LAUREN DAN PAPA JEREMY
Sosok Jeremy selalu menjadi tempat Lauren pulang dan mengadu serta menjadi cinta pertamanya. Kokohnya punggung dan pundak Jeremy menjadi contoh dan teladan Lauren dalam menjalani kehidupan yang penuh misteri. Melihat senyum seseorang yang Lauren sebut Papa itu membawa tentram dalam jiwanya yang seringkali bising bahkan teriris. Ketangguhan Jeremy yang banyak teruji selama hubungan rumah tangga memang menjadi bukti nyata untuk Lauren bahwa sosok Papanya adalah laki-laki yang kuat.
Malam ini, Lauren termenung di ruang tamu, menunggu kedatangan Papanya yang berjanji akan datang ke sana. Jeremy yang terbangun dan hendak keluar kamar itu pun melihat anaknya tengah termangu sendiri. Saat Lauren mendengar suara mobil yang berhenti di rumahnya pun ia langsung tahu kalau itu adalah Papanya. Lauren menyambut Papanya di ambang pintu rumahnya dengan senyum cerah dan sorot mata yang berbinar. Jeremy yang keluar dari mobil pun mendekati Lauren dan mengelus puncak kepala Lauren lalu mengecupnya lalu memeluk anak pertamanya itu.
“Cici kangen Papa nggak?” tanya Jeremy.
“Kangen banget!” kata Lauren semangat. Akhirnya mereka berdua pun masuk ke ruang tamu, duduk bersebelahan, Jeremy mengambil posisi di sebelah Lauren duduk di kursi ruang tamu, kala hari kembali menemui malam berhias hawa dingin yang menyeruak, Lauren tersenyum dan menatap Papanya.
“Papa, sehat?” tanya Lauren.
“Iya, nak. Puji Tuhan sehat, Willy belum pulang?”
Lauren menggeleng.
“Anak perempuan Papa udah jadi Mama sekarang, ya? Tapi Lauren tetap putri kecilnya Papa.” Jeremy melantunkan kalimatnya yang membuat Lauren sedikit terkikik.
“Pa.” Lauren menolehkan kepalanya ke arah Jeremy.
“Apa, nak?”
“Papa, selamat hari Ayah, maafin Lauren yang kurang baik jadi anak pertama. Kurang baik jadi contoh buat kembar, maafin Lauren yang waktu itu kehadirannya bikin Papa sama Mama hampir pisah, semua fasilitas Papa disita.”
“Lauren tahu sedikit banyak perjuangan Papa dari Mama. Lauren nggak bisa bayangin gimana hancurnya Papa, setelah Papa milih Mama buat jadi istri, Papa tahu satu kebenaran kalau Papa diadopsi opa sama oma, terus Papa harus berjuang buat dapet restu, Papa sama Mama nikah tanpa kehadiran opa, Mama sama Papa hampir pisah, Papa sama Mama pindah ke kontrakan, Papa nggak kerja, cuma Mama yang kerja, Papa harus pinjem uang sana sini, Papa yang urus Lauren dan anter jemput Mama, Lauren tuh ... nggak kebayang gimana .. sakitnya .. Pa .. pa...” Lauren mulai terisak dan mencondongkan badannya ke arah Jeremy.
Jeremy tidak menjawab apapun selain melipat bibirnya dan menahan air matanya. Jeremy tak henti membelai puncak kepala anak sulungnya itu. “Makasih anak sulung Papa, makasih nak. Satu hal yang harus kamu tahu, kalau semua hal yang Papa sama Mama alami selama ini atau setelah kelahiran kamu itu bukan salah kamu, kalau nggak ada kejadian-kejadian itu mungkin Papa sama Mama udah beneran pisah sekarang. Tapi semua kejadian itu mendewasakan dan membawa buah yang baik, pada akhirnya semua bisa kembali bersama lagi, Nak. Kehadiran Lauren bahkan yang bikin papa sama mama kuat dan ada alasan untuk mempertahankan pernikahan. Lauren udah sangat baik jadi anak dan jadi sosok kakak buat kembar, sayang sama kembar kan?” ucapan Jeremy terhenti saat butiran kristal berjatuhan membentuk sungai kecil di wajah Jeremy terlebih saat mengingat sebuah cerita besar dibalik kedua anak kembarnya itu.
“Sayang, Lauren sayang Jevin, juga Mevin ...” Lauren memaksakan senyum terbaiknya saat menyebut nama Mevin, karena ia harus bergelut dengan air mata yang masih berjatuhan.
“Papa cinta pertama Lauren.” Lauren masih menyambung kalimatnya. Perlahan pundak Lauren diraih Jeremy dan Jeremy memeluk anaknya itu.
“Papa sayang Lauren, makasih udah lahir ke dunia, makasih udah jadi anak Papa. Maaf kalau Papa jarang nanya beban Lauren sebagai anak pertama, Papa tahu gimana beratnya Lauren. Tapi Lauren selalu kuat dan tutup semua air mata di depan Papa Mama, pernah Papa denger Lauren nangis malem-malem di kamar waktu Papa lagi keluar kamar dan lewat kamar kamu. Hancur hati Papa, karena Papa nggak tahu apa yang Lauren rasain, nggak bisa peluk Lauren. Makasih udah jadi anak sulung yang kuat.” Mendengar penuturan Papanya itu, Lauren mulai merasakan matanya panas, ia menutup matanya, tubuhnya masih memeluk erat Papanya, bahkan Lauren semakin mempererat pelukannya sekarang.
“Selalu andalkan Tuhan dalam segala hal ya, Nak. Kalau Papa terbatas ngerti kondisi Lauren, ada Tuhan yang selalu denger apa yang Lauren doakan,” lanjut Jeremy.
“Ya Tuhan... semoga Papa Mama panjang umur, aku mohon ya, Tuhan, berikan Papa Mama sukacita dan panjang umur di masa tua mereka ...” dalam pejamnya kala itu Lauren masih sempat sampaikan doa di dalam batinnya kepada Tuhan. Setelahnya, Lauren menangis sejadinya di pelukan Papanya.