May I Have A Moment?
Dengusan kesal terdengar dari deru napas milik pria manis di dalam studio latihan. Donghyun, pria itu menatap layar ponsel yang sudah gelap. Tadi sebuah pesan singgah ke gawainya. Joochan, sang kekasih meminta waktu untuk merayakan ulang tahunnya. Sayangnya, mereka tidak bisa bersama. Kesibukan Donghyun berlatih dance membuat waktu kebersamaan terenggut.
“Maaf, Joo ...”
Hatinya berusaha ditenangkan. Lusa memang hari peringatan kelahirannya. Namun, kesibukannya tidak bisa disingkirkan. Donghyun dilarang untuk bersantai dan berbagi romansa karena sebentar lagi perlombaan akan digelar.
“Donghyun! Ayo, latihan!” suara Bomin menggelegar memecah lamunan.
Dengan langkah lunglai, Donghyun menyeret kakinya. Menggerakkan lagi tubuhnya sesuai dengan irama dan musik. Melepaskan pikiran kacau dengan perasaan bersalah yang menggelayut terutama pada Joochan.
“Woy! Ngelamun aja!” tepukan di bahu membuat Joochan agak gemetar. “Mikirin apa, sih?” imbuhnya berlanjut.
“Donghyun sibuk banget, padahal lusa ulang tahunnya dia. Salah gak kalo aku minta buat barengan sama dia? Ya, masa dia ulang tahun masih aja latihan, sih? Gak dikasih libur dulu gitu?” keluhnya kesal.
“Resiko, bro!” Jibeom kembali menepuk bahu sang sahabat. “Suruh siapa pacaran sama orang yang super sibuk? Coba cari waktu yang pas. Emang ulang tahunnya gabisa diulang, tapi bisa dirayain lain hari, kan?” lanjutnya.
“Mana bisa? Gak usah ngasal, deh!”
“Terus mau gimana? Kalo maksain juga percuma aja, malah jadi berantem, kan?”
Betul sekali. Sikap Donghyun selalu diliputi amarah jika keinginannya tak sejalan. Jika mereka malah saling membisu, tidak mungkin dapat merayakan ulang tahun bersama. Akan tetapi, jika tidak memaksa maka moment ulang tahun yang hanya satu tahun sekali pun akan musnah. Joochan enggan merayakan ulang tahun Donghyun di hari lain walaupun berdekatan.
“Tau, ah! Pusing!”
Joochan meninggalkan begitu saja sahabatnya. Berlari ke taman untuk menenangkan diri. Berpangku dagu dengan imajinasi tertuju pada hari ulang tahun kekasihnya. Semua rencana yang sudah dipikirkan matang, gagal total bahkan sebelum dilaksanakan. Miris sekali!
Dalam bayang lamunan, Joochan berkerut kening. Bola matanya terus bergulir sembarang. Menggelinding ke kanan dan kiri dengan sorot yang tajam. Selesai bergelut dengan pikiran sendiri, Joochan menatap jam tangannya.
“Masih banyak waktu!”
Dia langsung menarik diri dari taman. Sebuah inspirasi tetiba saja datang dalam benaknya. Jika rencana awalnya gagal, maka tidak ada salahnya membuat rencana lain. Dia hanya ingin berusaha memberikan yang terbaik ketika peringatan kelahiran kekasihnya tiba. Selain itu, semuanya harus berkesan baik, tanpa ada amarah dan kekesalan.
Sebuah mall yang cukup ternama berhasil dipijak. Joochan langsung berkelana sendirian mencari barang untuk diberikan pada kekasihnya. Dia berniat untuk mencari beberapa barang untuk menggantikan dirinya saat hari ulang tahun nanti. Tidak bisa dipungkiri, nanti memang mereka tak diizinkan bersua.
Senyuman tersungging beserta dengan beberapa tas jinjing. Posturnya kembali berlari karena dia tengah bersemangat untuk merangkai kadonya seorang diri. Rencananya terus dipikirkan dalam perjalanan pulang. Dengan waktu yang menghimpit, dia ingin agar keinginannya berjalan sempurna.
Keesokan harinya, fajar sudah menyapa. Alarm memekikkan telinga tetapi tubuh Joochan tak bergerak. Kasurnya habis berantakan oleh kertas kado dan perekat. Jangan lupakan pita yang terlihat masih menggulung di tangannya.
“Joochan, bangun! Itu alarm daritadi nyala!”
Joochan melenguh. Teriakan sang ibunda akhirnya jadi alarm terampuh untuk membangunkan dirinya. Bukan tanpa alasan alarmnya tak terdengar. Dia rela begadang demi mempersiapkan kado terindah untuk Donghyun.
Seiring mata yang mengerjap, Joochan menyipit. Perlahan matanya terbelalak karena ternyata waktu sudah mencekik. Pagi ini seharusnya dia bertemu dengan Bomin, sahabat kekasihnya. Jika tidak bertemu, rencananya bisa saja gagal.
“Gawat! Telat, nih! Semoga aja Bomin belum berangkat.”
Kakinya bergerak bak kilat. Bersiap dan bersolek kemudian menyabet kunci kendaraannya. Melaju kencang ke rumah Bomin tanpa janji terlebih dahulu. Hal itulah yang membuat jantungnya berdegup. Dia takut kehilangan waktu bertemu dengan Bomin karena paginya yang terlambat.
“Bomin!”
Bodoh sekali, Joochan. Dia berteriak saat sepeda motor Bomin sudah menjauhi rumah. Joochan datang sedikit terlambat. Bomin sudah terlanjur mengendarai sepeda motornya dan meninggalkan rumahnya.
“Sial!”
Klakson terus dibunyikan. Sayangnya, Bomin tidak sadar jika rengekan klakson itu tertuju padanya. Dia terus saja bersiul menikmati perjalanan paginya untuk berlatih. Tak ingin terlalu lebar jarak, Joochan mempercepat laju mobilnya dan menahan motor Bomin.
“Woy!” rem diinjak sigap karena jalannya dihalangi oleh mobil asing.
Si pengemudi memperlihatkan batang hidungnya. Joochan menghampiri dengan box besar di tangannya. Berlari dengan napas yang terengah karena dia takut jika malah kecelakaan yang terjadi. Syukurlah, kenekatannya tidak berbuah bencana.
“Ada apa, sih? Gak harus kayak gini caranya! Bisa telpon, kan?” Bomin geram.
“Gak kepikiran, maaf ...” Joochan merasa bersalah.
“Ada apa? Aku telat, nih!” Bomin cukup kesal. “Mau ketemu Donghyun? Ke studio, lah! Bukan malah ngehalangin jalan orang lain!” sambungnya ketus.
“Titip ini buat Donghyun”
Joochan mengulurkan box yang cukup besar. Bomin menerimanya tetapi benaknya tak henti berpikir.
“Ini apa?”
“Donghyun besok ulang tahun. Dia bilang hari ini latihannya sampe malem, jadi aku titip aja kadonya. Kamu tau sendiri kalo lagi capek Donghyun suka gak mau ketemu.”
“Aku kasih besok?” serunya kebingungan.
“Jangan!” Joochan mengulurkan tangannya. “Kasih selesai latihan aja, tapi bilang sama dia bukanya pas tengah malem, okay?” anggukan diberikan dan membuat Joochan tersenyum.
Misi pertama selesai. Selanjutnya dia akan mengunjungi rumah sang pacar. Joochan sangat yakin jika Donghyun sudah meluncur untuk berlatih. Tapi, tak apa, dia memang tidak berencana untuk bertemu Donghyun. Rencana lainnya harus segera dioperasikan pada si pembawa misi. Target selanjutnya adalah Minchan, adik Donghyun.
Perjalanan masih berusaha ditempuh. Setelah tadi susah payah bertemu Bomin, mobilnya masih diberikan tugas untuk pergi ke rumah Donghyun. Untung saja kali ini tidak terlalu banyak tantangan. Jalan raya cukup bersahabat dengannya karena kemacetan tidak melanda.
Selepas berpenat dengan aspal dan debu jalanan, Joochan akhirnya sampai. Dia mengetuk pintu beberapa kali sampai terlihat salah satu penghuni rumah. Kedua sudut bibir langsung ditarik manis kala Minchan menampakkan diri.
“Eh, Kak Joochan?” rautnya kebingungan. “Kak Donghyun udah pergi daritadi,” tambahnya mengingatkan.
“Gapapa, kakak mau ketemu kamu, kok ...”
“Aku? Ada apa, Kak?”
Joochan segera merogoh tasnya. Memberikan kotak indah lainnya untuk diberikan pada Donghyun. Setelah kadonya berpindah tangan, Minchan agak kebingungan.
“Kenapa?”
“Ini buat Kak Donghyun?”
“Iya, besok kakak kamu ulang tahun, kan?” Minchan hanya mengangguk. “Terus? Kok, bingung gitu?” sambungnya kebingungan.
“Aku mau pergi, Kak. Kebetulan ada acara di kampus nanti sore. Tapi, di rumah juga gaada siapa-siapa. Ini kadonya gimana, dong? Aku gak pulang soalnya, Kak ...”
“Ayah sama bunda kemana?” tanya Joochan penasaran.
“Ke rumah nenek, Kak. Katanya nenek kangen pengen ketemu, aku sama kakak juga disuruh ikut cuma kita gak bisa, jadinya cuma ayah sama bunda aja yang pergi,” jawabnya detail. “Makanya tadi pagi kita sekalian kasih kejutan aja buat Kak Donghyun,” ungkapnya kemudian.
Mencermati pernyataan tadi, Joochan kembali dilanda kegalauan. Rencananya harus berhasil. Namun, jika Minchan tidak dapat bertemu Donghyun. Maka kadonya tidak akan bisa sampai dengan selamat.
“Kenapa kakak gak kasih sendiri, sih? Kak Donghyun pasti seneng kalo kakak kasih langsung.”
Joochan menggeleng, “kakak kamu gak mau ketemu dulu. Kakak juga gak mau ganggu, sih. Nanti konsentrasinya malah buyar. Kakak juga gak mau kalo ketemu cuma sebentar.”
“Dasar bucin!” lirih Minchan dalam hati. “Terus ini gimana, Kak?” tanyanya lantang.
“Kakak kamu pulang malem, kan? Simpen aja di kamarnya. Semoga besok dia nyadar kalo ada kado dari kakak, okay?”
“Yaudah, aku langsung simpen di kamarnya Kak Donghyun aja kalo gitu.”
Usai berpamitan, Joochan beristirahat sejenak. Kali ini saatnya menunggu. Segenap perasaan dan kerinduannya telah diungkapkan semua dalam kado dan kartu ucapan. Dia hanya tinggal menunggu respons baik dari Donghyun. Harapnya terpanjat supaya Donghyun menyukai kejutan dari Joochan walaupun mereka tak bertemu.
Donghyun membanting tubuhnya di lantai. Kedinginan keramik tak mengalahkan dirinya karena keringat habis membasahi tubuhnya. Napas berusaha diatur dahulu sembari mengulurkan tangan menuju ponsel. Layar ditekan dua kali supaya menyala, tetapi tak ada satu pesan atau panggilan apapun dari Joochan.
“Kamu marah, ya, Joo?” lirihnya pilu.
Ulang tahunnya tinggal satu jam lagi. Namun, dia dan Joochan masih belum berkomunikasi. Kerinduan mulai menyeruak, tetapi Donghyun tak berdaya melakukan apapun. Tubuhnya terlalu remuk untuk berlari menemui Joochan. Lagipula dia juga enggan mengganggu waktu istirahat kekasihnya.
“Hyun!”
Bomin mendekat. Kado dalam dekapan cukup mencurigakan tetapi Donghyun enggan terlalu percaya diri. Dia hanya menunggu sampai sahabatnya mendekat.
“Apa?”
“Nih!” bungkusan cukup besar diberikan pada sang empunya. “Dari Joochan ...” lanjutnya memberitahu.
“Joochan? Kapan kalian ketemu?”
“Tadi pagi, aku cuma disuruh ngasih ini, sih. Katanya buka aja pas tengah malem.” Donghyun tersenyum pilu. “Btw, happy birthday, ya ...” sambungnya sembari menepuk pundak Donghyun.
Niat untuk pulang diurungkan. Dengan penuh penasaran, Donghyun menunggu hingga hari ulang tahunnya tiba. Duduk termenung sendirian di pojok studio yang sepi. Tatapannya penuh rasa penasaran dengan atensi penuh pada kado besar dari Joochan.
00.00 Tepat tengah malam. Donghyun menarik napas pelan sembari memejamkan mata. Umurnya kini sudah bertambah. Selepas memanjatkan doa dan harapan, tangannya bergerilya menyentuh kado demi membunuh rasa penasaran.
Box terbuka. Isinya belum terlihat. Hanya ada bubble foam sepanjang pandang. Sebelum merogoh isi kadonya, Donghyun terpikat pada sehelai kartu. Epilognya cukup manis, dia merasakan kehangatan Joochan walaupun berjauhan.
Happy Birthday, sayang Gimana kabarnya? Baik, kan? Maaf aku gak bisa kasih kadonya sendiri. Kamu juga sibuk, aku gak mau ganggu kamu, sayang
Donghyun, kamu tahu? Kata orang Februari itu bulan penuh kasih sayang. Awalnya aku gak mau percaya itu, tapi perlahan aku setuju. Februari memang penuh rasa sayang karena sudah mengirimkan pria manis untuk berbagi kasih sayang sama aku. Iya, itu kamu. Terima kasih sudah rela berbagi kasih sayang hanya denganku. Bahagia terus sama aku, ya, sayang ...
Bukan tanpa alasan kamu lahir tanggal 23. Katanya nomor 23 itu pembawa hoki. Aku percaya banget, kamu memang pembawa keberuntungan, apalagi buat aku. Beruntung banget semesta kasih kamu buat aku.
Donghyun, katanya 23 juga membawa aura yang positif. Angka itu membawa pesan untuk mendorong bakat yang lebih kreatif. Pantes aja kamu suka ngedance, ya? Ternyata memang aura itu nyampe ke kamu. Aku selalu dukung apapun yang kamu suka, sayang.
Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu. Khusus buat kamu, sayang. Sekali lagi, happy birthday and I Love You.
With Love, Hong Joochan
Air mata tiba-tiba saja menetes. Donghyun tidak menyangka jika Joochan bisa melakukan hal manis seperti ini. Dalam ribuan bubble foam warna warni, tangan Donghyun langsung menerobos. Mengambil barang pertama yang segera diangkat agar terlihat.
Parfum, barang pertama yang berhasil dirogoh. Senyumnya tersungging ketika melihat notes tertempel disana.
“Kamu tau ini parfum aku, kan? Jangan lupa dipake biar inget terus sama aku,” lirihnya membaca kartu ucapan dari Joochan.
Setelah menyemprotkan sedikit parfumnya, Donghyun kembali mencari kado dalam butiran bubble foam. Dia menemukan kembali kado yang memiliki tempelan kartu.
“Dompet? Kamu ngasih lagi dompet, Joo?” tetiba saja protes menggelegar.
Kartu yang tertempel hanya mengirimkan pesan untuk membuka dompet. Ternyata, di dalamnya terdapat salah satu foto kebersamaan mereka berdua. Amarah Donghyun langsung mereda. Joochan memang sangat manis.
“Masih ada lagi gak, ya?”
Donghyun kembali mencari harta karun yang terkubur. Ternyata masih ada kado untuknya. Tangannya segera menyergap dan menampakkan di depan matanya.
“Pake jaketnya, sayang! Kamu suka lupa bawa jaket, jangan sampe sakit!” tawa meledak ketika Donghyun membaca kembali ucapan dari sang kekasih.
“Makasih, Joo ...”
Melihat waktu yang semakin gelap, Donghyun membereskan terlebih dahulu harta karunnya. Membawa semuanya tanpa tersisa. Mendekap dengan hangat seakan memberikan pelukan untuk Joochan.
Niat hatinya ingin sekali bertemu dengan Joochan. Tetapi, waktu tidak memungkinkan. Ini sudah tengah malam, Joochan sepertinya sudah terlelap. Biarlah, Donghyun berusaha untuk bersabar sampai waktu bisa melenyapkan kesibukannya.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, Donghyun tiba di rumahnya. Sepi, begitulah keadaannya. Jelas saja, Minchan memang tidak pulang. Begitu juga dengan kedua orang tuanya.
“Ah! Akhirnya bisa rebahan juga ...” teriaknya lega.
Sambil menggeliat, Donghyun mengarahkan pandangnya ke nakas. Dia melihat bungkusan yang asing. Padahal sedaritadi dia berada dalam kamar, tapi tak menyadari jika bungkusan tersebut mematung disana.
Catatan yang tertempel di meja dilepas. Tulisannya dibaca saksama hingga membuatnya menaikkan alis terkejut.
Kak, ini ada titipan dari Kak Joochan. Maaf, aku simpen disini. Aku buru-buru. Happy birthday, Kak. -Minchan-
Kado yang terbungkus rapi diputar dulu berulang kali. Donghyun tak mengira jika kejutannya masih berlanjut. Tak menunggu lama, Donghyun perlahan menyobek kertas yang menyelimuti kadonya.
Ada lagi kartu ucapan yang manis dan wangi.
Sayaang, kaget gak kadonya ada lagi? Aku cuma mau bilang makasih kamu sudah dilahirkan ke dunia. Makasih banget sudah mau berbagi romansa sama aku. Makasih sudah menyingkirkan ribuan orang yang mengharapkan kamu dan memilih aku. Makasih, sayang
Ini ada hadiah terakhir buat kamu. Gak spesial mungkin, tapi semoga aja cocok sama kamu.
Jam tangannya aku beli khusus buat kamu, sayang.
Donghyun, can I have your time forever? I want to be with you always, I Miss You.
Donghyun tertegun. Pesan dari kekasihnya seakan menamparnya dengan lembut. Jam tangan pemberian Joochan langsung dipakai. Pun dengan jaket yang tadi dijadikan hadiah untuknya. Donghyun berlari kembali ke kendaraannya. Membelah jalanan untuk bertemu dengan Joochan.
Waktu udah semakin malam. Dingin semakin menyergap. Sesampainya di rumah Joochan, tangannya langsung terangkat untuk mengetuk pintu. Mengabaikan waktu istirahat yang sebenarnya sangat dia butuhnya. Namun, kekasihnya pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Tak bisa dipungkiri, Donghyun pun ingin bersama dengan Joochan saat ulang tahunnya.
“Donghyun?”
Setelah pintu terbuka, Joochan terkejut. Dia tidak menyangka reaksi Donghyun malah nekat menemuinya tengah malam. Tak memberikan diksi apapun, Donghyun langsung memberikan pelukan erat.
“Sayang? Kenapa gak ngabarin aku?” ucapnya lembut dengan elusan pelan di surai Donghyun.
“Aku ganggu kamu, ya? Maaf ...”
“Engga, sayang. Masuk, yuk?”
Mereka sudah berada berdua di dalam kamar. Sialnya, Joochan tidak menyiapkan kue ulang tahun. Dugaannya meleset, dia tidak menyangka jika Donghyun akan menemuinya saat malam buta. Tadinya dia akan memberikan kue saat matahari tersenyum.
“Aku belum beli kue, sayang. Aku kira kamu mau ngechat aku kalo kadonya udah diterima. Eh, malah kesini ...”
“Gapapa. Aku kangen ...” lirihnya manja.
Joochan mengusak pipi kenyal Donghyun. Mencium habis kedua sisi wajah kekasihnya tanpa ampun. Si pria manis hanya tersenyum kegelian hingga melupakan kepenatan yang terjadi saat harus bergelut dengan waktu berlatih.
“Maaf, Joo ...” ujarnya setelah kecupan berakhir. “Aku terlalu sibuk sampe kita jarang ketemu,” imbuhnya menyesal.
Joochan menggeleng sambil tersenyum, “Aku dukung apapun yang kamu suka, sayang. Ya, aku kesel, sih, soalnya kamu nolak ketemu aku hari ini. Cuma memang kamunya juga sibuk, aku ngerti, sayang.”
Donghyun enggan terlalu banyak memberikan permohonan maaf. Dia langsung bergerak memberikan bukti jika dia menyesal. Kepalanya perlahan mendekat dan menempel di bilah bibir kekasihnya. Matanya pun terpejam menikmati kehangatan yang telah lama tak dia rasakan.
Joochan tersenyum. Ciuman manis itu memang sudah lama dia rindukan. Kala Donghyun hendak mengakhiri ciumannya, Joochan sigap menahan tengkuk Donghyun. Suasana panas langsung menyeruak. Joochan memberikan lumatan lembut yang membuat Donghyun melambung.
“Happy birthday, Donghyun sayang ...” ucapnya di tengah kecupan.
Donghyun tersenyum manis. Meraup oksigen sejenak kemudian melanjutkan kembali kecupan manis nan indah. Mengelus setiap inchi tubuh kekasih yang dirindukannya. Tengah malam yang dingin, tak akan mampu mengusik kebersamaan mereka.
FIN