligus Ayah yang baik.”

Yuno tahu kalau kedepannya mungkin tidak akan hanya ada bahagia saja, tapi ia dan Ara akan selalu menemukan alasan-alasan untuk mereka tetap bertahan.

we are going to last, selamanya hanya kamu yang jadi pertama dan terakhir buat aku, dan akan selalu aku pastikan. i still wake up every morning and the first thing i want to do is see your face.” ucap Yuno.

Ara mengangguk kecil, ngomong-ngomong ia jadi lupa ingin memberi tahu Suaminya sesuatu tentang kabar bahagia dari Julian.

“Mas, minggu depan kamu praktek gak?” tanya Ara.

“Kenapa hm?”

“Kita ada undangan pernikahan loh. Julian sama Vera.”

Ngomong-ngomong, Julian sama Vera temannya Shanin itu akhirnya menikah. Shanin yang mengenalkan Vera pada Julian, dan kebetulan juga kantor tempat Julian bekerja itu sedang mengadakan proyek bersama dengan kantor tempat Vera bekerja. Jadi lah mereka semakin dekat sampai akhirnya menjalin hubungan dan memutuskan untuk menikah.

Ara lega banget dengarnya, Julian laki-laki baik menurutnya, dan Julian pantas mendapatkan wanita yang juga baik untuknya. Dan Ara lega, akhirnya Julian bisa melupakannya dan mengubur perasaanya untuk Ara.

“Kayanya kosong, Sayang. Minggu juga kan? Kalo pun ada mungkin aku jaga malam kayanya. Bisa kok, nanti kita ke acaranya bareng yah.”

Dering dari ponsel yang ia letakkan di dashboard itu menyita perhatiannya, di angkatnya telfon itu dari earphone yang masih terpasang di telinganya. Wanita itu tersenyum, mendengar suara gadis kecil di sebrang sana yang tampak riuh.

IBUUUU!!

“Ya, Kak?” Ara tersenyum, membayangkan bagaimana wajah anak sulung nya itu di kepalanya.

Kakak udah di jemput sama Om Reno, Ibu dimana? Adek udah nanyain Ibu nih.

“Ibu lagi ada urusan sebentar, sekalian mau ambil birthday cake dulu untuk Askara sama Aksara”

“Hmm oke deh, Buk. Hati-hati yah, Buk.” daaahhh Ibu.” tidak lama kemudian sambungan telfon itu di putus sepihak oleh si sulungnya. Dan itu membuat senyum Ara mengembang sekaligus menggeleng kepalanya.

Mobil yang ia kendarai itu ia parkirkan di sebuah toko cake and bakery langganannya. sebelum turun, Ara mengambil payung hitam dulu yang selalu ia taruh di kursi belakang mobilnya. Hari ini Jakarta di guyur hujan dari pagi hingga sore hari, cuaca juga semakin dingin. Namun itu tidak membuat wanita 32 tahun itu mengurungkan niat nya untuk mengunjungi makam Nathan.

Hari ini adalah hari ulang tahun Nathan, sekaligus hari ulang tahun anak kembarnya. Aksara dan Askara Dan ini untuk pertama kalinya Ara membelikan birthday Cake untuk Nathan, ia ingin mengingat hari lahir nya dulu meski Nathan sudah tidak ada di dunia ini.

Kadang, Ara merasa bersalah setiap kali ia merayakan hari ulang tahun si kembar dengan membelikan hadiah, di sisi lain. Nathan tidak pernah Ara belikan hadiah apapun, ah tidak. Bahkan pelukan pun Ara tidak bisa memberikannya.

Maka dari itu, untuk hari ini saja ia ingin mengingat hari lahir anak itu. Ingin membelikan birthday cake untuknya, meski nanti cake itu akan ia bagikan ke anak-anak yang ia temui di jalan, mendoakannya, dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk putra kecilnya itu.

“2 birthday cake nya atas nama Ibu Arumi, ada lagi pesanannya?” tanya seorang kasir pada Ara yang hendak membayar pesanannya.

“Sekalian lilin nya deh, Mbak. Yang angka 4 yah.”

Kasir itu mengambil lilin berangka 4 yang memang ada di etalase tidak jauh dari meja kasir, setelah membayar 2 birthday cake pesanannya. Ara kembali melanjutkan mobilnya membelah padatnya jalanan Jakarta sore itu, meski di luar ramai dengan klakson kendaraan. Namun hening tercipta di dalam mobilnya karna ia sendirian. Ara benci hening, jadi sembari menunggu padatnya lampu merah. Ia nyalakan radio yang sedang membahas perkiraan cuaca esok pagi.

Bibir mungilnya bersenandung, menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini selalu terngiang di kepalanya. Begitu perlahan mobil-mobil hendak berjalan maju, Ara kembali melajukan mobilnya hingga kini ia tiba di sebuah taman pemakaman.

Sembari menenteng birthday cake di tangannya dan memegangi payung, Ara berjalan perlahan-lahan melewati satu per satu blok pemakaman demi sampai di makam kecil yang ia rindukan. Namun begitu sudah sampai di sana, kakinya berhenti. Ia mengurungkan niatnya untuk mendekat ke arah makam Nathan ketika melihat punggung lebar yang sangat ia kenalin.

Seorang pria tengah berjongkok di makam Nathan, pria yang sudah 2 minggu tidak ia lihat itu nampak rapih dengan jaket kulit hitam, celana jeans dan kacamata hitam. Nampak nyentrik untuk sekedar ke pemakaman, pria itu membiarkan gerimis membasahi rambut yang sudah ia tata sedemikian rupa.

Seolah tetesan air hujan bukan masalah baginya, setelah mencabuti beberapa rumput yang nampak menganggu. Pria itu mengadakan tangannya, seperti sedang berdoa dan kemudian berdiri dari sana setelah mengusap nisan bertuliskan nama Nathan disana.

Awalnya Ara ingin menghindar, namun gerakan pria itu cukup cepat hingga kini kedua mata mereka bertemu. Tak hanya Ara yang terkejut akan pertemuan itu, tapi si pria juga. Beberapa detik keduanya saling berdiam di tempat masing-masing, seperti saling mencoba berkomunikasi hanya dengan tatapan itu. Sampai akhirnya, kaki pria itu duluan lah yang melangkah lebih dulu maju ke arah Ara.

Pria itu menunduk, Jeff rasanya tidak punya muka hanya untuk sekedar bertemu wanita yang ia cintainya itu. Kalau di tanya bagaimana perasaanya saat ini, maka Jeff akan menjawab ia senang. Ia senang bisa bertemu Ara lagi dan memastikan jika wanita itu hidup dengan baik setelah badai 4 tahun lalu.

Ara pikir Jeff akan sekedar menyapanya ketika semakin dekat jarak di antara mereka, namun siapa sangka, Pria itu justru melewati Ara begitu saja bahkan menatapnya pun tidak, seolah-olah memang mereka tidak kenal satu sama lain, hal itu lantas membuat Ara membalikan badan ke arah Jeff yang kini semakin menjauh darinya.

“Nathan..” ucap Ara tertahan, ia ragu untuk mengatakan hal itu. Namun, Ara pikir harus ada hal yang harus ia selesaikan dengan Jeff.

Ucapannya itu berhasil menghentikan langkah kaki Jeff, pria itu berhenti di tempatnya tanpa menoleh ke arah Ara. Kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung nya itu membuat dirinya seperti nampak angkuh, tapi jauh dari kata itu. Jeff hanya menutupi kerapuhan dirinya.

“Nathan anak kita..” lanjutnya, membuat Jeff mengepalkan tangannya.

apa dia bilang? Anak kita?

“Kamu, gak mau ngerayain ulang tahunnya?”

Jeff masih diam, kepalanya masih berusaha mencerna kata-kata Ara barusan. Bohong jika Ara tidak mengenalinya sebagai Jeff alih-alih Yuno.

Merayakan ulang tahun? Benarkah? Bahkan bayi itu belum sempat melihat kedua orang tua nya, ulang tahunnya juga bertepatan dengan hari kepergiannya. Apa wanita itu mau merayakan hari menyakitkan itu? Tiba-tiba saja? Kenapa? Pikir Jeff berkecamuk.

“Jeff.. Aku tau, malam itu kamu.”

Jeff agak sedikit kaget, ia sama sekali tidak menyangka jika malam itu Ara menyadarinya. Maksudnya, kenapa wanita itu tidak memintanya untuk berhenti? Bukanya Ara membencinya? Pikir Jeff semakin tidak karuan, namun ia masih enggan untuk berbalik badan. Pergi pun rasanya kakinya sudah terlanjur lemas, rasanya enggak pernah ia merasa bertingkah sebodoh ini.

“Jeff. Biarin hari ini aja, kita ada di hari lahir nya Nathan.”

Belum sempat Jeff menjawab, tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit. Seperti ada suara-suara yang menyuruhnya untuk pergi dari sana, Jeff menoleh. Ia masih melihat Ara berdiri di belakangnya, wajah cantik itu melihatnya tanpa senyum, Jeff ingin sekali mengabulkan permintaan itu.

Namun sebagian diri nya yang lain menghalanginya. jadi, Demi tetap menepati janjinya, Jeff menggeleng. kemudian berlari dari sana meninggalkan Ara, membuat wanita itu tampak bingung melihat Jeff berlari sembari memegangi kepalanya.

Ara ingin mengejar, namun dering di ponselnya kembali terdengar. Menampakan nama Reno di sana yang mengirimkan pesan singkat untuk menyuruhnya segera datang ke pesta ulang tahun si kembar. Akhirnya, Ara buru-buru melangkah ke makam Nathan,

Makam Nathan sangat terurus, rumput hijau yang tidak pernah tinggi dengan bunga kamboja yang tumbuh di atasnya, tak lupa. Selalu ada bunga mawar di sana yang selalu Jeff tinggalkan setiap kali ia berkunjung. Ara berjongkok disana, mengusap nisan bertulisan nama anaknya disana dan tersenyum. Oh iya, fotonya dengan Yuno dan Hana masih ada di sana, lengkap dengan bingkai. Di sebelahnya ada foto Aksara dan Askara juga.

“Nathan, ini Ibu.”

Setiap kali ke makam Nathan, perasaan Ara selalu bercampur aduk, masih ada penyesalan baginya karna tidak bisa melindungi putra kecilnya itu.

“Selamat hari lahir nya Nathan, sayang. Ibu bawain kue buat kamu. Nanti kita bagi-bagi ke teman-teman di jalan yah.”

Ngomong-ngomong soal Yuno, laki-laki itu sudah 2 minggu tidak pulang ke rumah. Ara cukup tahu dimana suaminya itu, Yuno switching karena akhir-akhir ini sedang tertekan karena urusannya di rumah sakit, Papa meminta Yuno untuk belajar banyak hal tentang rumah sakit sebelum 2 tahun lagi ia siap menggantikan Papanya.

Papa memang sudah banyak berubah, tidak terlalu terlihat menuntut Yuno walau hal yang di sebut permintaan itu tetap terdengar seperti tuntutan yang harus Yuno penuhi sebagai anak satu-satunya di keluarga.

“Tadi Papa ke sini yah? Maaf yah, Ibu sama Papa datangnya gak bareng.” gumam nya, Ara membuka birthday cake yang ia pesan dan menunjukannya pada Nathan meski ia tahu ini agak sedikit konyol ia tahu itu, tapi biarkan kali ini saja ia ingin merasa adil untuk Nathan meski anak itu tidak ada.

“Ibu nyanyiin lagu untuk Nathan yah?” Ara menaruh birthday cake itu di atas makam Nathan, kemudian bernyanyi dengan suara pelan nyaris berbisik disana. Sebuah lagu ulang tahun untuk putra yang tidak pernah ia peluk seumur hidupnya.

“Happy birthday Nathan, happy birthday Nathan. Happy birthday happy birthday, happy birthday—”

“Nathan..”

Mendengar seseorang menyahutinya dari belakang, Ara menoleh. Ia tidak menyangka jika seseorang yang berdiri di belakang sana itu adalah Jeff. Ara buru-buru berdiri, pria itu tersenyum samar dan membuka kacamatanya, Nafasnya sedikit tersengal-sengal seperti orang habis berlari.

“Jeff?” gumam Ara.

Jeff mendekat ke arah Ara, mengambil alih payung yang wanita itu pegang. Ara agak sedikit tidak menyangka kalau Jeff akan kembali lagi. laki-laki hanya diam, namun ia kembali berjongkok tanpa mengucapkan kata sedikit pun.

“kamu udah ngucapin happy birthday ke Nathan?” tanya Ara yang memecahkan hening di antara mereka.

Jeff hanya mengangguk, kemudian kepalanya beralih menatap Ara dan tersenyum samar. “apa kabar?” lanjutnya.

“baik, kamu?”

Jeff tidak menjawab lagi, ia hanya mengangguk kecil tapi bisa Ara simpulkan jika anggukan itu menunjukan jika Jeff baik-baik saja ya Ara harap seerti itu. keduanya hanya sempat menyanyikan lagu ulang tahun bersama, sampai akhirnya Ara mengajak Jeff untuk ke mobilnya lebih dulu.

Ara merasa harus ada yang di bicarakan oleh laki-laki itu. Ara sengaja tidak mengajak Jeff ke cafe karena ia butuh ketenangan untuk bicara banyak hal dengan laki-laki itu. Dan di dalam mobil rasanya begitu tepat meski kini keduanya merasa sangat amat canggung.

“Makasih ya, Jeff.” lagi-lagi Ara yang memecahkan hening di antara mereka, sejak bertemu Jeff lagi, laki-laki itu jadi agak sedikit pendiam, atau ini hanya perasaanya saja? pikir Ara.

“Untuk?” laki-laki itu menoleh, keningnya berkerut bingung.

Ara tersenyum, menunjukan kalung dengan pendant yang pernah Jeff buat untuknya dari balik kerah kemeja yang ia gunakan. selain itu, Ara juga menunjukan beberapa gantungan kunci dengan bentuk resin art yang pernah Jeff buat dan berikan melalui perantara Yuno.

“Untuk karya-karya indah yang kamu buat.”

“Aku pikir kamu buang,” Jeff terkekeh, namun telinga laki-laki itu memerah. tidak jauh beda dengan Yuno respon tubuh keduanya sama, telinga nya akan memerah jika merasa malu.

“Aku gak sejahat itu Jeff.”

“Hm, kamu selalu baik. Biar yang ambil peran jahat itu aku.”

Ara hanya tersenyum kecil, ia tahu Jeff hanya bercanda meski tidak benar-benar mengenal laki-laki itu. Tapi wajah Jeff tersenyum ketika mengatakannya. Jeff membuang pandanganya ke jendela mobil yang menampakan pemandangan hujan di baliknya. terlalu gugup rasanya berbicara dengan wanita yang ada di sebelahnya.

Jeff tahu Ara merasa canggung, namun ia merasa sangat nyaman. Meski Ara tidak mengajaknya berbicara sekalipun, Jeff tetap merasa nyaman. Seperti ia bisa mendapatkan ketenangan berada di dekat wanita itu saja, apa memang jatuh cinta seindah ini? Namun Jeff tetaplah Jeff, ia harus sadar akan posisinya saat ini dan siapa dia.

“Jeff?”

laki-laki itu menoleh.

“Gak ada yang mau kamu bicarain sama aku?” tanya Ara, mungkin saja banyak hal yang ingin Jeff bicarakan. Karna selama Jeff memberi banyak hadiah untuknya, tidak satupun Jeff memberikannya surat. Ara padahal berharap Jeff mengatakan sesuatu saat memberikan apa yang ia buat untuknnya.

Jeff menghela nafasnya pelan, ia kemudian menggeleng kecil. kalau boleh jujur ada banyak kata yang tertahan di mulut Jeff untuk ia ungkapkan pada wanita itu, tapi Jeff terlalu takut kata-katanya akan berakhir menyakitkan hati Ara lagi.

“Enggak, kamu mau ngomong apa? tadi katanya mau ada yang di bicarain?”

Ditanya seperti itu, Ara justru terdiam sebentar. ia jadi bingung harus memulai obrolan dari mana dulu. karna rasanya ada begitu banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan Jeff.

“Jeff, maaf karena aku pernah mukul kamu.” Ara pikir itu adalah hal pertama yang harus ia bicarakan, Ara masih suka merasa bersalah jika mengiangat ia pernah memukul Jeff.

Seumur hidupnya, Jeff lah orang pertama yang ia tampar seperti itu. Jika ingat kejadian itu, ia merasa seperti orang jahat. Makanya Ara merasa dia harus meminta maaf sama perbuatannya itu.

“Aku rasa aku pantas dapat itu, kamu gak perlu minta maaf, Ra.” Jeff pikir tamparan Ara waktu itu enggak seberapa di bandingkan dengan apa yang pernah Jeff perbuat ke Ara.

“Aku masih merasa bersalah aja kalau ingat itu.”

“um..”

“Dan.. ada lagi”

“apa?”

Ara menarik nafasnya dalam, “aku udah maafin kamu, Jeff.”

Kata-kata itu berhasil membuat hati Jeff terenyuh. setelah beberapa tahun belakangan ini Jeff selalu berpikir Ara tidak akan memaafkannya, akhirnya ia mendapatkan jawaban jika wanita itu memaafkannya. tapi kenapa? rasanya Jeff bahkan enggak pantas mendapatkan maaf dari Ara setelah apa yang selama ini dia perbuat.

“Kenapa?”

“Hm?” Ara bingung.

“Iya, kenapa kamu memutuskan buat maafin aku?”

Sempat ada jeda sebentar di antara mereka, sampai-sampai yang terdengar disana hanya deru mobil dan suara hujan yang semakin deras dari luar.

“Mungkin karena aku udah berdamai sama masa lalu, dan demi Nathan juga.”

“Um, Nathan.” Jeff mengangguk “Kamu tau malam itu aku, Ra?” lanjutnya.

Jeff menoleh ke wanita yang berada di sebelahnya, dan Ara hanya menjawabnya dengan anggukan kecil. hal itu cukup membuat Jeff terkejut jika kenyataanya selama ini Ara tahu jika malam itu benar-benar dirinya alih-alih Yuno. tapi kenapa Ara tidak mencoba untuk menghentikannya?

“Kenapa kamu gak berusaha mencegah aku?”

Ara terkekeh pelan, ia menarik nafasnya pelan dengan mimik wajah yang terlihat tenang. ini mungkin saatnya untuk jujur tentang rencana nya membuat Jeff mencintainya juga sama hal nya seperti Yuno.

“Jeff, boleh aku jujur sesuatu?” tanya Ara sebelum ia menjelaskan apa yang ada di pikirannya saat itu, hal ini mungkin agak sedikit mencubit Jeff nantinya.

sure.

“Aku memang belum bisa menerima kamu waktu itu, aku tau aku bodoh Jeff. Aku seorang psikolog yang masih belum terima sisi lain dari diri Suami aku sendiri, aku pernah berpikir pengen buat kamu setidaknya menerima aku di hidup Mas Yuno, syukur-syukur kamu bisa cinta aku kaya Mas Yuno cinta sama aku. Makanya malam itu aku enggak berusaha nahan kamu.”

Ah, jadi itu alasannya? Dan sepertinya Ara berhasil. Meski penjelasannya itu membuat Jeff agak sedikit tertampar, namun Jeff menghargai kejujuran Ara. Ia tidak marah.

“Dan kamu berhasil.”

“Um?” Ara menaikkan satu alisnya.

“Bikin aku cinta sama kamu, meski cara aku utarain itu gak semanis Yuno, walau perlakuan aku juga sering kasar ke kamu. Aku cuma bingung harus bagaimana cara kasih tau kamu. Terlalu banyak cemburu dan ego yang aku punya, buat bisa milikin kamu sepenuhnya.”

Tidak ada sahutan dari Ara, ia bingung harus merespon ucapan Jeff seperti apa. Otaknya terasa beku, itu memang wajah Yuno namun suara mereka berbeda, rasanya Ara seperti sedang mendapatkan pengakuan cinta dari laki-laki lain. Tidak lama kemudian, dering dari ponsel Yuno yang ada di saku jaket yang Jeff pakai itu berbunyi.

Mencairkan suasana di antara keduanya, Jeff memeriksa ponsel itu, ia sepertinya harus segera pergi karena saat ini rumah sakit membutuhkannya.

“Aku gak bisa lama-lama, Yuno harus ke rumah sakit, Ra.”

“Jeff?” panggil Ara menghentikan Jeff yang hendak membuka pintu mobil miliknya.

“Ya?”

“Kamu boleh pulang ke rumah, apa kamu gak kangen Hana?”

Jeff tersenyum getir, tentu saja ia merindukan Hana ia juga penasaran sudah sebesar apa Hana sekarang. namun ia hanya bisa menggeleng pelan, ada janji yang tidak boleh Jeff langgar dengan Yuno.

“Aku gak bisa pulang ke rumah Yuno, aku udah janji sama dia buat enggak datang ke rumah itu lagi.”

Ada perasaan sedih sejujurnya mendengar jawaban dari Jeff, namun apa boleh buat, ini tentang kesepakatan Jeff dan Yuno, sebelum Jeff turun dari mobil itu ia sempat menoleh ke arah Ara sebentar.

“Aku senang liat kamu hidup dengan baik, Ra. aku harap akan selalu begitu, sampai ketemu lagi.” Ucapnya dan begitu saja Jeff keluar dari sana.

Ara masih terdiam di dalam mobil, memperhatikan Jeff yang menerobos hujan tanpa payung dan masuk begitu saja ke dalam mobil Yuno yang terparkir tidak jauh dari tempat mobil Ara parkir.