blissfulqnew

Jika biasanya kedua pemuda bernama Changmin dan Juyeon ini masih terlelap di alam mimpinya ketika hari Minggu menyapa, lain halnya dengan yang terjadi hari ini.

Baik Changmin maupun Juyeon sudah tiba di taman bermain sejak beberapa menit yang lalu. Keduanya sedang berdiri bersebelahan di dekat pintu masuk untuk menunggu kedatangan Chanhee dan Kevin.

Changmin dan Juyeon telah menawarkan tumpangan pada pujaan hatinya masing-masing di malam sebelumnya, akan tetapi tawaran mereka tidak diiyakan karena Kevin bersikeras untuk berangkat bersama Chanhee.

Setibanya Chanhee dan Kevin, keempat pemuda itu pun akhirnya memulai “double-date” mereka.

Wahana pertama yang mereka naiki adalah komedi putar. Chanhee bilang, mereka akan dapat mengambil banyak foto bagus di wahana yang bergerak dengan perlahan seperti ini.

Setelah puas berputar-putar selama kurang lebih 5 menit, Changmin memberikan ide untuk memasuki wahana rumah hantu. Awalnya ide ini ditolak oleh Juyeon dengan alasan tidak mau melukai tenggorokan Chanhee maupun Kevin. Yang dibela malah mengacuhkan Juyeon dan segera mendorong Juyeon agar berada di paling depan, disusul dengan Kevin di belakangnya, lalu Chanhee, dan di paling belakang adalah Changmin. Belasan teriakan berbeda ketinggian dapat terdengar dalam hitungan menit setelahnya.

Suara tawa yang saling bersahutan terdengar di kemudian ketika mereka berempat telah berhasil keluar dari rumah hantu. Wajah pucat Juyeon dan mata berair Chanhee berhasil membuat Kevin dan Changmin tertawa terbahak-bahak bak orang kerasukan.

Setelah tawa mereka mereda, wahana viking ride adalah wahana yang mereka pilih untuk dinaiki selanjutnya. Sebelum viking ride itu bergerak, petugas taman bermain telah mewanti-wanti mereka untuk berpose sebagus mungkin ketika mereka berada tinggi di udara karena ada sebuah kamera yang akan mengambil foto mereka.

Ekspektasi mereka berempat tentunya adalah sebuah foto yang tercetak dengan bagus. Namun, yang mereka lihat setelahnya hanyalah sebuah foto penuh dengan ekspresi aib di wajah mereka masing-masing.

Berpindah dari viking ride, kali ini mereka berempat sudah duduk dengan manis di sebuah wahana yang memiliki konsep mirip roller-coaster tapi dengan hadiah cipratan air di bagian akhirnya.

Chanhee dan Kevin yang duduk di deretan paling depan menjadi korban utama dari wahana ini. Keduanya turun dengan badan basah kuyup, membuat insting Changmin dan Juyeon terpancing keluar. Dalam hitungan detik, sebuah kemeja dan jaket sudah melingkar di bahu Chanhee dan Kevin. Menghalau angin kencang yang dapat membuat mereka kedinginan.

Juyeon kemudian menyarankan untuk beristirahat sebentar dan mengisi perut mereka di restoran yang berada di dalam taman bermain. Tiga pemuda lainnya langsung menyetujui saran Juyeon.

Banyak hal yang mereka perbincangkan selagi makan. Walaupun Kevin dan Chanhee sama-sama pemilik MBTI introvert, keduanya dapat mengimbangi dinamika Juyeon dan Changmin yang merupakan kaum ekstrovert.

Terlalu larut dalam perbincangan mereka, Chanhee dan Changmin bahkan tidak sadar sama sekali ketika sudut bibir mereka sudah kotor oleh saus dari makanan yang mereka makan.

Secara bersamaan, Kevin dan Juyeon mengambil tissue untuk membersihkan bibir Chanhee dan Changmin. Keempatnya mendadak kebingungan untuk beberapa detik, sebelum akhirnya tawa mereka kembali pecah untuk kesekian kalinya hari itu.

Wahana terakhir yang mereka pilih untuk naiki adalah bianglala. Kali ini, Kevinlah yang memberi saran. Melihat semburat jingga di langit dari ketinggian adalah suatu hal yang sangat Kevin sukai. Oleh karena itu ia sengaja meminta mereka untuk menaiki wahana ini mendekati saat ketika matahari terbenam.

Di antrian, Chanhee membisikkan idenya pada Changmin. Changmin cukup terkejut dengan ide Chanhee, tapi kepalanya langsung mengangguk dengan cepat disertai seringai nakal di wajahnya.

Ketika antrian di depan mereka sudah habis, Chanhee dan Changmin segera mendorong Kevin dan Juyeon untuk masuk ke dalam salah satu kereta gantungnya. Keduanya meminta petugas taman bermain untuk segera mengunci kereta mereka dan mulai untuk memutarnya ke atas.

Tawa puas keluar dari bibir Chanhee ketika dilihatnya Kevin mengacungkan jari tengahnya pada Changmin dan dirinya dari balik kaca kereta gantung.

Tapi tawanya mendadak terhenti ketika ia menyadari bahwa ia akan berduaan dengan Changmin di kereta gantung berikutnya.

Keheningan lantas menyapa mereka ketika keduanya sudah berada dalam kereta gantung. Chanhee dan Changmin duduk saling berjauhan, memalingkan muka masing-masing ke jendela di sebelah mereka.

Ketika kereta gantung yang mereka naiki berada tepat di puncak, Chanhee menjerit kegeringan. Berteriak pada Changmin untuk menghampirinya dan melihat pemandangan mentari terbenam dari jendela bersama-sama.

Chanhee mengalihkan pandangannya dari jendela, memutar kepalanya untuk melihat reaksi Changmin.

Sayang seribu sayang bagi Chanhee, Changmin berada terlalu dekat dengannya.

Terlalu dekat hingga Chanhee bisa merasakan deru nafas Changmin menyapu halus wajahnya, tatapan lekat yang Changmin berikan bak menyihir dirinya.

Changmin terus merapatkan tubuhnya ke arah Chanhee, panik dan tak tahu harus lakukan apa, Chanhee akhirnya menutup kedua matanya kuat-kuat.

Namun tiba-tiba, kereta gantung yang mereka naiki berhenti di udara. Chanhee membuka matanya kembali ketika didengarnya suara isak tangis yang keluar dari pemuda di depannya.

Dilihatnya sosok Changmin yang bergetar ketakutan, kepalanya ia sembunyikan di kedua kakinya yang tertekuk ke atas. Chanhee segera menggeser tubuhnya mendekati Changmin, melingkarkan lengannya untuk memeluk Changmin sembari mengusap punggungnya perlahan.

Isak tangis Changmin akhirnya terhenti ketika kereta gantung mereka akhirnya bergerak kembali. Di bawah, Kevin dan Juyeon sudah menunggu dengan cemas. Chanhee segera membantu Changmin keluar dari kereta gantung, dirinya meminta izin untuk pulang duluan dengan Changmin karena Changmin masih saja gemetaran.

Karena Chanhee dan Changmin sama-sama tidak membawa kendaraan pribadi hari ini, Chanhee akhirnya memutuskan untuk mengantarkan Changmin pulang dengan menaiki bus. Tangisan Changmin kembali pecah ketika di dalam bus, dengan sigap Chanhee kembali merengkuh Changmin ke dalam pelukannya.

Suara dengkuran halus tertangkap jelas oleh telinga Chanhee setelah beberapa menit. Nampaknya, Changmin tertidur karena kelelahan akibat menangis. Dibiarkannya Changmin untuk menggunakan bahunya sebagai tempat bersandar.

Bus yang mereka tumpangi akhirnya tiba di halte dekat rumah Changmin, Chanhee segera membangunkan Changmin dengan berbisik halus di telinganya. Setelahnya, kedua pemuda tersebut lalu berjalan perlahan menuju rumah Changmin dengan kondisi Changmin yang masih ditopang oleh Chanhee.

Dan itulah saat dimana Chanhee bertemu bunda dari Changmin dan Sunwoo untuk pertama kalinya di luar day care tempatnya bekerja. Seperti biasa, Bunda Ji masih memberikan Chanhee sebuah senyuman hangat walau keterkejutan masih dapat terlihat dengan jelas di wajahnya.

Chanhee menyunggingkan senyuman canggung, buru-buru berpamitan ketika Changmin sudah memasuki rumahnya.

Tapi untuk sekali lagi, sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada Chanhee. Karena hari sudah gelap, Chanhee tidak diperbolehkan untuk pulang sendirian oleh Bunda Ji.

Chanhee terpaksa menuruti kemauan Bunda Ji dengan berat hati. Malam itu, dirinya terbaring di kasur yang bukan miliknya. Menempati kamar Sunwoo setelah anak asuhnya itu dipindahkan ke kamar sang abang.

Beberapa hari sudah berlalu semenjak kejadian Chanhee yang akhirnya menyadari perasaannya untuk Changmin.

Chanhee tak ambil pusing dengan hal itu, kesibukan di Lunar Day Care membuatnya sedikit melupakan keberadaan Changmin.

Siang itu, Chanhee sedang membereskan ruang bermain yang berantakan sembari memperhatikan anak-anak yang dirawatnya menikmati makan siang masing-masing.

Semua anak terlihat makan dengan lahap, terkecuali bagi seseorang yang selalu menempel dengannya.

Sunwoo.

Sunwoo terlihat lebih pendiam dari biasanya. Merasa ada yang tak beres, Chanhee segera melangkahkan kakinya menuju Sunwoo. Menempelkan punggung tangannya di kening Sunwoo, terperanjat ketika menyadari bahwa suhu tubuh Sunwoo berada di atas batas normal.

Cepat-cepat Chanhee mencari termometer untuk dapat memastikan suhu tubuh Sunwoo secara tepat.

Benar saja, tulisan 38 derajat Celcius terpampang di termometer tersebut. Memberi kepastian bahwa Sunwoo memang demam.

Chanhee segera menggendong Sunwoo dan membaringkannya di kamar khusus. Meminumkan parasetamol dan menenangkan Sunwoo yang mulai rewel.

Kevin yang kala itu juga sedang berada di day care, dapat mendengar rengekan Sunwoo dengan jelas. Chanhee memberikan sinyal pada Kevin untuk menelpon Bundanya Sunwoo dan memintanya agar segera datang kesini.

Sayangnya, sang bunda sedang berada dalam rapat penting di kantornya. Sehingga Changminlah yang akhirnya diutus untuk menjemput sang adik.

Chanhee kemudian keluar dari kamar khusus untuk mengepak barang bawaan Sunwoo dan menuliskan keterangan bahwa Sunwoo akan dijemput di luar jadwal pada papan tulis day care.

Selama Chanhee dan Kevin tenggelam dalam kesibukannya, pintu kamar khusus dibuka perlahan oleh seorang anak kecil.

Anak kecil itu kemudian berdiri di samping kasur tempat Sunwoo terbaring lemas. Ekspresi wajahnya penuh dengan kesedihan melihat teman dekatnya tidak ceria seperti biasanya.

Eric, anak kecil yang disebut di bait sebelumnya, mengelus dahi Sunwoo dengan hati-hati.

“Nunu.. cepet sembuh biar bisa temenin Ewic main lagi ya..”

Changmin masih berpegang teguh pada pendiriannya untuk tetap diam selama perjalanan. Di jok belakang, Chanhee kebingungan karena tidak biasanya Changmin diam seperti ini.

Kedua tangan Chanhee mencengkram jok dengan erat, tidak ia lingkarkan di perut Changmin seperti malam sebelumnya.

Chanhee menggigiti bibir bawahnya dengan gelisah. Pikirannya menerawang ke beberapa menit sebelumnya. Apakah ada perkataan atau perbuatannya yang menyinggung perasaan Changmin?

Tanpa terasa, mereka sudah tiba di depan rumah Chanhee. Perlahan, Chanhee turun dari motor dan memberikan helmnya pada Changmin.

Setelah mengucap terimakasih, Chanhee hendak membalikkan badannya untuk langsung masuk ke dalam rumah.

Akan tetapi, langkahnya tertahan karena sebuah tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

Dilihatnya Changmin sedang menatap dalam-dalam ke arahnya. Membuat Chanhee terkesiap, napasnya tertahan untuk sepersekian detik.

Cukup lama Changmin menatapnya dalam diam. Chanhee jadi salah tingkah dibuatnya.

Sebelum akhirnya Changmin mengulurkan tangannya untuk mengusak poni Chanhee beberapa saat. Memamerkan sebuah senyuman dengan lesung pipit yang belum pernah Chanhee lihat sebelumnya.

“Aku pulang dulu ya, dadah Hee.”

Chanhee terdiam di tempatnya. Masih mematung bahkan setelah Changmin menghilang dari pandangannya.

Jantungnya terasa sesak.

Kedua pipinya terasa memanas.

Ratusan kupu-kupu berterbangan di perutnya.

Uh oh.

Sepertinya Chanhee mulai sadar bahwa ia menaruh rasa pada pemuda yang baru saja mengacak-acak hatinya itu.

Royal Enfield berwarna hitam itu memantulkan cahaya ketika diterpa sinar matahari. Setelah mematikan mesin motornya di depan pos satpam, Changmin menaruh helm full face miliknya di kemudi motornya.

Changmin menatap jam tangannya, kira-kira tersisa 5 menit lagi sebelum kelas Chanhee selesai. Changmin memutuskan untuk berdiri sambil bersandar di atas motornya, melempar senyum tipis pada mahasiswa dan mahasiswi yang berjalan melewatinya.

Tepat jam 2, sosok Chanhee sudah berjalan ke arahnya dari kejauhan. Changmin hendak melambaikan tangannya ke arah Chanhee, namun niatnya itu ia urungkan ketika melihat seorang lelaki memberhentikan langkah Chanhee dan mengajaknya mengobrol.

Changmin menatap keduanya dengan tatapan tajam. Bahasa tubuh yang digunakan oleh lelaki lain itu tampak tak asing bagi Changmin.

Bagaimana tidak, lelaki itu terus-terusan menatap Chanhee dengan tatapan yang menyilaukan. Tubuhnya bergerak mendekati tubuh Chanhee secara perlahan-lahan, membuatnya menempel dengan milik Chanhee.

Persis seperti yang akan dilakukan oleh seseorang yang sedang jatuh cinta.

Lima menit terasa begitu menyiksa bagi Changmin. Adegan terakhir yang ia lihat adalah pucuk kepala Chanhee yang diusap dengan penuh kasih oleh si lelaki yang nampaknya lebih tua dari mereka berdua.

Suara ranting yang patah akibat terinjak oleh Changmin berhasil menariknya kembali ke permukaan. Sekarang Chanhee sudah berdiri di depannya, memasang senyuman manisnya yang memabukkan.

“Maaf bikin kamu nunggu lama, Min. Tadi Kak Sangyeon tiba-tiba bahas soal PSM kampus dulu.”

Changmin memberi senyuman singkat sebagai balasannya.

Setelah memastikan Chanhee duduk dengan nyaman, Changmin segera memacu motornya menuju rumah Chanhee tanpa banyak basa-basi.

Nampaknya, rindangnya pepohonan ditambah semilir angin belum dapat mengurangi luapan panas dari dalam hatinya.

Suara gaduh yang ditimbulkan oleh sang abang membuat Sunwoo penasaran dibuatnya. Dinaikinya kasur milik Changmin dengan susah-payah.

Tatapan penuh penghakiman Sunwoo layangkan pada Changmin yang terus-terusan berguling kegirangan di kasurnya. Kedua tangannya terikat dengan erat pada handphone miliknya.

Sunwoo lantas membaringkan dirinya di sebelah Changmin, berusaha untuk melihat dengan lebih jelas yang sedang terpampang di layar handphone Changmin.

Merasa terganggu dengan kehadiran adiknya, Changmin menjauhkan handponenya dari Sunwoo dengan cepat. Membuat wajah Sunwoo menabrak lengan atasnya secara tidak sengaja.

Changmin sudah mempersiapkan dirinya untuk mendengar rengekan Sunwoo. Akan tetapi, Sunwoo malah sibuk mengendus pakaian Changmin.

Kali ini tatapan Sunwoo berubah menjadi tatapan sinis, yang langsung dibalas oleh sang abang dengan tak kalah sinisnya.

“Abang.”

“Apa?”

“Abang habis main sama Kakak Cantik, ya?”

Changmin berjengkit dari tempatnya.

Seingatnya, sang adik sedang tertidur lelap ketika Changmin berangkat menuju rumah Chanhee. Jadi, darimana ia tahu kalau Changmin tadi pergi untuk menemui Chanhee?

“Baju abang baunya sama kayak bau Kakak Cantik. Abang habis peluk-peluk Kakak Cantik?”

Changmin lantas menggelengkan kepalanya sekuat tenaga.

Tadi kan hanya Chanhee yang memeluknya dari belakang, berarti itu tidak terhitung sebuah pelukan dong seharusnya? Hehehe.

Melihat Changmin yang menggelengkan kepalanya, Sunwoo menghela nafas dengan lega.

“Adek sih sering peluk-peluk Kakak Cantik, soalnya Kakak Cantik baunya enak.”

“Kasian deh abang gak bisa peluk Kakak Cantik.”

Sebuah toyoran di jidat diberikan Changmin pada Sunwoo.

“Kamu adeknya siapa sih? Genit betul kelakuannya.”

Weekend yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba.

Chanhee sudah menyelesaikan ujiannya sejak sore tadi, jauh lebih cepat dari yang Chanhee perkirakan sebelumnya. Setelah mandi dan berganti baju, Chanhee kembali membaringkan dirinya di atas kasur.

Suara ketukan pintu dari luar membuat fokus Chanhee terpecah. Ketika dibuka, nampaklah sosok Eric yang baru selesai mandi sore. Bedak putih berantakan di wajahnya dan wangi harum minyak telon yang menguar membuat Chanhee refleks berjongkok dan mencubit pipi Eric dengan gemas.

“Kak Nyu, kakak mau kemana? Kok pakai baju bagus?”

Senyuman tipis terlukis di wajah Chanhee.

“Kakak mau main keluar sama abangnya Nunu nanti malem. Eric masih inget kan sama abangnya Nunu?”

Anggukan kecil diberikan Eric untuk pertanyaan Chanhee.

“Nunu ikut juga, Kak?”

Chanhee menggelengkan kepalanya, tangannya kini berpindah untuk mencubit hidung mungil si adik sepupu.

“Kenapa nanyanya gitu? Eric mau ikut juga ya kalau tau Nunu ikut kakak sama abang jalan-jalan?”

Yang ditanya malah membuang wajahnya, pipinya yang merona kembali menjadi korban serangan dari jari-jemari lentik milik Chanhee.

“Cieeeee. Nanti ya, kalau Nunu ikut kakak sama abang jalan-jalan, kakak juga pasti bakalan ajak Eric!”

Eric menengadahkan kepalanya ke atas, menatap Chanhee dengan penuh harap.

“Janji ya, Kak?”

“Mhm, kakak janji sama Eric!”

Deru mesin motor Royal Enfield Classic 500 Stealth Black yang khas membuat Chanhee dan Eric saling menatap satu sama lain. Eric segera berlari menuju jendela, mengintip keluar sambil menyibakkan tirai dengan sebelah tangannya.

Dalam hitungan detik, Eric kembali berlari ke arah Chanhee. Menuntunnya untuk ikut mengintip di jendela.

“Kak Nyu, itu abang Changmin kan?”

Di luar rumah, Changmin sedang melepaskan helm full face-nya seraya turun dari motor setelah menaruh standarnya. Tangan kanannya bergerak untuk mengacak rambutnya asal.

Tak lama kemudian, handphone Chanhee berdering. Dengan setengah berlari, Chanhee menggerakkan kakinya kembali menuju kamar. Mengangkat panggilan masuk dari Changmin dan memberitahunya bahwa Chanhee akan keluar dalam beberapa menit.

Setelah berpamitan dengan Eric (yang terus-terusan memberikan tatapan meledek), Chanhee berjalan keluar untuk menuju Changmin.

Derap langkah kaki yang mendekati dari belakang membuat Changmin membalikan badannya, tersenyum manis ketika Chanhee mengangkat sebelah tangannya ke atas dengan malu-malu.

“Hai, Min.”

“Hai juga, Hee. Udah siap kan? Kita berangkat langsung, ya?”

Setelah duduk dengan posisi nyaman dan memakai helm yang diberikan oleh Changmin, Royal Enfield kebanggaan Changmin pun mulai meluncur menerobos jalanan ibu kota.

Perjalanan menuju destinasi rahasia itu berlangsung dalam diam, baik Chanhee maupun Changmin belum ada yang mengeluarkan sepatah kata pun setelah mereka berdua meninggalkan rumah Chanhee.

Di lampu merah, Chanhee bingung harus meletakkan tangannya di mana. Menyadari hal tersebut, Changmin meraih tangan Chanhee satu persatu dan membuat lengan Chanhee melingkari perutnya.

Senyuman penuh kemenangan tercetak di wajah Changmin tatkala pantulan Chanhee yang tersipu malu tertangkap oleh kaca spionnya.

Dinginnya udara malam kian terasa ketika Chanhee akhirnya menyadari bahwa tempat tujuan mereka berada di daerah Dago Atas. Entah mendapat keberanian darimana, Chanhee mengeratkan pelukannya di pinggang Changmin.

Merasakan detak jantung Changmin yang seolah beradu cepat dengan detak jantung miliknya.

Laju motor Changmin mulai melambat ketika mereka sudah memasuki area parkiran. Chanhee dengan sigap melepaskan pelukannya ketika mesin motor sudah dimatikan oleh Changmin.

Keduanya berjalan beriringan untuk mencari tempat duduk. Spot yang terpilih adalah spot duduk di pojok atas dengan pemandangan kilau cahaya dari Kota Bandung pada malam hari.

Kencangnya angin malam membuat Chanhee menggunakan jaket kulit miliknya untuk menutupi bagian kakinya yang terekspos. Dalam hatinya, Chanhee merutuki kebodohan dirinya yang memilih menggunakan celana pendek di malam hari.

Bak di film-film, Changmin segera melepaskan jaket kulitnya dan menyampirkannya di kedua bahu Chanhee. Membuat Chanhee menoleh ke arahnya dengan sorot mata penuh kebingungan.

“Takutnya nanti kamu masuk angin, Hee. Bisa-bisa aku enggak direstuin sama calon mertuaku kalau anaknya sampe sakit habis diajak jalan.”

Chanhee memutar bola matanya malas sambil menyesap hot vanilla latte miliknya.

Abangnya Nunu ini.. memang sudah tersertifikasi sebagai buaya, ya?

Setelahnya, keduanya kemudian kembali larut dalam keheningan malam.

Kerlip bintang yang bertaburan, hawa dingin yang kontras dengan panasnya minuman, serta keberadaan Changmin di sebelahnya seolah membuat stress yang Chanhee rasakan karena ujian tadi sore menguap seketika.

Changmin tak banyak bicara malam itu. Dirinya sengaja menahan diri, membiarkan Chanhee menikmati ketenangan yang disajikan oleh alam sekitar.

Dengan Chanhee berada di sisinya, itu saja sudah lebih dari cukup bagi Changmin.

Changmin merasa tidak enak dengan Chanhee.

Alasannya adalah karena Eric kembali menangis setelah Sunwoo menjelaskan alasannya barusan. Sudah belasan menit berlalu dari bujukan pertama yang Chanhee berikan untuk Eric.

Seingat Changmin, di dekat day care ini terdapat sebuah kedai es krim yang buka dari pagi hingga malam hari. Changmin kemudian menepuk pundak Chanhee, membisikkan idenya dan mengajak mereka bertiga untuk berjalan menuju kedai es krim yang dimaksud.

Berhasil, tangisan Eric berhenti setelah mulutnya sibuk menyesap es krim yang dibelikan oleh Changmin. Di sebelahnya, Sunwoo juga sibuk memakan es krim miliknya.

“Kakak Nyu, es krimnya enyaaak!”

Chanhee menghela napasnya. Kenapa tidak terpikirkan sama sekali olehnya soal es krim?

Sebuah es krim rasa cookies and cream disodorkan oleh Changmin kepadanya. Chanhee mengucapkan terima kasih dengan pelan dan menikmati es krimnya dalam diam sambil memperhatikan Sunwoo dan Eric. Berjaga agar tidak ada lelehan es krim yang akan menodai baju mereka.

Tanpa terasa, hari mulai gelap. Changmin mengecek jam di handphonenya, ternyata sudah hampir 2 jam sejak insiden Eric menangis.

Menurut Changmin, tidak sopan rasanya jika ia dan Sunwoo berpamitan sekarang. Akan tetapi, Changmin juga belum sedekat itu dengan Chanhee maupun Eric untuk mengantarkan keduanya pulang ke rumahnya.

Changmin menimbang-nimbang keputusannya sembari menghabiskan es krimnya.

Pikirnya, tidak ada salahnya jika ia menawarkan tumpangan untuk pulang terlebih dahulu, kan?

“Chanhee.”

Yang dipanggil lantas menoleh, sebelah alisnya terangkat ke atas.

“Udah mau malem nih, Eric belum dijemput juga sama orang tuanya?”

“Oh, Eric itu adek sepupunya aku. Jadi dia pulangnya sama aku sih.”

Ah, sebuah kabar baik bagi Changmin.

“Kalau aku anterin kalian berdua pulang aja, gimana?”

Chanhee mengiyakan tawaran Changmin dengan anggukan dan senyum manisnya.

Di dalam mobil, Eric dan Sunwoo ditempatkan di kursi belakang. Masing-masing sudah dipasangkan sabuk pengaman oleh Chanhee sebelumnya.

Changmin kira, mobilnya akan berisik karena terdapat dua anak kecil di dalamnya. Namun yang terjadi adalah Eric dan Sunwoo langsung tertidur dalam beberapa menit setelah mobil berjalan.

Diliriknya dari kaca spion, kedua anak kecil itu terlelap dengan kepala yang saling menopang satu sama lain.

Changmin kemudian menoleh ke kursi penumpang di sebelahnya. Diliatnya Chanhee yang juga memejamkan matanya sembari bertopang tangan.

Suara dengkuran halus dari 3 insan manusia menemani Changmin selama perjalanan pulang malam itu.

Kali ini adalah genap keempat kalinya Changmin menjemput Sunwoo dari day care. Diluar dugaan, Bunda tidak bertanya maupun memberikan Changmin tatapan penuh curiga lagi. Sebaliknya, Bunda terlihat gembira karena dengan begini Changmin tidak membuang-buang waktunya untuk kegiatan yang tidak bermanfaat.

Changmin datang tepat ketika bel pulang berbunyi. Dilihatnya Sunwoo yang sedang bermain dengan seorang anak lelaki yang kira-kira sepantaran dengannya. Baru saja Changmin akan membuka mulutnya untuk menyapa Sunwoo, adiknya itu tiba-tiba mendorong teman mainnya hingga jatuh terjerembab ke belakang.

Changmin panik bukan main melihat kejadian tersebut. Dengan sigap, ia berlari ke arah Sunwoo dan temannya yang sedang menangis meraung-raung.

Tangan Changmin yang hendak mengelus puncak kepala si anak yang menangis terhenti di udara karena Chanhee mendadak mengangkat si anak dan menggendongnya.

Mata Changmin bertabrakan dengan milik Chanhee untuk beberapa saat, sebelum Chanhee memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.

Changmin kemudian berdeham sebelum berjongkok agar dapat sejajar dengan ketinggian Sunwoo.

“Adek, kok temennya didorong kayak gitu?”

Sunwoo menatap Changmin dan Chanhee bergantian dengan bibir yang maju. Raut wajah sedihnya membuat Changmin tak enak hati.

“Habis.. Ewicnya jahatin Nunu!”

Yang disebut namanya merasa tak terima. Eric segera turun dari gendongan Chanhee lalu berkacak pinggang di depan Sunwoo.

“Ih! Ewic kan emang gak mau! Kata Mama kalau orang gak mau ya gak boleh dipaksa!”

Chanhee mengerutkan keningnya, bingung dengan masalah yang sedang dibicarakan kedua anak kecil itu.

“Emangnya Nunu minta Eric buat apa?”

Sunwoo mendongakkan kepalanya, menatap Chanhee tepat di matanya.

“Um.. Nunu minta Ewic jadi pacar Nunu, Kakak Cantik.”

Hari ini, hari Jumat. Suatu kebetulan yang menyenangkan bagi Changmin karena dosennya tidak jadi datang di kelas terakhirnya hari ini. Setelah membereskan seluruh barang bawaannya, Changmin segera berjalan menuju mobilnya. Bersiap untuk menuju Lunar Day Care tempat pujaan hatinya bekerja.

Izin dari Bunda untuk kembali menjemput sang Adik sudah dikantonginya dari semalam. Walaupun begitu, tetap saja tatapan penuh curiga didapat Changmin dari wanita yang melahirkannya itu. Changmin hanya dapat melempar senyum penuh arti sebagai balasannya.

Sempat-sempatnya seorang Ji Changmin berganti baju terlebih dahulu di dalam mobilnya. Rambutnya ia tata ke belakang dengan bantuan pomade. Sentuhan wangi maskulin ia tambahkan di bagian leher dan pergelangan tangannya.

Pertemuan pertama Changmin dengan sang bidadari dapat dikatakan cukup memalukan bagi Changmin. Sebab, waktu itu dia baru saja keluar dari klub tari dengan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya. Pakaian yang dikenakannya pada hari itu pun jauh dari kata rapih. Kali ini, Changmin bertekad untuk memberikan impresi yang baik.

Betapa senangnya hati Changmin ketika sosok yang dirindukannya selama beberapa hari ke belakang, sedang berdiri dengan jarak hanya beberapa meter jauhnya dari tempat Changmin berada. Changmin berdeham. Rangkaian kalimat disisipi gombalan maut telah tersusun dengan apik di dalam kepalanya.

Sayang seribu sayang, otak Changmin mendadak berhenti bekerja tatkala menyadari bahwa Chanhee sedang tersenyum kepadanya.

Lebih parahnya lagi, Chanhee sudah berjalan ke arahnya.

Changmin melempar senyum kikuk sebagai balasan. Tangannya sibuk menggaruk bagian belakang kepalanya yang bahkan sama sekali tidak gatal.

“Halo, mau jemput Sunwoo lagi ya?”

Suara ini.

Suara yang berhasil menaklukkan hati Changmin.

“I- Iya, Sunwoo udah keluar kan ya?”

Siapapun dapat langsung menyadari nada gugup yang keluar dari belah bibir Changmin.

Chanhee kembali melebarkan senyumnya, membalikkan badannya untuk berjalan ke arah ruangan tempat anak-anak berada.

Beberapa menit kemudian, Chanhee kembali terlihat. Kali ini dengan Sunwoo yang menggandeng tangan Chanhee dengan erat. Kening Changmin berkerut melihatnya, adiknya ini benar-benar akrab dengan si bidadari ya?

“Abang, kenalin. Ini Kakak Cantik.”

Mata Changmin membulat tanpa aba-aba. Sebelah tangannya ia gunakan untuk membekap mulut Sunwoo.

“Aduh, sori sori. Adik saya emang begini anaknya..” ujar Changmin setengah meringis, setengah menahan malu.

Kakak Cantik menggelengkan kepalanya sambil tertawa, mulutnya ia tutupi juga dengan telapak tangannya.

Changmin terpana dibuatnya.

“Gapapa kok, Nunu emang biasa manggil aku kayak gitu. Walaupun udah berkali-kali aku minta dia buat panggil nama asliku aja.”

“Boleh dong kalau saya juga panggil pakai nama aslinya?”

Keheningan mendadak menyapa mereka untuk beberapa saat. Changmin hanya bisa merutuki mulut licinnya yang sangat tidak bisa diajak bekerja sama.

“Boleh kok.. Kenalin, Chanhee. Choi Chanhee.”

Uluran tangan Chanhee segera disambut dengan antusias oleh Changmin yang cukup terkejut karena ukuran tangan mereka yang lumayan jauh perbedaannya.

“Changmin, Ji Changmin. Abangnya Sunwoo.”

Sebuah tamparan Changmin daratkan di mulutnya, kenapa juga ia harus menyebutkan kalimat terakhirnya? Chanhee kan sudah tau.

Chanhee sendiri tak ambil pusing dengan tingkah Changmin. Fokusnya teralihkan pada Sunwoo yang menarik-narik celana panjang Chanhee.

“Iya? Ada apa, Nunu?”

“Kakak Cantik, abang mau temenan sama Kakak Cantik. Kakak Cantik mau kan temenan sama abangnya Nunu?”

Kali ini, terdengar suara cukup nyaring dari Changmin yang baru saja menepuk jidatnya kuat-kuat.

Changmin rasa, adiknya itu perlu diberikan pengarahan agar lebih berhati-hati dengan ucapannya.

Tapi untuk saat ini, Changmin hanya ingin memeluk adiknya erat-erat. Karena berkat Sunwoo, Changmin berhasil mendapatkan username akun Instagram milik Chanhee.

Memang, bukan nomor Chanhee yang ia dapatkan. Tapi setidaknya, ia akan dapat memperlihatkan foto Chanhee pada Juyeon. Membuat Juyeon percaya bahwa bidadari memang ada di sekitar mereka.

Senandung riang berulang kali Changmin lantunkan. Kali ini, Changmin memutuskan untuk menjemput Sunwoo jauh sebelum jam pulangnya. Niat hati adalah untuk menghindari kemacetan yang tempo hari dialaminya.

Setelah memarkirkan mobilnya, Changmin keluar dari dalam mobil. Sebelah tangannya tergerak untuk menyisir rambutnya ke belakang. Tak lupa ia bercermin sebentar di kaca spion.

Tersisa 5 menit sebelum Changmin dapat menjemput adiknya. Seiring berjalannya waktu, degup jantung Changmin bergerak lebih cepat.

Suara bel yang berdering nyaring membuatnya terkejut. Anak-anak kecil penghuni Lunar Day Care mulai berhamburan keluar dari dalam ruangan, berlari menuju orangtuanya masing-masing.

Changmin dapat melihat Sunwoo berjalan ke arahnya, tangan kanannya terangkat ke atas untuk melambai pada Changmin. Changmin tersenyum lebar untuk beberapa saat.

Senyumnya perlahan luntur ketika netranya yang sedari tadi mengedar ke sekeliling, tak jua menangkap sosok yang ditunggu-tunggu.

Sejauh mata memandang, Changmin hanya dapat melihat pria lain. Tatapan menghakimi nan sinis terpancar secara tidak sengaja dari kedua bola mata Changmin, membuat pria lainnya itu kebingungan bercampur takut.

Genggaman erat dapat Changmin rasakan ketika Sunwoo tiba di sampingnya. Dengan tangannya yang bebas, Changmin mengusak rambut Sunwoo dengan gemas.

“Abang, abang kenapa jemput Nunu lagi?”

Changmin mengedipkan matanya beberapa kali. Bingung dengan pertanyaan yang adiknya lontarkan.

“Eh.. Abang gak boleh jemput Nunu, ya? Besok-besok Pak Supir aja yang jemput Nunu, nih?”

Yang ditanya langsung cemberut. Kaki kecilnya ia hentakkan ke tanah.

“Ih abang!! Abang aja yang jemput Nunu!!”

“Tadi nanya kenapa abang jemput lagi, sekarang malah nyuruh abang jemput terus.”

“Biarin wleeee!”

Changmin menggelengkan kepalanya pasrah, ia tahu bahwa ia tidak akan pernah menang dari adiknya.

Changmin kemudian menuntun Sunwoo ke mobil, memakaikan sabuk pengaman untuk adiknya sebelum ia memutari mobil untuk duduk di bangkunya. Tepat sebelum Changmin menyalakan mobilnya, ia mendengar namanya dipanggil oleh sang adik.

“Abang abang.”

“Mhm? Kenapa, Nunu?”

“Abang nyariin Kakak Cantik, ya?”

Changmin hampir tersedak oleh ludahnya sendiri.

Kakak Cantik?

“Kakak Cantik siapa, Nunu?”

Sunwoo menolehkan kepalanya ke arah Changmin, raut wajah tak percaya tercetak di wajahnya.

“Ih!! Yang waktu itu nemenin Nunu sampe sore!! Nunu gak apa-apa nunggu lama soalnya ada Kakak Cantik.”

“Abang kalau mau ketemu Kakak Cantik, abang harus jemput Nunu hari um.. Senin, Rabu, sama Jumat!”

“Kalau hari lain, Kakak Cantik sibuk. Abang gak bisa ketemu.”

Ah.

Coba saja kalau Sunwoo memberitahu soal ini dari kemarin-kemarin..