Aquamarlynn

Hi this is Aquamarlynn who's love pink

cantik itu luka.

tw : victim blamming, harsh words, mentioning rape, etc.

notes: plotnya sangat wattpad sekali, labrak-melabrak

Hyuckno one shoot au


Pemuda itu tidak pernah berjalan mengangkat kepalanya. Pemuda itu gemar menatapi tanah tergenang air hujan kala ia melangkahkan kakinya sendirian.

Telinganya disumpal earphone, tangannya dimasukkan kedalam saku jaket kebesarannya.

Ia suka sendirian. Bahkan ia tak pernah merasa kesepian.

Ia cenderung menarik diri. Tapi meski begitu, ia memiliki banyak teman.

Senyumnya cerah meski jarang sekali orang bisa mendapatinya tersenyum. Suara tawanya merdu, meski sedikit malu-malu.

Parasnya nyaris sempurna, tampan, cantik dan indah berpadu satu dalam pahatannya. Meski begitu, Tentu ia pernah terluka.

Beberapa orang bilang cantik itu luka

“Pagi, Jeno..”

Pemuda yang menunduk selama berjalan itu tersenyum manis menyapa teman-temannya yang masih asyik bersantai di sepanjang lorong menuju kelas. Semua orang tersenyum menyapanya, pun si mentari itu ikut tersenyum membalasnya.

Hingga akhirnya ia sampai di depan mejanya; Lee Jeno menaruh ransel dan bukunya diatas mejanya. Hendak duduk, namun tepukan di bahunya membuatnya menoleh. Ia membalikkan badannya untuk mendapati tiga orang dari kelas sebelah berkacak pinggang dan menyilang tangan dengan wajah tak bersahabat menatapnya.

“Kenapa?”

Laki-laki muda berwajah kecil itu mendengus dan memutar bola matanya kala Jeno bertanya, seketika suasana berubah menjadi tidak nyaman. Jeno menelan ludahnya gugup, matanya berpendar tidak nyaman menatap sekitar bak minta pertolongan. Teman-temannya mulai bersiap diri untuk melindungi Jeno dari tempatnya masing-masing.

“To the point aja deh, malas bicara sama orang kayak lo.”

Demi Tuhan ini masih pagi dan Jeno tidak mengerti apa yang terjadi.

“Semalam ngapain pulang sama Kak Minhyung?”

Oh Jeno ingat sekarang, pemuda di depannya adalah kekasih kakak tingkatnya yang selama ini cukup dekat dengannya karena satu divisi.

“Aku pulang sama Kak Minhyung karena ditawari, kok. Lagipula enggak sendirian, Renjun dan Jisung juga..”

Jeno meremas ujung jaketnya. Ia tatap teman-temannya di meja sampingnya, mereka semua menggeleng menyuruh Jeno untuk tidak meladeni orang-orang kurang kerjaan itu namun Jeno seakan beku, ia tak sanggup bahkan mundur selangkah dari tempatnya berdiri.

“Gak usah bohong. Kak Minhyung gak mungkin sukarela kan nawarin kalian. Gue tahu ya Jeno, yang terakhir kak Minhyung anterin tuh elu, Renjun sama Jisung turun duluan, kan?”

Jeno gemetar, netranya berpendar gugup dengan keringat dingin yang mulai turun; “ka-karena kostanku lebih jauh dari Jisung dan Renjun, aku turunnya terakhir.”

“Ganjen kan lo? Lo yang minta kan?”

Jeno menggeleng ribut, teman-teman sekelasnya satu persatu mulai menegur tiga orang pengganggu itu dan menyuruhnya keluar, namun bagai angin lalu, mereka tetap disitu.

“Pasti semuanya akal-akalan lo kan Jeno? Lo sengaja kan minta kak Minhyung nganterin lo? Lo duduk di depan dan pulang terakhir, emang ada jaminannya selama perjalanan lo gak gangguin cowok gue? Kan lo cowok gatel!”

Jeno menunduk, ia menggeleng keras lalu menggigit bibir bawahnya, “kak Minhyung duluan yang nawarin kami pulang bareng, soalnya kami gak dapat gocar.. kamu bisa tanya sendiri ke Renjun dan Jisung”

Pemuda itu tertawa sarkas lalu ujung telunjuknya menekan bahu Jeno, “dasar gatel. Udah tahu dia punya pacar, kenapa pas ditawarin mau-mau aja, coba? Itu apa lagi sih namanya kalau bukan ganjen sama pacar orang, Jeno?”

Jujur Jeno tidak nyaman ada di posisi ini. Meski ketua kelas telah melerai dan menyeret pemuda itu lebih jauh dari Jeno, namun pemuda itu berontak dan tetap ingin membuat pagi Jeno berantakan.

“Cowok gak tau diri lo. Lo bebas deh godain cowok manapun disini, tapi jangan cowok gue juga dong!”

“Mending lo pergi deh gak usah gangguin si Jeno. Dia gak bohong, dia gak pernah godain siapapun kayak tuduhan lo. Daripada gue seret keluar, mending keluar sekarang juga.”

“Heh, Na Jaemin! Gue kasih tau ya, temen sekelas lo ini gatel, udah tau kak Minhyung punya pacar kenapa coba dia mau-mau aja diajakin pulang? Pake segala alesan gak dapet driver pulang lah. Ada garansinya gak selama perjalanan mereka gak ngapa-ngapain?”

Beberapa orang bilang, cantik itu luka.

Jeno merasa ia biasa aja. Tapi mengapa ia selalu terluka.

Pemuda itu bergetar, sesak di dadanya mulai mencekiknya. Ia tidak suka terjerat di situasi begini, dipojokan dengan tuduhan-tuduhan keji tak berhenti.

“Mending lo keluar deh, gak usah ribut di kelas kita.”

“Dasar ganjen lo! Pantes aja lo dulu di perkosa, kelakuan lo tuh bikin lo digituin! Makanya gak usah genit, gak usah sok kecakepan didepan orang! Giliran diperkosa aja lo nangis-nangis minta bantuan kan? Masih untung pacar gue gak kegoda sama badan murahan loㅡ”

Brukk

Kelas menjadi kacau setelah pemuda berwajah sempit itu mengatakan hal-hal mengerikan kepada Jeno.

Pemuda cantik itu diam mematung dengan muka pias menatap lawan bicaranya yang kasar dengan jiwa hancur terluka.

Suara-suara memekakkan telinga mulai masuk memenuhi kepalanya.

Setetes air mata turun diiringi hati yang nyeri luar biasa.

Satu tahun lalu, si cantik itu terluka. Dirinya disentuh oleh banyak sekali bajingan yang tega menghabisinya karena obsesi mereka.

Tak memberikan pengampunan, tak memberikan kesempatan, para bajingan itu terus menerus melukai si cantik, merusak harga dirinya, merusak jiwa dan raganya, membunuh sosok yang paling cerah sebelumnya.

Pemuda itu menunduk, mencoba mengusir kilasan menyakitkan yang selama ini tak ingin ia ingat kembali.

Jiwanya bergemuruh, rasa sakit dan suara dengungan di kepalanya membuatnya tersiksa.

Air mata kian deras membasahi dirinya. Meski Jeno sekuat tenaga menggigit lidah dan bibirnya, rasa sakit dalam jiwanya tak bisa teralihkan.

Jeno ingin mati saja.

Jeno merasa ia biasa saja.

Jeno merasa ia tidak cantik, namun mengapa ia terluka.

Mengapa setiap cantik adalah luka?

Demi Tuhan Jeno tidak mengenal siapa bajingan-bajingan yang malam itu mengganggunya.

Ia tak pernah seperti apa yang orang-orang tuduhkan.

Ia tak pernah bersikap tidak sopan atau kejauhan.

Namun mengapa dunia menghancurkan segala yang ada dalam dirinya?


Ditengah badai dan luka yang mendera dirinya saat itu, Jeno bisa rasakan sebuah pelukan hangat membelenggu dirinya.

Sebuah sapaan dengan suara lembut itu kini masuk kedalam telinganya, menghalau semua ribut yang memenuhi kepalanya.

Sapaan lembut yang ia tahu pasti siapa orangnya.

Pelan-pelan mata Jeno yang seolah gelap hanya menayangkan kilas balik kejadian mengerikan itu; mulai fokus. Netra coklatnya menatap coklat lainnya yang kini tepat di depannya. Sebuah usapan lembut mampir di pipinya, pemuda itu tersenyum manis seakan berkata semuanya baik-baik saja.

“Hei..”

Jeno menoleh ke kanan dan kiri. Oh, ini sudah bukan kelasnya. Sepertinya ia kehilangan kendali lagi sehingga teman-temannya membawanya ke ruang kesehatan.

Melihat seseorang di depannya, Jeno kembali menangis. Kini suara tangisannya lebih sakit dan memilukan.

Tubuhnya bergetar dengan bibir yang digigit dengan kencang.

Tangannya meremas ujung lengan milik pemuda di hadapannya, dan seketika saat pemuda itu kembali mendekapnya, air mata Jeno turun dengan deras.

Pemuda itu menangis kencang penuh ketakutan.

Si matahari dengan senang hati mengusap pujaan hatinya. Ia berikan pelukan ternyaman, ia berikan kata-kata indah yang seharusnya Jeno dengar sedari dulu.

Lee Jeno adalah pribadi yang ceria sebelumnya.

Si kecil lincah yang sangat pandai mencairkan suasana.

Siapapun nyaman menjadi temannya. Siapapun bisa akrab dengannya.

Sampai hari itu tiba. Hari dimana semuanya berubah begitu saja ketika para tangan bajingan itu merusak matahari berharganya.

Lee Donghyuck malam itu dipenuhi amarah yang membuncah. Dengan gelap mata ia hancurkan setiap inci dari tubuh dan wajah para pelakunya meski beberapa kali dilerai oleh aparat setempat.

Sejak saat itu tak ia dapati lagi kekasihnya seperti dulu. Sinarnya redup, senyumnya dingin dan tatapan matanya kosong.

Kekasihnya lebih banyak diam dan menarik diri dari orang-orang. Seringkali merasa hina dan rendah, tidak pantas untuk berada di dekat siapapun.

Pun tidak ragu untuk mencoba menghabisi dirinya sendiri.

Donghyuck dan keluarga Jeno mati-matian menjaga dan menyembuhkannya.

Butuh waktu lama hingga ada di titik ini.

Jeno itu cantik. Tidak sepantasnya ia terluka.

Dengan badan yang masih setia di dekap, Jeno berusaha menetralkan deru nafasnya yang berantakan. Pemuda yang merengkuhnya masih senantiasa menemaninya tanpa kenal lelah.

“Capek?”

Jeno mendongak menatap kekasihnya lalu mengangguk pelan, pemuda itu tertawa kecil lalu menepuk pantat si bundar agar lebih tenang.

“Apa yang dia bilang itu benar.. Aku harusnya gak ganjen sama kak Minhyung.. harusnya malam itu aku gak terima ajakan kak Minhyung kan, hyuck?”

Mengulang semua tuduhan yang pemuda tadi layangkan, hati Jeno kembali hancur. Ia teringat lagi segala perkataan jahat yang dilemparkan padanya.

“ta-tapi aku gak gitu... hiks aku gak genit sama orang lain hiks... Aku gak ngapa-ngapain..”

“Iya sayang, percaya kok”

Jeno membenamkan wajahnya, bahu Donghyuck sukses basah karena si kecil bulat cantik itu tak berhenti tangisnya. Ia semakin menangis sambil meracau menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian di masa lalu yang sukses menghancurkan dirinya.

Maka untuk membungkam semuanya, Donghyuck kecup bibir itu penuh kehati-hatian, “aku gak suka lho, cantik, kamu rendahin dan jelek-jelekin diri kamu kayak gitu terus..”

Jeno yang masih terisak itu berkedip lambat menatap lamat pada kekasihnya.

“Kamu cantik, kamu baik, kamu paling sempurna yang pernah aku tau. Kejadian kemarin semuanya bukan salah kamu. Kamu yang tau apa yang terjadi malam itu, kamu yang mengalami semuanya, apa yang dia bilang gak usah kamu dengerin. Lagian anaknya udah diberesin sama Jaemin, udah dilaporin juga ke Kak Minhyungnya”

Jeno biarkan pipi basahnya diusap begitu lembutnya, ia biarkan kekasihnya mendekat kearahnya, mengecup keningnya.

Meski air matanya masih luruh seiring dengan remasannya yang menguat pada bahu kekasihnya, Lee Jeno ditenangkan oleh kecupan yang membuatnya semakin hangat.

Meski badannya masih gemetar, meski sakit masih membelenggunya, Jeno biarkan pemudanya mendekapnya sebegitu eratnya.

“Aㅡaku kotor... Maafin aku. Kalau kamu mau pergi tinggalin aku, aku bisa ngerti kok”

Dan Donghyuck lingkarkan lengannya, “gak ada siapa yang bakalan ninggalin siapa, sayang..”

Dan pemuda itu kembali meraung, bergetar ketakutan dan hanya bisa bertumpu pada kekasihnya.

Berulang kali Donghyuck kecupi pelipis kekasihnya, berikan rasa aman yang ia harap bisa menjadi tameng bagi mataharinya.

Orang bilang cantik itu luka.

Tapi Jeno merasa ia biasa saja.

Dan mengapa pula orang-orang bilang cantik itu luka? Seharusnya tidak usah ada yang dikorbankan saat kau mendapat anugerah bukan?

Andai saja malam itu tak ada Donghyuck, andai saja malam itu Donghyuck tidak menjawab teleponnya, Jeno sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

Masih hidup kah ia? Masih bisa berjalan kah ia? Masih sanggup menjalani hari-hari kah ia?

Sejak hari itu semuanya bagai mimpi buruk. Sejak hari itu yang menjadi teman hanyalah rasa takut.

Jeno sempat menjadi matahari sampai akhirnya sinarnya direnggut oleh setan-setan yang tak berhati.

Jeno merasa ia biasa saja, namun mengapa ia harus terluka?

Ia eratkan dekapannya pada si bundar, goyangkan dengan pelan badannya ke kanan dan ke kiri. Bersenandung kecil mencoba menghalau semua ketakutan dan kesakitan prianya.

Donghyuck bawa pemuda itu dalam dekapan hangatnya, berharap dinginnya rasa takut yang membelenggu prianya sirna begitu saja.

Lee Jeno itu cantik, dan seharusnya ia tak terluka.

Fin

cw : beneran banyak harsh wordnya soalnya mereka kayak kucing sama anjing


Sunwoo berjalan menghampiri Haknyeon yang masih duduk di bangku tukang mie ayam depan sekolahnya. Dengan jam tangan mahal terselip di pergelangan kiri dan tangan kanannya sibuk memegang handphone, pria kelahiran sembilan Maret itu larut dalam aktivitasnya dengan gawai kesayangannya hingga tanpa sadar Sunwoo sudah berada di depannya.

Dengan tas ransel yang cukup berat itu jika dilihat-lihat, sepatu mahal Sunwoo menginjak sendal Gucci Haknyeon lalu nyengir di balik masker medis yang ia kenakan sebab si empunya mengerang kesal sandal kesayangannya dibuat kotor oleh pemuda tengil itu.

“Tai! Baru juga gue pake”

“Lagian serius banget sampai kagak sadar gue udah didepan lo.”

Haknyeon menaruh handphonenya ke dalam saku jaketnya dan memasangkan helm pada laki-laki berseragam SMA di depannya.

“Ngapain sih pake motor anjir padahal gue udah bayangin mau tiduran di kursi belakang mobil lo.”

Haknyeon menepuk puncak helm yang Sunwoo kenakan sambil berlalu, mengundang teriakan yang memekakkan telinga karena si aries memulai protes.

“Naik atau gue tinggal?” Katanya sambil menyalakan mesin motornya.

Sunwoo dengan setengah hari akhirnya mendudukkan bokongnya di jok belakang, membiarkan Haknyeon mengendarai motor kesayangannya memecah jalanan.

“Lo mau beli apa di GI?”.

Lampu merah mengehentikan laju mereka sejak beberapa saat yang lalu. Sunwoo mencondongkan tubuhnya ke depan, “Kata kak Younghoon jajanan di belakang GI enak-enak, gue mau coba.”

Haknyeon memutar kepalanya menatap sangsi pada sulung keluarga Kim itu. “Lo mau jajan?”

“Iya. Lo gak mau nganter?

Haknyeon lalu kembali fokus pada jalanan dan mengencangkan laju motornya. Membiarkan Sunwoo yang tak ia jawab pertanyaannya itu menggeplak punggungnya sebal.


Baru setengah jalan mereka harus berhenti untuk berteduh. Di sebuah mall yang tak sengaja mereka lewati, akhirnya Sunwoo dan Haknyeon memutuskan untuk ikut meneduh sebentar sambil membeli jas hujan dan jaket. Kim Sunwoo di mata Ju Haknyeon itu tak ayalnya anak kecil tengil yang menyebalkan.

Sudah tahu dia gampang sakit, malah gak pernah bawa jaket. Sialnya, hari ini Haknyeon juga lupa membawa jas hujan. Akhirnya keduanya memutuskan untuk membelinya sambil berteduh sebentar.

Haknyeon dan Sunwoo berpisah setelah mereka memutuskan untuk bagi tugas. Haknyeon yang tangan kirinya menenteng paperbag, memutuskan untuk menunggu pria tengil itu di tempat yang strategis dan dekat ke tempat parkir.

Cukup lama Haknyeon menunggu hingga akhirnya sosok Taurus itu masuk dalam jarak pandangnya. Jaket yang baru ia beli langsung ia kenakan. Pria itu terlihat berlari mendekat dengan tas ransel yang meloncat-loncat di punggungnya.

Haknyeon berkacak pinggang dan memasang muka galak, “udah gue bilang gak usah lari, Kim Sunwoo! Ayo cari minum.”

“Gak usah, ayo ke Hermes. Lo bantu pilihin buat nenek gue”

Sunwoo berjalan mendahului Haknyeon, namun langkahnya berhenti saat pergelangan tangannya digenggam oleh teman mainnya hari ini.

“Ke supermarket dulu, beli minum.”

“Ih gue gak apa-apa.”

“Lo habis lari.”

Sunwoo berdecak malas lalu melepas paksa genggaman tangan yang membatasi geraknya.

“Gue kagak sekarat lagi segitu doang lagian. Ayo buruan ke Hermes dulu, nanti minumnya di Hermes aja biasa juga disuguhin. Mereka kenal lo, kenal gue juga.”

Haknyeon mau tak mau mengalah dan memilih untuk membuntuti Sunwoo.

Oh mungkin Sunwoo harus menjelaskan sesuatu.

Ju Haknyeon ini meski menyebalkan, dia sedikit overprotektif. Entah mungkin karena iba atau apa, tapi Sunwoo sedikitnya sering terganggu dan merasa kesal karena Haknyeon terlalu memperlakukan dirinya layaknya gelas retak yang bisa pecah sewaktu-waktu tanpa terkira.

Meski sering membuat Sunwoo uring-uringan gak jelas, Ju Haknyeon si anak DPR ini adalah salah satu orang yang paling bawel padanya dalam masalah kesehatan. Sunwoo akan menaruh Changmin di angka satu sebagai teman paling overprotektifnya, lalu diurutan selanjutnya ada Ju Haknyeon. Meski Sunwoo sendiri juga tak yakin apakah pria ini bisa ia sebut teman.

Tahun lalu Sunwoo menjalani operasi jantung tiga hari setelah ia dilarikan ke rumah sakit akibat saat ia dan team sepakbolanya tengah bertanding.

Sunwoo yang saat itu dinyatakan koma tentu membuat orang-orang sekitarnya khawatir.

Bahkan setelah sembuh pun, semua orang memperlakukannya penuh perhatian. Tak terkecuali Ju Haknyeon ini.

Ia dan Haknyeon sudah berteman sejak kecil sebenarnya. Mereka sempat tinggal di cluster yang sama sampai akhirnya Haknyeon dan keluarganya pindah.

Dan jika kalian bertanya-tanya tentang hubungan keduanya, sebenarnya tidak ada yang spesial. Mereka hanya sebatas teman saat kecil saja. Tidak pernah satu sekolah lagi setelah Haknyeon pindah, tidak pernah bertemu lagi, apalagi hangout bareng.

Namun, saat itu, saat Sunwoo dirawat di rumah sakit Singapura, kabarnya keluarga Haknyeon datang menjenguk. Dan setelah itu, hubungan kedua keluarga itu menjadi lebih akrab. Ya mungkin orangtua keduanya yang semakin akrab, anaknya sih enggak. Tetep gitu-gitu aja.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, Sunwoo dan Haknyeon malah sering dijodoh-jodohkan oleh kedua orangtuanya. Tak jarang mereka merencanakan dinner untuk Sunwoo dan Haknyeon. Mereka juga pernah merencanakan liburan ke Jepang untuk kedua anak laki-laki kesayangan dari dua keluarga terpandang itu.

Namun ya seperti yang kita tahu, Sunwoo sering mencak-mencak karena Haknyeon terlalu sering ghosting dia.

Kalau hubungan Junhoe dan Chanhee bisa disebut simbiosis mutualisme, kalau hubungan Sunwoo dan Haknyeon lebih bisa disebut kutukan.

Haknyeon sering absen dari pertemuan yang dijanjikan. Bahkan saat Sunwoo jauh-jauh datang ke rumahnya pun, anak itu selalu punya celah untuk kabur atau tak menemui Sunwoo.

Sunwoo tak tahu pasti apa penyebabnya, namun yang jelas Sunwoo tak keberatan. Ia juga tak peduli. Mungkin saja Haknyeon punya kekasih diluar sana? Tak apa! Sunwoo juga punya kok crush sendiri, yang tentunya lebih bisa bikin dia mules karena salting daripada bikin leher dia tegang karena naik darah.

Sunwoo mengantongi credit card-nya lalu berjalan menghampiri Haknyeon yang duduk di sofa menungguinya.

“Thanks ya sarannya. Nenek kayaknya suka sama yang lo pilih”

Haknyeon mengangguk lalu berdiri dan mengikuti langkah Sunwoo. Ditatapnya dari belakang pemuda berambut ikal itu, punggungnya menenteng ransel yang bisa Haknyeon tebak beberapa buku paket ada di dalamnya.

Haknyeon menarik kerah belakang jaket Sunwoo membuat pria tengil itu berhenti berjalan.

“Berat gak ranselnya?”

“Lumayan. Lo mau bawain?” Isengnya. Dan yang tak Sunwoo duga, tangan Haknyeon malah menarik ransel itu hingga terlepas dari punggungnya. “nih lo bawa paperbag aja.”

Sunwoo bengong beberapa detik sampai akhirnya ia berjalan tergesa menyusul Haknyeon yang menuju parkiran.

“Lo kesurupan penunggu mall, ya nyeon?”

“Gue lebih tua, anjing!”.

“Gukguk”

“Monyet lo!”

Kyeobmuda oneshoot 🔞AU!

Nsfw content!! Minor do not allowed here

Choi Chanhee Ji Changmin Kim Sunwoo

Mention sangnew jukyu milsun

Trigger warning : drunk, smoking, harsh word Content warning : kissing content, threesome, using sex toy, sandwich sex, cuckolding, deep throat, foreplay, fingering, nippleplay, rimming, spanking, multiple orgasm, and many more.

Top; Choi Chanhee Vers; Kim Sunwoo Bottom; Ji Changmin

Kim Sunwoo tidak pernah bisa mengendalikan dirinya saat dipengaruhi alkohol. Tapi malam itu, ia sama sekali tak keberatan. Karena rasanya seperti surga dunia.


Ada orang, yang sekali saja kamu panggil namanya untuk diajak berbuat sesuatu, ia akan segera menyetujuinya.

Kenalkan. Namanya Kim Sunwoo. Si bungsu dari tiga serangkai yang kebetulan bertemu di SMA yang sama di ibu kota. Pemuda aries kelahiran April itu, dengan mata bulat lucu seperti boba, dengan senyum cerah dan kepribadian yang luar biasa ceria, adalah satu-satunya adik kelas yang menempel seperti lintah pada Choi Chanhee dan Ji Changmin.

Sunwoo dan Changmin juga Chanhee memiliki selisih usia dua tahun, namun rupanya hal itu bukan masalah untuk merajut tali persahabatan. Sebab dimana ada Kim Sunwoo, kadangkala kamu bisa temukan Chanhee dan Changmin juga disana.

Setelah lulus sekolah, ketiganya memutuskan untuk kuliah di luar kota, memesan satu rumah kost untuk bertiga. Dengan Choi Chanhee yang memegang kendalinya. Ji Changmin adalah mahasiswa Teknik Informasi bersama Choi Chanhee. Sedangkan Kim Sunwoo adalah mahasiswa Teknik sipil, yang setiap hari mengeluh bilang salah pilih jurusan.

Tak ada hal menarik yang bisa diceritakan tentang keseharian ketiganya yang dibilang cukup monoton. Hanya kehidupan mahasiswa pada umumnya yang pergi kuliah, nongkrong bersama teman-teman sebaya dan lalu ngedate bersama kekasihnya masing-masing. Hampir tidak ada yang istimewa karena mereka juga selalu bilang akan jadi mahasiswa biasa saja.

Ya kecuali Ji Changmin sih, dia cukup aktif di himpunan mahasiswa bersama kekasihnya Lee Juyeon. Ah iya! Kenalkan, namanya Lee Juyeon. Kekasih Changmin sejak dua tahun belakangan, berjumpa saat ospek jurusan hingga akhirnya sibuk menanam benih cinta, dan ya akhirnya setelah perjuangan yang cukup melelahkan ㅡsebab rupanya Changmin malah menjadi primadona jurusan bersama sahabatnya Chanhee, akhirnya Juyeon bisa menggenggam hati Changmin, mengikatnya dalam satu hubungan, mengendalikannya dengan ujung-ujung jari yang ia miliki, ya istilah kerennya akhirnya menjadi bucin.

Lain Changmin, lain juga Chanhee. Chanhee masih setia menjalin kasih bersama pacarnya sejak SMP. Namanya Lee Sangyeon. Bertemu di tinder dengan niat awal hanya iseng, akhirnya setelah beberapa kali ngedate ala-ala anak SMP, akhirnya mereka resmi jadian, katanya. Lama-lama yang tadinya hanya cinta monyet, berubah semakin serius seiring berjalannya waktu. Melewati banyak rintangan dan tantangan yang dihantarkan oleh dunia, beberapa kali putus nyambung, beberapa kali kalah oleh ego masing-masing, dan ya. Mereka sampai di titik ini. Masih bertahan bahkan sampai usia dua puluhan tahun.

Dan, Kim Sunwoo. Si bungsu dari trio kwek-kwek ini ㅡsetidaknya begitu kata Sangyeon, adalah mahasiswa baru yang setengah mati ketakutan dikejar kakak tingkat yang menurutnya cukup aneh dan nyeleneh. Namanya Lee Hyunjae. Salah satu kakak tingkat saat ospek jurusan yang sangat terlihat mencolok dan menonjol dimatanya.

Bukan hanya dadanya ya, tapi kepribadian Hyunjae yang ramah, tebar pesona dan senyum sana sini juga tak pernah pandang buluh untuk membantu sesama itu, yang tak disangka-sangka akan menjadi pujaan semua mahasiswa baru saat itu, malah mengejar cinta Sunwoo yang setengah mati ketakutan saat Hyunjae terang-terangan mengatakan bahwa Sunwoo memiliki mata yang paling indah yang pernah Hyunjae temui.

Yang sialnya Hyunjae katakan itu ditengah lapangan dengan pengeras suara yang tentunya bisa didengar semua orang.

Dan ya, ketiga anak laki-laki yang sibuk merantau itu sekarang sibuk berbagi peluk dengan kekasihnya masing-masing.

Sunwoo menyeruput minuman brown sugar yang dibawakan kekasihnya dengan anteng. Matanya tak berhenti berfokus pada layar tv yang sedang menayangkan film romantis yang sudah lama mereka nantikan. Kepala Sunwoo sengaja ditaruh di atas bahu kokoh Hyunjae yang sibuk merangkul dan mengunyah popcorn. Mata keduanya masih dan akan selalu terfokus pada layar tv, sampai akhirnya suara handphone Sunwoo mengganggu konsentrasinya.

Siapa sih nelfon-nelfon” Sunwoo menggerutu sambil meraih handphonenya yang terbengkalai begitu saja diatas meja saat detik pertama film diputar.

Hallo kak Chanhee?”

Siapa aja disana?”

Gue sama kak Hyunjae doang, kak Changmin lagi ngedate sama kak Juyeon, tadi bilang beli bakmie”

Malam ini mau minum gak?”

Sunwoo mengernyitkan dahinya heran, menjauhkan ponselnya sedikit guna mengintip nama kontak yang saat ini memiliki sambungan telfon dengannya, benar kok kak Chanhee gumamnya dalam hati.

Kim Sunwoo! Ditanya malah diem.. mau minum gak? Kak Sang yang bayar”

Minum apaan sih? Gak paham”

Terdengar Chanhee mendecakkan lidah diseberang sana, dan bisa Sunwoo tebak ia sedang merotasikan matanya jengah dengan kaki menghentak tanah sebab kesal.

Mabok! Pake nanya...”

Sunwoo ragu-ragu, sejujurnya terakhir kali berjumpa dengan minuman laknat itu, malam dan pagi Sunwoo sedikit berantakan. Karena kadar toleransinya yang biasa saja menjurus agak payah, namun ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Agak rindu juga ya mabuk-mabukan bersama teman-teman.

Bentar tanya kak Hyunjae dulu.. kak, mau gabung minum gak nanti malem?”

Hyunjae segera menoleh dengan ekspresi bingung, sama seperti Sunwoo tadi. “tumben?”

Kak Chanhee sama kak Sangyeon ngajak. Ada kelas pagi gak?”

Gue ikut, gue traktir makanannya deh. libur soalnya” Sunwoo memasang ekspresi remeh sambil menoyor dahi Hyunjae yang tanpa pikir panjang malah mengiyakan ajakan Chanhee dan Sangyeon. “Kak Chan, gue sama kak Hyunjae ikutan deh”

Oke. Nanti gue tanya Changmin. Gak ada kelas pagi kan kalian?”

Kak Nje libur, gue kelasnya jam dua doang”

Dan setelah melewati sedikit percakapan kecil, Chanhee memutus sambungan telfonnya yang tentu saja masih menyisakan heran dan tanda tanya besar dikepala Sunwoo siang itu.


Nu, kakak denger kemarin kamu beli mainan baru?”

Sunwoo mengangguk.

Tepat setelah lima menit sambungan Chanhee terputus, Sunwoo dan Hyunjae tak lagi tertarik pada film yang masih berputar di layar kaca. Mereka lebih memilih untuk asyik bercumbu. Dengan Sunwoo yang sudah duduk diatas pangkuan kekasihnya, dengan tangan yang melingkar di leher dan kepala belakang kekasihnya, sedang tangan Hyunjae asyik bergerilya di pinggang dan pantat bulat Sunwoo, keduanya masih saling mengecup. Bibir merah cherry itu dilumat, dikulum, disesap dan digigiti sedemikian rupa hingga membengkak. Benang saliva yang akhirnya tercipta, dengan lelehannya yang mengalir membasahi dagu si aries, Sunwoo melenguh saat Hyunjae dengan sengaja meremas bongkahan pantatnya yang kenyal. Tangannya masuk pada celana jogger milik Sunwoo.

Mainan apa?”

Butt plug doang kak, tapi bagus. Ujungnya berlian gitu warna putih. Pokoknya cantik”

Cantikan kamu... Kamu paling cantik” lalu Hyunjae kembali mengecup, kali ini lidahnya masuk kedalam rongga mulut milik Sunwoo, mengobrak-abrik isinya, membelit lidah dan menggelitik langit-langit Sunwoo, membuat air liur semakin meleleh. Sunwoo mengerang dan berjengit kaget saat tangan Hyunjae kini dengan kurang ajar bermain diatas dadanya. Mempermainkan nipple pink-nya dengan ibu jari dan telunjuk.

Sok-sokan mau minum sama Chanhee Changmin, kamu kan gampang teler..”

Lalu bibir itu kembali dikecup. Meskipun Sunwoo menggelinjang tak beraturan namun nyatanya Hyunjae tak jua ingin menghentikan aksinya. Yang ada, ia malah semakin gencar melukis diatas canvas polos ciptaan Tuhan yang dianugerahkan pada kekasihnya. Kim Sunwoo si pemuda aries yang terlampau manis dan indah, yang akan tunduk dan patuh dalam kendali dan komando Hyunjae saat sedang kacau seperti ini.

Kita bikin malam ini jadi seru” ujarnya.


Setelah perlakuan tidak senonoh yang sejak tadi dilancarkan oleh Hyunjae, tak lama kemudian Chanhee benar-benar datang dengan botol minuman memabukkan ditangannya. Dengan makanan ringan lainnya yang menemani, Sangyeon tersenyum dibelakangnya. Bercerita bahwa hari ini ia tengah berbahagia dan dalam mood yang cukup bagus untuk berpesta. Setelah bersalaman dan menyiapkan gelas juga piring untuk snack mereka, Chanhee duduk sambil menuangkan minuman pekat itu kedalam gelas. Menunggu Changmin yang katanya sudah dekat.

Jangan kebanyakan, woo. Lo payah soalnya” ejek Chanhee sambil menyeringai. Yang tentunya menuai protes dari si pemilik nama.

Hai guys! Wiiihh wangi ayam!” Suara langkah Ji Changmin terdengar begitu ribut didepan rumah, sedikit berlari dan bertepuk tangan saat menjumpai makanan dan minuman diatas meja ruang tamu. Dibelakangnya ada Lee Juyeon kekasihnya mengekor, senyum tak juga luntur dari keduanya.

Ada acara apa nih tumben banget ngajak happy happy?” Lalu keduanya mengambil duduk diatas lantai sambil mencomot chicken popcorn yang masih mengepul panas. Sangyeon tersenyum sambil mengusak rambutnya, “lagi happy aja jadi all on me”

Sering-sering dong kak happy gini” itu Hyunjae dengan senyum semangat setelah mendesis saat meneguk minuman laknat itu sekali tembak.


Masa dimana jam dinding menunjukkan pukul sepuluh lebih, percakapan semakin tak jelas arahnya. Hanya tertawa menceritakan hal-hal lucu yang mereka ingat saja. Diantara Chanhee, Changmin dan Sunwoo yang memiliki toleransi alkohol yang lumayan tinggi adalah si pemuda Choi. Yang mana setelah menenggak berkali-kali dalam gelas besar, ia masih bisa mengontrol diri, masih bisa mengambil kuasa atas kesadarannya. Dan Ji Changmin adalah yang sengaja membatasi diri agar tak terlalu larut dalam ambang kewarasan.

Lain halnya dengan Kim Sunwoo. Sunwoo dengan wajah rakunnya yang toan jelas sudah memerah. Changmin yang duduk disampingnya tak henti tertawa sedikit berbisik pada Chanhee, yang tentunya dibalas tawa juga. Mereka erani menjamin, satu gelas tambahan lagi, Kim Sunwoo sudah benar-benar mabuk. Sunwoo yang matanya sudah berubah satu itu sibuk mengunyah chiki keju sambil mendengarkan kekasihnya bercerita pada dua orang pemuda didepannya yang sibuk memakan kacang. Sesekali Sunwoo tertawa yang bahkan ia sendiri tak tahu menertawakan apa. Hal itu tentu tak lepas dari perhatian Juyeon, pemuda kucing itu menunjuk Sunwoo dengan dagunya, “anaknya udah setengah sadar tuh kak” katanya pada entah siapa. Namun yang pasti baik Sangyeon maupun Hyunjae menoleh pada Sunwoo yang sudah tak kuasa menahan dirinya.

Tangannya masih sibuk dengan Chiki digenggamannya, Sunwoo bersandar pada sofa dibelakangnya, ia sudah tak bisa duduk tegak menumpu dirinya sendiri. Hyunjae mengusak rambut hitam kecoklatan kekasihnya, sedikit menarik rahangnya untuk mengecup pelipis Sunwoo yang menganggur, tangan Sunwoo kembali meraih gelas minumnya yang dibalas tepisan kuat oleh Changmin, “udah, lo udah mabok banget gue males deh lo gak pernah cukup satu mangkok doang supnya”

Sunwoo yang memang sudah diambang batas sadar itu akhirnya merengek dan membenamkan dirinya pada pelukan Hyunjae, “mau minum kak... Kak Changmin rese”

Hyunjae memeluk pemuda aries itu lalu diusapnya pelan-pelan punggung yang hangat itu, “besok kelas siang. Udah ya?”

Sunwoo menegakkan badannya lalu meraih gelas itu buru-buru dan menenggak cairannya tanpa jeda. Lalu setelahnya ia tertawa sebab merasa menang tak ada seorangpun yang berani melarangnya.

Chanhee lagi-lagi tertawa saat mendapati Sunwoo semakin berantakan dan sudah tidak bisa mengendalikan dirinya, “Sunwoo.. Dua puluh lima kali tiga kurang tujuh puluh lima tambah lima belas berapa?” Itu Sangyeon yang sengaja iseng pada si bungsu yang terlihat kewalahan. Sunwo yang sudah merah sebadan-badan dan matanya sudah tidak fokus itu mendecak sebal. Sunwoo mengerucutkan bibirnya tak terima lantas dengan acak ia memandang langit-langit, “Dua!” Katanya asal. Lalu Changmin dengan senang hati menoyor kepalanya, “Ya lima belas bego! Gak kuliah sih Lo, ngewe mulu ya?” lantas semuanya tertawa mendengar lelucon Changmin, termasuk Sunwoo sendiri. Bukan rahasia lagi bahwa baik Hyunjae maupun Sunwoo keduanya memang memiliki otak mesum.

Ngewe mulu sih lo.” Chanhee mengulangi perkataan Changmin sambil mengelus dagu si Bungsu layaknya kucing. Sunwoo yang memang sudah tidak sadar itu menjerit excited mendapat sentuhan ringan di dagunya. Chanhee dengan jemari lentiknya yang memanjakan Sunwoo.

Secara tak sadar Sunwoo menggerung seperti kucing, bergeser merapatkan dirinya pada Chanhee yang masih sibuk mengelus dagu dan rambutnya. “Sunwoo abis pacaran sama Hyunjae jadi manis gitu gak sih? Hyunjae treats him so well” ujar Juyeon setelah mengunyah keripik kentang yang baru dibukanya.

Hyunjae meraih gelasnya lalu tertawa, “Manis dong, apalagi kalau di ranjang ya sayang..” Setelah meneguk minumannya tangan Hyunjae dibawa untuk menepuk bongkahan sintal Sunwoo yang dibalut celana jogger. Sunwoo hanya mengerang tak suka dan kembali melanjutkan aksinya mendusel pada Chanhee yang belum berhenti memperlakukannya seperti kucing.

Kyeobmuda oneshoot 🔞AU!

Nsfw content!! Minor do not allowed here

Choi Chanhee Ji Changmin Kim Sunwoo

Mention sangnew jukyu milsun

Trigger warning : drunk, smoking, harsh word Content warning : kissing content, threesome, using sex toy, sandwich sex, cuckolding, deep throat, foreplay, fingering, nippleplay, rimming, spanking, multiple orgasm, and many more.

Top; Choi Chanhee Vers; Kim Sunwoo Bottom; Ji Changmin

Kim Sunwoo tidak pernah bisa mengendalikan dirinya saat dipengaruhi alkohol. Tapi malam itu, ia sama sekali tak keberatan. Karena rasanya seperti surga dunia.


Ada orang, yang sekali saja kamu panggil namanya untuk diajak berbuat sesuatu, ia akan segera menyetujuinya.

Kenalkan. Namanya Kim Sunwoo. Si bungsu dari tiga serangkai yang kebetulan bertemu di SMA yang sama di ibu kota. Pemuda aries kelahiran April itu, dengan mata bulat lucu seperti boba, dengan senyum cerah dan kepribadian yang luar biasa ceria, adalah satu-satunya adik kelas yang menempel seperti lintah pada Choi Chanhee dan Ji Changmin.

Sunwoo dan Changmin juga Chanhee memiliki selisih usia dua tahun, namun rupanya hal itu bukan masalah untuk merajut tali persahabatan. Sebab dimana ada Kim Sunwoo, kadangkala kamu bisa temukan Chanhee dan Changmin juga disana.

Setelah lulus sekolah, ketiganya memutuskan untuk kuliah di luar kota, memesan satu rumah kost untuk bertiga. Dengan Choi Chanhee yang memegang kendalinya. Ji Changmin adalah mahasiswa Teknik Informasi bersama Choi Chanhee. Sedangkan Kim Sunwoo adalah mahasiswa Teknik sipil, yang setiap hari mengeluh bilang salah pilih jurusan.

Tak ada hal menarik yang bisa diceritakan tentang keseharian ketiganya yang dibilang cukup monoton. Hanya kehidupan mahasiswa pada umumnya yang pergi kuliah, nongkrong bersama teman-teman sebaya dan lalu ngedate bersama kekasihnya masing-masing. Hampir tidak ada yang istimewa karena mereka juga selalu bilang akan jadi mahasiswa biasa saja.

Ya kecuali Ji Changmin sih, dia cukup aktif di himpunan mahasiswa bersama kekasihnya Lee Juyeon. Ah iya! Kenalkan, namanya Lee Juyeon. Kekasih Changmin sejak dua tahun belakangan, berjumpa saat ospek jurusan hingga akhirnya sibuk menanam benih cinta, dan ya akhirnya setelah perjuangan yang cukup melelahkan ㅡsebab rupanya Changmin malah menjadi primadona jurusan bersama sahabatnya Chanhee, akhirnya Juyeon bisa menggenggam hati Changmin, mengikatnya dalam satu hubungan, mengendalikannya dengan ujung-ujung jari yang ia miliki, ya istilah kerennya akhirnya menjadi bucin.

Lain Changmin, lain juga Chanhee. Chanhee masih setia menjalin kasih bersama pacarnya sejak SMP. Namanya Lee Sangyeon. Bertemu di tinder dengan niat awal hanya iseng, akhirnya setelah beberapa kali ngedate ala-ala anak SMP, akhirnya mereka resmi jadian, katanya. Lama-lama yang tadinya hanya cinta monyet, berubah semakin serius seiring berjalannya waktu. Melewati banyak rintangan dan tantangan yang dihantarkan oleh dunia, beberapa kali putus nyambung, beberapa kali kalah oleh ego masing-masing, dan ya. Mereka sampai di titik ini. Masih bertahan bahkan sampai usia dua puluhan tahun.

Dan, Kim Sunwoo. Si bungsu dari trio kwek-kwek ini ㅡsetidaknya begitu kata Sangyeon, adalah mahasiswa baru yang setengah mati ketakutan dikejar kakak tingkat yang menurutnya cukup aneh dan nyeleneh. Namanya Lee Hyunjae. Salah satu kakak tingkat saat ospek jurusan yang sangat terlihat mencolok dan menonjol dimatanya.

Bukan hanya dadanya ya, tapi kepribadian Hyunjae yang ramah, tebar pesona dan senyum sana sini juga tak pernah pandang buluh untuk membantu sesama itu, yang tak disangka-sangka akan menjadi pujaan semua mahasiswa baru saat itu, malah mengejar cinta Sunwoo yang setengah mati ketakutan saat Hyunjae terang-terangan mengatakan bahwa Sunwoo memiliki mata yang paling indah yang pernah Hyunjae temui.

Yang sialnya Hyunjae katakan itu ditengah lapangan dengan pengeras suara yang tentunya bisa didengar semua orang.

Dan ya, ketiga anak laki-laki yang sibuk merantau itu sekarang sibuk berbagi peluk dengan kekasihnya masing-masing.

Sunwoo menyeruput minuman brown sugar yang dibawakan kekasihnya dengan anteng. Matanya tak berhenti berfokus pada layar tv yang sedang menayangkan film romantis yang sudah lama mereka nantikan. Kepala Sunwoo sengaja ditaruh di atas bahu kokoh Hyunjae yang sibuk merangkul dan mengunyah popcorn. Mata keduanya masih dan akan selalu terfokus pada layar tv, sampai akhirnya suara handphone Sunwoo mengganggu konsentrasinya.

Siapa sih nelfon-nelfon” Sunwoo menggerutu sambil meraih handphonenya yang terbengkalai begitu saja diatas meja saat detik pertama film diputar.

Hallo kak Chanhee?”

Siapa aja disana?”

Gue sama kak Hyunjae doang, kak Changmin lagi ngedate sama kak Juyeon, tadi bilang beli bakmie”

Malam ini mau minum gak?”

Sunwoo mengernyitkan dahinya heran, menjauhkan ponselnya sedikit guna mengintip nama kontak yang saat ini memiliki sambungan telfon dengannya, benar kok kak Chanhee gumamnya dalam hati.

Kim Sunwoo! Ditanya malah diem.. mau minum gak? Kak Sang yang bayar”

Minum apaan sih? Gak paham”

Terdengar Chanhee mendecakkan lidah diseberang sana, dan bisa Sunwoo tebak ia sedang merotasikan matanya jengah dengan kaki menghentak tanah sebab kesal.

Mabok! Pake nanya...”

Sunwoo ragu-ragu, sejujurnya terakhir kali berjumpa dengan minuman laknat itu, malam dan pagi Sunwoo sedikit berantakan. Karena kadar toleransinya yang biasa saja menjurus agak payah, namun ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Agak rindu juga ya mabuk-mabukan bersama teman-teman.

Bentar tanya kak Hyunjae dulu.. kak, mau gabung minum gak nanti malem?”

Hyunjae segera menoleh dengan ekspresi bingung, sama seperti Sunwoo tadi. “tumben?”

Kak Chanhee sama kak Sangyeon ngajak. Ada kelas pagi gak?”

Gue ikut, gue traktir makanannya deh. libur soalnya” Sunwoo memasang ekspresi remeh sambil menoyor dahi Hyunjae yang tanpa pikir panjang malah mengiyakan ajakan Chanhee dan Sangyeon. “Kak Chan, gue sama kak Hyunjae ikutan deh”

Oke. Nanti gue tanya Changmin. Gak ada kelas pagi kan kalian?”

Kak Nje libur, gue kelasnya jam dua doang”

Dan setelah melewati sedikit percakapan kecil, Chanhee memutus sambungan telfonnya yang tentu saja masih menyisakan heran dan tanda tanya besar dikepala Sunwoo siang itu.


Nu, kakak denger kemarin kamu beli mainan baru?”

Sunwoo mengangguk.

Tepat setelah lima menit sambungan Chanhee terputus, Sunwoo dan Hyunjae tak lagi tertarik pada film yang masih berputar di layar kaca. Mereka lebih memilih untuk asyik bercumbu. Dengan Sunwoo yang sudah duduk diatas pangkuan kekasihnya, dengan tangan yang melingkar di leher dan kepala belakang kekasihnya, sedang tangan Hyunjae asyik bergerilya di pinggang dan pantat bulat Sunwoo, keduanya masih saling mengecup. Bibir merah cherry itu dilumat, dikulum, disesap dan digigiti sedemikian rupa hingga membengkak. Benang saliva yang akhirnya tercipta, dengan lelehannya yang mengalir membasahi dagu si aries, Sunwoo melenguh saat Hyunjae dengan sengaja meremas bongkahan pantatnya yang kenyal. Tangannya masuk pada celana jogger milik Sunwoo.

Mainan apa?”

Butt plug doang kak, tapi bagus. Ujungnya berlian gitu warna putih. Pokoknya cantik”

Cantikan kamu... Kamu paling cantik” lalu Hyunjae kembali mengecup, kali ini lidahnya masuk kedalam rongga mulut milik Sunwoo, mengobrak-abrik isinya, membelit lidah dan menggelitik langit-langit Sunwoo, membuat air liur semakin meleleh. Sunwoo mengerang dan berjengit kaget saat tangan Hyunjae kini dengan kurang ajar bermain diatas dadanya. Mempermainkan nipple pink-nya dengan ibu jari dan telunjuk.

Sok-sokan mau minum sama Chanhee Changmin, kamu kan gampang teler..”

Lalu bibir itu kembali dikecup. Meskipun Sunwoo menggelinjang tak beraturan namun nyatanya Hyunjae tak jua ingin menghentikan aksinya. Yang ada, ia malah semakin gencar melukis diatas canvas polos ciptaan Tuhan yang dianugerahkan pada kekasihnya. Kim Sunwoo si pemuda aries yang terlampau manis dan indah, yang akan tunduk dan patuh dalam kendali dan komando Hyunjae saat sedang kacau seperti ini.

Kita bikin malam ini jadi seru” ujarnya.


Setelah perlakuan tidak senonoh yang sejak tadi dilancarkan oleh Hyunjae, tak lama kemudian Chanhee benar-benar datang dengan botol minuman memabukkan ditangannya. Dengan makanan ringan lainnya yang menemani, Sangyeon tersenyum dibelakangnya. Bercerita bahwa hari ini ia tengah berbahagia dan dalam mood yang cukup bagus untuk berpesta. Setelah bersalaman dan menyiapkan gelas juga piring untuk snack mereka, Chanhee duduk sambil menuangkan minuman pekat itu kedalam gelas. Menunggu Changmin yang katanya sudah dekat.

Jangan kebanyakan, woo. Lo payah soalnya” ejek Chanhee sambil menyeringai. Yang tentunya menuai protes dari si pemilik nama.

Hai guys! Wiiihh wangi ayam!” Suara langkah Ji Changmin terdengar begitu ribut didepan rumah, sedikit berlari dan bertepuk tangan saat menjumpai makanan dan minuman diatas meja ruang tamu. Dibelakangnya ada Lee Juyeon kekasihnya mengekor, senyum tak juga luntur dari keduanya.

Ada acara apa nih tumben banget ngajak happy happy?” Lalu keduanya mengambil duduk diatas lantai sambil mencomot chicken popcorn yang masih mengepul panas. Sangyeon tersenyum sambil mengusak rambutnya, “lagi happy aja jadi all on me”

Sering-sering dong kak happy gini” itu Hyunjae dengan senyum semangat setelah mendesis saat meneguk minuman laknat itu sekali tembak.


Masa dimana jam dinding menunjukkan pukul sepuluh lebih, percakapan semakin tak jelas arahnya. Hanya tertawa menceritakan hal-hal lucu yang mereka ingat saja. Diantara Chanhee, Changmin dan Sunwoo yang memiliki toleransi alkohol yang lumayan tinggi adalah si pemuda Choi. Yang mana setelah menenggak berkali-kali dalam gelas besar, ia masih bisa mengontrol diri, masih bisa mengambil kuasa atas kesadarannya. Dan Ji Changmin adalah yang sengaja membatasi diri agar tak terlalu larut dalam ambang kewarasan.

Lain halnya dengan Kim Sunwoo. Sunwoo dengan wajah rakunnya yang toan jelas sudah memerah. Changmin yang duduk disampingnya tak henti tertawa sedikit berbisik pada Chanhee, yang tentunya dibalas tawa juga. Mereka erani menjamin, satu gelas tambahan lagi, Kim Sunwoo sudah benar-benar mabuk. Sunwoo yang matanya sudah berubah satu itu sibuk mengunyah chiki keju sambil mendengarkan kekasihnya bercerita pada dua orang pemuda didepannya yang sibuk memakan kacang. Sesekali Sunwoo tertawa yang bahkan ia sendiri tak tahu menertawakan apa. Hal itu tentu tak lepas dari perhatian Juyeon, pemuda kucing itu menunjuk Sunwoo dengan dagunya, “anaknya udah setengah sadar tuh kak” katanya pada entah siapa. Namun yang pasti baik Sangyeon maupun Hyunjae menoleh pada Sunwoo yang sudah tak kuasa menahan dirinya.

Tangannya masih sibuk dengan Chiki digenggamannya, Sunwoo bersandar pada sofa dibelakangnya, ia sudah tak bisa duduk tegak menumpu dirinya sendiri. Hyunjae mengusak rambut hitam kecoklatan kekasihnya, sedikit menarik rahangnya untuk mengecup pelipis Sunwoo yang menganggur, tangan Sunwoo kembali meraih gelas minumnya yang dibalas tepisan kuat oleh Changmin, “udah, lo udah mabok banget gue males deh lo gak pernah cukup satu mangkok doang supnya”

Sunwoo yang memang sudah diambang batas sadar itu akhirnya merengek dan membenamkan dirinya pada pelukan Hyunjae, “mau minum kak... Kak Changmin rese”

Hyunjae memeluk pemuda aries itu lalu diusapnya pelan-pelan punggung yang hangat itu, “besok kelas siang. Udah ya?”

Sunwoo menegakkan badannya lalu meraih gelas itu buru-buru dan menenggak cairannya tanpa jeda. Lalu setelahnya ia tertawa sebab merasa menang tak ada seorangpun yang berani melarangnya.

Chanhee lagi-lagi tertawa saat mendapati Sunwoo semakin berantakan dan sudah tidak bisa mengendalikan dirinya, “Sunwoo.. Dua puluh lima kali tiga kurang tujuh puluh lima tambah lima belas berapa?” Itu Sangyeon yang sengaja iseng pada si bungsu yang terlihat kewalahan. Sunwo yang sudah merah sebadan-badan dan matanya sudah tidak fokus itu mendecak sebal. Sunwoo mengerucutkan bibirnya tak terima lantas dengan acak ia memandang langit-langit, “Dua!” Katanya asal. Lalu Changmin dengan senang hati menoyor kepalanya, “Ya lima belas bego! Gak kuliah sih Lo, ngewe mulu ya?” lantas semuanya tertawa mendengar lelucon Changmin, termasuk Sunwoo sendiri. Bukan rahasia lagi bahwa baik Hyunjae maupun Sunwoo keduanya memang memiliki otak mesum.

Ngewe mulu sih lo.” Chanhee mengulangi perkataan Changmin sambil mengelus dagu si Bungsu layaknya kucing. Sunwoo yang memang sudah tidak sadar itu menjerit excited mendapat sentuhan ringan di dagunya. Chanhee dengan jemari lentiknya yang memanjakan Sunwoo.

Secara tak sadar Sunwoo menggerung seperti kucing, bergeser merapatkan dirinya pada Chanhee yang masih sibuk mengelus dagu dan rambutnya. “Sunwoo abis pacaran sama Hyunjae jadi manis gitu gak sih? Hyunjae treats him so well” ujar Juyeon setelah mengunyah keripik kentang yang baru dibukanya.

Hyunjae meraih gelasnya lalu tertawa, “Manis dong, apalagi kalau di ranjang ya sayang” setelah meneguk minumannya tangan Hyunjae dibawa untuk menepuk bongkahan sintal Sunwoo yang dibalut celana jogger. Sunwoo hanya mengerang tak suka dan kembali melanjutkan aksinya mendusel pada Chanhee yang belum berhenti memperlakukannya seperti kucing.

Milbbang oneshoot AU!

PERHATIAN ! AKU PERNAH UPLOAD CERITA INI DALAM VERSI KAPAL RYEONSEUNG (SEUNGYOUN SEUNGWOO X1) DI AKUN LAIN! JADI HEHE ENJOY CUMA INFO SIH

Bbang ㅡKim Younghoon. Si pecinta roti, begitu cara kekasihnya memanggilnya. Panggilan lucu untuk si kesayangan. Pemuda putih dengan rambut berwarna merah muda yang manis seperti gula kapas.

Hari ini, setelah mengantar Younghoon medical check up, Hyunjae mengajaknya mengisi bensin perut di KFC. Sekedar membeli paket panas untuk berdua.

Younghoon asyik mengunyah. Diam. Tata Krama yang bagus. Beda dengan Hyunjae si pecicilan. Mulutnya mengunyah, tangannya bergerak, matanya tak berhenti menatap sekitar dengan kaki yang tak bisa diam mengetuk lantai marmer disana.

Sedikit melirik pada kekasihnya, bagaimana dirinya tersorot sinar matahari membuatnya semakin bersinar. Younghoon indah. Benar-benar indah, pikirnya. Sedikit senyum tercipta melengkung di wajahnya.

“Hoon. Disembunyiin dimana?”

Younghoon masih tetap dengan makanannya, menoleh sedikit dengan raut wajah bingung, “apanya?” Jawabnya.

“Sayapnya. Kok bisa sih Lo lahir jadi malaikat tanpa sayap?”

Younghoon memutar bola matanya malas. “sayapnya di goreng mbak-mbak KFC tuh” ucapnya sebal sambil melempar tisu pada kekasihnya yang terkekeh geli.

Menopang dagu, Hyunjae kembali menatap Younghoon intens. “Hoon. Pilih dada gue atau dada KFC?”

Younghoon menelan makanannya, lanjut menatap kekasihnya dengan ekspresi malas. “Dada KFC lah, kulitnya banyak, dagingnya besar. Bikin kenyang, dimakan sama nasi anget”

Ah sial. 1-0

Hyunjae mendengus sambil melempar wajahnya, mengalihkan pandangan enggan menatap kekasihnya yang kini terkikik geli. Namun tak lama setelah mendapat ide lain, tubuhnya dicondongkan ke depan, “paha gue atau paha KFC?”

“Paha KFC lah, jelas-jelas bisa dimakan. Enak tau! Bikin kenyang, renyah lagi”

“Ah ga asik ah lu mah. Makan mulu!!!” Hyunjae lalu menyenderkan punggungnya pada kursi dengan ekspresi malas, menatap keluar jendela sambil mengunyah kentang goreng ditangannya. Mukanya muram dan kecut hingga lagi-lagi Younghoon terkikik geli. Hingga akhirnya dengan berani ia meraih tangan Hyunjae yang menganggur diatas meja, sedikit diusap dan digenggam dengan sayang.

“Jae, biarpun gua tadi gak milih paha atau dada gede lo itu, tapi tetep aja gue bisa pulang ke lo dan bersandarr disana saat lelah, bisa tiduran diatas paha lo saat gue gundah. Lo tuh rumah, tempat gue pulang. Ga lapar, ga kenyang, ga sedih, ga senang... gue akan tetap pulang”

Younghoon menyunggingkan senyum yang luar biasa manis. Bikin Hyunjae salah tingkah dibuatnya.

“Ah anjing! Meleleh nih ah”

Dan Younghoon tertawa menyusul tawa renyah kekasihnya. Dikecupnya dahi Younghoon pelan lalu diusaknya sayang helaian rambut itu. Diakhiri dengan senyum saat saling bertatapan.

“Gak salah ye gua pilih maju waktu itu”

Fin.

© Aquamarlynn_

Kyeobmuda oneshoot AU!

Choi Chanhee Ji Changmin Kim Sunwoo

Mention sangnew jukyu milsun

Trigger warning : drunk, smoking, harsh word Content warning : threesome, sandwich sex, cuckolding, deep throat, foreplay, fingering, nippleplay, rimming, spanking, multiple orgasm, and many more.

Top; Choi Chanhee Vers; Kim Sunwoo Bottom; Ji Changmin

Kim Sunwoo tidak pernah bisa mengendalikan dirinya saat dipengaruhi alkohol. Tapi malam itu, ia sama sekali tak keberatan. Karena rasanya seperti surga dunia.


Jukyu oneshoot AU!

slight milkyu, bbangkyu, nyukyu and sangju

Lee Juyeon Ji Changmin

Content warning : one sided love, bxb / mxm, star tears syndrome, mention color blind and monokromasi, little bit hurt/ comfort, fluff, skinship, friendzone.


“Juyo suka warna apa?”

Sebagai anak berusia tujuh, tentu Juyeon ingin terlihat keren saat ditanyai begitu oleh ibu guru. Maka saat itu sebenarnya Juyeon akan menjawab warna hitam atau biru, sebelum telinganya menangkap bisikan teman sebangkunya, “kalau aku ditanya juga, aku akan jawab warna kuning” bisiknya dengan bibir mengerucut sambil tangan masih sibuk dengan crayon warna hijaunya.

Juyeon kecil sedikit melirik anak manis itu lalu ia tersenyum, “kuning, Bu guru”

Dapat juyeon lihat ada tatapan penuh minat dari Ji Changmin, anak manis sebangkunya itu saat Juyeon menjawab. Tersenyum dengan kaki bergoyang penuh rasa syukur sebab memiliki teman yang menyukai warna yang sama.

Kenapa Juyeon suka warna kuning?”

Bagus! Seperti matahari”

Dan Ji Changmin terlihat bertepuk tangan kecil. Setelah ibu guru pergi menjauh, Ji Changmin sibuk menoel badan anak bermata sipit itu penuh minat, “Juyo kok gak bilang suka warna kuning ke Camin?”

Emangnya Camin gak tahu? Huuu payah”

Juyo pernahnya bilang Juyo suka warna biru, jadi Camin tidak tahu”

Itu sebelum Juyo sadar kalau matahari berwarna kuning itu indah. Juyo mau jadi matahari yang suka menyinari bumi”

Ji Changmin bertepuk tangan lagi. Mendengar jawaban dari sahabatnya yang ternyata menyukai warna kuning ini membuat hatinya gembira, “Camin juga suka warna kuning!”

Oh ya? Kenapa?”

Soalnya Spongebob warnanya kuning! Camin suka nonton Spongebob tiap pagi sebelum sekolah, lalu warna kuning juga seperti bunga matahari, Camin suka bunga matahari”

Bunga matahari ya? Budaya China menganggap bunga matahari sebagai simbol umur panjang. Bunga matahari juga dikenal sebagai bunga yang identik dengan rasa bahagia, sehingga bisa menjadi hadiah yang sempurna untuk menyampaikan harapan atas hadirnya hari yang membawa kebahagiaan bagi seseorang. Filosofi bunga matahari ini melambangkan tentang kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, dan persatuan. Ditambah lagi dengan warna kuningnya yang cerah dan penuh bahagia, maka diharapkan bahwa hubungan yang tengah dijalani saat ini akan selalu bahagia, terjalin dengan baik, dan panjang umurnya.

Bunga matahari itu berpusat. Demikian pula dalam sebuah hubungan, bunga dapat dikatakan sebagai lambang apresiasi tentang cinta, ketulusan, persahabatan, sukacita, dan lainnya. Sebagian orang mempercayainya. Memberikan bunga kepada sang terkasih, pasti akan meninggalkan kesan mendalam di hati, bahwa mereka dikasihi.

Maka setiap pagi di awal bulan, Juyeon akan mengetuk pintu rumah Changmin, memberinya setangkai bunga matahari. Mengundang tawa cerah yang renyah dari si pemilik senyum terindah.

Bunga matahari untuk Changmin yang kemarin dapat nilai A ujian tulis sejarah” Juyeon menyerahkan bunga matahari itu yang disambut hangat oleh sahabatnya. “Makasih Juju, kamu juga hebat dapat B”

Iya dong, kan belajarnya bareng. Ayo, jadi pergi gak?”

Dan demi Tuhan ini bukan kali pertama Ji Changmin memasang muka terkejut nan murung setelah melupakan janji pergi bersamanya. “Juyo maaf... Aku lupa banget. Gimana dong?”

Mau pergi sama Kak Hyunjae ya?” Tanyanya hati-hati. Dan demi Tuhan ini bukan kali pertama Juyeon melihatnya mengangguk dan berceloteh minta maaf tentang melupakan janji pergi mereka. “Aku janji deh besok kita pergi bareng, hari ini gak bisa. Kok aku bisa lupa ya malah ngeiyain ajakan kak Hyunjae padahal janjinya duluan sama kamu” Ji Changmin yang saat itu berusia empat belas, sama sepertinya menunduk lesu. “Changmin, gak apa-apa. Pergi aja sama Kak Hyunjae. Aku bisa pergi sama Kevin kok.”

Tapi kan kita udah janji pergi kesana, Juju juga mau banget kesana kan? Pasti bagus gak sih lihat bintang di bukit pake teleskop gitu? Tapi aku udah terlanjur iyain ajakan kak Hyunjae..”

Kapan-kapan, kalau cuacanya cerah, kita pergi kesana ya. Jangan dibatalin janjinya sama kak Hyunjae ya, kasihan orangnya pasti udah seneng banget kamu mau ikut sama dia”

Dan Changmin memeluk Juyeon, berterimakasih sebab sahabatnya selalu mengerti.

Selalu.

Sahabat.

Juyeon yang saat itu berusia belasan tahun menangis saat malam. Melihat bagaimana seseorang yang ia dambakan pergi menghabiskan malam di acara ulangtahun orang yang disukainya. Dan Juyeon membenci fakta bahwa itu bukan dirinya.

That's should be him katanya malam itu. Yang seharusnya menggenggam tangan Changmin, yang memberikan sekuntum bunga mawar, memberikan kado kecil. Seharusnya ia yang juga menjadi sumber tawa Changmin malam itu. Seharusnya mereka pergi melihat bintang di bukit malam ini, berbagi pemandangan indah langit malam penuh bintang. Harusnya mereka menghabiskan malam bersama. Sebab hari ini, malam ulangtahunnya. Seharusnya tepat pukul dua belas, Juyeon menggenggam tangan Changmin dan mengucap doa panjang umur bersama. Seharusnya Juyeon dan Changmin. Bukan Juyeon yang menangis.

Dan sekali lagi saat Juyeon menangis, terdengar suara lonceng bersamaan dengan bintang yang jatuh. Beriringan dengan tangisnya. Beriringan dengan dengungan pelan dari rintihan kesakitannya. Malam itu beberapa bintang gugur bersama dengan harapannya.

Star tears syndrome adalah keadaan dimana penderita akan mengeluarkan bintang alih-alih air mata, dengan suara tetesan yang bagaikan lonceng saat menangis. Dan akan mengeluarkan air mata berwarna saat sakit yang dirasakan terlalu menyakitkan dan atau terlalu lama menangis. Hal ini menyebabkan penderita kehilangan kemampuan melihat warna. Dalam kata lain, penyakit ini menyebabkan penderita menjadi buta warna.


Juyo selamat ulangtahun!!!!” Pagi ini hari Minggu, Juyeon merasakan badannya ditindih oleh benda berat saat masih terlelap, dan gendang telinganya menangkap suara khas yang penuh semangat. “Juyo ayo bangun, tiup lilinnya!”

Juyeon yang masih mengumpulkan nyawa itu membuka mata, mendapati Ji Changmin yang sepertinya masuk lewat jendela kamarnya itu tengah tersenyum girang dengan kue yang lilinnya menyala ditangannya. Juyeon bangun, mendudukkan dirinya dan mengepalkan tangan sambil berdoa. Di usia yang ke dua puluh ini, Juyeon hanya ingin semuanya baik-baik saja. Juyeon hanya ingin semuanya berjalan sempurna. Hanya ingin pria yang ada didepannya disampingnya setiap saat ia membutuhkannya.

Berdoa juga buat kesembuhan ayah, Ju”

Oh iya ayah. Teruntuk ayah yang sedang berjuang melawan kankernya di rumah sakit, semoga Tuhan selalu melindunginya. Memberinya kesempatan hidup lebih panjang dan tidak meninggalkan keluarga yang disayanginya.

Amin.” Dan saat Juyeon mengamini semua doa-doanya, ada lilin yang mati sebab ditiup oleh keduanya. Ji Changmin tersenyum manis sambil mengecup pipinya lembut, “Happy birthday Juju. Ini kado dari aku! Aku buat sendiri lho”

Apa ini? Boleh dibuka sekarang?”

Ji Changmin mengangguk. Membiarkan Juyeon merobek bungkus kado yang melapisi hadiah spesial darinya. “Sweater rajut?”

Aku rajut sendiri, dan ini warna kuning”

Baik Juyeon dan Changmin sama-sama tersenyum cerah. Juyeon mengusak surai Changmin dan mengecup dahinya, memberikan kata terimakasih yang sangat tulus atas pemberiannya. “Aku bisa lihat kok ini warna kuning, cuma ya harus fokus aja” katanya.

Juyeon, Lee Juyeon. Yang sejak kecil selalu berteriak ia menyukai warna kuning, selalu suka melihat bintang dilangit, selalu suka mewarnai bersama sahabatnya, beranjak dewasa dengan star tears syndrome yang dialaminya, yang mana perlahan merenggut kemampuannya melihat warna. Perlahan warna yang ia sukai terlihat begitu pudar hampir abu-abu dan hitam. Hampir putih dan sedikit kelam. Meski masih bisa melihatnya jika lebih fokus dan awas, tapi Juyeon cukup bersedih dengan kenyataan yang menamparnya.

Happy birthday ya. All the best wishes for you, someday kalau aku udah kerja dan banyak uang, aku beliin kacamata khusus. Mau?”

Juyeon tertawa geli lalu mengangguk, “apa aja yang Camin kasih, aku mau”

Dan malam itu, sebab masih panjang, akhirnya keduanya berbagi peluk. Dalam satu selimut dan satu ranjang. Tidur dengan damai setelah berbagi peluk yang hangat dan nyaman. Changmin menelusupkan wajahnya pada dada bidang Juyeon, membiarkan Juyeon terlelap sambil menghirup aroma shampoo yang menguar dari rambutnya. Berbagi peluk yang hangat di bulan Januari yang masih dingin.


Demi Tuhan Changmin angkat telfonnya!!!” Kevin sedikit merutuk dan mengumpat saat sambungan telfon itu kembali terputus sebab si empunya tak jua menerima sambungannya. Ia meninju dinding rumah sakit yang penuh dengan suara tangis dan jerit pilu itu sendirian. Diliriknya kembali Juyeon sahabatnya yang masih sibuk memeluk adik dan mamanya yang terlihat sangat terpukul atas perginya sang kepala keluarga tercinta. Ayahnya hari ini menghembuskan napas terakhirnya, tepat seminggu setelah ulangtahun Juyeon. “demi Tuhan Changmin please...”

Kevin menggigiti kuku dan bibirnya gusar, Kevin tahu bahwa Juyeon pasti sangat berharap bahwa sahabat sejak kecilnya itu ada disini. Sekedar memberi peluk agar ia bisa lebih kuat dan tegar. Namun mengapa Changmin tak jua mengangkat telfon darinya? Juyeon disini sangat hancur dan pasti sangat membutuhkannya.

Ji Changmin demi Tuhan...”


Malam itu Changmin berlari terburu-buru dengan tangisan yang pecah tak terbendung. Seorang lelaki mengekor di belakangnya, menggenggam tangannya erat sekedar memberi kekuatan agar tetap tenang. Disana, di rumah duka. Kepala keluarga Lee yang ia sayangi, yang sudah ia anggap ayahnya sendiri terbujur kaku didalam peti mati. Meninggalkan banyak orang yang ia sayangi. Terlebih Istri dan anak bungsu perempuannya yang terlihat menangis histeris.

Uncle Lee..”

Baik Juyeon dan Kevin saat itu menoleh. Memperlihatkan bagaimana Changmin akhirnya menyesal sebab tadi sore tak bisa menjawab telfon dari Kevin untuk sekedar memberikan ucapan selamat tinggal. Changmin merunduk meremas ujung baju yang ia kenakan, tangisnya pecah kala pemuda yang sejak tadi mengekor di belakangnya memeluknya dan memberinya ucapan penenang.

Itu Kim Younghoon, gosipnya kekasih baru Changmin. Kakak tingkat di tempatnya kuliah. Dan malam itu, Juyeon kembali menangis. Menangis sebab hatinya yang hancur itu kembali diremukkan oleh keadaan.

Kevin yang saat itu memberinya peluk, berkata bahwa Juyeon pasti bisa.

Ia Juyeon bisa.

Bisa mati muda.

Kenapa kamu gak angkat telfonnya sih? Aku ngasih kabar bahkan pas ayah Juyeon masih berjuang buat hidup”

Maaf Kevin, maaf. Maaf aku gak bisa angkat telfonnya ㅡhiks aku hiks, aku lagi nonton Kevin. Handphonenya aku silent. Aku minta maaf, Kevin. Aku minta maaf. Aku minta maaf hiks aku minta maaf...”

Dan malam itu Juyeon bahkan tak sanggup untuk memberikan peluk. Sebab rasanya terlalu sakit dan hancur. Terlalu perih dan terlalu sering ia terluka.


Malam itu, pertama kali dalam hidupnya Juyeon membenci seseorang. Diusianya yang kini menginjak dua puluh empat, melihat sosok Changmin yang selama ini ia dambakan hancur berkeping seperti ini, membuatnya membenci seseorang. Seseorang yang telah menghancurkan mimpi dan harapan pemuda kecil dalam peluknya ini, memberikan rasa sakit tanpa harapan sebab begitu tega ditinggalkan.

Demi Tuhan, Changmin. Kamu gak kurang, kamu gak salah apa-apa. Younghoon aja yang brengsek, Changmin” dihantarkannya sekali lagi kecup manis diatas dahi, berharap si kecil hari itu tak lagi kehilangan senyumnya. Tak lagi kehilangan cerianya. Tak lagi kehilangan semangatnya sebab hati dan cintanya yang dikhianati kekasihnya sendiri.

Kenapa, Ju kenapa? Kenapa kak Hoon tega duain aku?”

Juyeon bungkam. Mengapa dunia juga tak baik-baik saja untuk pemuda yang ia sayangi ini, pemuda yang selalu menyukai warna kuning ini. Juyeon telah kehilangan kemampuan melihat warnanya dengan sempurna. Berharap dengan pengorbanan yang ia lakukan akan mengantarkan kebahagian untuk pemuda yang selama ini hanya bisa ia genggam tangannya, tapi tidak hatinya.

Juyeon kira semua air mata dan rasa sakitnya akan berbuah indah untuk si tupai berdimple ini. Namun mengapa dunia masih tak adil pada keduanya?

Changmin, you deserve better. Udah ya? Ikhlasin aja. Bukan cuma dia satu-satunya di dunia ini. Kamu bakalan ketemu lagi sama yang lebih bisa hargai kamu, yang lebih bisa cintai kamu. Yang gak akan pernah tinggalkan kamu sebab orang lain. Aku janji, aku yakin kamu pasti bahagia. Udah ya? Please jangan nangis lagi.”

Dan malam itu dengan lancangnya Juyeon memagut bibirnya. Memberikan cium lembut penuh kasih sayang pada pemuda yang ada dalam dekapannya.

Ji Changmin, kamu pantas bahagia. Aku bersumpah. Ujarnya dalam ciuman panjang malam itu.


i decided to write down everything i felt about you the highs and lows the melodic complexity of it all i wrote it all down sealed it into a letter and burned it. *Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes**

Selamat ulangtahun Juyooo! Happy birthday to you happy birthday to you Happy birthday our Juyeonie happy birthday to you~”

Ji Changmin lagi-lagi dengan kue ditangannya yang menyusup melalui jendela kamar setiap tengah malam itu mengecup puncak kepala Juyeon sembari menyanyi guna membangunkan pemuda Januari itu. Juyeon terkikik geli sebab ada jari yang dengan sengaja menggelitik pinggangnya, “cepet bangun keburu lilinnya leleh kena kue”

Juyeon bangun, mengepalkan tangan, memejam untuk berdoa. Semoga diusianya yang ke dua puluh enam ini, bahagia terus mengiringinya. Semoga bahu dan punggungnya selalu kuat untuk keluarganya. Semoga hati dan selalu lapang dan dipenuhi sabar juga ikhlas.

Semoga Juyeon cepet ketemu jodohnya, amin!”

Lalu keduanya meniup lilin. Dengan juyeon yang tertawa cukup kencang setelah mendengar doa terakhir yang sengaja diucapkan lantang oleh pemuda lucu itu. “iya lah! Sudah dua puluh enam masa masih sendiri?”

Ya gak apa-apa, yang penting mama sama adikku bisa bahagia”

Gak boleh begitu Juyeon, kamu juga harus hidup untuk diri kamu sendiri. Bukan untuk orang lain.”

Meskipun alasan aku hidup itu orang lain?”

Ji Changmin mengangguk, lalu kembali terjadi. Malam yang masih panjang itu dihabiskan keduanya saling berbagi peluk. Berbagi kehangatan dan rasa sayang dibawah selimut yang sama.

Mengapa Juyeon tidak bisa ulangtahun setiap hari saja?


my heart my life my soul my everything you. my love for you is etched by fire and seared with pain Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes

Malam itu sepulang kerja, Juyeon mendudukkan diri di sofa sendirian. Sambil menonton televisi yang menyajikan drama Korea romansa anak SMA. Dengan cemilan ditangannya, Juyeon menikmati malam damainya. Sampai ketukan buru-buru terdengar dari pintu ruang utama rumahnya. Kepala Ibu menyembul dari dapur, “itu siapa? Tolong buka pintunya”

Biar aku aja kak yang buka!!!” Adik perempuan Juyeon berlari kencang membuka pintu, membiarkan matanya menangkap sosok pemuda seusia kakaknya tengah tersenyum bahagia dengan sebucket bunga dalam genggaman, “kak Juyeon! Kak Changmin mau ketemu”

Dan Juyeon melangkahkan kakinya buru-buru, menghampiri Changmin yang dengan sabar menunggu di pekarangan.

Changmin kenapa gak masuk aja ㅡaduh! Astaga! Changmin astaga”

Tubuhnya ditubruk penuh antusias, ada peluk yang terlampau erat ia dapatkan dari pemuda November didepannya, badannya melompat mengajaknya berputar. “Juyeon! Juyeon! Aku seneng banget hari ini! Demi Tuhan Juyeon aku bahagia”

Good for you, darling. Aduh berat jangan gelendotan gini aduh, Changmin aku gak bisa napas”

Changmin tertawa melepas pelukannya, menyodorkan bucket bunga yang sejak tadi ia genggam, “untuk aku?” Tanya Juyeon yang benar-benar bingung. Changmin menggeleng, digigitnya bibir merah itu salah tingkah. Dan lagi-lagi ia melompat kegirangan. “Juyeon!!! Aku dilamar! Chanhee lamar aku Juyeon, Chanhee tadi ke rumah sama orangtuanya, dia lamar aku Juyeon!”

Dan sekali lagi ada peluk yang terlampau erat yang ia dapati. Terlalu erat hingga ulu hati dan relung jiwanya sakit tak tertahankan. Jantungnya seakan berhenti sejenak. Memproses keadaan yang tiba-tiba.

Ternyata benar-benar tidak ada harapan.

Chanhee lamar aku, Juyeon aku seneng banget! Demi Tuhan Chanhee lamar aku”

Juyeon menatap nanar rumput rumahnya. Ada hati yang telah patah kembali dihancurkan. Ada luka yang ditaburi garam. Ada air mata yang diiringi puluhan bintang turun dilangit malam. Ada suara lonceng yang terdengar beriringan dengan isakannya malam itu.

i want to tell you all the small details of my day and listen as you tell me about yours i want to be intimate with you verbally spiritually physically i want to be as much yours as you are mine so help me god.

Jㅡjuju?”

Juyeon menghapus air matanya lalu tersenyum meski dengan keadaan hancur, “Aku ikut bahagia Changmin. Aku ikut bahagia. Akhirnya semua ketakutan kamu kalau Chanhee cuma main-main sama kamu selama ini berbuah hasil yang indah ya. Selamat ya Changmin aku senang”

Ada air mata yang menetes saat telapak tangan Juyeon yang besar itu mengelus pipinya dengan hangat.

jㅡjuju? Juju selama ini... Juju bilang sama aku jadi star tear syndrome kamu selama ini terjadi karena... aku? Juju bilang sama aku kamu suka sama aku?!!!” Changmin sedikit berteriak. Mengguncang bahu Juyeon tak sabaran sebab pemuda itu hanya menangis sambil menunduk.

Juyeon demi Tuhan jawab aku, ini semua gara-gara aku?” Air mata keduanya berlomba-lomba menetes menjadi saksi pilu malam dingin hari ini. Bintang masih berguguran dilangit malam saat itu dan Changmin semakin yakin bahwa selama ini dia sumber dari kesengsaraan pemuda yang menjadi sahabatnya selama ini.

Juyeon demi Tuhan ini karena aku? Astaga aku jahat ㅡhiks aku jahat sama kamu... Juyeon aku minta maaf” Juyeon menggeleng, membawa Changmin dalam pelukan yang tak kalah erat dari yang ia berikan sebelumnya. Kini airmatanya sudah bukan bening lagi namun beberapa warna sebab kemampuan melihat warnanya sudah hilang sepenuhnya. Bintang masih berjatuhan, bersamaan dengan jeritan pilu keduanya di pekarangan rumah Juyeon kala itu.

Aku minta maaf, aku minta maaf Juyeon aku minta maaf bikin kamu menderita ㅡhiks aku jahat, harusnya aku sadar hiks dari dulu hiks aku minta maaf

Ji Changmin adalah sahabat Juyeon sejak kecil. Maka bukan rahasia jika saat Juyeon kehilangan kemampuan melihat warnanya, Changmin mengetahuinya. Changmin hari itu mengantar Juyeon ke rumah sakit. Dan jawaban dokter hari itu membuatnya terluka. Sahabatnya memendam rasa yang menimbulkan cinta tak berbalas terlalu lama hingga akhirnya semua kemampuannya melihat warna sirna. Dan bodohnya Ji Changmin, ia percaya saat Juyeon mengatakan bahwa ada orang lain yang ia cintai. Padahal selama hidupnya, Juyeon tak pernah terlihat mencintai seseorang, tak pernah berkeluh kesah dan bercerita bahwa ada orang lain yang merenggut hatinya. Changmin tidak sadar bahwa Juyeon adalah bunga matahari, yang selalu berpusat padanya.

Changmin merasa gagal dan jahat. Tangisnya malam itu begitu menyakitkan. Sebab telah menghancurkan hidup orang yang amat ia cintai.

Changmin denger ini, iya. Aku sayang sama kamu, aku jatuh hati sejak dulu. Jauh sebelum kamu mengenal mantan-mantan kamu. Jauh sebelum kamu tahu dan sadar. Dan itu bukan salahmu, ini pilihan aku. Pilihan aku memendam perasaan ini sama kamu karena aku takut. Takut kehilangan kamu. Aku takut kalau aku jujur kamu bakalan pergi. Karena itu, tolong bahagia. Jangan hancur, karena kamu satu-satunya harapan hidup aku bahkan sampai sekarang. Kamu alasan aku masih ada disini, berdiri disini. Kamu, Changmin. Itu kamu...”

Changmin kembali memeluk Juyeonnya. Juyeon yang selama ini menjaganya, menemaninya, memberinya penuh kasih sayang dan cinta, penuh perhatian dan tak pernah meninggalkannya. Ji Changmin dipeluk penyesalan terbesarnya malam itu.

Tolong bahagia... Tolong bahagia Changmin, tolong bahagia....”


Kamu ganteng banget sayang. Selamat ya”

Itu mama Juyeon. Memberi salam dan peluk yang hangat juga ciuman penuh rasa sayang dipipi Changmin. “Kak Changmin selamat menempuh hidup baru ya!! Aku seneng banget akhirnya kak Changmin menikah” itu Jayoon, adik bungsu Juyeon yang kini juga sibuk memberi peluk. “Terimakasih, kalian baik banget. Makasih ya Tante, Jayoonie udah mau hadir.”

Anything for you, honey. Semoga Tante cepet nyusul ya bisa rayain pesta pernikahan anak Tante sendiri” semua orang diruangan rias pengantin itu tertawa. Begitu juga dengan Kevin dan Juyeon diseberang sana yang masing-masing menggenggam bunga dengan pakaian rapi mereka.

Juju ..” Changmin berkaca-kaca menatap sahabatnya tersenyum manis kearahnya, Juyeon mendekat memberi peluk yang nyaman dan mengecup puncak kepala Changmin penuh sayang,”akhirnya hari H pernikahan. Selamat ya”

Changmin menggenggam tangan besar Juyeon masih dengan hati yang hancur sejak malam itu. Changmin hampir membatalkan pernikahan ini sebab merasa terlalu jahat pada sahabatnya. Namun setelah perdebatan alot dengan Juyeon, akhirnya Changmin mau melanjutkan hidupnya. Melanjutkan perjalanan cintanya bersama kekasihnya selama ini, Choi Chanhee.

Kevin, makasih banyak udah datang. Mana kak Jacob?”

Kak Jacob gak sengaja ketemu salah satu temen SMAnya tadi didepan jadi ngobrol dulu”

Oh ya? Siapa??”

Gak tahu tapi kayaknya tamunya Chanhee. By the way honey, selamat ya akhirnya sampai pelaminan” Kevin menyerahkan bucket bunga digenggamannya dan berbagi peluk meski Changmin sedikit tak rela melepas tangan Juyeon yang tadi digenggamannya.

Makasih Kevin, semoga kamu cepet nyusul ya sama kak Jacob.”


i almost wish i had a narrator of my life who would expose my inner thoughts and feelings and make them known perhaps then you would known there is not a shred of untruth when i tell you i love you Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes

Dengan iringan musik yang mengalun lembut, didepan sana, diatas altar pemuda itu berdiri tegap. Bersama orang yang ia kasihi. Yang selama satu tahun belakangan ini. Choi Chanhee pemuda yang selalu ada selain Juyeon sahabatnya. Yang bersedia memenuhi hatinya dengan cinta yang berlimpah. Choi Chanhee pemuda bertubuh kecil putih dan berkaki jenjang itu, malam itu datang ke rumah. Mematahkan pikiran-pikiran negatif Changmin terhadap hubungannya. Chanhee memiliki banyak teman disekitarnya dan Changmin tidak merasa lebih spesial dari mereka dilihat dari bagaimana Chanhee memperlakukan mereka sama dengan Changmin. Yang berbeda hanya Changmin kekasihnya, katanya. Dan malam itu, tentunya Changmin begitu bahagia sebab seorang Choi Chanhee datang ke rumahnya mengajaknya ke jenjang lebih serius.

Chanhee menggenggam tangan Changmin, keduanya tertawa geli. Mendengarkan pendeta berucap janji dan sumpah atas keduanya. “Ya, saya bersedia” Chanhee berujar penuh keyakinan. Matanya tak lepas dari mata bulat Changmin didepannya. Masih dengan senyum keduanya yang belum luntur.

Silakan cium pasangannya” dan bibir itu memagutnya. Didepan banyak orang. Memberikan rasa hangat dengan kupu-kupu bergejolak diperutnya. Changmin harus bahagia, ia berjanji pada Juyeon atas segala pengorbanan yang ia lakukan selama ini.

Changmin ganteng banget pake navy begitu”

Oh itu navy” ujar Juyeon pada Kevin yang masih sibuk bertepuk tangan atas kebahagiaan sahabat mereka yang akhirnya resmi dipersunting.

Chanhee juga pakai navy, keluarga Chanhee sama Changmin pakai hitam sama putih. Baju kita yang seragam ini juga navy, Ju. Keren pokoknya”

Cukup lama ia hanya melihat abu-abu dan hitam hingga rasanya sangat rindu dapat melihat banyak warna. Juyeon tak menyesal. Sebab cinta yang ia hantarkan begitu tulus adanya. Meski tak berbalas cinta yang sama konteksnya, Juyeon tak apa. Asal Changmin bahagia.

“*Kevin! Juyeon! Ayo maju itu Changmin mau lempar bunga!!” Mama Juyeon tampak heboh di belakang menyuruh keduanya maju untuk berebut bunga yang akan dilemparkan oleh pengantin bersama tamu-tamu lainnya.

Badan Juyeon ditarik cukup kuat oleh Kevin menuju barisan depan bersama banyak orang yang juga berebut bunga disana. Juyeon menatap sekitar. Akan sangat menyenangkan bila bisa kembali melihat warna. Pasti ruangan ini sangat indah, bisa juyeon dapati banyak sekali bunga-bunga yang sengaja menjadi hiasan ruangan. Banyak bunga matahari sebab Ji Changmin menyukainya. Juyeon merindukannya. Melihat warna-warna kesukaannya.

Siap ya!!! Satu... Dua... Tiga! Hap!!!”

Juyeon dan Kevin hendak maju berebut bunga sebelum tak sengaja kakinya terinjak oleh orang lain. Dengan sigap badan oleng Juyeon ditangkap oleh tangan kekarnya. Mata mereka beradu pandang dan seketika mata Juyeon terpaku padanya. Sebab menatapnya, mengantarkannya melihat warna.

Warna yang selama ini ia rindukan.

Pluk! Bucket bunga itu jatuh mengenai mereka, terdengar riuh sorak sorai tamu-tamu undangan berbahagia melihat bahwa Juyeon menggenggam bunga itu, ini takdir baik. Katanya.

Maaf, maaf aku gak sengaja injak kaki kamu. Selamat ya bunganya mendarat di kamu”

Juyeon masih diam seribu bahasa. Terlalu terkejut dengan apa yang ia alami detik ini.

Kuning...”

Juyeon bergumam.

Ya? Sakit ya kakinya?” Juyeon menggeleng kencang, “enggak maksudnya itu bunga matahari disana warnanya kuning”

Pemuda itu tersenyum manis. “Aku Lee Sangyeon, kakak tingkat Chanhee saat kuliah.”

Juyeon menunduk menatap uluran tangan yang ada didepannya, sedikit terbata-bata menerimanya, “Lee Juyeon.. t-teman kecil Changmin.”

Sekali lagi maaf ya, aku gak sengaja injak kamu”

Juyeon mengangguk dan buru-buru pergi. Menghampiri Kevin dan bercerita dengan penuh semangat. “Demi Tuhan ju??!!!”

I-ini hijau kan kev? Kertas ini hijau, ini putih, ini merah muda? Serbet itu warnanya putih kan Kev? Itu balon anak itu, itu ungu kan Kev? Kevin!!! Aku bisa lihat warna.”

Siapa Ju, siapa? Siapa tadi orangnya?”

Namanya Lee Sangyeon, Kev. Lee Sangyeon”

Fin.

© Aquamarlynn

Jukyu oneshoot AU!

slight milkyu, bbangkyu, nyukyu and sangju

Lee Juyeon Ji Changmin

Content warning : one sided love, bxb / mxm, star tears syndrome, mention color blind and monokromasi, little bit hurt/ comfort, fluff, skinship, friendzone.


“Juyo suka warna apa?”

Sebagai anak berusia tujuh, tentu Juyeon ingin terlihat keren saat ditanyai begitu oleh ibu guru. Maka saat itu sebenarnya Juyeon akan menjawab warna hitam atau biru, sebelum telinganya menangkap bisikan teman sebangkunya, “kalau aku ditanya juga, aku akan jawab warna kuning” bisiknya dengan bibir mengerucut sambil tangan masih sibuk dengan crayon warna hijaunya.

Juyeon kecil sedikit melirik anak manis itu lalu ia tersenyum, “kuning, Bu guru”

Dapat juyeon lihat ada tatapan penuh minat dari Ji Changmin, anak manis sebangkunya itu saat Juyeon menjawab. Tersenyum dengan kaki bergoyang penuh rasa syukur sebab memiliki teman yang menyukai warna yang sama.

Kenapa Juyeon suka warna kuning?”

Bagus! Seperti matahari”

Dan Ji Changmin terlihat bertepuk tangan kecil. Setelah ibu guru pergi menjauh, Ji Changmin sibuk menoel badan anak bermata sipit itu penuh minat, “Juyo kok gak bilang suka warna kuning ke Camin?”

Emangnya Camin gak tahu? Huuu payah”

Juyo pernahnya bilang Juyo suka warna biru, jadi Camin tidak tahu”

Itu sebelum Juyo sadar kalau matahari berwarna kuning itu indah. Juyo mau jadi matahari yang suka menyinari bumi”

Ji Changmin bertepuk tangan lagi. Mendengar jawaban dari sahabatnya yang ternyata menyukai warna kuning ini membuat hatinya gembira, “Camin juga suka warna kuning!”

Oh ya? Kenapa?”

Soalnya Spongebob warnanya kuning! Camin suka nonton Spongebob tiap pagi sebelum sekolah, lalu warna kuning juga seperti bunga matahari, Camin suka bunga matahari”

Bunga matahari ya? Budaya China menganggap bunga matahari sebagai simbol umur panjang. Bunga matahari juga dikenal sebagai bunga yang identik dengan rasa bahagia, sehingga bisa menjadi hadiah yang sempurna untuk menyampaikan harapan atas hadirnya hari yang membawa kebahagiaan bagi seseorang. Filosofi bunga matahari ini melambangkan tentang kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, dan persatuan. Ditambah lagi dengan warna kuningnya yang cerah dan penuh bahagia, maka diharapkan bahwa hubungan yang tengah dijalani saat ini akan selalu bahagia, terjalin dengan baik, dan panjang umurnya.

Bunga matahari itu berpusat. Demikian pula dalam sebuah hubungan, bunga dapat dikatakan sebagai lambang apresiasi tentang cinta, ketulusan, persahabatan, sukacita, dan lainnya. Sebagian orang mempercayainya. Memberikan bunga kepada sang terkasih, pasti akan meninggalkan kesan mendalam di hati, bahwa mereka dikasihi.

Maka setiap pagi di awal bulan, Juyeon akan mengetuk pintu rumah Changmin, memberinya setangkai bunga matahari. Mengundang tawa cerah yang renyah dari si pemilik senyum terindah.

Bunga matahari untuk Changmin yang kemarin dapat nilai A ujian tulis sejarah” Juyeon menyerahkan bunga matahari itu yang disambut hangat oleh sahabatnya. “Makasih Juju, kamu juga hebat dapat B”

Iya dong, kan belajarnya bareng. Ayo, jadi pergi gak?”

Dan demi Tuhan ini bukan kali pertama Ji Changmin memasang muka terkejut nan murung setelah melupakan janji pergi bersamanya. “Juyo maaf... Aku lupa banget. Gimana dong?”

Mau pergi sama Kak Hyunjae ya?” Tanyanya hati-hati. Dan demi Tuhan ini bukan kali pertama Juyeon melihatnya mengangguk dan berceloteh minta maaf tentang melupakan janji pergi mereka. “Aku janji deh besok kita pergi bareng, hari ini gak bisa. Kok aku bisa lupa ya malah ngeiyain ajakan kak Hyunjae padahal janjinya duluan sama kamu” Ji Changmin yang saat itu berusia empat belas, sama sepertinya menunduk lesu. “Changmin, gak apa-apa. Pergi aja sama Kak Hyunjae. Aku bisa pergi sama Kevin kok.”

Tapi kan kita udah janji pergi kesana, Juju juga mau banget kesana kan? Pasti bagus gak sih lihat bintang di bukit pake teleskop gitu? Tapi aku udah terlanjur iyain ajakan kak Hyunjae..”

Kapan-kapan, kalau cuacanya cerah, kita pergi kesana ya. Jangan dibatalin janjinya sama kak Hyunjae ya, kasihan orangnya pasti udah seneng banget kamu mau ikut sama dia”

Dan Changmin memeluk Juyeon, berterimakasih sebab sahabatnya selalu mengerti.

Selalu.

Sahabat.

Juyeon yang saat itu berusia belasan tahun menangis saat malam. Melihat bagaimana seseorang yang ia dambakan pergi menghabiskan malam di acara ulangtahun orang yang disukainya. Dan Juyeon membenci fakta bahwa itu bukan dirinya.

That's should be him katanya malam itu. Yang seharusnya menggenggam tangan Changmin, yang memberikan sekuntum bunga mawar, memberikan kado kecil. Seharusnya ia yang juga menjadi sumber tawa Changmin malam itu. Seharusnya mereka pergi melihat bintang di bukit malam ini, berbagi pemandangan indah langit malam penuh bintang. Harusnya mereka menghabiskan malam bersama. Sebab hari ini, malam ulangtahunnya. Seharusnya tepat pukul dua belas, Juyeon menggenggam tangan Changmin dan mengucap doa panjang umur bersama. Seharusnya Juyeon dan Changmin. Bukan Juyeon yang menangis.

Dan sekali lagi saat Juyeon menangis, terdengar suara lonceng bersamaan dengan bintang yang jatuh. Beriringan dengan tangisnya. Beriringan dengan dengungan pelan dari rintihan kesakitannya. Malam itu beberapa bintang gugur bersama dengan harapannya.

Star tears syndrome adalah keadaan dimana penderita akan mengeluarkan bintang alih-alih air mata, dengan suara tetesan yang bagaikan lonceng saat menangis. Dan akan mengeluarkan air mata berwarna saat sakit yang dirasakan terlalu menyakitkan dan atau terlalu lama menangis. Hal ini menyebabkan penderita kehilangan kemampuan melihat warna. Dalam kata lain, penyakit ini menyebabkan penderita menjadi buta warna.


Juyo selamat ulangtahun!!!!” Pagi ini hari Minggu, Juyeon merasakan badannya ditindih oleh benda berat saat masih terlelap, dan gendang telinganya menangkap suara khas yang penuh semangat. “Juyo ayo bangun, tiup lilinnya!”

Juyeon yang masih mengumpulkan nyawa itu membuka mata, mendapati Ji Changmin yang sepertinya masuk lewat jendela kamarnya itu tengah tersenyum girang dengan kue yang lilinnya menyala ditangannya. Juyeon bangun, mendudukkan dirinya dan mengepalkan tangan sambil berdoa. Di usia yang ke dua puluh ini, Juyeon hanya ingin semuanya baik-baik saja. Juyeon hanya ingin semuanya berjalan sempurna. Hanya ingin pria yang ada didepannya disampingnya setiap saat ia membutuhkannya.

Berdoa juga buat kesembuhan ayah, Ju”

Oh iya ayah. Teruntuk ayah yang sedang berjuang melawan kankernya di rumah sakit, semoga Tuhan selalu melindunginya. Memberinya kesempatan hidup lebih panjang dan tidak meninggalkan keluarga yang disayanginya.

Amin.” Dan saat Juyeon mengamini semua doa-doanya, ada lilin yang mati sebab ditiup oleh keduanya. Ji Changmin tersenyum manis sambil mengecup pipinya lembut, “Happy birthday Juju. Ini kado dari aku! Aku buat sendiri lho”

Apa ini? Boleh dibuka sekarang?”

Ji Changmin mengangguk. Membiarkan Juyeon merobek bungkus kado yang melapisi hadiah spesial darinya. “Sweater rajut?”

Aku rajut sendiri, dan ini warna kuning”

Baik Juyeon dan Changmin sama-sama tersenyum cerah. Juyeon mengusak surai Changmin dan mengecup dahinya, memberikan kata terimakasih yang sangat tulus atas pemberiannya. “Aku bisa lihat kok ini warna kuning, cuma ya harus fokus aja” katanya.

Juyeon, Lee Juyeon. Yang sejak kecil selalu berteriak ia menyukai warna kuning, selalu suka melihat bintang dilangit, selalu suka mewarnai bersama sahabatnya, beranjak dewasa dengan star tears syndrome yang dialaminya, yang mana perlahan merenggut kemampuannya melihat warna. Perlahan warna yang ia sukai terlihat begitu pudar hampir abu-abu dan hitam. Hampir putih dan sedikit kelam. Meski masih bisa melihatnya jika lebih fokus dan awas, tapi Juyeon cukup bersedih dengan kenyataan yang menamparnya.

Happy birthday ya. All the best wishes for you, someday kalau aku udah kerja dan banyak uang, aku beliin kacamata khusus. Mau?”

Juyeon tertawa geli lalu mengangguk, “apa aja yang Camin kasih, aku mau”

Dan malam itu, sebab masih panjang, akhirnya keduanya berbagi peluk. Dalam satu selimut dan satu ranjang. Tidur dengan damai setelah berbagi peluk yang hangat dan nyaman. Changmin menelusupkan wajahnya pada dada bidang Juyeon, membiarkan Juyeon terlelap sambil menghirup aroma shampoo yang menguar dari rambutnya. Berbagi peluk yang hangat di bulan Januari yang masih dingin.


Demi Tuhan Changmin angkat telfonnya!!!” Kevin sedikit merutuk dan mengumpat saat sambungan telfon itu kembali terputus sebab si empunya tak jua menerima sambungannya. Ia meninju dinding rumah sakit yang penuh dengan suara tangis dan jerit pilu itu sendirian. Diliriknya kembali Juyeon sahabatnya yang masih sibuk memeluk adik dan mamanya yang terlihat sangat terpukul atas perginya sang kepala keluarga tercinta. Ayahnya hari ini menghembuskan napas terakhirnya, tepat seminggu setelah ulangtahun Juyeon. “demi Tuhan Changmin please...”

Kevin menggigiti kuku dan bibirnya gusar, Kevin tahu bahwa Juyeon pasti sangat berharap bahwa sahabat sejak kecilnya itu ada disini. Sekedar memberi peluk agar ia bisa lebih kuat dan tegar. Namun mengapa Changmin tak jua mengangkat telfon darinya? Juyeon disini sangat hancur dan pasti sangat membutuhkannya.

Ji Changmin demi Tuhan...”


Malam itu Changmin berlari terburu-buru dengan tangisan yang pecah tak terbendung. Seorang lelaki mengekor di belakangnya, menggenggam tangannya erat sekedar memberi kekuatan agar tetap tenang. Disana, di rumah duka. Kepala keluarga Lee yang ia sayangi, yang sudah ia anggap ayahnya sendiri terbujur kaku didalam peti mati. Meninggalkan banyak orang yang ia sayangi. Terlebih Istri dan anak bungsu perempuannya yang terlihat menangis histeris.

Uncle Lee..”

Baik Juyeon dan Kevin saat itu menoleh. Memperlihatkan bagaimana Changmin akhirnya menyesal sebab tadi sore tak bisa menjawab telfon dari Kevin untuk sekedar memberikan ucapan selamat tinggal. Changmin merunduk meremas ujung baju yang ia kenakan, tangisnya pecah kala pemuda yang sejak tadi mengekor di belakangnya memeluknya dan memberinya ucapan penenang.

Itu Kim Younghoon, gosipnya kekasih baru Changmin. Kakak tingkat di tempatnya kuliah. Dan malam itu, Juyeon kembali menangis. Menangis sebab hatinya yang hancur itu kembali diremukkan oleh keadaan.

Kevin yang saat itu memberinya peluk, berkata bahwa Juyeon pasti bisa.

Ia Juyeon bisa.

Bisa mati muda.

Kenapa kamu gak angkat telfonnya sih? Aku ngasih kabar bahkan pas ayah Juyeon masih berjuang buat hidup”

Maaf Kevin, maaf. Maaf aku gak bisa angkat telfonnya ㅡhiks aku hiks, aku lagi nonton Kevin. Handphonenya aku silent. Aku minta maaf, Kevin. Aku minta maaf. Aku minta maaf hiks aku minta maaf...”

Dan malam itu Juyeon bahkan tak sanggup untuk memberikan peluk. Sebab rasanya terlalu sakit dan hancur. Terlalu perih dan terlalu sering ia terluka.


Malam itu, pertama kali dalam hidupnya Juyeon membenci seseorang. Diusianya yang kini menginjak dua puluh empat, melihat sosok Changmin yang selama ini ia dambakan hancur berkeping seperti ini, membuatnya membenci seseorang. Seseorang yang telah menghancurkan mimpi dan harapan pemuda kecil dalam peluknya ini, memberikan rasa sakit tanpa harapan sebab begitu tega ditinggalkan.

Demi Tuhan, Changmin. Kamu gak kurang, kamu gak salah apa-apa. Younghoon aja yang brengsek, Changmin” dihantarkannya sekali lagi kecup manis diatas dahi, berharap si kecil hari itu tak lagi kehilangan senyumnya. Tak lagi kehilangan cerianya. Tak lagi kehilangan semangatnya sebab hati dan cintanya yang dikhianati kekasihnya sendiri.

Kenapa, Ju kenapa? Kenapa kak Hoon tega duain aku?”

Juyeon bungkam. Mengapa dunia juga tak baik-baik saja untuk pemuda yang ia sayangi ini, pemuda yang selalu menyukai warna kuning ini. Juyeon telah kehilangan kemampuan melihat warnanya dengan sempurna. Berharap dengan pengorbanan yang ia lakukan akan mengantarkan kebahagian untuk pemuda yang selama ini hanya bisa ia genggam tangannya, tapi tidak hatinya.

Juyeon kira semua air mata dan rasa sakitnya akan berbuah indah untuk si tupai berdimple ini. Namun mengapa dunia masih tak adil pada keduanya?

Changmin, you deserve better. Udah ya? Ikhlasin aja. Bukan cuma dia satu-satunya di dunia ini. Kamu bakalan ketemu lagi sama yang lebih bisa hargai kamu, yang lebih bisa cintai kamu. Yang gak akan pernah tinggalkan kamu sebab orang lain. Aku janji, aku yakin kamu pasti bahagia. Udah ya? Please jangan nangis lagi.”

Dan malam itu dengan lancangnya Juyeon memagut bibirnya. Memberikan cium lembut penuh kasih sayang pada pemuda yang ada dalam dekapannya.

Ji Changmin, kamu pantas bahagia. Aku bersumpah. Ujarnya dalam ciuman panjang malam itu.


i decided to write down everything i felt about you the highs and lows the melodic complexity of it all i wrote it all down sealed it into a letter and burned it. *Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes**

Selamat ulangtahun Juyooo! Happy birthday to you happy birthday to you Happy birthday our Juyeonie happy birthday to you~”

Ji Changmin lagi-lagi dengan kue ditangannya yang menyusup melalui jendela kamar setiap tengah malam itu mengecup puncak kepala Juyeon sembari menyanyi guna membangunkan pemuda Januari itu. Juyeon terkikik geli sebab ada jari yang dengan sengaja menggelitik pinggangnya, “cepet bangun keburu lilinnya leleh kena kue”

Juyeon bangun, mengepalkan tangan, memejam untuk berdoa. Semoga diusianya yang ke dua puluh enam ini, bahagia terus mengiringinya. Semoga bahu dan punggungnya selalu kuat untuk keluarganya. Semoga hati dan selalu lapang dan dipenuhi sabar juga ikhlas.

Semoga Juyeon cepet ketemu jodohnya, amin!”

Lalu keduanya meniup lilin. Dengan juyeon yang tertawa cukup kencang setelah mendengar doa terakhir yang sengaja diucapkan lantang oleh pemuda lucu itu. “iya lah! Sudah dua puluh enam masa masih sendiri?”

Ya gak apa-apa, yang penting mama sama adikku bisa bahagia”

Gak boleh begitu Juyeon, kamu juga harus hidup untuk diri kamu sendiri. Bukan untuk orang lain.”

Meskipun alasan aku hidup itu orang lain?”

Ji Changmin mengangguk, lalu kembali terjadi. Malam yang masih panjang itu dihabiskan keduanya saling berbagi peluk. Berbagi kehangatan dan rasa sayang dibawah selimut yang sama.

Mengapa Juyeon tidak bisa ulangtahun setiap hari saja?


my heart my life my soul my everything you. my love for you is etched by fire and seared with pain Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes

Malam itu sepulang kerja, Juyeon mendudukkan diri di sofa sendirian. Sambil menonton televisi yang menyajikan drama Korea romansa anak SMA. Dengan cemilan ditangannya, Juyeon menikmati malam damainya. Sampai ketukan buru-buru terdengar dari pintu ruang utama rumahnya. Kepala Ibu menyembul dari dapur, “itu siapa? Tolong buka pintunya”

Biar aku aja kak yang buka!!!” Adik perempuan Juyeon berlari kencang membuka pintu, membiarkan matanya menangkap sosok pemuda seusia kakaknya tengah tersenyum bahagia dengan sebucket bunga dalam genggaman, “kak Juyeon! Kak Changmin mau ketemu”

Dan Juyeon melangkahkan kakinya buru-buru, menghampiri Changmin yang dengan sabar menunggu di pekarangan.

Changmin kenapa gak masuk aja ㅡaduh! Astaga! Changmin astaga”

Tubuhnya ditubruk penuh antusias, ada peluk yang terlampau erat ia dapatkan dari pemuda November didepannya, badannya melompat mengajaknya berputar. “Juyeon! Juyeon! Aku seneng banget hari ini! Demi Tuhan Juyeon aku bahagia”

Good for you, darling. Aduh berat jangan gelendotan gini aduh, Changmin aku gak bisa napas”

Changmin tertawa melepas pelukannya, menyodorkan bucket bunga yang sejak tadi ia genggam, “untuk aku?” Tanya Juyeon yang benar-benar bingung. Changmin menggeleng, digigitnya bibir merah itu salah tingkah. Dan lagi-lagi ia melompat kegirangan. “Juyeon!!! Aku dilamar! Chanhee lamar aku Juyeon, Chanhee tadi ke rumah sama orangtuanya, dia lamar aku Juyeon!”

Dan sekali lagi ada peluk yang terlampau erat yang ia dapati. Terlalu erat hingga ulu hati dan relung jiwanya sakit tak tertahankan. Jantungnya seakan berhenti sejenak. Memproses keadaan yang tiba-tiba.

Ternyata benar-benar tidak ada harapan.

Chanhee lamar aku, Juyeon aku seneng banget! Demi Tuhan Chanhee lamar aku”

Juyeon menatap nanar rumput rumahnya. Ada hati yang telah patah kembali dihancurkan. Ada luka yang ditaburi garam. Ada air mata yang diiringi puluhan bintang turun dilangit malam. Ada suara lonceng yang terdengar beriringan dengan isakannya malam itu.

i want to tell you all the small details of my day and listen as you tell me about yours i want to be intimate with you verbally spiritually physically i want to be as much yours as you are mine so help me god.

Jㅡjuju?”

Juyeon menghapus air matanya lalu tersenyum meski dengan keadaan hancur, “Aku ikut bahagia Changmin. Aku ikut bahagia. Akhirnya semua ketakutan kamu kalau Chanhee cuma main-main sama kamu selama ini berbuah hasil yang indah ya. Selamat ya Changmin aku senang”

Ada air mata yang menetes saat telapak tangan Juyeon yang besar itu mengelus pipinya dengan hangat.

jㅡjuju? Juju selama ini... Juju bilang sama aku jadi star tear syndrome kamu selama ini terjadi karena... aku? Juju bilang sama aku kamu suka sama aku?!!!” Changmin sedikit berteriak. Mengguncang bahu Juyeon tak sabaran sebab pemuda itu hanya menangis sambil menunduk.

Juyeon demi Tuhan jawab aku, ini semua gara-gara aku?” Air mata keduanya berlomba-lomba menetes menjadi saksi pilu malam dingin hari ini. Bintang masih berguguran dilangit malam saat itu dan Changmin semakin yakin bahwa selama ini dia sumber dari kesengsaraan pemuda yang menjadi sahabatnya selama ini.

Juyeon demi Tuhan ini karena aku? Astaga aku jahat ㅡhiks aku jahat sama kamu... Juyeon aku minta maaf” Juyeon menggeleng, membawa Changmin dalam pelukan yang tak kalah erat dari yang ia berikan sebelumnya. Kini airmatanya sudah bukan bening lagi namun beberapa warna sebab kemampuan melihat warnanya sudah hilang sepenuhnya. Bintang masih berjatuhan, bersamaan dengan jeritan pilu keduanya di pekarangan rumah Juyeon kala itu.

Aku minta maaf, aku minta maaf Juyeon aku minta maaf bikin kamu menderita ㅡhiks aku jahat, harusnya aku sadar hiks dari dulu hiks aku minta maaf

Ji Changmin adalah sahabat Juyeon sejak kecil. Maka bukan rahasia jika saat Juyeon kehilangan kemampuan melihat warnanya, Changmin mengetahuinya. Changmin hari itu mengantar Juyeon ke rumah sakit. Dan jawaban dokter hari itu membuatnya terluka. Sahabatnya memendam rasa yang menimbulkan cinta tak berbalas terlalu lama hingga akhirnya semua kemampuannya melihat warna sirna. Dan bodohnya Ji Changmin, ia percaya saat Juyeon mengatakan bahwa ada orang lain yang ia cintai. Padahal selama hidupnya, Juyeon tak pernah terlihat mencintai seseorang, tak pernah berkeluh kesah dan bercerita bahwa ada orang lain yang merenggut hatinya. Changmin tidak sadar bahwa Juyeon adalah bunga matahari, yang selalu berpusat padanya.

Changmin merasa gagal dan jahat. Tangisnya malam itu begitu menyakitkan. Sebab telah menghancurkan hidup orang yang amat ia cintai.

Changmin denger ini, iya. Aku sayang sama kamu, aku jatuh hati sejak dulu. Jauh sebelum kamu mengenal mantan-mantan kamu. Jauh sebelum kamu tahu dan sadar. Dan itu bukan salahmu, ini pilihan aku. Pilihan aku memendam perasaan ini sama kamu karena aku takut. Takut kehilangan kamu. Aku takut kalau aku jujur kamu bakalan pergi. Karena itu, tolong bahagia. Jangan hancur, karena kamu satu-satunya harapan hidup aku bahkan sampai sekarang. Kamu alasan aku masih ada disini, berdiri disini. Kamu, Changmin. Itu kamu...”

Changmin kembali memeluk Juyeonnya. Juyeon yang selama ini menjaganya, menemaninya, memberinya penuh kasih sayang dan cinta, penuh perhatian dan tak pernah meninggalkannya. Ji Changmin dipeluk penyesalan terbesarnya malam itu.

Tolong bahagia... Tolong bahagia Changmin, tolong bahagia....”


Kamu ganteng banget sayang. Selamat ya”

Itu mama Juyeon. Memberi salam dan peluk yang hangat juga ciuman penuh rasa sayang dipipi Changmin. “Kak Changmin selamat menempuh hidup baru ya!! Aku seneng banget akhirnya kak Changmin menikah” itu Jayoon, adik bungsu Juyeon yang kini juga sibuk memberi peluk. “Terimakasih, kalian baik banget. Makasih ya Tante, Jayoonie udah mau hadir.”

Anything for you, honey. Semoga Tante cepet nyusul ya bisa rayain pesta pernikahan anak Tante sendiri” semua orang diruangan rias pengantin itu tertawa. Begitu juga dengan Kevin dan Juyeon diseberang sana yang masing-masing menggenggam bunga dengan pakaian rapi mereka.

Juju ..” Changmin berkaca-kaca menatap sahabatnya tersenyum manis kearahnya, Juyeon mendekat memberi peluk yang nyaman dan mengecup puncak kepala Changmin penuh sayang,”akhirnya hari H pernikahan. Selamat ya”

Changmin menggenggam tangan besar Juyeon masih dengan hati yang hancur sejak malam itu. Changmin hampir membatalkan pernikahan ini sebab merasa terlalu jahat pada sahabatnya. Namun setelah perdebatan alot dengan Juyeon, akhirnya Changmin mau melanjutkan hidupnya. Melanjutkan perjalanan cintanya bersama kekasihnya selama ini, Choi Chanhee.

Kevin, makasih banyak udah datang. Mana kak Jacob?”

Kak Jacob gak sengaja ketemu salah satu temen SMAnya tadi didepan jadi ngobrol dulu”

Oh ya? Siapa??”

Gak tahu tapi kayaknya tamunya Chanhee. By the way honey, selamat ya akhirnya sampai pelaminan” Kevin menyerahkan bucket bunga digenggamannya dan berbagi peluk meski Changmin sedikit tak rela melepas tangan Juyeon yang tadi digenggamannya.

Makasih Kevin, semoga kamu cepet nyusul ya sama kak Jacob.”


i almost wish i had a narrator of my life who would expose my inner thoughts and feelings and make them known perhaps then you would known there is not a shred of untruth when i tell you i love you Her favorite colour is yellow, poetry by Edgar Holmes

Dengan iringan musik yang mengalun lembut, didepan sana, diatas altar pemuda itu berdiri tegap. Bersama orang yang ia kasihi. Yang selama satu tahun belakangan ini. Choi Chanhee pemuda yang selalu ada selain Juyeon sahabatnya. Yang bersedia memenuhi hatinya dengan cinta yang berlimpah. Choi Chanhee pemuda bertubuh kecil putih dan berkaki jenjang itu, malam itu datang ke rumah. Mematahkan pikiran-pikiran negatif Changmin terhadap hubungannya. Chanhee memiliki banyak teman disekitarnya dan Changmin tidak merasa lebih spesial dari mereka dilihat dari bagaimana Chanhee memperlakukan mereka sama dengan Changmin. Yang berbeda hanya Changmin kekasihnya, katanya. Dan malam itu, tentunya Changmin begitu bahagia sebab seorang Choi Chanhee datang ke rumahnya mengajaknya ke jenjang lebih serius.

Chanhee menggenggam tangan Changmin, keduanya tertawa geli. Mendengarkan pendeta berucap janji dan sumpah atas keduanya. “Ya, saya bersedia” Chanhee berujar penuh keyakinan. Matanya tak lepas dari mata bulat Changmin didepannya. Masih dengan senyum keduanya yang belum luntur.

Silakan cium pasangannya” dan bibir itu memagutnya. Didepan banyak orang. Memberikan rasa hangat dengan kupu-kupu bergejolak diperutnya. Changmin harus bahagia, ia berjanji pada Juyeon atas segala pengorbanan yang ia lakukan selama ini.

Changmin ganteng banget pake navy begitu”

Oh itu navy” ujar Juyeon pada Kevin yang masih sibuk bertepuk tangan atas kebahagiaan sahabat mereka yang akhirnya resmi dipersunting.

Chanhee juga pakai navy, keluarga Chanhee sama Changmin pakai hitam sama putih. Baju kita yang seragam ini juga navy, Ju. Keren pokoknya”

Cukup lama ia hanya melihat abu-abu dan hitam hingga rasanya sangat rindu dapat melihat banyak warna. Juyeon tak menyesal. Sebab cinta yang ia hantarkan begitu tulus adanya. Meski tak berbalas cinta yang sama konteksnya, Juyeon tak apa. Asal Changmin bahagia.

“*Kevin! Juyeon! Ayo maju itu Changmin mau lempar bunga!!” Mama Juyeon tampak heboh di belakang menyuruh keduanya maju untuk berebut bunga yang akan dilemparkan oleh pengantin bersama tamu-tamu lainnya.

Badan Juyeon ditarik cukup kuat oleh Kevin menuju barisan depan bersama banyak orang yang juga berebut bunga disana. Juyeon menatap sekitar. Akan sangat menyenangkan bila bisa kembali melihat warna. Pasti ruangan ini sangat indah, bisa juyeon dapati banyak sekali bunga-bunga yang sengaja menjadi hiasan ruangan. Banyak bunga matahari sebab Ji Changmin menyukainya. Juyeon merindukannya. Melihat warna-warna kesukaannya.

Siap ya!!! Satu... Dua... Tiga! Hap!!!”

Juyeon dan Kevin hendak maju berebut bunga sebelum tak sengaja kakinya terinjak oleh orang lain. Dengan sigap badan oleng Juyeon ditangkap oleh tangan kekarnya. Mata mereka beradu pandang dan seketika mata Juyeon terpaku padanya. Sebab menatapnya, mengantarkannya melihat warna.

Warna yang selama ini ia rindukan.

Pluk! Bucket bunga itu jatuh mengenai mereka, terdengar riuh sorak sorai tamu-tamu undangan berbahagia melihat bahwa Juyeon menggenggam bunga itu, ini takdir baik. Katanya.

Maaf, maaf aku gak sengaja injak kaki kamu. Selamat ya bunganya mendarat di kamu”

Juyeon masih diam seribu bahasa. Terlalu terkejut dengan apa yang ia alami detik ini.

Kuning...”

Juyeon bergumam.

Ya? Sakit ya kakinya?” Juyeon menggeleng kencang, “enggak maksudnya itu bunga matahari disana warnanya kuning”

Pemuda itu tersenyum manis. “Aku Lee Sangyeon, kakak tingkat Chanhee saat kuliah.”

Juyeon menunduk menatap uluran tangan yang ada didepannya, sedikit terbata-bata menerimanya, “Lee Juyeon.. t-teman kecil Changmin.”

Sekali lagi maaf ya, aku gak sengaja injak kamu”

Juyeon mengangguk dan buru-buru pergi. Menghampiri Kevin dan bercerita dengan penuh semangat. “Demi Tuhan ju??!!!”

I-ini hijau kan kev? Kertas ini hijau, ini putih, ini merah muda? Serbet itu warnanya putih kan Kev? Itu balon anak itu, itu ungu kan Kev? Kevin!!! Aku bisa lihat warna.”

Siapa Ju, siapa? Siapa tadi orangnya?”

Namanya Lee Sangyeon, Kev. Lee Sangyeon”

Fin.

© Aquamarlynn

Milbbang oneshoot

📢 Ini akan sedikit panjang

warning : bxb, mention insecurities, rate 18+ / sex scene, blowjob, handjob, kissing, unsafe sex (without condoms),mirror sex, foreplay, doggy-style, after care, cigarettes, mention MBA, harsh word.

Mil!top Bbang!bot

Please, don't share this link for everyone who can't find the pvt's password

Lagi musim curhat ke sahabat minta masukan, berakhir nanya mau dimasukin gak? Pergi ke oyo pulang-pulang loyo.


Katakanlah Lee Hyunjae adalah manusia paling tepat dan cepat saat kau membutuhkan bantuan. Lee Hyunjae akan menjadi opsi pertama dideretan manusia mana yang bisa memberimu uluran tangan dengan sangat pas dan tepat waktu. Lee Hyunjae, pemuda tampan ibu kota kelahiran bulan September tahun 1997 itu adalah pria tampan yang memiliki banyak teman. Anaknya yang ramah, asyik dan mudah bergaul itu membuatnya menjadi cukup terkenal dikalangan remaja seusianya. Tak hanya teman-teman sekitar rumah, Hyunjae juga akan menjadi primadona teman-teman sekolah dan kampusnya. Semua orang memujanya, memujinya dan mengaguminya. Selain parasnya yang rupawan, senyumnya yang tampan, Hyunjae juga berhati baik.

Selalu ada untuk temannya disaat susah dan senang. Memberikan banyak pertolongan dalam bentuk apapun tanpa pamrih. Dan akan selalu mengangkat telfon dengan cepat setelah beberapa detik kamu menghubunginya.

Lee Hyunjae memiliki satu sahabat paling dekat dalam hidupnya. Kim Younghoon. Teman sejak masih bayi hingga saat ini. Keduanya selalu berada di sekolah yang sama, kelas yang sama, jurusan yang sama hingga saat ini.

Kim Younghoon adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Pemuda tampan yang menjadi idaman banyak pria dan wanita dilingkungannya. Banyak yang mendekat padanya, namun juga memberi jarak yang berarti setelah bertemu Hyunjae. Younghoon selalu menjadikan pemuda September itu tameng saat ia merasa risih didekati oleh seseorang dalam berbagai konteks. Menjadikan Hyunjae sebagai alasan agar orang-orang memberinya jarak untuk sendirian.

Menurut Chanhee, salah satu yang mendekati Younghoon, mendapatkan restu dan izin untuk memacari Younghoon lebih susah didapatkan dari Hyunjae ketimbang orangtuanya sendiri. Dan hal itu dibalas tawa renyah oleh Hyunjae sendiri.

“Pawang Younghoon anjing galak soalnya” ucap Chanhee kala itu.

Dan akhirnya pemuda berkulit putih itu menyerah dan berakhir memacari orang lain. Dan tentu, Younghoon bersyukur dan berterima kasih karenanya.

Sebab ia tak terlalu memiliki perasaan lebih, jadi takut melukai jika harus berpura-pura.


Sore ini Hyunjae bermain PS bersama adiknya, Eric di kamarnya. Saling berteriak dan fokus pada layar televisi seperti tidak ada beban skripsi yang menantinya. Hingga saat Hyunjae berhasil mencetak gol di gawang Eric, ia menatap layar handphone yang menyala. Memunculkan id Younghoon yang masuk ke log panggilannya.

“Istirahat dulu ah. Pegel tangan gue” keluh Eric sambil menahan sebal sebab skornya masih 4-0 sejak tadi.

“Ambil minum buru haus nih” dan dengan setengah hati Eric melangkah menuju dapur.

Hyunjae menarikan jemarinya diatas keyboard gawainya, bertanya apakah Younghoon membutuhkan sesuatu hingga menelponnya, dan Younghoon kembali menelpon Hyunjae saat itu.

Kenapa Hoon?”

Dan setelahnya, Hyunjae segera meraih jaket dan kunci motor diatas meja belajarnya, membiarkan Eric berteriak sebal karena sudah membawakan minum untuknya, namun kakaknya malah pergi entah kemana.

“Minum aja minum, Ric! Gue cabut bentar kalau Bunda cariin bilang aja lagi ke rumah temen”

Eric mendecak lidah dan mendudukkan diri diatas lantai kamar tempatnya bermain PS tadi, sedikit mendengus karena akhirnya harus bermain sendiri, “alah paling kak Younghoon gak sih kalau udah buru-buru gitu? Dasar bucin.”


Motor nmax warna hitam itu melaju memecah gerimis yang turun secara perlahan. Hyunjae sesekali mengecek handphonenya di lampu merah, memastikan bahwa pria yang menunggunya tadi masih ditempat yang sama. Hyunjae melajukan kuda besinya setelah lampu hijau, sedikit lebih cepat dan buru-buru sebab tujuannya sudah dekat.

Dibalik helm yang ia kenakan Hyunjae sedikit menggigit bibir bawahnya karena risau yang menggerogotinya. Younghoon dengan keluarga besarnya hari ini menghadiri acara pertemuan besar keluarga dari ayahnya. Younghoon sendiri menolak saat ia menawarkan tumpangan, namun satu jam kemudian malah membombardirnya dengan pesan singkat dan panggilan masuk.

Hyunjae tahu ada yang tidak beres terlebih dari suara Younghoon diujung panggilan seperti tidak baik-baik saja ditelinganya. Hyunjae menyalakan lampu sen dan memberhentikan motornya diparkiran gedung, “rame banget” bisiknya saat mendapati banyaknya motor dan mobil yang terparkir disana.

Hyunjae melongokkan kepalanya ke kanan kiri dan belakang, tak jua menemukan pemuda Agustus yang tadi memanggilnya untuk datang. Lalu, ia memutuskan untuk mengiriminya pesan.

Belum juga terbalas, Hyunjae merasakan seseorang menaiki motornya dan langsung memeluk punggungnya erat, sembari menelusupkan wajahnya diperpotongan leher dan bahunya, “buru jalan” ucapnya.

Hyunjae melirik dari spion mendapati pemuda dengan pakaian rapi itu benar-benar menyembunyikan wajahnya.

“Helm dulu bego, ini jalan gede” lalu tangannya menyodorkan helm pada pemuda itu yang dibalas gelengan,”kalau pake helm gak bisa gini dong?”

Younghoon dan sifat bayi manjanya, rutuk Hyunjae dalam hati. Hyunjae menghela napas dan mengotak-atik handphonenya lagi, masih dengan posisi sama dengan Younghoon yang masih bersandar dan memeluknya.

Gak mau pulang kan pasti?” Younghoon mengangguk lalu Hyunjae mengacak surai merah muda itu pelan, “ya udah ayo”

Dan Hyunjae menyalakan motornya lagi, memecah jalanan yang masih gerimis, dan kali ini tujuannya bukan rumah tentu saja.


Setelah melakukan check in dan menyimpan kartu id, Hyunjae menggenggam tangan Younghoon menuju kamar. Younghoon butuh space, dan sudah terlampau biasa jika ujungnya Hyunjae memesankan satu kamar hotel untuknya sendirian. Hyunjae membuka pintu kamarnya dan membiarkan Younghoon masuk duluan, “gue cabut ya?” Tanyanya memastikan. Dan Younghoon menatapnya penuh harap. Ada hidung merah dan mata yang sedikit berair yang ia dapati di wajah sahabatnya ini. Dan dengan cepat tangan itu menggenggam lengan jaket Hyunjae, “masuk dulu...” cicitnya dengan suara lirih.


Kini keduanya duduk di balkon kamar hotel sambil memandang langit yang ternyata hujannya turun semakin deras dari kali terakhir mereka dijalanan. Younghoon masih sibuk bercerita dengan napas tercekat dan suara kian parau. Menjadi anak bungsu keluarga Kim sebenarnya impian semua orang, bagaimana keluarga itu terpandang keluarga dengan babat bibit bobot unggul, katanya. Keluarga berkecukupan bahkan bisa dibilang kaya raya, orangtua lengkap yang menyayangi ketiga anak-anaknya tanpa perbedaan. Hanya saja tekanan yang si bungsu rasakan tentu luar biasa besar. Bagaimana ditaruhi ekspektasi tinggi keluarga sebab ia satu-satunya pria selain ayahnya. Kakak pertamanya adalah dokter kecantikan yang terkenal, telah bertunang dengan seorang pemuda pengusaha tambang, katanya sih teman semasa KKN. Kakak keduanya adalah seorang pilot yang memiliki bisnis kuliner, telah menikah dengan pramugara ditempatnya bekerja. Dan Younghoon, masih begini begini saja. Mahasiswa manajemen bisnis yang masih sibuk dengan skripsinya.

Nenek, kakek dan beberapa sanak saudaranya sering kali berucap hal-hal tak berguna yang membuat mimpi dan kepercayaan dirinya menciut. Menginjak asa dan semangatnya menjalani hidup dengan perkataan perbandingan yang menyakitkan. Belum lagi Younghoon sampai saat ini belum pernah membawa orang lain yang disebut kekasih kepada orang tuanya, hal itu menjadi celah bagi Tante tantenya menggosipkannya yang tidak-tidak. Membandingkan dirinya dengan anak kandung mereka dan segala yang mereka miliki, juga membandingkan Younghoon dengan kakak kakaknya. .

Younghoon masih menatap langit ibu kota yang diguyur hujan itu dengan airmata yang turun. Younghoon tidak pernah sebagus itu dalam akademik seperti kakak pertamanya, juga tak tahu harus menekuni dan bakat yang mana seperti kakak keduanya. Younghoon hanya menjadi dirinya sendiri yang hidup dengan apa adanya, namun rupanya dunia tidak terlalu suka dengan caranya.

“Itu mah dunia lo aja yang begitu, lagian kenapa dah kalau misalnya lo jadi diri sendiri? That's not a crime” Hyunjae mengepulkan asap vape ke udara setelah mendengar racauan Younghoon yang terus saja merendahkan dirinya sendiri.

Gue gak bisa kayak kakak kakak gue, Jae..”

Ya karena lo bukan mereka, Hoon. Setiap anak itu beda-beda, gue juga gak sepinter Eric. Eric bahkan lomba matematika ke Jepang kan? Gue mah langganan di razia rambut sama guru BK. Tapi lihat sisi lainnya, Eric gak bisa jadi kapten Basket kayak gue, gak bisa jadi gitarist band kampus kayak gue, gak bisa nyetir motor karena gak becus bedain kanan kiri makanya masih suka dianter jemput pacarnya sampe sekarang. Dan semua orang punya plus minus lainnya. Gue gak pinter akademi, seenggaknya ada hal lain yang gue bisa dan dia gak bisa.”

Hyunjae mematikan vapenya dan meminum air putih kemasan yang disediakan hotel diatas meja. Matanya melirik Younghoon yang masih terisak. Betapa selama ini ia dipenuhi cinta dari keluarga nya namun tidak dengan sanak saudaranya.

“Kakak pertama lo bisa gak jadi model majalah yang bahkan gak sampai 24 jam barang yang lo pake di majalah itu bisa habis terjual? Kakak kedua lo bisa gak jadi keyboardist band? Saudara lo itu bisa gak jadi ketua himpunan yang disukai semua anggotanya? Tante lo itu bisa gak IPKnya selalu stabil? Bisa gak jadi pembicara penyuluhan didepan banyak orang? Bisa gak jadi relawan panti asuhan tanpa meninggalkan kewajiban mahasiswanya? Kalau di akademik lo gak kayak kakak lo, seenggaknya lo masih bisa berbakat dan berkarya dengan jalan yang lo pilih sendiri. Lo masih bisa lakuin banyak hal positif buat tunjukin ke orang-orang kalau lo gak payah”

Younghoon mengusap air matanya buru-buru, lalu merebut air minum ditangan Hyunjae dan meminumnya hingga tandas. “Seenggaknya kalau lo gak pinter di akademik, lo punya banyak sertifikat lainnya yang membuktikan kalau apa yang mereka bilang bahwa lo tuh gak kayak kakak kakak lo tuh sebenernya gak berarti. Bukannya sepupu lo ada yang married by accident?”

“Iya, itu yang tadi Tante-tante yang bilang gue gak kayak anak bunda yang lain”

Halah anak dia aja ngangkang sana sini gak tahu itu anak bapaknya siapa kan? Sok-sokan banget ngejek anak orang lain”

Younghoon entah mengapa akhirnya tertawa kecil mendengar perkataan Hyunjae yang tadi. Meski tak mengembalikan kepercayaan diri Younghoon yang menguap bersama perkataan sanak saudaranya tadi. “gue takut ngecewain Bunda...”

Younghoon menunduk, meremat ujung kemeja hitam yang ia kenakan. “bunda pernah bilang gitu? Pernah bunda gak bangga dengan apa yang lo lakuin? Pernah kecewa gak sama yang lo lakuin selama ini? Enggak kan?”

Younghoon diam seribu bahasa. Bunda dan ayah memang tak pernah protes terhadap apa yang dilakukan Younghoon selama ini. Maka Younghoon tersenyum sedikit, “makasih Jae”

Lagian kebiasaan banget lo mah omongan orang tuh langsung ditelen gitu aja, dimasukin ke hati, overthinking deh seharian sambil nangis. Lawan dong toh mereka juga gak lebih baik dari lo”

Younghoon tertawa lalu mengangguk, “iya kapan-kapan”

Masuk yuk hujannya gede banget”


Setelah sesi curhat yang terjadi di balkon, kini keduanya berbaring. Diatas ranjang yang sama berbagi pelukan hangat, Younghoon biasa minta untuk recharge energi, katanya. Hyunjae mengusap surai merah muda itu lembut, mengecupi sahabatnya dengan kecupan lembut diatas dahi.

Younghoon mendongak sedikit menatap Hyunjae, “apa?” Katanya. Dan Younghoon bergeser, meraup bibir Hyunjae yang menganggur, menyesapnya rakus tak membiarkan Hyunjae bernapas. Hyunjae sedikit menjambak rambut Younghoon, “kegigit lidah gue astaga”

Hngg... Lagi.” Kini Younghoon naik keatas perut Hyunjae, mencondongkan tubuhnya untuk meraup bibir itu lagi, “tadi gue nyebat emang gak apa-apa? Biasanya protes bau rokok”

Banyak bacot deh!” Lalu Younghoon kembali meraup bibir sahabatnya rakus tak membiarkan Hyunjae kembali menjawab pertanyaannya. Tangannya digunakan untuk menggenggam tangan Hyunjae dan memegang dagunya dengan tangan kanan. Hyunjae yang hanya tinggal menerima tentunya tak menyia-nyiakan kesempatan ini, dibiarkannya Younghoon terus mencumbunya, dan tangan yang menganggur dibawa untuk merengkuh pinggang ramping pemuda diatasnya, mengusapnya perlahan memberi sensasi menggelitik yang geli. Hyunjae membuka mulutnya, membiarkan lidah Younghoon dengan kurang ajar masuk kesana bergulat lidah dengannya.

“Santai dong” katanya saat Younghoon melepas pagutan demi oksigen yang masih ia butuhkan. Aura Hyunjae perlahan menekannya. Membuat Younghoon merasa kecil dan menciut. Atmosfer yang ia rasakan semakin berat dan panas kala ciuman itu kembali terjadi, dan Hyunjae menatapnya lurus. “merem...” Pintanya. Hyunjae terkekeh, “gak. Gue mau liat lo cium gue gimana jadi gue gak mau merem”

Younghoon merengek lalu menjatuhkan dirinya, “males ah! Merem harusnya”

Dan kini saatnya Hyunjae membalas, Hyunjae bangun dan mengukung tubuh Younghoon yang berada dibawahnya, “dapet apa gue kalau merem?” Jari telunjuknya dipakai untuk menyingkirkan poni yang menghalangi wajah rupawan Younghoon. Tersenyum lembut saat Younghoon menatapnya dengan tatapan anak anjing yang menggemaskan. “Lo mau apa?”

Siapa yang mau apa?”

Yㅡya lo mau apa??”

Siapa yang mau apa, Younghoon?”

Dang it!

Younghoon meremang, aura Hyunjae lagi-lagi menekannya. Younghoon tidak suka. Tapi adrenalinnya terpacu. “JㅡJeje mau apa?”

Apa ya? Enaknya apa?”

Apa aja kalau sama Jeje enak kok” dan Hyunjae tak bisa menahan tawanya. “Bisa aja” lalu kini Hyunjae yang memimpin permainan. Dibawanya lidah lincahnya mengobrak-abrik segala yang Younghoon punya. Membiarkan saliva keduanya mengalir didagu Younghoon, Younghoon melenguh saat ciuman itu menjadi semakin liar dan panas. Merenggut kewarasan yang ia punya. Kini tangan menganggur Hyunjae dibawa untuk memanjakan Younghoon kecil dibawah sana. Younghoon sedikit menjengit kaget dan dengan refleks meremas bahu pemuda diatasnya.


Setelah lama bercumbu, entah sejak menit berapa hingga akhirnya pemuda Agustus itu telanjang bulat dibawah kasur dengan posisi bersimpuh dan tangan juga mulut yang sibuk dengan kemaluan Hyunjae. Hyunjae sendiri hanya melucuti celananya, jaket dan kaosnya masih melekat. Hyunjae membiarkan Younghoon bersenang-senang dengan kesejatiannya. Memasukannya dalam-dalam menubruk tonsil, membuatnya sesak dan tersedak. Kepalanya maju mundur, membuat Hyunjae yang gemas itu mengusap rambut merah muda itu penuh sayang. Hyunjae melenguh dengan permainan tangan dan lidah yang Younghoon hantarkan padanya.

“Tahan dikit lagi, bentar lagi keluar” dan Younghoon melesakkan penis itu semakin dalam, semakin jauh menubruk dirinya. Sedikit pusing dan kehabisan oksigen, tapi tak lama setelah itu semuanya keluar, berlomba-lomba masuk kedalam tenggorokan Younghoon, diiringi dengan lenguhan panjang yang keluar dari sahabatnya. Younghoon mendongak menatap Hyunjae masih dengan tatapan anak anjing yang berhasil membuat Hyunjae selalu kalah dan frustasi.

Telen aja sayang, gak apa-apa kok” dengan anggukan singkat Younghoon menelannya, membiarkan rasa asing itu meluncur bebas. Hidungnya memerah dengan mata dan wajah yang juga ikut memerah, kontras dengan tubuhnya yang putih porselen. Cantik. Indah. Manis. Younghoon dengan rambut bagai gulali, duduk bersimpuh dibawah dengan penampilan yang seperti itu, Hyunjae berani bertaruh hanya ia yang bisa melihatnya.

“Indah banget..” katanya sambil mengusap bawah dagu Younghoon, “sini gue bantu lo sekarang” Hyunjae merunduk mengecup cuping telinga Younghoon dan menggendongnya, menidurkannya dengan hati-hati, menciumnya berkali-kali, disana disini, menyusu, mempermainkan kemaluannya dan banyak hal lain yang ia lakukan terhadap tubuh sahabatnya yang sekarang sibuk menggeliat dan mendesah.


Setelah setengah jam bergumul, Younghoon terengah dengan peluh yang benar-benar sudah membasahinya. Keluar berkali-kali hanya karena permainan Hyunjae bukanlah kali pertama baginya.

Younghoon yang setengah sadar karena dikuasai napsu itu menungging, menyodorkan pipi pantat putih mulusnya pada Hyunjae. “gak bawa kondom Hoon... Gak bawa pelumas juga”

Lalu Younghoon merengek meski suaranya teredam bantal. “Hyunjae...”

Hyunjae membenci Younghoon saat menangis sebab satu hal, sangat membuatnya frustasi.

Lalu Hyunjae mengecup bahunya pelan, “gak bawa kondom, sayang. Emang gak apa-apa?” Younghoon mencebik, “bukannya dulu pernah?”

Hyunjae tersenyum, Younghoon mode bayi seperti ini sangat menggemaskan dan juga memabukkan baginya. Wangi sabun dan parfum yang ia kenakan dengan rambut gemas merah muda dan wajah memerah sebab menangis, demi Tuhan Younghoon seperti bintang porno. Dan hanya ia yang bisa melihatnya dalam mode seperti ini. “Kan tadi udah di fingering sama di rimming, Younghoon mau apa lagi? Kurang?”

Younghoon mengangguk kecil, Hyunjae membalik tubuh yang semula menelungkup itu, memberi akses Hyunjae untuk mempermainkan pantatnya, namun belum kunjung ia lakukan. Ada cium yang lembut yang ia berikan pada Younghoon, “is it okay?”

Biasanya juga gak izin..” Hyunjae tertawa lalu menggigit hidung Younghoon gemas, “mau apa sih lo? Minta sama pacar lo sana”

Younghoon menjambak rambut Hyunjae, “gak ada pacar!!” Dan lagi-lagi tawa Hyunjae menggelegar. “Mau dimasukin?” Ada anggukan penuh antusias yang Hyunjae dapati dari pertanyaannya tadi. “mㅡmau Jeje..”

Dan Hyunjae akan selalu ada untuk mereka yang membutuhkannya, bonus spesial untuk Younghoon, apapun yang ia mau akan Hyunjae kabulkan. “mau dibikin enak”

Dan Hyunjae mengamininya diam-diam. Mengamini setiap permohonan Younghoon sore itu. Maka setelah itu, tangan Hyunjae dibawa untuk melebarkan lubang senggama Younghoon sebelum penisnya masuk menghujam. Berhadiahkan lenguhan dan desahan yang indah mengalun dari pemuda tinggi kurus berkulit putih di bawahnya.

Jae..nghh Jeje” tubuh Younghoon menjemput aktivitas Hyunjae yang mengobrak-abrik dirinya dibawah sana. Menggerakkan badannya berlawanan dengan Hyunjae. “Cuma gue ya Hoon?” Younghoon mengangguk. Ya. Hanya Hyunjae. Hanya Hyunjae yang bisa. Dalam konteks apapun hanya Hyunjae. Younghoon saat dibawah begini rupanya cukup vocal ya gumamnya dalam hati. Matanya tak lepas menatap lamat-lamat bagaimana pria tampan dibawahnya kewalahan dan sibuk mendesah menjemput nikmat. Ada titik manis yang sengaja Hyunjae usili sejak tadi hingga tubuh pria dibawahnya menggelinjang penuh nikmat. “Disana ya?”

Terkutuklah Lee Hyunjae dengan segala yang ia miliki. Bisep besar, wajah rupawan, tubuh atletis, perut kotak-kotak, dada bidang dan aura dominan yang menekan dirinya hingga sekecil ini. Segala sentuhan yang dihantarkan begitu nikmat dan merangsang. Younghoon mengeluarkan cairannya begjtu banyak. Menciprati perut keduanya, Younghoon bergetar kecil sambil menggigit pergelangan tangannya meredam desah, “keluarin aja. Hotelnya kedap suara kok”

Dan Younghoon melenguh juga mendesah, terlebih saat Hyunjae dengan pelan-pelan memasukkan penisnya masuk kedalam dirinya. Younghoon menggenggam dan meremas bahu Hyunjae kuat-kuat, terengah-engah saat benda pusaka itu masuk bagai membelahnya menjadi dua, “Hㅡhhh Hyunjae... Hyunjae...”

Hyunjae membubuhi kecupan manis diatas dahinya, dan mulai bergerak maju mundur. Pelan namun konstan. Membiarkan Younghoon kembali pada kegiatannya menikmati setiap rangsangan.

Suara adu kulit terdengar perlahan kian mengeras. Dengan sprei dan kasur yang sudah sangat berantakan, decitan nestapa dari kasur yang menjadi saksi. Younghoon masih disana, dengan bertumpu pada lutut dan tangannya, menungging membiarkan Hyunjae menusuknya dari belakang, tangan kekarnya dibawa untuk menggenggam pinggang Younghoon, menarik semakin dalam dan menarik tubuhnya sejauh mungkin hingga saat penis itu melesak rasanya sangat dalam. Hyunjae sedikit menekan perut bawah Younghoon saat bulge itu terasa jelas di telunjuk Hyunjae. Dengan jahil sedikit menekannya menimbulkan suara rengekan lebih keras dari Younghoon.

Kepalanya melemas, Younghoon menelusupkan wajahnya dibantal dibawahnya, berteriak sekencang mungkin saat Hyunjae kembali mempercepat tempo hujamannya. “Ahh.. Younghoon”

Tidak butuh kekasih untuk memiliki kenikmatan penuh rasa sayang begini bagi Younghoon. Sebab Hyunjae selalu ada. Memberikan semua yang Younghoon butuhkan. Melempar dirinya kedalam pelukan saat ia membutuhkan bantuan.

Tubuh Younghoon ambruk diatas kasur, dan dengan sigap Hyunjae mengangkat tubuh itu, menggendongnya mendudukkannya diatas tubuhnya. Membiarkan penis itu terasa lebih dalam menusuk pemudanya. Younghoon yang sudah lemas bergerak pelan-pelan menikmati setiap sensasi yang ia rasakan. Air liur menetes. Kepalanya mendongak membiarkan leher jenjangnya menjadi tontonan. Tubuh putih porselen itu mengkilat karena peluh. Seksi adalah kata pertama yang terlintas. Bagaimana kulit putih itu memerah karena kenikmatan. Hyunjae menyeringai.

Hanya Hyunjae yang bisa melihat sisi lain Younghoon yang ini. Bahkan dulu pernah lebih nakal dari ini. Younghoon suka cross dressing, by the way.

Look at the mirror Jae..hngg That's me nghhhhh” Younghoon menatap kaca lemari disamping kasur. Menertawakan dirinya sendiri yang seperti kucing jalang tengah dikawini. Younghoon memperhatikan bagaimana lubangnya menelan penis Hyunjae yang melawan gravitasi. Dan itu membuatnya semakin meliar. Digerakkannya tubuhnya buru-buru, diketatkannya dinding rektumnya membuat Hyunjae merem melek keenakan.

Hyunjae ahhh...nghh cape ah cape.”

Dan tubuh Younghoon kembali ambruk, menubruk dirinya secara pasti. Hyunjae tertawa lalu mengecup puncak kepalanya penuh sayang, “let me control this game then”

Hyunjae menggendong Younghoon menuju kamar mandi. Mendudukkan dirinya diatas wastafel lalu kembali menggempurnya. Kali ini bisa dengan jelas Younghoon melihat pantulan dirinya dan Hyunjae. Berbagi kenikmatan yang panas sepanjang sore hingga malam menjemput. Hyunjae menusuknya kuat-kuat membuat Younghoon sedikit menjerit. Hyunjae lalu menyusu. Menyusu dengan rakus membuat Younghoon semakin gila. Younghoon sudah sangat basah, precum tak hentinya mengalir deras diujung penisnya. Dengan terbata-bata ia menggenggam penisnya sendiri memberi kenikmatan, namun hal itu ditepis oleh Hyunjae “don't jerk yourself without my permission”

Younghoon merengek dengan mata terpejam sempurna. “Jae...let me ㅡnghh hiks let me touch myself”

Hyunjae menekan kedua pipi Younghoon hingga bibir itu mengerucut, “don't you dare honey”

It's hurt ㅡhiks”

Minta yang bener coba nanti dikasih”

Younghoon membuka mata, menatap Hyunjae yang tengah menatapnya kelaparan. Jika sudah seperti ini Younghoon sudah tidak memiliki harga diri. Terkutuklah Hyunjae dengan kink “kakaknya” yang merepotkan. Padahal jelas-jelas Younghoon lebih tua disini.

Kㅡkakak nghh kakak. Let me, please. Let me hngg nghh ah..”

Hoonie mau apa?”

Mㅡmau dikocok ininya dikocok” Pinggang Younghoon bergetar masih dengan Hyunjae yang menghujam dirinya. “Dikocokin siapa? Younghoon atau kakak?”

Tentu saja Younghoon menjerit ingin sekali dirinya dihancurkan, “kak Jeje... Dikocokin kak Jeje.. please. Kakak please”

Dan Hyunjae dengan baik hati mengabulkannya. Masih dengan gerakan konstan menusuk lubang senggamanya, Hyunjae kini juga sibuk mempermainkan Younghoon kecil digenggamannya. Membuat pemuda Agustus itu mengeluarkan spermanya banyak. Menyembur dengan buru-buru mengenai tubuhnya sendiri. Dengan desahan dan lenguhan Younghoon yang memanggilnya kakak, Hyunjae menjadi semakin terangsang. Maka tak lama setelahnya, Hyunjae mengeluarkan cairannya dalam tubuh Younghoon seperti keinginannya. Keduanya berakhir berpelukan, dengan Younghoon yang terisak sebab kenikmatan yang melandanya terlalu banyak.

Don't cry baby. I'm so sorry” diciumnya sekali lagi Younghoon yang berada dipelukannya. Younghoon terengah-engah. “Peluk...peluk”

Maka Hyunjae mengerti, Younghoon tak ingin langsung dibersihkan. Ingin menikmati kasih sayang Hyunjae lebih lama. Padahal Hyunjae sengaja membawanya ke kamar mandi agar tidak susah, namun siapa Hyunjae berani menolak keinginan Younghoon. Dan dengan hati-hati Hyunjae menggendongnya ala koala dan membaringkannya hati-hati. Hyunjae mengambil lembaran tisu untuk membersihkan tubuh sahabatnya. “Gue ambilin handuk hangat dulu ya? Bersihin sebelum lengket ya?”

Younghoon mengangguk lemah meski tak ingin ditinggalkan. Dan Hyunjae dengan telaten membersihkan tubuh Younghoon dengan handuk yang direndam air hangat. Setelah dirasa cukup, ia merebahkan dirinya disamping Younghoon yang langsung disambut pelukan hangat bayi besar itu. Diciuminya lagi-lagi dahi Younghoon yang menganggur. “You did a great job big baby.. don't downgrade yourself ya?”

Younghoon mendongak menatap Hyunjae, “ayo saling jatuh cinta biar nanti kita bisa nikah”

Hyunjae tertawa kencang. “Emang mau nikah sama gue? Gue kan urakan kayak preman kampung kata kakak lo juga”

Dia bercanda?!” Dan Hyunjae kembali larut dalam pesonanya. Kalau boleh jujur, siapa yang tak jatuh cinta padanya sih? Hyunjae tiap hari merasa jatuh hati kok pada anak bungsu keluarga Kim ini. Hanya sedikit minder saja sebab ia pemuda biasa saja.

Hyunjae selalu merasa menang sebab Younghoon selalu mau didekatnya tanpa protes. Sebab Younghoon selalu mencarinya pertama kali saat ia hancur. Dan Younghoon tak pernah protes tentang dirinya. Tentang dirinya yang masih banyak kurangnya. “Mau tiap hari gue kasih makan nasi kucing emangnya?”

Gak ada orang miskin yang beli Alphard di Tokopedia karena gabut selain lo ya Hyunjae gue gibeng nih”

Dan malam itu keduanya tertawa sambil berbagi peluk. Jika diizinkan, Hyunjae juga ingin berbagi cinta dan kasih sepanjang hidup. Bersama Kim Younghoon, pemuda yang saat ini berada dipelukan.

End

© Aquamarlynn_

Milbbang semi baku oneshoot Content warning; bxb, fluff, hurt/comfort, major character death, skinship in public, dll

Dia adalah pria yang paling indah yang aku temukan dalam hidupku. Tutur kata lembut dan tingkah laku penuh kehangatan. Priaku, Lee Hyunjae ternyata masih dipermainkan keadaan.


Kim Younghoon pagi itu duduk manis dikelasnya sambil mendengarkan penjelasan dari wali kelasnya tentang acara tahun baruan yang akan diselenggarakan oleh sekolahnya. Banyak siswa yang terlihat tertarik dan bersemangat untuk mengikutinya. Acara berkemah akhir tahun, sebelum menginjak masa-masa tegang anak-anak kelas dua belas. Banyak yang sudah riuh ricuh berbisik akan melalukan apa saja dan akan membawa apa saja. Younghoon dan teman sebangkunya Jacob hanya saling tatap dan tersenyum, “Acara kelas dua belas akan dilakukan bulan depan di tanggal dua, hari Kamis Jumat dan Sabtu, minggu pagi kita semua bisa pulang. Siapa saja yang tidak bisa ikut, sekretaris tolong berikan datanya pada ibu maksimal dua minggu sebelum acara, karena data alam dikumpulkan pada panitia penyelenggara ya? Kalian mengerti?”

“Mengerti, Bu” serempak semua menjawab. Younghoon menyikut perut Jacob, “Ikut?”

Jacob mengangguk antusias, “kayaknya seru. Ikut yuk? Eh tapi kan kemahnya di alam terbuka, kamu kuat gak ya?”

Younghoon sedikit mengerucutkan bibirnya, menimang kemampuan dirinya yang bisa atau tidak ikut acara seperti itu. Younghoon mengidap asma sejak kecil, tidak bisa melakukan olahraga berat atau hal-hal ekstrem. Tidak bisa kedinginan dan kepanasan yang terlalu menyiksa juga. Younghoon ingin ikut namun takut menjadi beban.

“Younghoon, mau ikut kan? Nanti Doyeon ke TU buat ambil surat izin orangtuanya. Maksimal dikumpulkan dua minggu sebelum acara, jangan sampai hilang suratnya. Tapi kalau tidak ikut, aku tandai langsung di kertas absensi.” Itu Bangchan. Ketua kelasnya. Menatapnya penuh harap dengan lembut.

“Aku tanya kamu duluan karena aku tau kamu gak boleh maksain diri”

“Siapa saja yang gak bisa ikut?”

“Aku dengar Bambam tanggal dua tidak bisa ikut karena ada acara keluarga yang sudah ditentukan jauh-jauh hari. Mungkin sejauh ini kelas kita hanya Bambam yang gak akan ikut..”

Younghoon terlihat berpikir sekali lagi lalu tersenyum kecil,“nanti aku izin dulu sama Papa Mama ya? Nanti suratnya minta pada Doyeon kan?”

Bangchan mengangguk lalu tersenyum manis sekali sampai matanya hilang,“Semoga kamu bisa ikut. Kita semua harus ciptakan kenangan indah sebelum lulus.. Siapa tahu pas api unggun, Si Hyunjae Hyunjae itu nembak kamu beneran.” Lalu Jacob dan Bangchan tertawa, mengundang pukulan sayang dibahu keduanya.

“Apa sih kok jadi Hyunjae.” Lalu terlihat rona merah muncul dipipinya. “Suka sama suka kok belum jadian-jadian ya, Chris?”

“Iya benar. Dua-duanya cupu..” lalu keduanya kembali tertawa.

Lee Hyunjae. Anak kelas IPS yang gosipnya naksir Younghoon sejak kelas satu itu terus saja menjadi perbincangan ketiganya sampai akhirnya bel istirahat berbunyi, dan mereka semua sibuk dengan bekal masing-masing.


Lee Hyunjae anak IPS itu bersama gerombolannya berisikan tujuh orang siswa begundal lainnya terlihat tertawa-tawa sambil berjalan di koridor. Younghoon yang sedang mengantar Bangchan memberikan absensi kelas pada staff TU memandangnya lekat. Bagaimana saat sosok itu tertawa dunia terasa lebih lambat, disekitarnya menjadi pudar dan hanya ia pusat yang disinari cahaya.

Lee Hyunjae, terkenal sebagai anak yang mudah bergaul dan punya banyak teman. Terkenal sebagai laki-laki yang banyak dijadikan crush baik kakak kelas, teman sekelas, bahkan adik kelasnya. Younghoon akui dia memang bersinar. Tampan, banyak teman, mudah bergaul, orangnya juga asyik diajak bercanda, meski kadang berisik. Hyunjae cukup terkenal dikalangan siswa-siswi disekolahnya karena memiliki bakat bernyanyi dan pernah menjadi pemimpin upacara saat acara besar yang mana orang-orang tentu akan memujinya.

Dan Younghoon salah satu siswa yang juga menaruh hati padanya.

Karena Younghoon sendiri sadar, pesona Lee Hyunjae tidak pernah ada yang bisa menolak.

Saat gerombolannya berjalan melewatinya, Hyunjae yang tak sengaja sedikit menoleh padanya tersenyum sambil menganggukkan kepala, demi Tuhan Younghoon bersumpah senyumnya sangat indah dan Younghoon hanya berani balas tersenyum. Membiarkan pria itu lewat begitu saja.

Membiarkan jantung Younghoon berdebar acak-acakan setelahnya.

“Waduh disenyumin crush.” Lagi-lagi Christopher Bang dengan 1001 cara yang berhasil menggodanya.


Sore itu sepulang sekolah, Younghoon berjalan menuju rumahnya setelah belanja beberapa kebutuhan dapur dari supermarket perempatan jalan kompleknya. Matanya terpaku pada satu lelaki familiar yang berdiri disamping motornya sambil memainkan gawai. Dengan pakaian rapi dilapisi jaket pria itu sesekali tersenyum kecil setelah sepertinya membaca beberapa deretan pesan masuk disana.

Younghoon tersenyum kecil, jauh sekali Hyunjae main sampai komplek rumahnya. Lalu ia kembali berjalan, sampai suara familiar itu menyapa gendang telinganya.

“Younghoon!” Lalu ia terlihat melambai. Younghoon menoleh lalu memberi senyum, berhenti dari langkahnya sebab si pria itu dengan motornya mendekat kearahnya. Keduanya berbagi senyum. Sedikit berbincang basa-basi sebelum akhirnya Hyunjae pamit. “Oh iya, Younghoon. Gosip yang beredar dikalangan anak-anakㅡ”

“Yang kamu naksir aku? Iya aku gak ambil serius kok, kan cuma gosip.” Sedikit getir saat Younghoon mengatakannya. Sedikit tidak rela dan sakit rasanya.

“Ah enggak! Tolong jangan gitu... Soalnya aku naksir ya beneran sama kamu, dari kelas satu.”

Jantung Younghoon berhenti sejenak. Merah menyapa pipi hingga telinga, ia meremas keresek yang ada digenggamannya, menunduk sebab malu dan mati gaya.

“Aku.. aku juga suka sama kamu.”

Hyunjae juga cukup terkejut. Tak mengira bahwa mendapat jawaban secepat ini. Kalau begini ceritanya, kenapa tidak sejak dulu saja Hyunjae mengajaknya berpacaran jika ternyata semudah ini kenyataannya. Banyak ragu dan malu yang selama ini ia pupuk sendiri hingga rasanya mengejar Younghoon cukup mustahil. Sebab pemuda tinggi dan tampan itu juga banyak orang yang menyukai. Banyak coklat yang ia dapat saat Valentine, banyak kado yang ia dapat saat ulangtahun. Hyunjae agaknya merasa kecil sebab ia hanya bisa memandangnya dari kejauhan.

Hyunjae tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia yang ia rasa. Dengan sedikit gemetar ia mengusap pipi putih itu, hingga sontak sang empunya mendongak menatapnya sama terkejutnya.

“Kamu indah Younghoon.. Makasih ya, udah jawab perasaanku.”

“Makasih juga sudah jujur terhadap perasaan kamu.”

“Nanti malam aku chat ya, pacar?” Lalu Hyunjae tertawa geli campur dengan perasaan senang yang membuncah saat Younghoon mengangguk. Hyunjae begitu bersyukur sebab ia tak harus mencintainya lagi dalam diam.


Dua minggu setelah keduanya memutuskan menjadi sepasang kekasih, berita menyebar cukup cepat. Terlebih lagi Hyunjae terlihat sering mengantar dan menjemput Younghoon untuk sekedar pulang bersama. Tentu banyak yang patah hati sebab katanya dua-duanya everyone's crush dan malah sudah menjalin kasih dengan yang lain.

Hyunjae, Younghoon harus akui dia pria termanis yang pernah ia dapati. Setiap tutur kata dan tindakannya benar-benar membuat Younghoon meleleh. Dia juga bukan tipe yang mudah cemburu. Selalu mengutamakan izin dan kenyamanan Younghoon dalam setiap tindakannya. Younghoon benar-benar terbuai. Ia merasa sangat beruntung memiliki Hyunjae disisinya. Pemuda yang akan menggandeng tangannya dari tempat parkir hingga ke depan kelasnya. Dan pemuda yang akan duduk menunggu didepan kelasnya saat Younghoon pulang.

Siang itu, Hyunjae mengajaknya bertemu di kantin, katanya mau makan siang bersama. Younghoon mengajak Jacob dan Bangchan untuk bergabung. Berbincang kesana-kemari menghabiskan waktu istirahat makan siang. Diiringi canda tawa hingga bangku mereka menjadi bangku paling berisik disana yang mengundang tatapan dari semua orang.

“Ikut kemah gak?” Hyunjae menoleh kearah Younghoon, bertanya setengah berbisik sambil mengusap surainya, menyingkirkan poni dan anak rambut yang terlihat menusuk mata kekasihnya yang masih melahap bekal makan siangnya.

“Gak tahu. Kamu ikut?” Yang ditanya mengangguk dengan pasti sebagai jawaban. Tangan besar itu dibawa untuk mengusap noda makanan diujung bibir kekasihnya,“Kalau gak yakin, gak usah ya? Nanti sakit.”

Younghoon menghela napas, sejujurnya ia sangat ingin ikut. Bambam saja yang tadinya tidak akan ikut, tadi pagi bersorak pada Bangchan sebab bisa ikut acara kali ini. Maka, Younghoon juga ingin. Mendapat izin dari Papanya cukup sulit, semoga Younghoon bisa mengambil hatinya.

“Mau ikut, ya?” Younghoon mengangguk kecil, “Semua orang pasti ikut..” cicitnya.