(inget ya ini what if doang)
Perpisahan Jevin dan Letta bertahun-tahun lalu nyatanya memang membuat Letta jauh lebih tegar dari siapapun. Hubungan baik masih Letta jalin dengan keluarga Jevin. Meski pilu harus ia genggam setiap melihat mata setiap anak-anaknya, ia tetap harus jadi sosok ibu juga sosok ayah bagi ketiga anaknya. Eugene, Yoel, dan Michelle adalah anak kandungnya dengan Jevin, buah cintanya dan Jevin. Anugerah yang Letta dan Jevin syukuri, tapi satu hal besar menghancurkan semuanya. Letta mendapati Jevin menghubungi Stella lagi yang sudah berpisah dengan Jack, suami dari Stella. Kebohongan kesekian yang Jevin simpan rapat-rapat terbongkar juga karena Letta sendiri yang mencari tahu.
Saat perpisahan itu, Eugene ad di bangku kelas 1 SMA, Yoel ada di kelas 2 SMP dan Michelle masih SD. Ketiga anak Jevin dan Letta itu diasuh oleh Letta, Jevin hanya bisa menemui ketiga anaknya di waktu tertentu. Hingga sekarang Eugene sudah ada di bangku kuliah, Yoel ada di bangku kelas 2 SMA dan Michelle masih ada di kelas 3 SMP. Memang, Jevin masih ambil andil dalam membiayai sekolah ketiga anaknya, tapi untuk mendidik secara langsung, memberikan pendidikan yang utama di rumah, Jevin nihil.
Tidak pernah ada kata CERAI diantara mereka, yang Letta tahu, berpisah. Tidak satu atap dengan Jevin, cintanya sudah berubah untuk Jevin, Letta tidak mau ada kata-kata broken home bagi ketiga anaknya, mungkin keputusannya ini memang menyakiti semuanya tapi ia tidak pernah mau ada kata CERAI, apalagi sang penggoda dan sang pembuka celah akan tertawa terbahak diatas perpisahannya dengan Jevin. Biarlah ada jarak membentang diantara Jevin dan Letta. Meski awalnya perpisahan itu sangat membuat ketiga anak mereka terpukul, tapi lambat laun mereka mengerti, karena berpisah belum tentu tidak bisa mengejar bahagia dan bersama belum tentu tidak saling menyakiti.
Letta hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya, perasaannya ia kesampingkan, prioritasnya adalah ketiga anaknya sekarang. Setiap kenangan dan foto yang Letta lihat hanya membawanya pada luka lama yang sulit diterjemahkan dengan lisan. Foto pernikahan dengan Jevin? Tenang saja, masih ia simpan, di kamarnya. Foto keluarga? Pasti dan akan selalu terpajang rapi menggantung di tembok ruang tamu kediamannya.
Malam ini, hari khusus untuk Yoel, anak kedua Letta dan Jevin dimana Yoel merayakan ulang tahun dan makan malam special dan sederhana sudah Letta siapkan bagi mereka. Letta memesan sebuah room di sebuah restoran, Letta sudah berada di sana bersama Eugene, Yoel dan Michelle. Ketiga anak Letta tidak mengetahui kalau Jevin akan datang, semua berjalan seperti tidak ada apa-apa, Letta dan ketiga anaknya menikmati makanan pembuka dan disertai obrolan ringan. Hingga saat seorang pelayan membawa masuk sebuah kue ulang tahun dan menaruhnya di meja, raut wajah Yoel berubah, sebenarnya Letta juga sedikit cemas karena Letta sudah menginformasikan kepada Jevin agar tidak terlambat tapi Jevin belum juga datang.
“Mau potong kue sama tiup lilin sekarang?” tanya Letta dengan senyum. Yoel menggeleng.
“Lah, kenapa?” tanya Eugene.
“Kalau ada Papa pasti gue seneng banget, sih.” Ucapan Yoel nyatanya membuat semua tertegun terutama Michelle, si bungsu tidak bisa menyembunyikan raut wajah sedihnya.
Sejenak keheningan melanda semua yang ada di sana, sampai akhirnya tiba-tiba suara pintu ruangan itu dibuka oleh seseorang. Wajah orang tersebut tertutup bouquet uang yang berukuran agak besar itu. Beberapa lembar uang seratus ribuan yang ditata sedemikian rupa menjadi sebuah bouquet besar membuat semua terperangah. Letta sudah paham, itu adalah suaminya hingga saat bouquet itu diturunkan membuat wajah pria disana terlihat, refleks ketiga anaknya langsung menjerit girang, Jevin ada di sana.
“Papa!!” ketiga anak Jevin langsung berlari menghampiri Jevin dan memeluk sosok ayah mereka itu. Pelukan Jevin berikan bagi mereka, bouquet bunga itu diterima Letta dan disingkirkan sejenak ke kursi kosong yang ada.
“Papaaaa…” Michelle langsung menangis memeluk Papanya itu. Eugene si sulung hanya bisa tersenyum meski sebenarnya tangisnya juga hampir pecah karena sudah beberapa bulan ia tidak bertemu dengan Papanya itu. Yoel? Jangan ditanya, yang bertambah usia hari ini seakan mendapat hadiah terbesar, kehadiran Papanya. Kehadiran Jevin memang seperti kado untuk semuanya, semua mengharapkan itu. Letta tidak pernah membenci Jevin, hanya perasaannya sudah berubah, hanya itu, berulang kali dikecewakan membuatnya selalu terbentur hingga hati dan perasaannya babak belur.
“Papa dateng, Yoel seneng banget!” kata Yoel yang ikut memeluk juga. Eugene hanya mendongak sedikit menatap Papanya dan bertukar tatap dan tersenyum kepada sosok Papanya itu.
“Iya, Papa disini.” Jevin berkata dengan lembut sambil bergantian mengecup puncak kepala ketiga anaknya.
Akhirnya mereka kembali duduk bersama, Jevin duduk di sebelah Letta, Yoel berada di seberang Jevin dan Letta, ada di antara Eugene dan Michelle. Semuanya pun menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Yoel, mengiringi Yoel yang meniup lilin dengan tepuk tangan dan bergantian mengucapkan birthday wish untuk Yoel.
“Papa, makasih udah dateng di ulang tahun Yoel. Makasih udah luangin waktu setelah kita lama nggak ketemu. Yoel dari kemarin berdoa kalau pengin ketemu Papa di hari special ini dan ternyata Tuhan jawab doa Yoel. Makasih ya, Pa.” Yoel berkata dengan tak lepaskan tautan pandangannya dengan sosok Papanya itu yang tentu saja membuat Jevin terharu dan kehilangan kata-kata. Akhirnya malam itu mereka berfoto dan berdoa bersama yang dipimpin oleh Jevin, doa bersama yang sudah lama tidak mereka lakukan setelah perpisahan Letta dan Jevin, doa yang biasa mereka lakukan setiap malam sebelum tidur, kebiasaan yang Jevin dan Letta tanamkan sejak kecil. Sebenarnya, tanpa sepengetahuan Letta diantara ketiga anaknya, Michelle lah yang paling sering menjalin komunikasi dengan Jevin, Michelle bahkan hampir setiap malam berdoa bersama Papanya itu meski hanya perantara chat, video call, dan voice note.
Malam itu terasa sangat haru dan sendu bagi semuanya, hingga saat Jevin harus berpamitan, rasanya sangat berat.
“Pa, kalau ada waktu main ke rumah, ya?” Eugene berkata dengan tenang.
“Iya, pasti.”
“Pa, kapan-kapan ambil rapot Yoel, ya?” tambah Yoel. Jevin tersenyum dan mengangguk.
Hingga saat Jevin bangkit berdiri, ketiga anaknya itu menghampiri Jevin dan bergantian memeluk Jevin.
“Papa sehat terus, ya. Eugene selalu berdoa buat Papa,” kata Eugene saat memeluk Papanya itu.
“Eugene juga ya, jadi koko yang baik buat adik-adiknya.” Jevin menepuk dan mengusap punggung anaknya itu saat Eugene memeluknya.
Giliran Yoel, “Papa, janji ya, rapot mid-term Papa yang ambil, ya?” katanya.
“Iya, pasti. Itu bouquet uangnya nanti dicopot sendiri, ya? Haha, buat beli sepatu yang katanya Yoel pengin kemarin.” Jevin berkata sambil sedikit mengacak rambut anak tengahnya itu. Yoel girang bukan main dan tak henti mengucapkan terima kasih.
Giliran si bungsu, yang langsung menangis menubrukkan tubuhnya untuk memeluk Papanya itu.
“Papa…. Michelle juga mau sama Papa Jevin, Michelle kangen Papa…” tangisan Michelle seketika membuat semua terdiam, terlebih Letta yang sedari tadi sudah menahan tangis.
“Iya, sayang, iya. Papa juga selalu kangen Michelle… dan keluarga ini.” Tiga kata terakhir Jevin ucapkan sambil membawa pandangannya bertumpu pada manik mata Letta yang berkaca-kaca.
Tangisan Michelle mengeras, pelukan Michelle semakin erat, Jevin menangis, air matanya benar-benar mengalir deras. Yoel yang tertunduk hanya bisa dirangkul oleh Eugene.
“Michelle kangen, ka… ngen … kita berlima,” kata Michelle terbata-bata. Jevin memeluk anaknya erat dan mencium kening anaknya itu.
“Maafin Papa, maafin Papa, ya.”
Akhirnya saat pelukan Michelle dan Jevin direnggangkan, giliran Letta yang mendekat, “Can I hug you?” tanya Jevin, Letta tidak menjawab, tapi langsung memeluk Jevin.
Mereka adalah bait puisi yang saling menyelaraskan satu sama lain selama ini, mereka adalah rumah bagi satu sama lain sebelum salah satu menyakiti dan mengubah serta merusak rumah tempat pulang itu. Dan bahtera yang mereka tumpangi berdua benar-benar retak dan hancur. They can’t fix their broken vessel. Meski Letta dan Jevin gagal dalam hubungan, mereka tidak ingin gagal sebagai orang tua bagi Eugene, Yoel dan Michelle. Akhirnya malam itu ditutup dengan mereka berlima yang saling memeluk bersama. Pelukan yang sudah lama tidak dirasakan, pelukan yang sudah lama hilang.
Selamat Ulang Tahun, Christiano Yoel Geneva Adrian
From : Papa Jevin
Halo anak Papa, selamat ulang tahun ya, Nak! Semoga semakin diberkati Tuhan dalam segala hal terutama sekolah dan cita-cita Yoel. Nak, maaf kalau Papa banyak kurangnya sebagai sosok Papa, tapi di hari yang khusus ini, Papa mau berdoa yang terbaik buat Yoel. Papa mau Yoel kejar cita-cita Yoel, apapun itu akan Papa dukung. Nak, maaf kalau Yoel harus lihat perpisahan Papa dan Mama, yang mungkin nggak pernah Yoel harapkan. Papa selalu berdoa buat kalian, Papa selalu kangen dan sayang sama kalian. Mama, Eugene, Yoel, Michelle adalah hartanya Papa paling berharga. Yoel, kalau kamu udah dewasa jangan jadi pecundang seperti Papa, ya? Yoel harus jauh lebih baik dari Papa. Jagain Mama sama Adek kalau Koko Eugene lagi kuliah dan repot urus ini itu, ya? Yoel anak baik, Papa bangga sama Yoel. Tuhan memberkati Yoel dan masa muda Yoel. Papa sayang Yoel!