awnyaii

Behind Cathlyn

Perihal masa lalu sisca dan Dominic cukup panjang. Satu tahun lalu sebelum Dominic menjatuhkan hatinya kepada Cathlyn ia pernah menjalin hubungan tanpa status dengan Fransisca. Awalnya mereka saling kenal melalui dating app lalu berlanjut ke dan mereka bertemu beberapa kali. Dominic sebenarny hanya ingin have fun dari awal. Dominic sudah mengingatkan agar tidak melibatkan perasaan satu sama lain namun perhatian berlebih yang Dominic berikan membuat hati Sisca luluh. Ia terlalu terenyuh dan tersentuh akibat perhatian dan perlakuan lembut Dominic saat bercengkrama, sekedar hangout atau bahkan saat mereka berdua cuddle melepas penat dan beban pikiran.

Ada perasaan dari Sisca yang sudah lama mengendap. Sisca menempuh pendidikan di luar negeri yang membuat Sisca tidak sering berada di Indonesia membuatnya jarang bertemu Dominic dan saat ia tidak ada disini untuk waktu yang lama ternyata Dominic pria pujaannya sudah menjatuhkan hati kepada Cathlyn. Rindu yang Sisca rasakan seakan tak akan berbalas temu lagi tapi ia terlanjur merindukan pria ini.

Sisca merindukan saat dimana ia duduk berdua di bar dengan Domi mengobrol seputar kehidupan kepelikan keluarga dan meneguk beberapa shot alcohol sebagai obatnya, sama-sama menyulut rokok dan mengepulkan asap ke udara seakan bersamaan mengepulkan dan mengeluarkan beban pikiran.

“Maybe kita nggak lebih dari sekedar FWB, Sisca. Jangan pernah libatin perasaan lo sama gue.” Ucapan Dominic masih terngiang jelas di benak Sisca kala itu. Dominic memang termasuk pria yang gampang depresi. Ia selalu lari ke hal-hal seperti rokok, alkohol, bar, atau night club dimana hal hal tersebut juga disukai Sisca. Gadis itu menaruh perhatian lebih, dan perasaan lebih dari sekedar FWB kala itu, sampai sekarang.

Dominic memang tergolong berani untuk mengajak orang yang bukan kekasihnya untuk cuddle atau bahkan one night stands. Tapi hal itu tidak pernah ia lakukan pada Cathlyn. Kali ini selepas berdebat dengan Ayahnya, Dominic ingin menemui Cathlyn namun kekasihnya itu tidak bisa dihubungi, ia bosan dan butuh teman, melihat pesan yang terus menerus Sisca kirimkan Dominic pun memilih pergi menemui Sisca. Setelah ia pergi ke bar. Pekat roma parfum khas Dominic tercium saat lelaki itu sudah memasuki apartement Sisca.

Gadis itu membukakan pintu untuk Dominic dengan antusias. Ia tahu lelaki di depannya ini sedang mengalami frustrasi perihal keluarganya. Mata Dominic terlihat sangat sayu dan merah, Dominic berjalan agak sempoyongan.

“Lo mabok ya?!” Tanya Sisca sembari mengunci pintu apartement nya, Dominic melepas jaketnya lalu melempar ke sofa Sisca lalu menghempaskan badannya di sofa itu. Sisca mengikutinya dan duduk di sebelahnya, TV yang sedari tadi menyala riuh menemani Sisca menunggu Dominic pun ia matikan. Sisca mendekat kepada Dominic sosok pria yang ia rindukan itu yang tengah menyandarkan tubuhnya di sofa, Dominic memijit mijit keningnya seperti orang frustrasi. Sisca menyandarkan dagunya di bahu Dominic manja, memegang pipi Dominic dan mengarahkan kepadanya.

“Hey, I know lo sakit hati banget, but life must go on Dominic, if you want to do something yang nggak salah why not gitu, lakuin aja apa yang lo mau. Iya nggak?! And where is your girlfriend?” tanya gadis itu,

Dominic menatap Sisca, “Cathlyn lagi sibuk kayaknya.” Jawaban Dominic membuat Sisca hanya mendengus, Sisca menyadari ia masih menyukai Dominic namun ia menyadari hati Dominic masih bertaut kepada Cathlyn.

“See?! Bahkan disaat lo butuh temen bahkan butuh pacar lo, dia kemana? Come on lah.” Perkataan Sisca hanya dibalas tatapan sinis Dominic. Akhirnya Sisca beranjak mengambil sebotol whiskey dan kembali ke ruang tamunya. Ia menuangkan satu sloki untuk Dominic dan untuk dirinya.

“Let’s have fun and forget all those shit things, Dominic!” ucap Sisca sambil menyodorkan se-sloki whiskey kepada Dominic sambil menggodanya menyentuh dagu Dominic sambil memiringkan senyumnya. Tanpa pikir panjang Dominic mengambilnya dan langsung meneguk habis satu sloki minuman itu dan menuangkannya lagi lalu meneguknya lagi.

“Fuck I’m tired!” Dominic meracau.

“Tell me anything, look at me, ada gue yang nunggu lo selama ini ngapain lo masih aja sama Cathlyn yang nggak ada pedulinya sama lo,” kata Sisca.

“Nggak usah sebut dan bawa-bawa Cathlyn!” pekik Dominic dengan nada tinggi.

Ada sedikit kebencian di hati Sisca yang menyelip akan sosok Cathlyn yang dipuja Dominic. Sedangkan ia tidak bisa seperti Cathlyn yang memenangkan hati Dominic. Sisca menyadari keadaan Dominic yang bertambah mabuk. Ia mendorong Dominic sampai tubuh Dominic terpojok di sandaran sofa. Sisca duduk di paha Dominic dan menghadapkan wajahnya dengan wajah lelaki itu.

Melihat Dominic dari jarak dekat Sisca menyadari ketampanan Dominic yang bertambah dan tidak berubah. Bau alcohol dan tubuh yang berdekatan itu kini semakin mendekat, Dominic menarik gadis di depannya dekat dan wajah mereka yang semakin dekat kini bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain. Mereka mulai melumat bibir satu sama lain.

“Would you stay here tonight?” tanya Sisca sesaat merenggangkan ciuman mereka. Dominic dengan wajah yang sayu mengangguk. Sisca menyeringai puas, perlahan Sisca mendekatkan wajahnya kepada Dominic lagi, lelaki itu memejamkan matanya, tangannya melingkar di pinggang wanita di depannya, menarik Sisca ke dalam pelukannya, bibir mereka saling bertemu. Dominic tidak membuka matanya sama sekali. Sisca kaget atas sikap Dominic dan tersenyum puas ia berkuasa atas Dominic sekarang walaupun dilihatnya ujung mata Dominic meneteskan setetes air mata.

“I want to make you mine,” ucap Sisca di dalam hati.

Sisca menekan tengkuk leher Dominic dan membuat ciumannya bertambah dalam, ia memainkan surai Dominic. Dominic bangkit berdiri dan menggendong tubuh Sisca, lalu menidurkannya di sofa untuk merubah posisi. Kini tubuh Dominic berada di atas tubuh Sisca, ciuman Dominic berlanjut ke bagian leher Sisca. Yang membuat gadis itu sedikit menggeliat geli dan mendongakkan kepalanya membiarkan Dominic mengeksplor leher jenjangnya, ciuman Dominic naik lagi ke bibir Sisca dan gadis itu mulai kehabisan nafas dan mendorong pelan dada bidang Dominic.

“Just forget her please,” ucap Sisca. Dominic tidak menghiraukan ucapan Sisca dan menghipnotis Sisca lagi dengan ciumannya. Deru nafas Dominic bisa Sisca rasakan di sekujur wajahnya ia semakin gila dibuat Dominic, perlahan tangan Sisca mulai menuntun Dominic melepaskan kaos hitam polosnya.

DAMN!

Tubuh Dominic begitu sempurna. Sisca semakin tergila-gila dengan Dominic, perawakannya yang sempurna menurut Sisca membuatnya semakin menyukai Dominic. Sisca masih membalas ciuman Dominic liar, lidah mereka saling bermain satu sama lain, Dominic benar-benar sudah kehabisan akal sehatnya kali ini. Tangan Dominic bergerilya mengangkat tanktop yang Sisca kenakan dan mengelus bagian perut serta pinggang Sisca yang membuat gadis itu semakin mabuk kepayang. Tangannya bergerak menuju bagian pinggang dan seluruh tubuh Sisca, tak dibiarkannya satu inchi pun terlewatkan. Dominic menambah panas permainan dengan mengeksplor bagian tubuh Sisca dengan bibirnya dan lidahnya, leher, dada, perut ia absen satu persatu tanpa terkecuali. Sisca bukan lagi pasrah, ia memang membiarkan Dominic merajai permainan kala itu, bahkan kalau boleh jujur sampai kapanpun ia ingin Dominic merajainya, asalkan Dominic lepas dari Cathlyn.


Dominic sudah tertidur pulas tanpa mengenakan kaos, ia tergeletak lemas di sofa, Sisca yang sedari tadi duduk di lantai dan menatap Dominic dari sebelah tiada henti mengelus surai hitam lelaki yang sedang terlelap di depannya.

Sesekali ia belai pipi Dominic lalu mengecup bibir dan pipi Dominic sesaat bergantian. Dominic yang terlelap tidak menyadarinya sama sekali.

“Kapan lo mau buka hati buat gue sih, Dom?” bisik Sisca lirih.

Dominic menggeliatkan tubuhnya lalu menghadap ke Sisca, matanya masih terpejam, bau alcohol masih tercium jelas.

“Cathlyn...” ucapan Dominic dibawah sadar itu ternyata bisa membuat Sisca cemburu dan sangat marah di dalam hatinya.

“Fuck, that girl again haha.” Tawa kesal dilontarkan Sisca

WildRace Bagian Tiga

Sore hari yang sedikit mendung, Cathlyn yang sudah menunggu Dominic sedikit cemas, kekasihnya tak kunjung datang padahal janji yang mereka buat adalah pukul lima sore. Satu tangan Cathlyn ia masukkan di saku celananya, satu tangannya ia gunakan untuk memegang ponsel dan berulang kali menyalakan kunci lalu mematikannya lagi. Sedikit ia cemas memikirkan Dominic,

“Udah jam enam Dominic kemana ya?” Cathlyn gelisah dan gusar, beberapa kali ia mencoba menelfon Dominic tapi tidak ada jawaban. Cathlyn khawatir, akhirnya Cathlyn pun memesan taksi online di hari yang sudah senja itu dan menuju rumah kekasihnya itu. Ia pun bergegas saat taksi yang ia pesan sudah tiba. Seperti biasa, Cathlyn dengan kostum santainya, celana jeans, tanktop dan kardigan hitamnya serta sepatu kets.

Hari ini Cathlyn, Dominic, Celine, Madelline dan Theo berniat untuk menonton konser musik namun Dominic yang berjanji akan menjemput belum juga tiba. Akhirnya Cathlyn berinisiatif untuk menghampiri kekasihnya di rumahnya.

“Pak stop di depan gerbang aja ya,” ucap Cathlyn pada pengemudi taksi itu saat menyadari sudah dekat dengan rumah kekasihnya.

“Oke non,” jawab sang supir taksi lalu menghentikan laju taksinya dan Cathlyn pun menyerahkan beberapa lembar uang lalu turun dari taksi tersebut.

Cathlyn sudah ada di depan rumah Dominic, ia kembali menelfon Dominic tapi tidak ada jawaban, ia melihat mobil Dominic masih terparkir di halaman rumahnya, pagar depan rumah tidak ditutup, Cathlyn memberanikan diri untuk masuk. Dengan langkah pelan dan melihat sekitarnya jika saja ia melihat penghuni rumah ini atau melihat Dominic. Namun langkahnya seketika terhenti melihat orang yang tidak asing untuknya, ya tentu saja, Dominic.

“Apa susahnya nurutin kemauan Ayah?!” ucap seorang pria paruh baya yang berdiri di depan Dominic, mereka berdua ada di teras rumah terlihat dari tatapannya kemarahan terpancar dari wajah Ayah Dominic. Dominic hanya tertunduk dan diam.

“Harus mau!” ucap Ayahnya dengan lebih lantang.

“Engga, Yah!” balas Dominic dengan nada tinggi.

PLAKK!

Satu tamparan mendarat di pipi Dominic, Cathlyn yang melihat hal itu dari kejauhan hanya bisa terdiam dan membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.

“Ayah!” seorang laki laki yang sepertinya berusia sama dengan Dominic keluar dari dalam rumah lalu melerai mereka berdua. Berdiri di depan Dominic menghalau dan menatap ayahnya tajam,

“Kenapa sih? Kenapa selalu maksain? Nggak bisa kah kita nggak selalu diatur?!” pekik laki-laki itu.

“Kamu juga, Jonathan sama aja!” tangan ayahnya sudah mengayun namun laki laki bernama Jonathan itu lebih dahulu mencengkeram kerah baju ayahnya.

“Pukul aku atau Dominic silahkan aja, tapi jangan harap kita masih anggep ayah ada di rumah ini!” ucapan Jonathan itu membuat ayahnya emosi, ia meraih vas bunga kecil di sebelahnya dan membantingnya di depan Jonathan dan Dominic, lalu masuk ke dalam rumah.

Cathlyn yang melihat hal itu kaget bukan main, jantungnya berdegup tak beraturan, sekujur tubuhnya terasa dingin seketika.

BRUKK

Cathlyn tidak sengaja menyenggol sebuah pot yang ada di halaman rumah itu yang membuat Jonathan dan Dominic kaget. Cathlyn kebingungan ia menjadi kikuk sesaat, Dominic yang melihatnya pun langsung bergegas menghampiri Cathlyn diikuti Jonathan.

“Lyn, kamu kok udah disini?” tanya Dominic sambil memegang kedua bahu Cathlyn, Dylan ikut menghampiri.

“S―sorry, aku kesini kesini karna khawatir Dominic nggak ada kabar. Sorry aku tadi ga sengaja lihat―” ucapan Cathlyn terbata bata.

“Oh lo pacarnya Domi?” tanya Jonathan sambil tersenyum, Cathlyn mengangguk sambil tersenyum canggung.

“Yaudah sana buruan pergi dek, Ayah biar urusan gue kasian si Cathlyn udah sampe sini,” ucap Jonathan sambil menepuk pundak Dominic dan memberi senyum kepada Cathlyn dan anggukan kepala yang dibalas Cathlyn juga. Jonathan pun masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka berdua Dominic pun menarik tangan Cathlyn. Dominic merangkul pundak Cathlyn seraya menuntunnya ke mobil. Dominic membukakan pintu mobil dan membiarkan gadisnya masuk lalu menutupkan pintu mobil untuk Cathlyn. Sebelum bergegas, sekali lagi Dominic meraih tangan kekasihnya itu namun disadarinya tangan Cathlyn yang dingin,

“Tangan kamu dingin banget, Lyn.” ia menatap gadis yang tengah ia genggam tangannya itu.

“Takut lihat kalian tadi berantem, panik juga , takut―” ucap Cathlyn lirih.

Dominic pun meraih kedua tangan Cathlyn, digenggamnya kedua tangan gadis itu erat, ia memeluknya dan menepuk lembut pundak gadis itu.

“Dom, berantem kenapa sih?” Cathlyn merenggangkan pelukan lalu menangkup pipi kekasihnya itu agar menghadapnya. Dominic sedikit tertunduk,

“Aku minta berhenti kuliah di FK aku nggak ada passion, walaupun ada Theo sahabatku dari kecil juga aku nggak minat. Aku masuk ke FK karena permintaan Ayah, aku minta resign Ayah nggak kasih,” kata Dominic, ibu jari Cathlyn mengusap pipi Dominic lembut.

“Talk to him patiently, sayang. Terus kamu mau resign mau lanjut pendidikan apa? Udah tahun akhir.”

“Flight attendant, Lyn.”

“Hah?”

“Kenapa?”

“Terus aku gimana? Kita jauh?” Cathlyn melepaskan tangannya dari pipi Dominic, lelaki itu gentian yang membingkai pipi kekasihnya sambil tersenyum manis. Menarik dagu kekasihnya agar menatapnya. Kedua netra mereka bersinggungan, Cathlyn mengerucutkan sedikit bibirnya.

“Kan belum, aku pun nggak tahu ke depannya gimana. Sampai sekarang belum dikasih ijin, ngerasa percuma aja di FK, sumpah, capek, sayang.” mendengar ucapan Dominic itu Cathlyn sedikit merasa sedih. Namun Dominic tersenyum, jemarinya menarik kedua pipi Cathlyn agar terbentuk seuntai senyum manis disana.

“Cepet senyum.”

Cathlyn tersenyum dengan paksa.

“Udah nggak usah mikirin yang belum terjadi toh itu hanya cita-citaku aja kan,” balas Dominic. Cathlyn mengangguk dan tersenyum simpul, sepersekian detik Dominic mendekatkan wajahnya kepada sang kekasih lalu bibir mereka bertemu dan saling bertaut sesaat.

Jari-jari Cathlyn bermain di surai kekasihnya mengikuti tempo yang Dominic berikan. Cathlyn membalas kecupan itu singkat. Tiba-tiba handphone Cathlyn berdering, yang membuat mereka menghentikan permainan mereka itu, Cathlyn mengambil handphone dari dalam tasnya, ia melihat layar ponselnya lalu menunjukkan nama yang tertera di layar handphone nya kepada Dominic, “Theodore”.

“Haha, udah bawel pada nungguin itu pasti,” kata Dominic sambil terkekeh pelan.

“Yaudah angkat aja bilang kita udah jalan,” lanjut Dominic lagi sambil menyalakan mobilnya lalu bergegas pergi. Dominic memang seseorang yang terkesan lembut dan penyayang. Sembari menyetir kadang satu tangannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Cathlyn bahkan mengecup punggung tangan kekasihnya yang ada di genggamannya itu. Tak jarang ia menyetir dengan satu tangan lalu ia membiarkan kekasihnya menggenggam tangannya dan bermain dengan jemarinya. Celotehan dan guyonan kecil tidak pernah tertinggal selama perjalanan mereka. Hubungan keduanya berjalan baik-baik saja sejauh ini. Jika bertanya apa yang tidak baik? Kondisi fisik Cathlyn yang tidak diketahui Dominic sama sekali.

Masa Mendatang dengan Lelaki yang Menang

Swastamita―Pemandangan indah saat matahari terbenam.

Cathlyn dan pria pilihannya―adalah dua anak adam yang selalu menikmati Swastamita bersama kali ini dengan tidak terencana dan dengan sengaja memiih menjatuhkan diri sedalam-dalamnya dan sejatuh-jatuhnya kepada satu sama lain yang saling merengkuh dalam dekap. Melayangkan pandangan kepada sang surya yang hampir tenggelam dengan sorot jingga yang akan berganti temaram, keduanya saling menganggukkan kepala bersepakat untuk mencandu pilu bersama―kalau saja ia terlambat datang pasti wanita dalam pelukannya―Cathlyn, sudah pergi untuk selamanya.

Swastamita itu masih sama indahnya seperti sebelumnya. Bahkan bertambah indah, walaupun keadaan tidak sama seperti saat pertama bersua. Mengingat perselisihan yang sempat hadir, pertandingan antara dua insan yang saling beradu memperebutkan tempat nomor satu. Walaupun setelahnya harus ada yang pergi untuk selamanya, namun ia usai menitip harap dan asa agar wanita yang dicintainya dapat melanjutkan hidupnya. Yang pergi sudah merelakan, yang masih disini tidak bisa membawanya kembali. Suatu saat mereka akan bertemu lagi―dalam kehidupan di terang abadi.

WildRace Bagian Dua

“Dasar pacar edan―tidak lain Dominic Evart Mahendrata.” gerutu Cathlyn kala melipat hoodie yang ditinggalkan begitu saja dengan keadaan berantakan oleh Dominic di pangkuannya sedangkan lelaki itu lari terbirit karena sudah terlambat mengikuti kelas perkuliahan pagi hari. Cathlyn hanya geleng-geleng kemudian merapikan hoodie yang ditinggalkan begitu saja, Cathlyn tersenyum.

Sudah beberapa tahun ini Cathlyn menjalin hubungan dengan Dominic kekasihnya mungkin sejak awal bangku perkuliahan. “Capek banget udah tingkat akhir tingkahnya masih begitu.” Cathlyn menggerutu sedangkan lelaki yang menjadi kekasihnya itu sudah lari terbirit dan menghilang dari hadapan Cathlyn.

Gadis itu hanya geleng-geleng jika dihadapkan dengan tingkah aneh-aneh Dominic. Masa akhir kuliah ini Cathlyn masih bersama dengan Dominic, Theodore, Celine dan Madelline.

Persahabatan yang terbentuk sejak awal bangku perkuliahan itu masih terjalin sampai sekarang. Saling melengkapi dan memahami. Celine dan Theo adalah kakak beradik namun Theo sedang menempuh program spesialisnya dan ada di tahun akhirnya.

Yap! Benar, Theo adalah seorang dokter, ia mengambil spesialis penyakit dalam. Dominic dan Theo ada di satu fakultas yang sama yaitu Kedokteran. Cathlyn, Celine dan Madelline ada di satu fakultas yang sama yaitu Bisnis. Tak jarang mereka menikmati waktu sepulang kuliah untuk sekedar nongkrong di kafe, atau berkunjung ke rumah salah satu diantara mereka, ke mall, dan lain sebagainya.

Namun, ada hal yang tidak Cathlyn ketahui tentang sahabat-sahabatnya, ada juga hal yang Theo, Dominic, Celine dan Madelline tidak ketahui tentang Cathlyn. Semuanya masih saling menyimpan rapat tentang rahasia dan luka masing-masing. Dalam pertemanan atau dalam keluarga juga pasti akan ada perselisihan yang akan menjelma sebagai jarak yang membentang yang membuat kita semua berjauhan, tapi tergantung bagaimana kita menyikapinya. Ada juga jarak yang mendekatkan, tidak selalu menjauhkan atau bahkan memisahkan.

WildRace Bagian Satu

Memang dunia terasa berhenti, ketika Cathlyn menerima kenyataan pahit. Di usianya yang ke tujuh belas tahun harus ditinggalkan sosok ayahnya untuk selamanya. Penyakit serangan jantung merenggut nyawa Papanya. Masih sulit untuk Cathlyn menerima semua ini, Cathlyn adalah anak tunggal dari kedua orang tuanya.

Hari harinya terasa hampa, tidak ada lagi sosok ayah yang menemaninya berlatih taekwondo, melatihnya berenang, membuatkan nasi goreng yang mempunyai rasa khas tersendiri. Kepergian ayahnya membuat Cathlyn sadar bahwa sekarang ia dan mamanya saling membutuhkan satu sama lain.

Hatinya terbalut kesedihan yang dalam. Bertahun-tahun tidak ada yang bisa menggantikan posisi ayahnya. Ia tahu dan paham betul mamanya mengalami banyak kesulitan selama menjadi single parents. Mama Cathlyn mempunyai usaha di bidang produk kecantikan sedangkan Cathlyn tidak tertarik sama sekali.

Keputusan Mamanya untuk menikah lagi sering menjadi perdebatan antara Cathlyn dan Mamanya. Terlebih keputusan Mamanya untuk menikahi pengusaha yang juga mempunyai dua orang anak, satu oang anak laki-laki yang berusia dua tahun di atas Cathlyn dan seorang anak perempuan yang masih berusia lima tahun membuat Cathlyn kadang terbayang tentang bagaimana nantinya keluarga tirinya memperlakukannya.

“Kaya di sinetron nggak ya?” batin Cathlyn menyelami pikirannya sendiri lalu menggelengkan kepala dengan cepat beberapa kali sebelum menjatuhkan dirinya di kasur dan menatap langit-langit kamarnya.

Jaehyun Oneshot AU by awnyaii

Cinta tak selalu menghadirkan keindahan terlebih dalam perihal rumah tangga. Dua kemungkinan yang terjadi adalah cerita indah atau cerita menyedihkan. Tapi bukankah akan indah jika berjalan berkesinambungan?

Suasana malam hari ini berbeda dari biasanya, Jeremy menemui Lea di kantor dan pulang bersama istrinya itu. Selalu ada obrolan ringan diantara keduanya. Entah perihal pekerjan atau perasaan masing-masing dari mereka dalam sehari.

“Oh iya Jer, Anak-anak ke rumah Timothy katanya mau barbeque an disana. Kita mau nyusul nggak?” Kalimat pembuka pembicaraan kala itu.

“Enggak usah biar mereka disana aja, sumpek juga mungkin anak-anak di rumah. Aku nggak mau nyusul maunya nyusu haha,” kata Jeremy, ia terkekeh selanjutnya.

“Ngomong sekali lagi aku pukul!” Lea melotot sambil menahan tawa.

“Aku nggak mau nyusul maunya nyusu!” Lalu Jeremy menjulurkan lidahnya saat memarkirkan mobil saat sudah memasuki garasi rumah mereka. Lea langsung mencubit keras lengan Jeremy sebelum keduanya terbahak dan masuk ke dalam rumah.


Lea baru saja memasuki kamar mandi, ia masih memanjakan dirinya di bathup, memejamkan mata, menikmati tubuhnya yang direndam air hangat serta aroma scented candle yang menenangkannya. Seharian mengurus segala pekerjaan membuatnya lelah dan saat ini saatnya ia merilekskan dirinya. Namun dari luar, Jeremy mengendap masuk ke kamar mandi dengan tubuhnya yang berbalut bathrobe.

Cklek..

Suara knop pintu terdengar sehingga membuat Lea mendongakkan kepalanya, dilihatnya sang tuan berjalan menghampiri Lea sambil tersenyum. “Jer, kenapa?” tanya Lea, “Bareng,” jawab Jeremy lalu mendekati bathup. “Hah?” “Majuan, aku mau berendam sama kamu, mau nggak?” Lea mengangguk dan tersenyum.

Karena detik berikutnya, sang tuan berjalan lalu memasuki bathup. Dan melepas bathrobenya Mendekat dengan paras tampan berselubung kerinduan menikmati waktu intim bersama Lea. Jeremy pun tepat berada di posisi belakang Lea, sang puan menyandarkan badannya di dada bidang sang tuan dengan leluasa di dalam sana. Tanpa kata―Jeremy melingkarkan tangannya di perut Lea dan wanitanya itu menyandarkan kepala di dada bidang Jeremy membuat Jeremy bisa dengan leluasa menciumi bagian wajah Lea. Bukan karena mau membuat suasana romantis, Jeremy dan Lea memang sering melakukan hal ini, selain melepas lelah juga membayar waktu intim mereka yang sudah jarang mereka lakukan.

Temaram sudah hampir lelap, tak ada kebisingan, sunyi seketika saat keduanya masih dalam keadaan saling memeluk.

“Jer, kangen ya punya waktu kaya gini?” kata Lea lirih. Bisa Lea rasakan suaminya itu mengangguk.

“Wanna have a long night with me?” bisik Jeremy yang membuat Lea sedikit bergidik karena geli. Namun sang puan mengangguk sepakat, Jeremy terkekeh sesaat.

Tangan Jeremy mulai bergerak menyapa bagian tubuh istrinya dari mulai dada hingga turun ke bagian perut, sentuhan di dalam air hangat kala itu tidak kalah memabukkan sepertinya.

Lea sempat membusungkan dadanya sedikit kala menyadari Jeremy memberikan sapaan di bagian payudaranya. Nama Jeremy terdengar saat sang puan sedikit melenguh. Tanpa ragu, detik berikutnya, birai Lea sudah disapa dengan lembut oleh belah bibir Jeremy yang halus. Pagutan itu berlangsung lama. Dibarengi dengan jemari lihai Jeremy yang mulai menyapa bagian kekuasaan Lea dibawah sana dengan beberapa sentuhan tipis namun hal itu membuat Lea semakin hanyut dalam keadaan kala itu. Jari digerakkan perlahan menyapa semesta Lea yang membuat decapan dan lumatan bertambah dalam dan nikmat. Penyatuan birai keduanya saling bertukar saliva dan kerinduan, walaupun keduanya sellau ada dalam satu dekapan namun tak bisa dipungkiri waktu intim seperti ini juga dirindukan sepasang suami istri yang sudah lama menikah ini.

“Ngh— Jer,” Lea mulai memanggil dalam lenguhnya. Memanggil Jeremy di antara lenguhan dan upayanya menahan rasa nikmat itu. Jeremy menyapa birai Lea dengan lidahnya yang melesat masuk ke rongga mulut Lea memberi jejak dan mengabsen setiap inchi rongga mulut Lea dengan mesra.

Lea semakin terengah pada pagutan yang begitu dikukung birai Jeremy yang membuatnya kehabisan napas. Jari Jeremy dibawah sana tidak hanya menyapa dari luar tapi juga masuk menyapa bagian klitoris sang puan dengan beberapa sentuhan dan sapaan yang membuat Lea menggila.

“Jeremy, please―mmh,” Sang tuan membungkam mulut Lea dengan kecup dan cumbu lagi, tak ada penolakan, bahkan Lea mulai membalas brutal cumbuan itu.

Semakin bibir dicecap, semakin mabuk keduanya dibuai dalam renjana itu.

“Jer,” Lea melepaskan pagutan dan menahan tubuh Jeremy sedikit dengan tangannya, jemari lihai Jeremy menghentikan kegiatannya di bawah sana. “Kenapa sayang?” “Mandi dulu, baru lanjut, hehe.” “Ah, oke, bareng ya?” Lea mengangguk.


Di bawah shower, Lea masih menggosok rambutnya dengan shampo, Jeremy yang juga ada disana pun membantu sang puan untuk menggosokkan shampo juga di rambut panjang Lea, begitu juga sebaliknya, keduanya terkikik dan tertawa saat melakukan itu untuk masing-masing dari mereka.

Lea juga menggosokkan sabun ke badan Jeremy membuat beberapa sentuhan sensual dan menggoda. Jeremy pun membuat Lea berada di bawah shower lalu menggosok rambut Lea lembut agar busa shampo terbilas tanpa sisa.

“Thank you sayang,” kata Lea. Tak ada jawaban dari Jeremy, karena pada detik selanjutnya Jeremy membalik badan Lea menghadapnya dan mengikis jarak diantara mereka.

“My pleasure,” katanya kemudian. Lea mengalungkan tangan di leher Jeremy, sang tuan menarik Lea dalam dekap dan menyatukan tubuh keduanya dalam pelukan erat. Bibir keduanya kembali bertaut, kali ini ciuman Jeremy lebih ganas dari sebelumnya, bagian kekuasaan Lea dan Jeremy bersentuhan di bawah sana. Deru napas dan suara decapan serta suara aliran air dari shower saling beradu riuh disana.

Jeremy memang hebat dalam membuat Leacandu. Ciuman enggan dilepas, pelukan enggan direnggangkan, Lea dan Jeremy sama sama mau terus dicumbu tanpa paksaan. Di sana, Jeremy juga memainkan gundukan sintal di dada Lea dengan seduktif, memilin lalu merematnya lagi, begitu seterusnya. Dan Lea terkekeh kecil sejenak melepaskan pagutan mereka untuk menggoda Jeremy dan sesuatu dibawah sana yang Lea rasakan mulai menegang.

“I miss you lil bro,” ujar Lea sembari mengelus bagian dada Jeremy dengan ujung jarinya lalu turun ke bagian kekuasaan Jeremy lalu mengelusnya perlahan.

“I miss yours tho.” Tangan nakal Jeremy juga turun dari pinggang Lea ke selangka wanitanya. Kemudian bermain disana, Jeremy mencuri start sebelum Lea mempermainkannya, ia sudah menang dalam hal ini, sembari birainya Jeremy melahap birai Lea lagi, disapanya dengan brutal kepemilikan Lea disana.

“Jer, akh! Mmhh,” Lea mendesah saat jari Jeremy memasuki kepemilikannya dan bergerak brutal.

“Moan my name,” bisik Jeremy,

“Jeremy ahh, please don’t babe mhh,” Lea menahan mati-matian namun tak bisa dipungkiri kenikmatan itu memang nyata adanya. Leher dicumbu, kepemilikan Lea dimainkan dengan menggebu membuat keduanya hanyut dalam kenikmatan malam itu. Jeremy menuntun tubuh Lea menghindar dari shower, memenjara tubuh sang puan di tembok dengan kedua tangan Lea dikunci diatas kepala Lea. ciuman Jeremy turun ke leher dan ke bagian dada Lea.

“Jeremy, nghh..” sang puan tak henti melantunkan nama Jeremy dalam lenguhannya, mata Lea memejam menyerahkan seluruh tubuhnya dirajai Jeremy.

“Lanjut di tempat tidur ya, sayang?” tanya Jeremy sambil mendongakkan kepala, Lea mengangguk setuju.

“Come on, i’m turn off already, take your responsibility right now,” mata sayu beradu dengan bilah bawah birai yang digigit membuat Jeremy terbakar gairah membopong wanitanya ke kamar. Jeremy bersandar di ranjang dan Jeremy meminta Lea duduk balik arah menghadapnya di pangkuannya.

“I love you,” bisik Lea sesaat.

“I love you, I want you, I need you, I beg you to through the rest of your life with me,” dan setelahnya Lea memberanikan diri untuk memeluk leher jenjang Jeremy saat itu lalu memberikan beberapa sentuhan nakal dengan lidahnya di leher Jeremy dan memainkan bagian telinga Jeremy dengan sesukanya.

“Mhh, Lea, babe..” Jeremy tak bisa berbohong ia juga hanyut dalam permainan istrinya kali ini.

Lea mencium dan mengecup bagian leher Jeremy tanpa membuat jejak disana. Jeremy yang sudah terbakar pun perlahan menidurkan Lea di ranjang, memberikan lagi ciuman keada sang puan. Lidah bertaut, bibir yang dicecap, tangan Lea yang tak tinggal diam. Bergerak seduktif sensual dari tengkuk leher Jeremy sampai ke punggung lalu kembali lagi.

Dalam pagutannya Jeremy bak menyelami rembulan yang akan menemani setiap malamnya, dan sisi liar Lea menyala saat cumbu dipagut lebih dalam oleh sang tuan yang memeluknya dan melingkarkan tangannya di perut Lea dan bergerak kemanapun, jemari Jeremy bergerak menuju pusat tubuh sang puan dan bermain disana. Bagian yang menjadi titik tumpu dan menyalanya sisi lain dari Lea berhasil dikuasai Jeremy saat ini. Membuat Lea sedikit menggeliat, dan melenguh. Kepala Lea sedikit mendongak saat pergerakan jemari Jeremy dibawah sana semakin liar. Tidak ada perlawanan dan penolakan. Tubuh keduanya saling bersentuhan dan bergesekan menambah gelenyar nikmat yang memabukkan bagi keduanya.

Kekuatan dan ketahanan Jeremy terasa lumpuh. Ia melepaskan pagutan, memberikan pelayanan bagi sang puan dari bawah sana, dikecupnya dengan mesra paha Lea lalu bergerak menuju ke selangka dan ke pusat dunia Lea yang ia jajaki. Lidah dan bibir menyapa lembut namun membuat Lea bergerak risau di atas sana. Kepala sang puan yang mendongak dan tubuhnya sesekali menggeliat dan tangan Lea yang meremas menyalurkan nikmat di antara sela surai Jeremy sedikit menekan kepala sang tuan meminta Jeremy semakin memanjakannya dibawah sana. Lidah Jeremy sudah sibuk bergerak menusuk dan ke atas bawah memanjakan dengan sentuhan sutra membuat sang puan seakan terbang ke awan-awan.

Tangan Jeremy yang satu lagi bergerilya memainkan payudara sang puan, gundukan kenyal dibiarkan Lea untuk dikuasai tangan gagah Jeremy yang memanjakan dengan pijatan dan rematan lembut yang bisa membuatnya semakin sukarela dikuasai pria yang tengah bersamanya. Jeremy yang memilin payudaraa Lea sesekali membuat Lea melafalkan nama Jeremy dalam desahnya.

“Jer, ahh, this is so great mhh, i can’t hold!” racau Lea. Kalimat itu terdengar merdu di telinga Jeremy, ia semakin memagut dan mencumbu mempermainkan klitoris Lea disana.

“Lea, wanna do sixty nine?” tanya Jeremy. Lea mengangguk, akhirnya mereka merubah posisi, Jeremy bersiap melahap bagian sensitive Lea lagi. Dan Lea mengukung tubuh Jeremy dan menempatkan posisinya lalu ia langsung memasukkan kejantanan Jeremy ke dalam mulutnya lagi setelah mengatur posisi badannya dan Jeremy,

“Ngghhh ahhh babe,” desah Jeremy kala Lea mulai menjilat dan mengulum kejantanannya, begitu juga dengan Jeremy kala ia memainkan clit Lea pun gadis itu meracau,

“Sshhh–akhh!!”

Lea memaju mundurkan gerakan kepalanya dan mengulum milik Jeremy dan menyadari milik Jeremy semakin menegang ia menjilati bagian ujung kepemilikan Jeremy yang membuat pria itu menggila juga.

“Yess, babe mhhhh ahhh,” Lea mengulum milik Jeremy dan memaju mundurkan kepalanya dan membiarkan lidahnya bermain di seluruh permukaan sesuatu yang memenuhi mulutnya itu.

“Lea, babe ahhh more mmhh,” desah Jeremy kala Lea mempercepat tempo hisapan demi hisapannya. Keduanya menghentikan kegiatannya kala Jeremy dan Lea semakin panas, kali ini Jeremy mengukung tubuh Lea dibawah kuasanya, dengan beberapa kali hentakan miliknya bisa memasuki milik Lea dengan sempurna. Mereka menghentikan pemanasan mereka sebelum mencapai klimaks mereka masing-masing.

“Lea, can we do it now?” tanya Jeremy yang langsung disetujui Lea.

Lea―seorang wanita dengan isi kepala seluas semesta yang bisa ia dekap sepanjang mata memejam dan mengerjap, Jeremy yakin bahwa hati diciptakan berpasangan bukan bercabang, satu untuk masing-masing. Maka ia titip harap untuk hidup lebih lama lagi dengan wanita pilihannya ini dalam senggama panas malam itu, Lea memeluk tubuh kekar Jeremy memintanya tetap disana dan meraja. Detik selanjutnya suara decapan beradu dengan lenguhan merdu dari sang puan saat Jeremy memasukkan kejantanannya dengan yakin ke dalam milik Lea yang sudah basah. Lea lebih menarik tubuh Jeremy, tangannya berpindah memeluk leher dan pria kekar itu menyatukan tubuh keduanya, senggama kulit keduanya membawa sebuah desiran panas pada dirinya.

“Akh! Jeremy! Babe, mhh,” lenguh Lea saat dirasakan miliknya dipenuhi milik Jeremy dalam penyatuan senggama nikmat dimalam yang dingin. Napas Lea mulai tersengal, namun Jeremy memberi jeda bagi sang puan bernapas lalu detik selanjutnya helaan napas halus membelai atmosfer malam itu. Deru napas keduanya beradu dalam satu titik tumpu saling berhembus untuk satu sama lain, Lea biarkan tubuh sang tuan merajainya karena pada dasarnya memang ia bersedia menyerahkan dirinya sepenuhnya sepanjang masa hanya kepada Jeremy. Lea memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya. Sebab Jeremy sudah memimpin permainan dan menggerakkan tubuh dan pinggulnya dengan pelan―dengan tempo yang beraturan. Hasrat belum sirna. Jeremy memeluk erat tubuh dibawahnya itu dan berbisik pada Lea,

“Lea, you have a good name, I always whisper your name in my pray, but if you don’t mind can i moan it?”

“Sure, doing anything you want,”

“Lea―mhh,” Jeremy bergerak pelan disana, desahan keduanya bersahutan, decitan dan rematan beradu.

Tidak peduli sudah berapa lama mereka bersenggama, tak ada satu inchi pun bagian tubuh Lea yang belum terjamah oleh Jeremy, semua sudah dijajaki Jeremy terlebih dahulu.

“Jeremy..”

“Lea..”

“Mhhh..”

Pergerakan keduanya seiring menggiring kenikmatan yang menghantarkan pada buaian nikmat malam itu. Peluh bercucuran di kening dan tubuh keduanya. Napas yang terengah tak menghalangi keduanya saling mendesah, dibawah sana ada yang semakin erat dikekang dan dihimpit,

“Jeremy―ahh, I’m close mhh but I still want it, more, more..” rengek Lea.

Jeremy yang mendengarnya pun menyeringai ia akan memberikan malam yang panjang, tidak semudah itu ia membiarkan wanitanya mencapai puncaknya dahulu. Jeremy menghentikan gerakan pinggulnya, Jeremy pun mendaratkan cumbu di payudara Lea melahapnya dengan rakus dan membuat sang puan semakin dibuai nikmat.

Dikecupnya lalu digerakkannya lidahnya disana dengan gerakan memutar menggoda Lea habis-habisan. Dicumbu – dikecup – dipilin – dijilat, begitu seterusnya.

“Mhh yass, babe, ahh.” Desah Lea. Tak henti disitu, Jeremy memberikan gigitan kecil disana membuat Lea memekik sesekali. Payudara dimainkan habis-habisan, bibir Lea memang tidak sedang dipagut tapi Jeremy tidak membiarkannya bernapas lega. Jari Jeremy menyapa lagi bagian bawah Lea bergerak sedikit lambat, bisa dirasakannya Lea sudah basah.

“Jer, jangan hmmpph,”

Jeremy abaikan, lidah dan bibirnya bergerak mengecup payudara dan menjilat bagian perut Lea, ujung lidahnya bergerak menjalari tubuh sang tuan.

“Jeremy, mhh,”

“Kamu udah basah banget, selesaiin aja ya?” Lea mengangguk, Jeremy menumpu tubuhnya dengan kedua tangannya, kejatananya kembali melesat masuk dengan mudah dan memenuhi bagian pusat tubuh Lea dalam sekali hentakan keras. Jeremy langsung memberikan gerakan lebih cepat dari tempo sebelumnya, tangan Lea bergerak meremat sprei kadang juga meremat bahu dan punggung Jeremy. Jeremy tak ingin terburu, karena ia ingin menyatu. Akhirnya Lea memeluk erat leher Jeremy dan menciumi leher sampai ke pipi Jeremy

“Jeremy mhh, i love you,” bisik Lea di telinga Jeremy lalu mengecup sang tuan. Pada setiap gerakan yang Jeremy berikan ia menatap wajah ayu Lea yang ada dibawah kendalinya, ia menyerahkan diri untuk jatuh hati pada kali kesekian tanpa pemaksaan. Lea melebarkan kedua kakinya dan mencengkeram bahu Jeremy semakin erat.

Jeremy membungkam mulut Lea dengan kecup dan cumbu lagi, tak ada penolakan, bahkan Lea membalas brutal cumbuan itu sambil menekan tengkuk leher Jeremy membuatnya semakin dalam dan tidak terlepas. Semakin bibir dicecap, semakin cepat gerakan yang Jeremy berikan, dalam beberapa hentakan selanjutnya mengantarkan keduanya hampir sampai di puncak buaian renjana kenikmatan.

“Jeremy, it is closer,”

“Together, Lea.”

Ada yang menunggu untuk dilepaskan bersama, semakin dekat―tiga kali hentakan terakhir membuat tubuh Lea bergetar dan merasakan sesuatu memenuhi rahimnya.

“Ahh,” keduanya sampai di puncak buaian malam itu melebur bersama dalam sapaan dingin malam. Tubuh Lea didekap Jeremy, erat, semakin erat. Jeremy ambruk di sebelah Lea lalu mendekap Lea semakin erat seakan tak ingin berpisah lagi.

Jesse Thomas

Suasana malam hari ini tergolong berbeda dari biasanya, Thomas menemui Jesse di bar biasa tempat Jesse tipsy. Wanita itu sedang putus asa namun entah karena apa, Thomas menanyainya berkali-kali tapi tidak ada jawaban yang terlontar. Saat Thomas menyebut nama Jeviere yang terjadi adalah Jesse yang meneguk lebih banyak minuman alkohol secara brutal. Tidak lagi tipsy tapi Jesse benar-benar mabuk sekarang. Karena Jesse yang terus menangis dan menjadi semakin pecah dalam tangis saat mendengar nama Jeviere.

“Jeviere apain kamu?” tanya Thomas lembut sambil menangkup dagu Jesse.

“Jeviere? Pergi maybe, don’t ever say his name again, I just going fuckin crazy because of him!”

“Jess, pikirin kesehatan kamu!”

Jesse pun terkekeh di keadaan setengah sadarnya sambil menepuk pipi Thomas yang ada di hadapannya.

“Don’t ever talk about health, bahkan aku nggak tahu kapan jantung aku tiba-tiba berhenti berdetak, nggak guna!” ia terkekeh selanjutnya.

Akhirnya karena Jesse sempat kehilangan kesadarannya. Thomas membawa Jesse ke mansion pribadinya. Mata Jesse terbuka lebar saat memasuki mansion yang tergolong mewah itu. Tetap Jesse dalam rangkulan Thomas.

“Jess, nginep disini dulu aja, ya. Nanti aku bilang ke Jeviere kalau kamu disini.” Thomas masih menjaga Jesse yang sempoyongan namun akhirnya membopong tubuh wanita itu ala bridal style hingga ke sebuah kamar besar bernuansa putih.

“Jess, aku telfon Jeviere ya?” kata Thomas seraya menidurkan Jesse di ranjang besarnya. yang diajak bicara mengedik kecil, membuka dan menutup matanya lalu mengerjap beberapa kali sambil mengibaskan tangan,

“Bahkan aku mati sekarang pun mungkin dia nggak akan peduli. Stop it don’t ever tell anything to him!” Ujarnya dengan nada meninggi.

“Jess jangan bilang kalau Jeviere belum tahu masalah kesehatan kamu?” tanya Thomas lagi sambil mendekatkan wajahnya kepada Jesse sambil menyibakkan rambut Jesse ke belakang telinga wanita itu. Mata Jesse terbuka menatap Thomas sayu. Pada iris gelap Jesse itu Thomas bisa menangkap sorot sinar kekhawatiran dan kesedihan mendalam.

Diam berkuasa lagi.

Bukan karena tidak ada obrolan. Tapi Thomas paham betul keadaan kesehatan Jesse yang mengawatirkan. Hal sebesar ini sudah seharusnya Jeviere tahu. Atau bahkan akan ada perpisahan diantara keduanya? Pertemuan Thomas dan Jesse mereka malam ini bukan pertama kali, tak banyak cerita namun membawa banyak perasaan Thomas yang membuatnya semakin jatuh ke dalam perasaan akan Jesse. Thomas menyelam dalam diam, namun ia semakin tenggelam dalam diamnya. Jesse membuka mata menatap Thomas dengan mata berkaca-kaca.

“Thomas, aku masih mau hidup buat jangka waktu yang lama, bisa? Sama Jeviere aku nggak bisa kasih kebahagiaan buat dia.” Perkataan Jesse membuat Thomas menyelam dalam pikirannya dan perasaannya. Hatinya tersayat belati tajam mendengar perkataan Jesse. Memang benar Jeviere tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Jesse, karena Jesse tidak pernah memberitahukan apa yang terjadi. Dititipkannya pada harap dan asa dalam doa yang ia panjatkan seorang diri, setiap pejam dan lipatan tangannya membawanya dalam tangis dan bersimpuh di hadapan sang empunya hidup agar memberinya hidup yang lebih panjang lagi.

Thomas bak menyelami rembulan yang terhalang langit mendung di malam hari, Thomas yang selalu melihat Jesse berlutut menyampaikan keinginannya untuk hidup lebih lama walaupun setelahnya ia harus melihat Jesse berpura-pura bahagia di depan Jeviere. Kepada Thomas, Jesse memperlihatkan sisi rapuhnya, kepada Jeviere, Jesse memperlihatkan sisi kuatnya. Jesse menggigit bibir bawahnya, untuk beberapa saat tidak ada perkataan dan pergerakan dari keduanya. Kemudian isakan tangis terdengar menggema di ruangan itu.

“Jess...” Thomas membantu Jesse untuk duduk di tepi ranjang, wanita itu tersedu.

“Jangan gitu, you will have and live your longlife.” Jemari Thomas menyeka lembut air mata di pipi Jesse.

“Jangan kasih aku harapan, aku pun nggak berharap banyak sama hidup aku,” katanya dengan parau. Sedetik kemudian tangan Thomas sudah ada di kedua sisi pipi Jesse dan berkata,

“How if I can make you have another hope for your life? I won’t leave you like Jeviere did.”

Thomas mengelus pelan pipi Jesse, ia menyibakkan rambut Jesse agar tidak menghalangi paras ayu wanita itu. Sejenak Thomas memeluk Jesse dengan hangat membiarkan sang puan meledakkan semua tangis dan perasaannya di pelukannya.

Jesse luruh di pelukan Thomas tanpa berkutik. Ia membiarkan Thomas memeluknya, badan mereka menempel tidak ada jarak satu inchi pun. Saat merenggangkan pelukan Thomas pun mulai mencumbu pipi Jesse dan menjalar hingga ke bibir wanita itu lembut, untuk salam pembuka, Thomas menggunakan lidahnya untuk menyapu bibir Jesse.

Wanita itu membalasnya, saat rongga dibiarkan terbuka, lidah Thomas melesat masuk mengeksplor setiap inci bagian dalam rongga mulut Jesse dan menautkan lidahnya disana membiarkan keduanya bertukar saliva dan saling membalasnya. Keduanya saling memainkan lidah dengan lihai tak hanya saliva yang ditukar mungkin juga isi perasaan.

Thomas mulai hanyut begitu juga dengan Jesse yang masih terpengaruh alkohol. Thomas menuntun dan mulai menidurkan Jesse lagi di ranjang. Perlahan tangan Thomas mulai melucuti semua yang menempel di tubuh sang puan. Thomas mengukung tubuh Jesse dibawah kendalinya, segala yang menempel di tubuhnya juga ia lucuti dengan bantuan tangan Jesse yang bergerak secara sensual. Thomas belum melepaskan pagutan, Jesse menjelma bak juwita malam dengan segala keindahannya.

Sisi liar Jesse menyala saat cumbu dipagut lebih dalam oleh sang tuan yang memeluknya dan melingkarkan tangannya di perut Jesse dan bergerak kemanapun, jemari Thomas bergerak menuju pusat tubuh sang puan dan bermain disana. Bagian yang menjadi titik tumpu dan menyalanya sisi lain dari Jesse berhasil dikuasai Thomas saat ini. Membuat Jesse sedikit menggeliat, dan melenguh walau diatas hati yang rapuh. Kepala Jessse sedikit mendongak saat pergerakan jemari Thomas dibawah sana semakin liar. Tidak ada perlawanan dan penolakan. Tubuh keduanya saling bersentuhan dan bergesekan menambah gelenyar nikmat yang memabukkan bagi keduanya.

Thomas tidak ingin lebih ia melihat batasan namun semua terasa lumpuh. Kepala sang puan yang mendongak diambil Thomas untuk mengecup dan mencumbu mesra bagian leher sang puan. Bibir dan lidahnya lihai menjalari bagian leher Jesse memanjakan dengan sentuhan sutra membuat sang puan seakan terbang ke awan-awan.

Tangan Thomas yang satu lagi bergerilya memainkan payudara sang puan, gundukan kenyal dibiarkan Jesse untuk dikuasai tangan gagah Thomas yang memanjakan dengan pijatan dan rematan lembut yang bisa membuatnya semakin sukarela dikuasai pria yang tengah bersamanya. Kali ini kedua tangan Thomas menjalankan tugasnya masing-masing dan lidah serta bibirnya memanjakan sang puan dengan sentuhan sensual yang ia buat.

Dikecup dan sedikit dihisapnya bagian leher dan berpindah ke puncak payudara membuat sang empu merasakan gelenyar dalam dirinya sedari tadi. Jesse terpejam namun mengalir butir kristal dari mata wanita cantik itu. Sela rambut Thomas setelahnya menjadi media bagi Jesse menyalurkan nikmat yang perlahan mulai ia rasakan, tak butuh waktu lama. Balasan lembut pagutan berangsur brutal untuk sang puan diberikan Thomas di detik selanjutnya, pagutan dan lumatan serta sapaan lembut di birai Jesse dengan lidahnya yang lihai membuat Jesse membuka mulutnya memberikan akses kepada Thomas untuk melakukan lebih.

Langit malam dimakan temaram, seluruh hati dan perasaan Jesse juga bak dirajam, entah apa yang menjalarinya sekarang ia menyalurkan dan memberikan seluruhnya kepada Thomas dalam kuasanya.

“Jess, can I make you mine?” jemari Thomas mengusap pelan air mata yang luluh dari netra sang puan itu. Sentuhan lembut itu ternyata membawa Jesse mengangguk dalam persetujuan sesaat. Thomas tidak mengutuk sebab ia merasa tidak pernah salah memeluk Jesse. Thomas tidak merutuk sebab ia paham akan ada saatnya sang puan bersedia untuk didekap dalam peluk.

Jesse―memang pada awalnya bukan kepunyaan Thomas. Tapi apa saat ini bisa diartikan sebuah penerimaan atau terbukanya jalan untuk Thomas memiliki Jesse sebab Jesse memilih mengangguk tanpa ragu untuk sebuah penyerahan seluruh dari dirinya malam itu.

Thomas yakin bahwa hati diciptakan berpasangan bukan bercabang, satu untuk masing-masing. Maka ia titip harap penerimaan dalam cumbu panas malam itu, Jesse memeluk tubuh kekar Thomas memintanya tetap disana dan meraja.

Detik selanjutnya suara decapan beradu dengan lenguhan merdu dari sang puan saat ia kembali memainkan pusat tubuh Jesse.

“Just be mine, Jess,” Bisik Thomas di telinga Jesse. Jesse lebih menarik tubuh Thomas, tangannya berpindah memeluk leher dan pria kekar itu menyatukan tubuh keduanya, senggama kulit keduanya membawa sebuah hentakan pada diri Jesse saat merasakan miliknya bersentuhan dengan milik Thomas dibawah sana.

Ada yang mencoba menyapa dibawah sana, mereka sudah hanyut dengan terlalu. Untuk saat selanjutnya Thomas menyapa daerah kekuasaan Jesse dengan miliknya yang digesekkan pelan dibawah sana. Jesse mendongak dan menggeliat.

“Come in.. you can do it right now, i just broken, let’s make me broken into a pieces more,” kalimat pilu dirapalkan Jesse membuat sang tuan menghentikan kegiatannya sesaat. Tangan Thomas digunakannya sebagai tumpuan, keduanya saling berpandangan sesaat, mata yang berkaca-kaca itu masih jelas di hadapan Thomas.

“Jangan bilang gitu,” kata Thomas sambil mengusap pipi Jesse lembut.

“Nggak, aku udah rusak. Sekalian, biar Jeviere nggak ada alasan untuk tetep stay sama aku.” Suaranya sedikit bergetar, hati Thomas pedih, nama Jeviere terucap lagi. Tidak, Thomas tidak akan pernah bisa melihat Jesse menangis seorang diri.

Hal itu membuat Thomas mendaratkan cumbu di bibir ranum Jesse lagi, membungkamnya agar ia tidak mendengar lagi hal-hal yang tidak ingin ia dengar. Birai di sapa lebih lagi dengan lidah lihainya. Gigitan kecil disematkan kepada sang puan yang membuatnya melenguh lagi.

Mungkin selama ini Thomas tidak pernah mengerti arti lagu yang Jesse senandungkan, tapi ia tahu dan mengerti lara yang Jesse rasakan. Jemari keduanya dibiarkan bertaut, dikunci Thomas dalam genggaman, senggama dibawah sana menghantarkan Jesse terhentak beberapa kali saat Thomas memberikan hentakan beberapa kali agar miliknya bisa memenuhi pusat tubuh Jesse dan menetap disana.

“Akh! Thomas!” lenguh Jesse saat dirasakan miliknya dipenuhi milik Thomas dalam penyatuan senggama nikmat dimalam yang dingin. Napas Jesse mulai tersengal, lalu Thomas memberi jeda bagi sang puan bernapas lalu detik selanjutnya helaan napas halus membelai atmosfer malam itu. Perasaan bercampur tanpa titik tumpu tak ada yang memaksa henti, lenguhan, decapan, decitan bak musik yang mengalun malam itu.

Tak ada yang perlu dijelaskan, sudah jelas Jesse menginginkan perpisahan dengan Jeviere dan Thomas selalu memberikan sambutan kepada sang puan. Pada senggama selanjutnya dengan gairah penuh cinta dan nafsu yang membakar keduanya, Jesse memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya. Sebab Thomas sudah memimpin permainan dan menggerakkan tubuh dan pinggulnya dengan lembut. Pelan dan memanjakan memberikan kenikmatan kepada Jesse.

“Jangan lekang, jangan pernah, ya Jess?” bisik Thomas di telinga Jesse lalu ia biarkan bibirnya mencumbu bagian telinga Jesse, dirasakannya Jesse mengangguk sepakat. Selanjutnya cumbuan kembali mendarat di birai Jesse sebab sang puan sudah melenguh dan kadang merintih, diredamnya sakit dan perih oleh cumbuan Thomas.

Hasrat belum sirna. Thomas memeluk erat tubuh dibawahnya itu dan berbisik pada Jesse, “You have a good name, if you don’t mind can i moan it?”

“Sure, you can do it, just moan it you can fucking do it whenever you want,”

“Jesse―mhh,” Thomas bergerak pelan disana, desahan keduanya bersahutan,

Malam itu juga Jesse sadar ada hal-hal yang tidak bisa dipertahankan antara ia dan Jeviere, bukankah hubungan tidak selalu berjalan mulus? Bukankah lebih baik Jeviere berbahagia dengan wanita lain daripada menanggung beban dengannya?

Tidak peduli bagian tubuh mana yang belum terjamah oleh Thomas, semua sudah dijajaki Jeviere terlebih dahulu. Pelukan Thomas hangat, tatap matanya teduh namun masih saja nama Jeviere yang berputar di kepala Jesse.

“Thomas..”

“Jess..”

“Mhhh..”

Pergerakan keduanya seiring menggiring kenikmatan yang menghantarkan pada buaian nikmat malam itu. Peluh bercucuran di tubuh keduanya. Untuk beberapa saat setelah Thomas menggerakkan pinggulnya Jesse sudah terbiasa dengan rasa ini, gelenyar nikmat menjalari tubuh Jesse.

Napas terengah tak menghalangi keduanya saling mendesah, dibawah sana ada yang semakin erat dikekang,

“Faster―ahh,” rengek Jesse. Thomas yang mendengarnya langsung memberikan gerakan lebih cepat dari tempo sebelumnya, tangan Jesse bergerak meremat sprei kadang juga meremat bahu dan punggung Thomas. Thomas tak ingin terburu, karena ia ingin menyatu. Pada setiap gerakan yang ia berikan ia menatap wajah ayu Jesse yang ada dibawah kendalinya, ia menyerahkan diri untuk jatuh hati pada kali kesekian tanpa pemaksaan. Jesse melebarkan kedua kakinya dan mencengkeram bahu Thomas semakin erat.

Sang tuan membungkam mulut Jesse dengan kecup dan cumbu lagi, tak ada penolakan, bahkan Jesse membalas brutal cumbuan itu. Semakin bibir dicecap, semakin cepat gerakan yang Thomas berikan, dalam beberapa hentakan selanjutnya mengantarkan keduanya hampir sampai di puncak buaian renjana kenikmatan.

“Thomas, it is closer,”

“Together, Jess.”

Ada yang menunggu untuk dilepaskan bersama, semakin dekat―tiga kali hentakan terakhir membuat tubuh Jesse bergetar dan merasakan sesuatu memenuhi rahimnya.

“Ahh,” keduanya sampai di puncak buaian malam itu melebur bersama dalam sapaan dingin malam. Tubuh Jesse didekap Thomas, erat, semakin erat.

“Suatu saat kamu bakalan tahu kenapa aku nggak pernah pergi, bahkan sampai saat ini.”

“Thomas,”

“Ya?”

“Hold me until morning comes, please,”

“My pleasure, if Jeviere will leave you one day, I’ll always be there, just come I’ll hug you all night long.”

Benar, keduanya merapatkan rengkuh malam itu, dekap Thomas diberikan cuma-cuma dan dengan sukarela mengerahkan seluruh perasaannya agar bisa dirasakan Jesse. Kepada Jesse ia genapkan sendu yang membelenggu serta meluruhkan cemburu atas nama Jeviere yang masih diucap.

Pada Jesse ―Thomas tidak pernah tidak sungguh merawat. Thomas menaruh harap agar perasaan yang datang tidak lekas lekang. Sebab ia sudah memendam dan mengalah, ia tidak bisa membiarkan sang puan hidup dalam tekanan dan penyiksaan perasaan.

Sekali lagi―kecup dan pagutan lebih lama dilayangkan Thomas kepada wanita dalam pelukannya. Tangan Jesse juga melingkar pada tubuh Thomas, kaki Thomas mengunci kaki jenjang Jesse dan menjaga wanitanya hingga pagi menjelang.

First Night after a Year Marriage

Suasana sore malam hari ini dimana hujan deras turun dan gemuruh sesekali terdengar menemani kedua insan yang sudah berada dalam naungan pernikahan untuk satu tahun namun masih sama-sama gengsi untuk mengungkapkan perihal rasa dan diri masing-masing yang mulai bersenyawa untuk satu sama lain.

Jesse meyakinkan dirinya bahwa Jeviere masih bertahan dan tidak akan sekalipun beranjak dari perasaan keduanya yang saling beradu padu serta menyatu dalam naungan pernikahan yang mungkin tanpa diawali dengan fondasi perasaan yang saling bertaut. Seiring berjalannya waktu, perasaan yang terjalin pun membuat keduanya saling mempertanyakan perasaan.

Jesse tengah memandang ke arah luar jendela mobil, Jeviere masih fokus ke setirannya. Hujan di luar dan hiruk pikuk kota membuat Jesse memfokuskan melihat kehidupan sepulang jam kerja. Ada ia, dan Jeviere serta waktu yang menunjukkan pukul tujuh malam. Hari ini keduanya memang memiliki tugas di kantor Jeviere yang mengharuskan keduanya pergi dan pulang bersamaan. Dipertemukan untuk menghadapi segala perbedaan, dipertemukan untuk menghadapi semua rintangan di depan yang masih menjadi misteri. Bukankah indah jika saling berdampingan?

“Jev, kita itu memang ditakdirkan atau terjebak dalam sebuah kesengajaan, sih?” Jesse berkata sambil sedikit memunggungi Jeviere karena ia masih fokus dengan pandangannya ke luar jendela yang terhalang rinai hujan. Jeviere hanya tersenyum kecil dipandangnya sang puan sambil satu tangannya menyentuh pundak Jesse,

“Kenapa nanya gitu?”

“Nggak papa, mau tahu aja.” Jesse menoleh sambil tersenyum.

“Dalih apapun itu yang pasti aku jalaninnya sama kamu, ya? Yang patut kamu tahu semuanya bukan kesengajaan.” balas Jeviere.

“Kamu sayang sama aku, Jev?”

“Kamu simpulin sendiri aja, kalau aku nggak pergi atau nggak mendua atau cari hati yang lain untuk ditinggali artinya apa?”

Jesse menoleh, Jeviere menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas warna merah menyala, Jeviere meraih dan menggenggam tangan Jesse. Jeviere dekatkan genggam itu pada birainya, kecupan dua kali secara lembut didaratkan di punggung tangan Jesse. Pria itu mendang Jesse, hati sang puan tidak bisa berbohong ia merasa detak jantungnya tidak karuan dibawa hanyut dalam tautan iris gelap di depannya.

“Jangan nanya aneh-aneh lagi, ya?” matanya tak lepas dari netra Jesse lalu seuntai senyum ringan dan anggukan sukarela diberikan Jesse kepada sang tuan.

Jeviere kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kediamannya dan Jesse. Hati yang beradu padu itu sebenarnya saling bertaut satu sama lain namun kata “CINTA” belum pernah keluar dari keduanya. Barangkali sekalipun tidak pernah. Namun keduanya masih betah untuk tinggal dan bersedia saling mengadu perasaan yang tumpah ruah.


Pukul satu malam

Malam sudah menjemput datangnya lelap, sunyi menyeruak bisa meredam kebisingan yang seharian tadi Jesse dan Jeviere rasakan. Keduanya berbaring di tempat tidur dengan saling memunggungi namun bergulung di dalam satu selimut. Keduanya belum terlelap namun tidak bergeming sama sekali. Tak ada kata yang disematkan kepada satu sama lain.

“Jess, udah tidur?” tanya Jeviere lalu mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang menatap langit-langit kamarnya.

“Hmm..” Jesse hanya berdehem dan masih memunggungi Jeviere.

“Jesse, udah tidur?” pertanyaan yang sama dilontarkan lagi oleh Jeviere.

“Belum, Jev.” Kali ini Jesse menjawab dengan sungguh. Hening melanda keduanya lagi. kali ini

“Jess, kita udah satu tahun nikah.”

“Hmm, tahu.” jawab Jesse singkat.

Tak ada kata lagi yang terucap, namun pada beberapa detik setelahnya, ada lengan yang melingkar di perut dan pinggang Jesse. Menarik Jesse hangat mendekat hingga ada senggama antara dua tubuh yang menempel. Baju tidur model mini sexy dress milik Jesse yang mengekspos bagian punggungnya membuat Jeviere mengecup bagian itu dan tengkuk leher Jesse lembut.

“Jev!” Jesse sempat kaget dan membalik badannya namun ia malah mendapati wajah Jeviere yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Tatapan tajam Jeviere membakar jiwa dan membuat napas Jesse berderu saat itu juga.

“Jess, I want to complete my job as a husband and make you my wife and give all of things I can give to you. Can I? Would you? I realized that i love you so much, this river of time make me understand that I won’t to loose you and I love you... wholeheartedly, babe.”

Sebuah panggilan mesra membuat sesuatu meledak di dalam jiwa Jesse. Netranya tak lepas menatap iris gelap di depannya. Senyum itu mendekat tak beri jarak antara deru napas keduanya.

“Let’s life this family life together, Jess.”

“Jeviere,”

“Hug me if you want to spend this night with me, just slapped me if you won’t it. Let me paid all of my mistakes, actually all things that i’ve said before is real. I love you with all my heart. And for a year marriage i want to have child, our child, our son, our daughter, Jess.”

“Aku takut kamu main-main, aku bahkan kamu buat bingung selama ini tentang perasaan kamu sebenernya gimana sama aku.”

“Kamu nggak pernah mencoba percaya sama aku.” Suara itu memelan dan bertambah berat.

Jeviere mengikis jarak yang tadinya pun sudah terlampau dekat dengan wajah Jesse, pipi Jesse terasa panas. Jantungnya berdegup tidak karuan. Jeviere memejamkan mata,

“Aku udah siap ditampar kok, Jess.”

Jesse menggigit bibir bawahnya, untuk beberapa saat tidak ada perkataan dan pergerakan dari keduanya.

Jeviere melepaskan tangannya dari pinggang dan perut Jesse. Pelan, gugup, bergetar, Jesse kemudian membawa tangannya ke pipi Jeviere dan menangkupnya dengan dua tangannya. Jesse teringat tatkala beberapa kecupan mesra pernah Jeviere berikan, selalu atas inisiatif Jeviere namun kali ini ia biarkan ego menguasainya, ada perasaan yang memuncak saat tangannya bersentuhan dengan pipi Jeviere.

Bukan tamparan bukan pelukan yang Jesse berikan melainkan sebuah tarikan pelan nan lembut yang membawa birainya dan milik Jeviere beradu dan saling menyapa dalam hitungan detik, bola mata Jeviere terbuka lebar namun yang ia dapati adalah Jesse yang terpejam sambil masih melumatkan kecup. Sela rambut Jeviere setelahnya menjadi media bagi Jesse menyalurkan nikmat yang perlahan mulai ia rasakan, tak butuh waktu lama. Balasan lembut untuk sang puan diberikan Jeviere di detik selanjutnya, pagutan dan lumatan serta sapaan lembut di birai Jesse dengan lidahnya yang lihai membuat Jesse membuka mulutnya memberikan akses kepada Jeviere untuk melakukan lebih.

Kini, keduanya sudah dikuasai perasaan yang saling hanyut satu sama lain. Lumatan dan pagutan Jeviere artikan sebuah penerimaan. Balasan cecapan Jesse artikan sebagai penyatuan dua hati yang selama ini saling bersembunyi dibalik tembok kegengsian dan keegoisan masing-masing. Jeviere tanpa ragu menambah dalam lumatannya dan kini Jeviere dengan tubuh kekarnya mengungkung Jesse di antara dua lengannya, mata keduanya saling terpejam, namun ada bulir air mata yang lolos lewat ekor mata Jesse.

Untuk sesaat, Jeviere melepaskan pagutan dan mengecup pipi Jesse. Wanita itu membuka matanya dan merasakan kecupan mesra beberapa detik yang ia dapat di pipinya. Lalu keduanya saling beradu netra lagi. Kecupan singkat di pipi ternyata bisa membawa Jesse lebih dalam ke perasaannya. Matanya berkaca-kaca.

“Just cry if you want, just hit me if you want, just kick me if you want, do anything you want, babe. I deserve it all.” jemari Jeviere mengusap pelan air mata yang luluh dari netra sang puan itu. Sentuhan lembut itu ternyata membawa Jesse meledak dalam tangisnya tiba-tiba. Jeviere membawa Jesse dalam posisi duduk dan saling berhadapan. Menangkup kedua pipi Jesse dengan lembut lalu mendaratkan kecup di kening Jesse.

“Jangan nangis, Jess. Aku ngerasa jadi bajingan banget selama ini.” Jeviere membelai pelan surai panjang Jesse lalu menarik Jesse dalam pelukannya. Pelukan ini mungkin menjadi pelukan paling hangat selama mereka bersama. Tangis Jesse lebur, ia membenamkan wajahnya di pelukan Jeviere yang memeluknya seakan tak ingin melepaskannya lagi.

Selanjutnya, Jeviere memegangi kedua bahu Jesse lalu menatapnya lekat dengan simpul manis yang membuat lesung pipinya terlihat jelas.

“Udah? Puas nangisnya?” tanya Jeviere lirih. Jesse hanya mendengus lalu tersenyum setelahnya. Jemari Jeviere bergerak lagi menghapus jejak air mata di pipi Jesse. Lalu menarik dagu Jesse dan kembali menyatukan kedua birai itu lagi. Kedua tangan Jeviere lihai dalam melucuti kain yang masih menutupi tubuh Jesse. Dilepaskannya dengan sensual dan lembut, begitu juga Jesse yang meminta Jeviere melepaskan kaos dan segala yang menempel di tubuh Jeviere.

Pagutan bertambah dalam seiringan dengan Jesse yang terengah, napasnya mulai tersengal. Dengan lihai, Jeviere membawa Jesse pada ciuman yang lebih dalam. Memagut bibir ranum sang puan dengan sedikit tempo yang dipercepat. Bahkan kini dengan sukarela, Jesse sudah ada dalam pangkuan sang tuan dan mengalungkan tangannya di leher Jeviere.

Jesse membiarkan tangan Jeviere menjalar pada pinggang, dada dan perutnya berurutan dengan sentuhan lembut yang memabukkan. Sebuah sapaan halus pada bagian pinggang dan rematan yang disusul setelahnya membuat lenguhan pada diri Jesse lolos dan melenguhkan nama Jeviere dengan merdu. Dari perut naik ke dada, menjelajah pinggang dan punggung, begitulah pergerakan jemari Jeviere di tubuh Jesse lalu naik ke belakang leher Jesse dan ia gunakan tenaganya untuk sedikit menekan tengkuk sang puan hingga desahan nama Jeviere terdengar lagi. Jeviere lalu perlahan merebahkan tubuh sang puan di tempat tidur lalu mengungkungnya dan menempatkan kedua lengannya untuk bertumpu di sebelah kepala Jesse. Pagutanya belum dilepas, lidah yang beradu belum dibiarkan henti.

Suara decapan beradu semakin lancang menggelitik telinga Jeviere dan membuatnya ingin melakukan yang lebih dari ini. Diselingi sebuah gigitan kecil di bibir bawah Jesse bak permintaan Jeviere untuk mengadu lidah lebih dalam lagi dan menjajak seluruh yang Jesse punya hanya untuk ia saja, Jesse sudah semakin mendesah makin brutal saat seluruh perasaannya luruh di dalam pagutan hebat yang lebih berapi daripada sebelumnya. Kini Jeviere menurunkan bibirnya yang sudah basah ke sela leher Jesse. Mampir disana untuk waktu yang lama serta bermain menggoda Jesse memberikan kenikmatan untuk Jesse, menjilat dan mempermainkan Jesse dengan lidah dan bibirnya hingga sang puan mendongak dan meremat sprei menahan kenikmatan.

“Just moan my name babe, you can do it.” Bisik Jeviere di telinga Jesse. Jesse menarik tubuh Jeviere, tangannya berpindah memeluk badan kekar itu dan menyatukan tubuh keduanya, senggama kulit keduanya membawa sebuah hentakan pada diri Jesse saat merasakan miliknya bersentuhan dengan milik Jeviere dibawah sana. Puncak dada Jesse juga bersentuhan dengan Jeviere membuat Jeviere tergoda untuk melanjutkan kegiatannya di bagian dada Jesse.

Badan Jesse bagaikan tersengat listrik saat merasakan kecupan kecil di puncak payudaranya, rematan di payudara satunya yang berangsur, kepala mendongak, badan menggeliat membiarkan sang tuan merajai tubuhnya sekarang. Ia berikan seluruh akses kepemilikan atas tubuhnya kepada Jeviere.

Permainan di payudara sintal Jesse oleh lidah Jeviere membuat badan Jesse dijalari rasa panas dan gelenyar nikmat mereka mulai menyerukan lenguh yang begitu merdu di telinga satu sama lain. “Let me give you a great night for you, Jess.” Bisikan ditengah cecapan itu didengar jelas oleh Jesse.

Jeviere melepaskan ciumannya dari bagian dada Jesse. Ia membuka paha Jesse perlahan melebar, wanita itu menahan lengan Jeviere. “Nggak bakalan sakit, you are mine, not anyone else’s.”

“Jeviere, you can take all of mine tonight.” Kalimat itu disambut senyum sumringah oleh Jeviere yang kemudian mendaratkan kecupan lembut di paha Jesse hingga sampai di pusat tubuh Jesse. Ia sapa pusat tubuh Jesse dengan kecupan lalu ia lihat wanitanya sudah menggeliat tidak karuan dan memejamkan mata. Hal itu membuat Jeviere ingin memanjakan lagi sang puan. Disapanya lebih lagi dengan lidah lihainya. Jari Jeviere juga ia biarkan memainkan sisi lain dari puncak pertahanan Jesse itu.

“Jeviere..” lenguhan lain lolos dan diantara surai hitam Jeviere tangan Jesse sibuk meremat menyalurkan sebuah kenikmatan yang tidak bisa ia tahan lagi. Lidah Jeviere sudah menyapa dan menusuk nusuk dibawah sana dengan lembut. Perlahan pelan―lalu bertambah cepat. Lidah lihai bergerak naik turun dan keluar masuk, menyentuh bagian sensitif Jesse seakan menggoda namun menjajal lalu memperlakukan dengan baik setelahnya.

Lalu setelah itu satu jari Jeviere bergerak didalam sana, ia bawa tubuhnya mengungkung sang puan lagi. Ia mendaratkan kecup dan langsung dibalas pagutan panas dari Jesse yang membuat Jeviere mempercepat gerakan jarinya dibawah sana.

“Jev, ngh.” Mata memejam, Jesse melenguh nyaring.

“It’s hurt, little bit hurt, babe.” Jeviere menyeringai tatkala mendengar sang puan membisik lirih dan diikuti panggilan sayang yang menggetarkan jiwa.

Jeviere memperlambat gerakan jarinya dibawah sana dan meredam rasa sakit Jesse dengan lumatannya yang berapi dan lembut disaat yang bersamaan. Ketika dirasakan Jesse sudah siap,

“Jess, can I do it now?”

Jesse mengangguk dengan mata yang sayu, Jeviere bersiap memasukkan pusakanya ke pusat tubuh Jesse, wanita itu membuka pahanya lebar seakan menyerahkan diri untuk menyatukan keduanya malam ini.

“Tahan, sayang.” Suara lirih Jeviere menghantarkan Jesse memejam tatkala pusaka Jeviere memasuki pusat tubuhnya dalam tiga kali hentakan.

“Akh! Jev!” pekiknya saat merasakan sesuatu memasuki tubuhnya dan membuat dirinya terbelah―sesuatu sobek dibawah sana.

“Ride me,” Jesse mulai melenguh. Memanggil Jeviere untuk melakukannya sekarang, butuh waktu untuk Jesse beradaptasi dengan rasa sakit yang perlahan menikmat di antara desahnya. Tubuh Jesse dikukung sempurna oleh Jeviere. Lenguhan Jesse bak candu bagi Jeviere.

Gerakan apapun yang diberikan Jeviere bak adiktif untuk Jesse, membuat keduanya mau melakukannya dengan sukarela. Pada senggama selanjutnya dengan gairah penuh cinta dan api yang membakar keduanya, Jesse memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya. Jeviere bergerak pelan disana, desahan keduanya bersahutan, lenguhan keduanya berlomba memenangkan libido. Jeviere menepati janjinya untuk menyuguhkan malam yang indah untuk Jesse. Hati keduanya yang tak terarah mungkin akan bertumpu pada satu arah malam ini. Netra keduanya beradu sesaat. Peluh membasahi kening Jesse, diusap Jeviere dengan lembut.

“Be mine forever, Jess?” bisik Jeviere.

Jesse mengangguk dan tersenyum. Dua anak adam dibuai renjana nikmat dan asmara pada saat bersamaan bersedia menjatuhkan hati satu sama lain. Menjatuhkan hati, menyatukan tubuh, mengadu senggama dalam surga yang mereka ciptakan berdua. Gerakan lembut sehalus sutra diberikan Jeviere kepada Jesse saat wanita itu kembali memejam tidak bicara, ia hanya bersedia memberikan seluruhnya dan memeluk tubuh kekar Jeviere.

Decit ranjang, nama masing-masing yang didesahkan, bunyi cecap dan kecipak terdengar menggema setelahnya. Jeviere kembali bergerak pelan bahkan memberikan beberapa hentakan untuk Jesse rasakan dan membuat wanita itu tersentak namun kembali memeluk Jeviere erat. Sakit dibungkam pagutan birai dan lesatan lidah lembut, akses bebas itu membawa sebuah hal baru bagi Jesse malam itu. Jeviere kadang menggoda bagian sensitif Jesse juga dengan jemarinya lalu menggerakkan pinggulnya lagi. ia benar-benar ingin hanya ada kenikmatan dan sebuah keindahan malam bagi sang puan sekarang. Tempo dan gerakan pinggul dari Jeviere membawa Jesse terbang ke awan-awan.

Cengkeraman erat di bahu Jeviere, liukan badan Jese membawa Jeviere membalik posisi dimana kini Jeviere membiarkan Jesse berada di atas memimpin permainan.

Jesse yang baru kali ini melakukannya dibimbing Jeviere untuk bergerak, pinggang Jesse dipegang, tubuh wanita cantik itu dituntun untuk bergerak naik dan turun, tak butuh waktu lama untuk Jesse menyesuaikan diri. dengan lincah kali ini Jesse yang memimpin permainan membuat Jeviere ada dibawah kendalinya.

Namun saat Jeviere merasa ia hampir sampai di puncak, ia meminta Jesse untuk bersedia dikukung lagi. Jesse kembali merasakan tubuhnya dijalari sebuah gelenyar yang membawanya ke puncak tertinggi saat ini. Memekik dan melenguhkan nama Jeviere dengan bebas begitu juga dengan Jeviere yang melakukan hal yang sama. Tempo tak beraturan dan semakin cepat diberikan Jeviere saat keduanya sudah ada di puncak hampir sampai pada pelepasan dan peleburan semesta yang bersatu.

“Jeviere..”

“Jess..”

“Mhhh..”

Keduanya merasakan sesuatu luruh dan menyatu dalam tubuh keduanya, pelukan erat Jesse tidak lepaskan. Jeviere mengecup lagi bibir ranum Jesse lalu memberikan kecupan tiga kali berturut-turut setelahnya. Lengkung simpul di wajah masing-masing mengisyaratkan kepuasan dan kebahagiaan.

“Jess, don’t ever do this sama lelaki lain, ya?” Jesse mengangguk, mengusap peluh Jeviere yang penuh peluh.

“Kamu juga ya, sayang?”

“Apa, Jess?”

“Sayang. Jeviereku sayang.” Jesse tersenyum.

Jeviere yang mendengarnya langsung menelusupkan wajah di sela leher Jesse dan memeluk wanitanya erat menjaganya setiap malam hingga pagi menjelang dan mentari menyapa.